• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

1.2. Perumusan Masalah

Sejak otonomi daerah dan desentralisasi fiskal mulai dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001, pemekaran daerah kabupaten atau kota dan juga provinsi menjadi sangat populer karena jumlahnya terus bertambah dan seringkali terlihat kurang didasarkan pada kerangka perencanaan wilayah tertentu, meskipun masalah pemekaran wilayah dan kriterianya sudah ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 129 tahun 2000 tentang Kriteria Pemekaran dan Persyaratan

Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah yang kemudian diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah. Ini tentunya sangat mengkhawatirkan karena sebagai salah satu negara besar dengan wilayah yang luas, kebijakan perencanaan wilayah menjadi salah satu komponen penting dalam proses pembangunan. Sebenarnya banyak aspek yang bisa dijadikan dasar dalam penentuan kebijakan pemekaran wilayah, namun sepertinnya motivasi kalkulasi secara politik menjadi alasan yang dominan. Seringkali persetujuan terhadap adanya pemekaran wilayah diberikan untuk meredam konflik. Otonomi menjadi suatu komoditas yang bisa diperdagangkan yaitu untuk memberikan kekuasaan kepada daerah tertentu. Meskipun pada beberapa kasus pemekaran ini memang menjadi tuntutan masyarakat akan perlunya otonomi, tetapi tetap saja kaum elit di daerah yang diuntungkan. Pada akhirnya masyarakat tidak pernah menjadi lebih sejahtera dan perkembangan ekonomi wilayahpun menjadi tersendat-sendat.

Manfaat pemekaran wilayah salah satunya adalah efisiensi dan efektifitas pengelolaan sumber daya alam kemungkinan meningkat, dimana masyarakat ikut berpatisipasi dalam pengelolaan SDA sehingga dapat meningkatkan jumlah penerimaan daerah serta mempermudah alokasi-alokasi penggunaan dana untuk kepentingan publik (Juanda, 2007). Pariwisata merupakan salah satu sumberdaya wilayah yang harus dikelola dan dikembangkan agar dapat meningkatkan pendapatan asli daerah dan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Raja Ampat.

Dimana kondisi alam Kepulauan Raja Ampat yang masih asli dan memiliki keanekaragaman hayati tinggi maka kawasan ini memiliki potensi pariwisata yang luar biasa, baik alamnya, tingginya endemisitas keanekaragaman hayati darat dan laut, potensi pesisir, maupun budaya dan adat masyarakat setempat. Obyek-obyek wisata tersebut perlu dikembangkan untuk menarik wisatawan domestik maupun mancanegara, sehingga dapat memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi peningkatan perekonomian masyarakat apabila dikelola dengan baik.

Pemerintah Kabupaten Raja Ampat sendiri sesuai dengan visi dan misinya sebagai kabupaten bahari, yang memberi konsekuensi dan pengelolaan yang terpadu dan terencana. Visi dan misi tersebut yang akan menjadi landasan untuk

pembangunan di Kabupaten Raja Ampat khususnya sektor pariwisata dan sektor perikanan, yang tentunya akan meningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Guna meningkatkan PAD dari sektor pariwisata, pemerintah Raja Ampat harus berusaha mengembangkan potensi pariwisata yang ada, khususnya pariwisata kelautan (wisata bahari), dimana pemerintah Raja Ampat sendiri menempatkan sektor pariwisata sebagai sektor unggulan kedua setelah sektor perikanan dan kelautan (Anonimous, 2006). Oleh karena itu perlu adanya pembangunan sarana dan prasarana pariwisata seperti dermaga, hotel, restoran, sarana rekreasi pantai dan daratan, sarana hiburan, olah raga dan arena atraksi budaya serta usaha pariwisata lainnya yang harus menyesuaikan dengan kondisi alam dan memperhatikan kelestariannya. Dengan demikian maka dapat dibayangkan betapa besarnya kontribusi pariwisata bagi PAD Kabupaten Raja Ampat, dan sekaligus dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat.

Dengan adanya permasalahan yang dibahas di atas, maka pemekaran wilayah seharusnya berpatokan pada Peraturan Pemerintah Nomor 129 tahun 2000 tentang Kriteria Pemekaran dan Persyaratan Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah yang kemudian diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah. Sebagaimana dijelaskan dalam pasal 4 ayat (2) bahwa pembentukan daerah kabupaten/kota berupa pemekaran kabupaten/kota dan penggabungan beberapa kecamatan yang bersandingan pada wilayah kabupaten/kota yang berbeda harus memenuhi syarat administratif (pasal 5), teknis (pasal 6), dan fisik kewilayahan (pasal 7-13).

Syarat administratif meliputi; keputusan DPRD Kabupaten/kota, keputusan bupati/walikota induk, keputusan DPR provinsi, keputusan gubernur tentang persetujuan pembentukan calon kabupaten/kota; dan rekomendasi menteri. Semua keputusan tersebut diproses berdasarkan aspirasi sebagian besar masyarakat setempat. Syarat teknis meliputi; faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, kemampuan keuangan, tingkat kesejahteraan masyarakat, dan rentang kendali penyelenggaraan pemerintah daerah. Syarat fisik kewilayahan meliputi cakupan wilayah, lokasi calon ibu kota, sarana dan prasarana pemerintahan.

Tetapi apabila syarat-syarat pemekaran wilayah tersebut tidak dipenuhi dapat diragukan tujuan pemekaran wilayah tidak berjalan secara efektif dan efisien.

Berbagai sumber dan ahli menyatakan bahwa proses pemekaran wilayah diberbagai tempat, disamping memang sesuai dengan persyaratan sebagaimana tersebut di dalam Undang-undang (layak), dijumpai juga proses pemekaran yang lebih karena tujuan untuk memperoleh perimbangan keuangan dari pusat yang lebih besar, sementara berdasarkan persyaratan, sesungguhnya belum memenuhi (tidak layak). Kondisi ini memberi peluang terjadinya peningkatan perekonomian di daerah yang dimekarkan bukan karena meningkatnya kapasitas pengelola pemerintahan, namun lebih karena adanya peningkatan anggaran dan perimbangan keuangan yang lebih besar dari pusat.

Penelitian ini mencoba mengetahui dampak pemekaran Kabupaten Raja Ampat dari Kabupaten Sorong terhadap perkembangan perekonomian wilayah dan khususnya sektor pariwisata bahari. Permasalahan utama tersebut di atas diperinci melalui beberapa pertanyaan sebagai berikut :

1 Faktor-faktor apa saja yang menjadi dasar pertimbangan dalam proses perumusan kebijakan pemekaran wilayah Kabupaten Raja Ampat terutama yang berkaitan dengan penetapan kriteria pemekaran wilayah berdasarkan PP No.129 Tahun 2000 dan diperbaharui dengan PP No.79 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah?

2 Bagaimana dampak pemekaran wilayah terhadap perkembangan perekonomian wilayah kepulauan Kabupaten Raja Ampat dan Kabupaten Sorong (kabupaten induk)?

3 Bagaimana dampak pemekaran wilayah terhadap kapasitas fiskal pemerintah daerah Raja Ampat dan Sorong?

4 Sektor usaha apa saja yang menjadi unggulan dan prioritas pengembangan dalam struktur perekonomian wilayah Kepulauan Raja Ampat setelah pemekaran?

5 Bagaimana kontribusi pariwisata bahari terhadap ekonomi wilayah kepulauan dan bagaimana strategi pengembangannya di Kabupaten Raja Ampat?

6 Bagaimana dampak pemekaran wilayah terhadap kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Raja Ampat?