• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.5. Desentralisasi Fiskal

Menunat Sidik (2002), desentralisasi fiskal, merupakam komponen utama dari desentralisasi. Apabila Pemerintah Daerah melaksanakan fungsinya secara efektif dan mendapat kebebasan dalam pengambilan keputusan pengeluaran di sektor publik, maka mereka harus mendapat dukungan sumber- sumber keuangan yang memadai baik yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak, Pinjaman, maupun Subsidi/Bantuan dari Pemerintah Pusat. Pelaksanaan Pelaksanaan desentralisasi fiskal akan berjalan dengan baik kalau didukung faktor-faktor berikut:

1. Pemerintah pusat yang mampu melakukan pengawasan dan enforcement.

2. Sumberdaya Manusia yang kuat pada Pemerintah daerah guna menggantikan peran Pemerintah Pusat.

3. Keseimbangan dan kejelasan dalam pembagian tanggung jawab dan kewenangan dalam melakukan pungutan pajak dan retribusi daerah.

Penyerahan kewenangan dari pusat ke daerah diikuti juga dengan penyerahan kewenangan pembiayaan bagi penyelenggaraan pemerintahan kepada daerah. Desentralisasi fiskal memberikan kebebasan kepada daerah untuk menyusun sendiri program-program kerja dan anggaran sesuai dengan kebutuhan dan kapasitas daerah. Esensi dari pertimbangan keuangan antara Pemerintah pusat dan daerah sesungguhnya adalah distribusi sumberdaya keuangan (financial sharing) yang bertujuan memberdayakan dan meningkatkan kemampuan ekonomi daerah, mengurangi kesenjangan antar daerah dalam kemampuan membiayai otonominya dan untuk menciptakan sistem pembiayaan yang adil, proporsional, rasional serta kepastian sumber keuangan yang berasal dari wilayah yang bersangkutan.

Dengan adanya desentralisasi fiskal diharapkan pemerintah daerah akan lebih efektif dan mampu untuk memenuhi pelayanan publik yang dibutuhkan, membangun sarana perekonomian serta dapat menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakatnya sehingga pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan masyarakat. Menurut Mahi (2000), desentralisasi fiskal juga berpeluang meningkatkan pemerataan antara kelompok masyarakat dan antar wilayah. Dengan demikian pelaksanaan desentralisasi fiskal berpotensi mempercepat

pengurangan kemiskinan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah yang akhirnya pertumbuhan ekonomi nasional. Desentralisasi fiskal juga berpeluang meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyediaan pelayanan sosial seperti pendidikan, kesehatan dan sebagainya. Pada sisi pemerintahan, desentralisasi fiskal yang berhasil akan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas.

Peningkatan yang cukup signifikan pada transfer dana ke daerah melalui dana perimbangan telah menyebabkan berkurangnya porsi dana yang dikelola pemerintah pusat, sebaliknya porsi dana yang menjadi tanggung jawab daerah melalui APBD meningkat tajam. Perubahan peta pengelolaan fiskal ini juga disertai fleksibilitas yang cukup tinggi, atau bahkan diskresi penuh dalam pemanfaatan sumber-sumber utama pembiayaan tersebut. Kebijaksanaan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah dilakukan dengan mengikuti pembagian kewenangan (money follows function). Hal ini berarti bahwa hubungan keuangan antara pusat dan daerah perlu diberikan pengaturan sedemikian rupa, sehingga kebutuhan pengeluaran yang akan menjadi tanggung jawab daerah dapat dibiayai dari sumber-sumber penerimaan yang ada (Saefudin, 2005).

Pengaturan pembiayaan daerah dilakukan berdasarkan asas penyelenggaraan pemerintahan tersebut. Pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan asas desentralisasi dilakukan atas beban APBD dan pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelaksanaan asas dekonsentrasi dilakukan atas beban. APBN dan pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka tugas pembantuan dibiay ai atas beban anggaran tingkat pemerintahan y ang menugaskan. Selanjutnya dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat berdasarkan asas desentralisasi, kepada daerah diberikan kewenangan untuk memungut pajak / retribusi (tax assignment) dan pemberian bagi hasil penerimaan (revenue sharing) serta bantuan keuangan (grant) atau dikenal sebagai dana perimbangan sebagai sumber dana bagi APBD. Secara umum, sumber dana bagi daerah terdiri dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan (dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus) dan pinjaman daerah, dekonsentrasi dan tugas pembantuan- Tiga sumber pertama langsung

dikelola oleh pemerintah daerah melalui APBD, sedangkan yang lainnya dikelola oleh pemerintah pusat melalui kerjasama dengan pemerintah daerah.

Sesuai dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 bahwa perimbangan keuangan pusat dan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi fiskal mengandung pengertian bahwa kepada daerah diberikan kewenangan untuk memanfaatkan sumber keuangan sendiri dan didukung dengan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah.

Menurut Susanto et al (2004), dalam hubungan keuangan pusat dan daerah, perimbangan vertikal (vertical imbalance) dan perimbangan horizontal (horizontal imbalance) merupakan dua hal yang menjadi isu central. Konflik antara pusat dan daerah cenderung mudah muncul ke permukaan, jika masih terjadi ketidakseimbangan keuangan antara pusat dan daerah maka desentralisasi fiskal merupakan solusi yang paling efektif guna meredam dan menghilangkan konflik antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Kegamangan daerah yang relatif kaya terhadap pusat sempat muncul kepermukaan karena pusat kurang peka terhadap mereka dalam hal perimbangan keuangan.

Desentralisasi fiskal yang diwujudkan dalam bentuk transfer dana pusat ke daerah akan lebih berarti lagi bila pusat dan daerah sama-sama menyadari bahwa kini tanggung jawab pelayanan publik dan pembangunan atau pemberdayaan masyarakat lokal sudah merupakan urusan daerah. Pada tahap awal otonomi atau desentralisasi memang pelaksanaan desentralisasi fiskal belum memuaskan sebagian daerah. Akan tetapi, tanpa desentralisasi fiskalpun, ada daerah yang sudah berupaya untuk meningkatkan pelayanan publik mereka sesuai kemampuan keuangan daerahnya. Di lain pihak, pelaksanaan desentralisasi fiskal belum menjadi salah satu faktor keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah, jika Pemda tidak siap di dalam mengelola dan memanfaatkan keuangan daerah secara efektif dan efisien untuk peningkatan kesejahteraan rakyat (Susanto et al, 2004).

Anwar (2005) diacu Lumbessy (2005) menjelaskan bahwa dalam pengelolaan keuangan daerah harus tercipta akuntabilitas yang meliputi :

1. Adanya kejelasan dan tanggung jawab pemerintah daerah

(publik)

3. Proses anggaran yang terbuka mulai dari persiapan, pelaksanaan dan pertanggungjawabannya.

4. Adanya tim independen yang selalu memantau dan mengevaluasi pengelolaan keuangan

5. Anggaran daerah disusun oleh pemda dan harus mendapat persetujuan DPRD (peraturan pemerintah tentang keuangan daerah perlu disusun)

6. Perlu disusun Standar Akutansi Keuangan Daerah

7. Harus ada pemisahan fungsi yang jelas antara eksekutif (pelaksana) dan legislatif (pengawas) agar fungsi kontrol DPRD dapat berjalan dengan baik.