• Tidak ada hasil yang ditemukan

Desain Visual Panggung

Dalam dokumen Kreativitas Seni dan Kebangsaan (Halaman 94-99)

DRAMATURGI DAN PERANNYA

ANALISIS TEKSTUAL PERTUNJUKAN

2. Desain Visual Panggung

Charles Lees seperti yang dikutip oleh Lloyd Anton Frerer menyatakan tiga tujuan desain visual pertunjukan teatrikal, yaitu pertama, sebagai cara mengontrol atensi penonton dan menggiring mereka pada pentingnya garis dan laku pelaku; kedua, sebagai cara menampilkan konflik dalam adegan; ketiga, sebagai cara menampilkan keindahan setiap bagian wujud dan ruang panggung.9 Setiap garapan teatrikal memiliki desain lengkap di setiap bagian-bagiannya. Ukuran ruang teatrikal dan ruang keterhubungan antara penonton dan pelaku memberi dampak pada cara sutradara, pelaku, dan desainer untuk menampilkan desain dan seluruh perlengkapan yang digunakan bagi kepentingan penonton.

Kelengkapan desain teatrikal tertuju pada dua kemampuan penonton, yaitu audio dan visual. Kemampuan audio sebagian besar berasal dari kemampuan vokal pelaku dan bunyi musik, sedangkan proporsi terbesar hubungan antara sutradara dan pelaku adalah mengolah dialog. Kemampuan visual tidak hanya terkait dengan scenery, kostum, dan lampu, tetapi juga antara kerja sutradara dan pelaku. Pelaku harus dapat membuat pengelompokan pelaku, dan rincian luas ruang yang dibutuhkan. Selain itu, cara mereka terhubung dengan kostum, set, dan properti yang kesemuanya mencipta jalinan komposisi komunikasi visual sebaik komposisi komunikasi audio.

Dengan demikian, hampir seluruh pendukung pembuatan desain teatrikal memperhatikan dengan cermat elemen-elemen dan prinsip-prinsip desain. Meskipun elemen dan prinsip tersebut terkesan abstrak, semua terungkap dengan jelas di setiap aspek dan saat-saat berlangsungnya pertunjukan teatrikal. Salah satu tantangan produksi teatrikal terkait dengan cara mengkoordinasikan bagian-bagian yang telah terdesain secara individual (peran, scenery, kostum, lampu) menjadi suatu ciptaan yang harmonis secara keseluruhan.

Elemen-elemen teatrikal digunakan di dalam pertunjukan konser musik, sirkus, wayang kulit, drama tari, film, radio, televisi, festival, upacara; dan berbagai hiburan nondramatik, seperti program berita dan pendidikan. Ragam elemen teatrikal tidak tergantung pada seni drama semata, tetapi juga tergantung pada kondisi dan keberadaan seni teater itu sendiri. Ragam elemen desain teatrikal dapat dikenali melalui dua cara, yaitu dari adanya variasi teknik pembuatan dan peralatan yang menjadi cara sekaligus alat representasi teatrikal, dan dari adanya kehendak citarasa penonton. Kedua cara kehadiran elemen-elemen teatrikal tersebut sering saling mempengaruhi, meskipun terkadang setiap pertunjukan memberi porsi yang berbeda.10

Lloyd Anton Frerer, Directing For The Stage (Lincolnwood, Illinois: NTC Publishing Group, 1996), 172.

Hubert C. Heffner, Samuel Selden, et.al., Modern Theatre Practice. A Handbook of Play Production (New York: Appleton-Century-Crofts, 1946), 5.

9 10

a. Tipe Panggung Teatrikal

Terdapat delapan tipe pertunjukan teatrikal yaitu sebagai berikut.

1. Pertunjukan drama klasik dan modern yang dipentaskan dalam beragam gaya dan berdasarkan beragam wujud panggung.

2. Pertunjukan drama musikal, termasuk opera, operet, opera komik, komedi musikal, konser musik, langendriyan, dan pertunjukan musikal lainnya.

3. Pertunjukan drama tari, termasuk balet, sendratari, wayang orang, wayang kulit, wayang golek.

4. Pertunjukan pantomimik dan mimik.

5. Pertunjukan upacara keagamaan, drama upacara, drama simponi, festival, dan pertunjukan spektakuler, baik di dalam maupun di luar gedung pertunjukan. 6. Pertunjukan minstrel, variety show, vaudeville.

7. Pertunjukan karnaval, termasuk arak-arakan yang melibatkan beragam jenis aktivitas. 8. Pertunjukan monolog, termasuk pembacaan dramatik, deklamasi.

Daftar tersebut dapat diperpanjang sesuai dengan perubahan dan perkembangan konteks dan semangat zaman. Tipe seni yang ada di dalam teater memiliki keindahan seni dan ketrampilan teknis penciptaan, seperti: pemeranan, nyanyian, tarian, penyutradaraan, desain dan konstruksi pengesetan panggung, desain dan konstruksi kostum panggung, termasuk topeng, penataan rambut, tata rias, desain efek pencahayaan dan rekayasa peralatan yang dibutuhkan, persiapan dan produksi efek bunyi, permainan instrumen musik, orkestrasi, koreografi, penulisan naskah drama.

Pada saat seni teater dirancang langsung pada tempat dan waktu yang sama antara seniman dan penonton, ruang teatrikal pertunjukan teater berlangsung menjadi elemen penting. Ruang teatrikal diolah dalam beberapa cara. Masing-masing cara digunakan untuk mempengaruhi dan menarik tanggapan penonton, serta cara elemen-elemen pertunjukan teatrikal berfungsi.11 Pertama, kondisi formal ruang atau gedung pertunjukan. Gedung teater ini dibangun secara canggih dengan ruang depan berkarpet, auditorium dengan tempat duduk yang nyaman, pertunjukan yang dirancang dengan baik disertai dengan kecanggihan peralatan panggung. Hal berbeda dengan konsep ruang teatrikal yang dirancang secara improvisasi. Ruang ini berada di tempat-tempat umum dengan tempat duduk penonton di lantai atau di kursi lipat. Konsep penikmatan dari ruang improvisasi ini dilakukan dengan menyaksikan pertunjukan teater seperti halnya menyaksikan teater eksperimental. Kedua, skala ruang teatrikal. Ruang teatrikal yang sangat luas menyulitkan anggota penonton menyaksikan adegan dan mendengar dialog. Detil-detil pertunjukanpun menghilang. Ruang teatrikal yang lebih intim memudahkan penonton menyaksikan suara, gesture, ekspresi wajah, dan detil kostum. Ketiga, konfigurasi ruang teatrikal. Terdapat empat dasar konfigurasi fisik, yaitu: area permainan berhadapan langsung dengan penonton: panggung rangka-lukisan; area permainan dikelilingi oleh dua atau tiga sisi visual penonton: panggung lambur; area permainan dikelilingi seluruhnya oleh penonton: panggung arena; dan area permainan yang dibentuk bersama oleh pelaku dan penonton dengan cara yang fleksibel dan variatif.

Brockett, The Essential Theatre. 1988, 274–290.

Munro, The Arts and Their Interrelations. 1969, 564–567.

12

Improvisasi

Dramatik Seni Bicara/Ujaran Pertunjukan Dramatik Opera Drama/Musik Vaudeville

Lakuan/acting Dialog Wayang Pantomimik Lawak Ekspresi wajah/ mimik Oratori Pidato Pembacaan Dramatik Deklamasi Monolog Pendongeng Koor Teks/Skenario Penyutradaraan Penulisan Dramatik Konstruksi Panggung Set Panggung Penataan Scenery Penataan Cahaya Penataan Busana Penataan Rias Tari/Balet Musik dan Lagu

Pemeranan Properti Grand Opera Light Opera Opera Komik Operet Teater Musikal Musik Sirkus Sirkus Hewan Drama Wayang Kulit Wayang Golek

SENI PERTUNJUKAN TEATER

Diagram di bawah merupakan sistem klasifikasi tentang seni pertunjukan teater.12

Penonton dan pelaku terhubung pula di dalam area tempat duduk penonton. Misalnya, pengaturan area permainan dapat berubah dari satu pertunjukan ke pertunjukan berikutnya, meskipun masih dalam pertunjukan yang sama. Area pertunjukan dapat bergeser ke tempat lain, sementara adegan tetap berlangsung. Secara keseluruhan, ruang teatrikal mencipta sebuah lingkungan yang memberi pengaruh bagi bertambah dan berkembangnya pengalaman teatrikal penonton. Pengaruh tersebut terlihat pada perubahan konfigurasi panggung pertunjukan menjadi panggung prosenium, panggung arena, dan panggung lambur.

Panggung prosenium. Dikutip dari Roy A. Beck, et. Al., Play

b. Elemen Desain Visual Teatrikal

Semua desain visual teatrikal menggunakan elemen dasar yang sama, yaitu garis, bentuk, ruang, warna, tekstur, dan ornamen.13 Garis menghadirkan batas perasaan suatu kondisi dan wujud. Ada dua jenis dasar garis, yaitu lurus dan lengkung. Keduanya membentuk kombinasi seperti garis berbiku-biku dan garis scallops. Garis yang sering dilakukan di setiap pertunjukan adalah garis horizontal dan vertikal. Garis sering dianggap memiliki karakter tertentu, seperti garis lurus berkarakter stabil; garis lengkung berkarakter anggun, garis berbiku berkarakter bingung. Garis menjadi penting dalam mencipta suasana hati dan atmosfer, seperti halnya menentukan bentuk. Bentuk dan ruang saling terkait. Keduanya sering diperlakukan secara bersamaan sebagai satu elemen, yaitu masa. Sementara garis hanya membentuk ukuran panjang dan lebar, masa memiliki tiga dimensi, yaitu bentuk segiempat, bundar, bujur sangkar, ruang, tinggi, luas, serta ketebalan.

Bentuk panggung yang digunakan untuk pertunjukan teater adalah bentuk kubus, sehingga dapat diubah dan ditata dengan berbagai cara. Dengan bentuk kubus, panggung teater memiliki empat dimensi, yaitu dimensi panjang dan lebar, dimensi luas, dimensi kedalaman, dan dimensi bergerak. Scenery, tata lampu, atau gerak berpindah pelaku membatasi ruang. Seperti halnya garis, wujud dan ruang dapat digunakan untuk mempengaruhi tanggapan penonton. Efek penyempitan dapat dicapai melalui pengolahan ketebalan dengan garis horizontal, seperti atap panggung yang dibuat rendah dengan penempatan balok-balok kayu tebal. Suasana keagungan dapat dicapai dengan memilih garis vertikal, tipis, dan tajam (seperti kolom tipis dan tinggi). Masa juga direfleksikan

Brockett, The Essential Theatre. 1988, 295.

13

Panggung arena. Dikutip dari Roy A. Beck, et. Al., Play Production

Today, Chicago, National Textbook Company, 1988.

Panggung lambur. Dikutip dari Roy A. Beck, et. Al., Play

melalui bentuk kostum dan furnitur. Selain itu, cara sutradara mengelompokkan dan memposisikan pelaku juga dipengaruhi masa. Mungkin cara yang paling efektif untuk menyampaikan dan mengubah tampilan masa adalah tata cahaya. Pengarahan dan intensitas pencahayaan mampu menciptakan dan/atau menghilangkan kontras yang mendukung penonton mampu merasakan wujud dan dimensi.

Pengesetan oleh Ruddi Barch untuk karya Goethe

Iphigenis in Tauris. Garis melingkar dan pengulangan

wujud mencipta titik wujud ’lubang hitam’. Dikutip dari Oscar G. Brockett, The Essential Theatre, Orlando: Holt, Rinehart and Wilson, Inc., 1988.

Pengesetan yang menunjukkan kesatuan, suasana, dan ide. Grup aktor didominasi oleh cahaya lampu jalan. Gambar Robert Edmond Jone untuk produksi Berlin Leopold Jessner yang berbicara tentang Napoleon. Diambil dari Macgowan and Jones, Continental Stagecraft. Dikutip dari George R. Kernoddle, Invitation to The Theatre, USA: Harcourt, Brace & World, Inc., 1967.

Penataan horizontal. Lukisan Leonardo da Vinci,

Annunciazione. Uffizi Gallery di Florence Italia. Penataan

ini mirip dengan penataan panggung. Tidak ada yang menjadi fokus perhatian, tetapi perhatian ditujukan awalnya pada malaikat, kemudian pada apa yang dipandangnya, baru ke arah wajah Maria. Dikutip dari Lloyd Anton Frerer, Directing For The Stage, Lincolnwood, Illinois, USA: NTC Publishing Group, 1996.

Penataan melingkar. Lukisan Michelanggelo Buonarroti,

Sacra Famiglia. Uffizi Gallery di Florence Italia.Fokus

perhatian adalah wajah Maria yang dibingkai oleh figur bayi dan Joseph, kemudian fokus tertuju pada sang bayi yang ditunjukkan oleh tangan Maria yang menyentuhnya, kemudian pada wajah Joseph. Pengamatan pada penataan melingkar tertuju pada rangkaian posisi wajah dan kepala ketiga figur. Dikutip dari Lloyd Anton Frerer, Directing For

The Stage, Lincolnwood, Illinois, USA: NTC Publishing

Pilihan warna digambarkan melalui tiga properti dasar, yaitu corak, intensitas, dan nilai. Corak merupakan nama warna, seperti merah, hijau, dan biru. Saturasi atau intensitas mengacu pada warna-warna netral, seperti abu-abu. Nilai merupakan gelap dan terangnya warna yang memiliki keterkaitan dengan putih atau hitam. Warna yang bernilai terang biasanya disebut ’tipis’, sedangkan warna yang bernilai gelap disebut ’tebal’. Warna diklasifikasikan atau digolongkan menjadi warna primer, sekunder, dan netral. Warna primer adalah warna yang tidak dapat dicampur dengan warna lain, seperti kuning, merah, dan biru. Warna primer menjadi acuan warna lain. Warna sekunder adalah oranye, ungu, dan hijau, yang dihasilkan dari percampuran dua warna primer. Warna netral merupakan campuran warna primer dan sekunder.

Selanjutnya, pilihan warna mencerminkan suasana panas dan suasana dingin. Merah, oranye, dan kuning adalah warna-warna panas. Hijau, biru, dan ungu adalah warna-warna dingin. Semua kombinasi warna dapat digunakan jika intensitas, proporsi, dan bobot dikontrol dengan tepat. Suasana dan atmosfer pertunjukan teater banyak tergantung pada pengaturan dan permainan warna. Warna terang dan panas lebih menggugah perasaan komikal daripada warna-warna gelap dan dingin yang menghadirkan suasana sedih dan tragis. Beberapa warna dan kombinasinya dapat menghadirkan situasi kerakyatan, sedangkan warna tunggal menghadirkan suasana kebangsawanan. Para penata artistik menggunakan komposisi warna untuk mencipta suasana dan atmosfer yang sesuai, serta membangun citarasa tokoh dengan pilihan kostum, dan menyesuaikannya dengan tempat dan peristiwanya. Pilihan warna kostum menunjuk pula posisi dan hubungan antartokoh, misalnya warna tertentu dipakai tokoh dan warna yang lain dipakai oleh figuran. Pengaturan warna dapat dilakukan melalui pengaturan masa dan tata cahaya. Pengaturan keduanya dapat menyatukan dan juga mendistorsi warna-warna pada scenery, kostum, tata rias, dan elemen pertunjukan lainnya.

Dalam dokumen Kreativitas Seni dan Kebangsaan (Halaman 94-99)