(Studi Kasus di Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat)
NELSON SAYORI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Analisis Dampak Pemekaran Wilayah terhadap Perekonomian Wilayah Kepulauan dan Pengembangan Wisata Bahari (Studi Kasus di Kabupaten Raja Ampat Provinsi Papua Barat)” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Januari 2009
NELSON SAYORI. Analysis of Administrative Regional Creation Impact On Islands Regional Economics and Maritime Tourism Development (Case Study in Raja Ampat Regency West Papua Province). Advisors BAMBANG JUANDA and LUKY ADRIANTO.
Raja Ampat is a new regency that is resulted from proliferation of Sorong Regency based on UU 26/2002 about forming 14 Otonomous New Regency just in Tanah Papua, broadly regional 4,6 million hectares (46.296 km2) consisted of 10 districts with population of 32.175 men (2006). The research objectives are to analyze regional creation impact on economics regional and tourism development in Raja Ampat Regency. The reach purpose of the research showed that forming Raja Ampat Regency, reason of politics is more domination is compared to technical reason, because of the proposing passes of initiative right from DPR. Administratif regional creation impact to growth and development of regional economics has not seen manifestly, although tends to increase. Area fiscal capacities increasingly increases after creation as result of the increasing of counter balance fund from central. Agricultural sector (subsector fishery) and mining sector (subsector gas and oil) becomes exeeding and main priority in Raja Ampat Regency. Contribution of tourism sector to economics of region Raja Ampat Regency small still, this thing relates to supporting facilities for supporter infrastructure which minus still and has not existence of region regulation arranging about tourism. The priority of maritime tourism development in Raja Ampat are (1) managing and controlling of natural resources, (2) increasing the pleasantness, (3) increasing the product promotion of maritime tourism, (4) increasing the quality of human resources, (5) expanding tools and infrastructure in tourism, (6) expanding the society culture that related to the tourism sector, (7) supplying more marine transportations, (8) giving guidance to the local citizen so that they can be involved directly in tourism and maintain the environment or natural resources. Based on the society perception, generally people evaluated that the development had increased after the forming of Raja Ampat region.
NELSON SAYORI. Analisis Dampak Pemekaran Wilayah terhadap Perekonomian Wilayah Kepulauan dan Pengembangan Pariwisata Bahari (Studi Kasus di Kabupaten Raja Ampat Provinsi Papua Barat). Dibimbing oleh BAMBANG JUANDA sebagai Ketua dan LUKY ADRIANTO sebagai Anggota Komisi Pembimbing.
Kabupaten Raja Ampat merupakan kabupaten baru hasil pemekaran dari Kabupaten Sorong berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2002 tentang Pembentukan 14 Kabupaten Otonom Baru di Tanah Papua, dengan luas wilayah 4,6 juta hektar (46.296 km2) yang terdiri dari 10 distrik dengan jumlah penduduk 32.175 jiwa (2006). Penelitian ini mempunyai tujuan untuk: (1) mengidentifikasikan faktor-faktor yang menjadi dasar pertimbangan dalam proses perumusan kebijakan pemekaran wilayah Kabupaten Raja Ampat , (2) mengetahui dampak pemekaran wilayah terhadap perkembangan perekonomian wilayah kepulauan Kabupaten Raja Ampat dan Kabupaten Sorong, (3) mengetahui dampak pemekaran wilayah terhadap kapasitas fiskal pemerintah daerah Raja Ampat dan Sorong (4) mengetahui sektor usaha yang menjadi unggulan dan prioritas pengembangan dalam struktur perekonomian wilayah Kepulauan Raja Ampat setelah pemekaran, (5) mengetahui kontribusi sektor pariwisata bahari terhadap ekonomi wilayah kepulauan dan strategi pengembangannya di Kabupaten Raja Ampat, (6) mengetahui dampak pemekaran wilayah terhadap kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Raja Ampat.
sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Berdasarkan persepsi masyarakat, secara umum masyarakat menilai pembangunan meningkat setelah adanya pemekaran Kabupaten Raja Ampat
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009
Hak cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumbernya
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
(Studi Kasus di Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat)
NELSON SAYORI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan
Wilayah dan Perdesaan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Perekonomian Wilayah Kepulauan dan Pengembangan Pariwisata Bahari (Studi Kasus di Kabupaten Raja Ampat Provinsi Papua Barat)
Nama : Nelson Sayori NRP : H051060081
Program Studi : Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD)
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Bambang Juanda, MS Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu-Ilmu Dekan Sekolah Pascasarjana Perencanaan Pembangunan Institut Pertanian Bogor Wilayah dan Perdesaan
Dr. Ir. Bambang Juanda, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
Puji dan syukur penulis persembahkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Analisis Dampak Pemekaran Wilayah Terhadap Perekonomian Wilayah Kepulauan dan Pengembangan Pariwisata Bahari (Studi Kasus di Kabupaten Raja Ampat Provinsi Papua Barat)”. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Penulis sangat menyadari bahwa tesis ini dapat diselesaikan berkat arahan, bantuan, dorongan dan doa berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada : 1. Bapak Dr. Ir. Bambang Juanda, MS, selaku ketua komisi pembimbing dan
ketua program studi PWD yang dengan segala dedikasi dan antusiasmenya dalam memberikan bimbingan dan arahan dalam menyelesaikan tesis ini. 2. Bapak Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing yang
dengan sabar memberikan masukan-masukan yang sangat berharga.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc selaku dosen yang telah memberikan mata kuliah ilmu ekonomi sumberdaya dan lingkungan, riset operasi, mikroekonomi dan bersedia jadi penguji luar komisi pada ujian tesis penulis. 4. Drs. Dominggus Mandacan (Bupati Kabupaten Manokwari Provinsi Papua
Barat), yang dengan segala dedikasi dan antusiasmenya dalam mengarahkan dan memotivasi baik berupa moril dan materil kepada penulis untuk melanjutkan studi di Program Studi PWD Sekolah Pascasarjana IPB.
5. Bapak George Celcius Auparay, SH, MM, MH (Sekretaris Daerah Provinsi Papua Barat) yang telah membantu penulis dengan biaya penelitian tesis. 6. Pemerintah Kabupaten Sorong dan Raja Ampat serta para responden, terima
kasih atas kesempatan, bantuan dan informasi serta kerjasama yang diberikan. 7. Para dosen dan staf Program Studi PWD, yang telah banyak memberikan
Suriana, Bapak Abustan, Bapak Samsul Bakri, Bapak Bambang, Bapak Nindy, Bapak Yunus, Bapak Fadli, Ibu Allan dan Ibu Sitinurani atas bantuan dan kebersamaannya yang merupakan sumber semangat yang tiada habisnya. 9. Bapak Hermus Indou, Bapak Charly Haetubun, Samy Djunire Saiba, Paulus
Mandacan, Kaleb Sayori, Bram Rawiyai, Bapak Obeth Ayok Rumbruren, Firaon Ullo, Atus dan Yahya Sayori yang telah memberikan dukungan baik moril dan materil kepada penulis dalam menempuh studi di IPB.
10.Teman-teman di Asrama Papua Bogor, Wisma Pinus, Ikatan Mahasiswa Papua Bogor atas bantuan baik moril dan materilnya selama penulis di Bogor. 11.Bapak Paulus Sayori dan Mama Korina Indou adalah ayah dan bunda penulis
atas kasih sayangnya yang tiada hentinya dan doa restu yang telah diberikan, begitu pula kepada Mama Tua Annu, Ninceng Sayori Junior, Adik Desy, Kak Fince, Kak Yopina, Kak Demina, Om Jeck Sayori atas semua dukungan doa, moril dan materilnya yang diberikan kepada penulis.
12.Seluruh masyarakat Arfak dan khususnya masyarakat Kampung Demaisi Distrik Minyambou atas semua dukungan doa, moril dan materilnya.
Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu di sini, penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setingginya. Karya ini merupakan persembahan terbaik penulis, namun tiada gading yang tak retak, tentu masih banyak kekurangnya, namun demikian penulis berharap semoga karya ini bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Bogor, Januari 2009
(Studi Kasus di Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat)
NELSON SAYORI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Analisis Dampak Pemekaran Wilayah terhadap Perekonomian Wilayah Kepulauan dan Pengembangan Wisata Bahari (Studi Kasus di Kabupaten Raja Ampat Provinsi Papua Barat)” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Januari 2009
NELSON SAYORI. Analysis of Administrative Regional Creation Impact On Islands Regional Economics and Maritime Tourism Development (Case Study in Raja Ampat Regency West Papua Province). Advisors BAMBANG JUANDA and LUKY ADRIANTO.
Raja Ampat is a new regency that is resulted from proliferation of Sorong Regency based on UU 26/2002 about forming 14 Otonomous New Regency just in Tanah Papua, broadly regional 4,6 million hectares (46.296 km2) consisted of 10 districts with population of 32.175 men (2006). The research objectives are to analyze regional creation impact on economics regional and tourism development in Raja Ampat Regency. The reach purpose of the research showed that forming Raja Ampat Regency, reason of politics is more domination is compared to technical reason, because of the proposing passes of initiative right from DPR. Administratif regional creation impact to growth and development of regional economics has not seen manifestly, although tends to increase. Area fiscal capacities increasingly increases after creation as result of the increasing of counter balance fund from central. Agricultural sector (subsector fishery) and mining sector (subsector gas and oil) becomes exeeding and main priority in Raja Ampat Regency. Contribution of tourism sector to economics of region Raja Ampat Regency small still, this thing relates to supporting facilities for supporter infrastructure which minus still and has not existence of region regulation arranging about tourism. The priority of maritime tourism development in Raja Ampat are (1) managing and controlling of natural resources, (2) increasing the pleasantness, (3) increasing the product promotion of maritime tourism, (4) increasing the quality of human resources, (5) expanding tools and infrastructure in tourism, (6) expanding the society culture that related to the tourism sector, (7) supplying more marine transportations, (8) giving guidance to the local citizen so that they can be involved directly in tourism and maintain the environment or natural resources. Based on the society perception, generally people evaluated that the development had increased after the forming of Raja Ampat region.
NELSON SAYORI. Analisis Dampak Pemekaran Wilayah terhadap Perekonomian Wilayah Kepulauan dan Pengembangan Pariwisata Bahari (Studi Kasus di Kabupaten Raja Ampat Provinsi Papua Barat). Dibimbing oleh BAMBANG JUANDA sebagai Ketua dan LUKY ADRIANTO sebagai Anggota Komisi Pembimbing.
Kabupaten Raja Ampat merupakan kabupaten baru hasil pemekaran dari Kabupaten Sorong berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2002 tentang Pembentukan 14 Kabupaten Otonom Baru di Tanah Papua, dengan luas wilayah 4,6 juta hektar (46.296 km2) yang terdiri dari 10 distrik dengan jumlah penduduk 32.175 jiwa (2006). Penelitian ini mempunyai tujuan untuk: (1) mengidentifikasikan faktor-faktor yang menjadi dasar pertimbangan dalam proses perumusan kebijakan pemekaran wilayah Kabupaten Raja Ampat , (2) mengetahui dampak pemekaran wilayah terhadap perkembangan perekonomian wilayah kepulauan Kabupaten Raja Ampat dan Kabupaten Sorong, (3) mengetahui dampak pemekaran wilayah terhadap kapasitas fiskal pemerintah daerah Raja Ampat dan Sorong (4) mengetahui sektor usaha yang menjadi unggulan dan prioritas pengembangan dalam struktur perekonomian wilayah Kepulauan Raja Ampat setelah pemekaran, (5) mengetahui kontribusi sektor pariwisata bahari terhadap ekonomi wilayah kepulauan dan strategi pengembangannya di Kabupaten Raja Ampat, (6) mengetahui dampak pemekaran wilayah terhadap kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Raja Ampat.
sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Berdasarkan persepsi masyarakat, secara umum masyarakat menilai pembangunan meningkat setelah adanya pemekaran Kabupaten Raja Ampat
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009
Hak cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumbernya
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
(Studi Kasus di Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat)
NELSON SAYORI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan
Wilayah dan Perdesaan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Perekonomian Wilayah Kepulauan dan Pengembangan Pariwisata Bahari (Studi Kasus di Kabupaten Raja Ampat Provinsi Papua Barat)
Nama : Nelson Sayori NRP : H051060081
Program Studi : Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD)
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Bambang Juanda, MS Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu-Ilmu Dekan Sekolah Pascasarjana Perencanaan Pembangunan Institut Pertanian Bogor Wilayah dan Perdesaan
Dr. Ir. Bambang Juanda, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
Puji dan syukur penulis persembahkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Analisis Dampak Pemekaran Wilayah Terhadap Perekonomian Wilayah Kepulauan dan Pengembangan Pariwisata Bahari (Studi Kasus di Kabupaten Raja Ampat Provinsi Papua Barat)”. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Penulis sangat menyadari bahwa tesis ini dapat diselesaikan berkat arahan, bantuan, dorongan dan doa berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada : 1. Bapak Dr. Ir. Bambang Juanda, MS, selaku ketua komisi pembimbing dan
ketua program studi PWD yang dengan segala dedikasi dan antusiasmenya dalam memberikan bimbingan dan arahan dalam menyelesaikan tesis ini. 2. Bapak Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing yang
dengan sabar memberikan masukan-masukan yang sangat berharga.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc selaku dosen yang telah memberikan mata kuliah ilmu ekonomi sumberdaya dan lingkungan, riset operasi, mikroekonomi dan bersedia jadi penguji luar komisi pada ujian tesis penulis. 4. Drs. Dominggus Mandacan (Bupati Kabupaten Manokwari Provinsi Papua
Barat), yang dengan segala dedikasi dan antusiasmenya dalam mengarahkan dan memotivasi baik berupa moril dan materil kepada penulis untuk melanjutkan studi di Program Studi PWD Sekolah Pascasarjana IPB.
5. Bapak George Celcius Auparay, SH, MM, MH (Sekretaris Daerah Provinsi Papua Barat) yang telah membantu penulis dengan biaya penelitian tesis. 6. Pemerintah Kabupaten Sorong dan Raja Ampat serta para responden, terima
kasih atas kesempatan, bantuan dan informasi serta kerjasama yang diberikan. 7. Para dosen dan staf Program Studi PWD, yang telah banyak memberikan
Suriana, Bapak Abustan, Bapak Samsul Bakri, Bapak Bambang, Bapak Nindy, Bapak Yunus, Bapak Fadli, Ibu Allan dan Ibu Sitinurani atas bantuan dan kebersamaannya yang merupakan sumber semangat yang tiada habisnya. 9. Bapak Hermus Indou, Bapak Charly Haetubun, Samy Djunire Saiba, Paulus
Mandacan, Kaleb Sayori, Bram Rawiyai, Bapak Obeth Ayok Rumbruren, Firaon Ullo, Atus dan Yahya Sayori yang telah memberikan dukungan baik moril dan materil kepada penulis dalam menempuh studi di IPB.
10.Teman-teman di Asrama Papua Bogor, Wisma Pinus, Ikatan Mahasiswa Papua Bogor atas bantuan baik moril dan materilnya selama penulis di Bogor. 11.Bapak Paulus Sayori dan Mama Korina Indou adalah ayah dan bunda penulis
atas kasih sayangnya yang tiada hentinya dan doa restu yang telah diberikan, begitu pula kepada Mama Tua Annu, Ninceng Sayori Junior, Adik Desy, Kak Fince, Kak Yopina, Kak Demina, Om Jeck Sayori atas semua dukungan doa, moril dan materilnya yang diberikan kepada penulis.
12.Seluruh masyarakat Arfak dan khususnya masyarakat Kampung Demaisi Distrik Minyambou atas semua dukungan doa, moril dan materilnya.
Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu di sini, penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setingginya. Karya ini merupakan persembahan terbaik penulis, namun tiada gading yang tak retak, tentu masih banyak kekurangnya, namun demikian penulis berharap semoga karya ini bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Bogor, Januari 2009
Penulis dilahirkan di Demaisi, Distrik Minyambouw Kabupaten Manokwari Provinsi Papua Barat pada tanggal 07 Nopember 1982, merupakan anak tunggal dari Ayahanda Paulus Sayori dan Ibunda Korina Indou.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ....…...…………...………...… x iv DAFTAR GAMBAR ... ………...……… xvi DAFTAR LAMPIRAN ...………...……… xviii I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ...………..……...… 1 1.2. Perumusan Masalah ...…….………..……...… 6 1.3. Tujuan ...………... 10 1.4. Manfaat ... 10
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pemekaran Wilayah ... 11 2.2. Konsep Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... 15 2.3. Perekonomian Wilayah ... 19 2.4. Pendapatan Daerah ... 21 2.5. Desentralisasi Fiskal ... 25 2.6. Kesejahteraan Masyarakat ... 28 2.7. Pengembangan Sektor Pariwisata Sebagai Kebijakan
Pembangunan Ekonomi Wilayah ... 30 2.8. Problem Ekonomi Pulau-Pulau Kecil (PPK) ... 32 2.9. Tata Kelola Pulau-Pulau Kecil ... 34
III. METODE PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran ... 37 3.2. Kerangka Pendekatan Operasional ... 40 3.3. Hipotesis ... 42 3.4. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 42 3.5. Jenis dan Sumber Data ... 43 3.6. Metode Pengumpulan Data ... 46 3.7. Metode Analisis ... 47 3.7.1. Analisis Deskriptif dan Skoring ... 47 3.7.2. Analisis Deskriptif ... 48 3.7.3. Analisis Indeks Diversitas Entropi (IDE) ... 49 3.7.4. Analisis Komparatif dan Kompetitif Wilayah ... 50 3.7.5. Analisis Strategi Pengembangan Pariwisata Bahari ... 54 3.7.5. Analisis Koresponden ... 55 3.8. Definisi Operasional ... 59
IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
4.5. Analisis Kependudukan ... 66 4.5.1. Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 68 4.5.2. Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur ... 68 4.5.3. Penduduk Berdasarkan Agama ... 69 4.5.4. Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 70 4.5.5. Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ... 71 4.6. Sistem Sosial Budaya Masyarakat ... 72 4.7. Sarana dan Prasarana Daerah ... 74 4.8. Pengembangan Pariwisata ... 78
V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Proses Kebijakan dan Indikator Pemekaran Raja Ampat ... 81 5.2. Dampak Pemekaran Wilayah terhadap Pertumbuhan dan
Perkembangan Struktur Ekonomi ... 88 5.2.1. Pertumbuhan Struktur Ekonomi Wilayah ... 88 5.2.2. Perkembangan Struktur Ekonomi Wilayah ... 105 5.3. Dampak Pemekaran Wilayah terhadap Kapasitas Daerah ... 107 5.3.1. Pertumbuhan Kapasitas Fiskal Daerah ... 107 5.3.2. Perkembangan Kapasitas Fiskal Daerah ... 115 5.3.3. Pemanfaatan Penerimaan Daerah ... 117 5.4. Perbandingan Umum Tingkat Pertumbuhan dan Perkembangan
Ekonomi Wilayah dan Kapasisitas Fiskal Daerah Kabupaten Sorong dan Raja Ampat Sebelum dan Setelah Pemekaran ... 120 5.5. Indentifikasi Sektor Basis dalam Perekonomian Wilayah ... 121 5.5.1. Analisis Location Quotient ... 121 5.5.2. Analisis Shift Share ... 126 5.5.3. Penentuan Sektor Unggulan dan Prioritas ... 128 5.6. Kontribusi Sektor Pariwisata terhadap Perekonomian Wilayah .... 129 5.6.1. Kontribusi Sektor Pariwisata terhadap PDRB ... 129 5.6.2. Kontribusi Pariwisata terhadap Pendapatan Daerah ... 131 5.6.3. Kontribusi Pariwisata terhadap Pendapatan Masyarakat .... 133 5.6.4. Strategi Pengembangan Pariwisata Bahari di Kepulauan
Raja Ampat ... 135 5.7. Dampak Pemekaran Wilayah terhadap Kesejahteraan Masyarakat 143 5.7.1. Bidang Ekonomi ... 144 5.7.2. Pelayanan Pemerintah ... 147 5.7.3. Partisipasi Masyarakat ... 148 5.7.4. Fasilitas Umum ... 152 5.7.5. Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Alam ... 158 5.8. Pembahasan Substansi ... 159
VI SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR TABEL
Halaman 1 Aspek, Variabel, Analisis dan Sumber Pengumpulan Data ... 45 2 Proporsi Responden Tiap Distrik di Kabupaten Raja Ampat ... 47 3 Faktor Strategi Internal ... 54 4 Faktor Strategi Eksternal ... 54 5 Diagram Matrik SWOT ... 54 6 Indikator dalam Kuisioner Penelitian ... 57 7 Jumlah Kampung, Luas Wilayah Daratan, Jumlah dan Kepadatan
Penduduk di Kabupaten Raja Ampat pada Tahun 2006 ... 66 8 Laju Pertumbuhan Penduduk di Tiap Distrik di Kabupaten Raja
Ampat dari Tahun 2000-2006 ... 67 9 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Tiap Distrik Di
Kabupaten Raja Ampat ... 68 10 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur ... 69 11 Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama dan Jumlah Sarana Ibadah
di Kabupaten Raja Ampat ... 70 12 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Setiap
Distrik di Kabupaten Raja Ampat ... 71 13 Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Kabupaten
Raja Ampat ... 72 14 Jumlah PDRB Migas dan Nonmigas serta Laju Pertumbuhannya di
Kabupaten Sorong dan Raja Ampat sebelum dan setelah pemekaran ... 88 15 Perkembangan PDRB per Kapita (Ribu Rp/tahun/orang) Daerah
Induk (Kabupaten Sorong) dan Daerah Otonom Baru (Kabupaten Raja Ampat) Sebelum dan Setelah Pembentukan ... 92 16 Proporsi Peranan Sektoral terhadap Pembentukan PDRB
Kabupaten Sorong Atas Dasar Harga Konstan 1999 dan 2000 ... 93 17 Proporsi Peranan Sektoral terhadap PDRB Kabupaten Raja Ampat
Atas Dasar Harga Konstan 2000 (%) ... 95 18 Pertumbuhan sektor PDRB Kabupaten Sorong sebelum & setelah
pemekaran ... 96 19 Pertumbuhan sektor-sektor PDRB Kabupaten Raja Ampat setelah
pemekaran ... 96 20 Nilai Indeks Diversitas Entropi (IDE) PDRB Kabupaten Sorong
dan Raja Ampat sebelum dan setelah pemekaran ... 106 21 Kapasitas fiskal daerah Kabupaten Sorong dan Raja Ampat
sebelum dan setelah pemekaran ... 109 22 Proporsi Dana Perimbangan terhadap APBD Kabupaten Sorong
dan Raja Ampat sebelum dan setelah pemekaran ... 113 23 Nilai Indeks Diversitas Entropi (IDE) Pendapatan Daerah Sorong
dan Raja Ampat sebelum dan setelah pemekaran ... 115 24 Proporsi Pengeluaran/belanja Rutin dan Pembangunan Kabupaten
25 Perbandingan Umum Tingkat Pertumbuhan dan Perkembangan Ekonomi Wilayah dan Kapasisitas Fiskal Daerah Kabupaten Sorong dan Raja Ampat Sebelum dan Setelah Pemekaran ... 120 26 Perhitungan Location Quation PDRB Raja Ampat (2003-2007)
Menurut Lapangan Usaha atas Dasar Harga Konstan 2000 ... 122 27 Perhitungan Analisis Shift Share Kabupaten Raja Ampat ... 127 28 Matriks Gabungan Laju Pertumbuhan Ekonomi, Location
Quation, Shift Share (DS + PS) Kabupaten Raja Ampat ... 128 29 Kontribusi Sektor Pariwisata Terhadap PDRB Kabupaten Raja
Ampat Tahun 2003-2007 ... 130 30 Potensi pemasukan dari sektor pariwisata bagi Pemda Kabupaten
Raja Ampat ... 131 31 Nilai Ekonomi Total Kegiatan Wisata di Kepulauan Raja Ampat 132 32 Potensi dari Sektor Pariwisata bagi Masyarakat Lokal Raja Ampat 133 33 Faktor Strategi Internal Pengembangan Pariwisata Bahari di
Kepuluan Raja Ampat Provinsi Papua Barat ... 135 34 Faktor Strategi Eksternal Pengembangan Pariwisata Bahari di
Kepuluan Raja Ampat Provinsi Papua Barat ... 136 35 Matrik Pengelolaan dan Pengembangan Pariwisata Bahari di
Kepuluan Raja Ampat Provinsi Papua Barat ... 137
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1 Unsur Perubahan Paradigma Berpikir Tata Kelola Wilayah
Kepulauan ... 34 2 Kerangka Pemikiran Penelitian ... 39 3 Kerangka pendekatan operasional ... 41 4 Peta Lokasi Penelitian ... 44 5 PDRB Migas dan Nonmigas Kabupaten Sorong berdasar harga
konstan Tahun 1993 dan 2000 ... 89 6 PDRB Migas dan Nonmigas Kabupaten Raja Ampat berdasarkan
harga konstan Tahun 2000 ... 90 7 Laju Pertumbuhan PDRB Migas Sorong dan Raja Ampat berdasar
harga konstan Tahun 1993 dan 2000 sebelum dan setelah pemekaran ... 91 8 Laju Pertumbuhan PDRB Migas Sorong dan Raja Ampat berdasar
harga konstan Tahun 1993 dan 2000 sebelum dan setelah pemekaran ... 91 9 Proporsi sektor PDRB Kabupaten Sorong berdasar harga konstan
Tahun 1993 dan Tahun 2000 sebelum dan setelah pemekaran ... 94 10 Proporsi sektor PDRB Kabupaten Raja Ampat berdasar harga
konstan Tahun 2000 setelah pemekaran ... 95 11 PDRB sektor pertanian Sorong dan Raja Ampat berdasar harga
konstan 1993 dan 2000 sebelum dan setelah pemekaran ... 98 12 PDRB sektor pertambangan dan penggalian Kabupaten Sorong
dan Raja Ampat berdasar harga konstan 1993 dan 2000 sebelum dan setelah pemekaran ... 99 13 PDRB sektor industri pengolahan Sorong dan Raja Ampat
berdasar harga 1993 & 2000 sebelum & setelah pemekaran ... 100 14 PDRB sektor listrik dan air minum Sorong & Raja Ampat berdasar
harga konstan 1993 & 2000 sebelum & setelah pemekaran ... 101 15 PDRB sektor bangunan/konstruksi Sorong & Raja Ampat berdasar
harga konstan 1993 & 2000 sebelum & setelah pemekaran ... 102 16 PDRB sektor perdagangan, hotel dan restoran Kabupaten Sorong
dan Raja Ampat berdasar harga konstan 1993 dan 2000 sebelum dan setelah pemekaran ... 103 17 PDRB sektor pengangkutan dan komunikasi Kabupaten Sorong
dan Raja Ampat berdasar harga konstan 1993 dan 2000 sebelum dan setelah pemekaran ... 103 18 PDRB sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan
Kabupaten Sorong dan Raja Ampat berdasar harga konstan 1993 dan 2000 sebelum dan setelah pemekaran ... 104 19 PDRB sektor jasa-jasa Kabupaten Sorong dan Raja Ampat
berdasar harga konstan 1993 dan 2000 sebelum dan setelah pemekaran ... 105 20 Tingkat perkembangan nilai IDE PDRB Kabupaten Sorong dan
21 Proporsi (%) penerimaan Kabupaten Sorong dan Raja Ampat sebelum dan setelah pemekaran ... 110 22 PAD Kabupaten Sorong sebelum dan setelah pemekaran ... 112 23 PAD Kabupaten Raja Ampat setelah pemekaran ... 112 24 Perbandingan Dana Perimbangan Kabupaten Sorong dan Raja
Ampat sebelum dan setelah pemekaran ... 114 25 Tingkat perkembangan nilai IDE Pendapatan Daerah Kabupaten
Sorong dan Raja Ampat sebelum dan setelah pemekaran ... 116 26 Perbandingan belanja rutin dan pembangunan Kabupaten Sorong
dan Raja Ampat sebelum dan setelah pemekaran ... 119 27 Komposisi Pendapatan Lansung dari Sektor Pariwisata yang
Diterima Mayarakat Raja Ampat ... 134 28 Pola hubungan karakteristik responden dengan tingkat pendapatan
sebagai dampak pemekaran wilayah ... 145 29 Pola hubungan karakteristik responden dengan ketersediaan
lowongan pekerjaan sebagai dampak pemekaran wilayah ... 145 30 Pola hubungan karakteristik responden dengan kesempatan
berusaha sebagai dampak pemekaran wilayah ... 146 31 Pola hubungan karakteristik responden dengan layanan
administrasi kependudukan sebagai dampak pemekaran wilayah ... 147 32 Pola hubungan karakteristik responden dengan layanan
administrasi usaha sebagai dampak pemekaran wilayah ... 148 33 Pola hubungan karakteristik responden dengan ketersediaan
tingkat partisipasi masyarakat (usulan program pembangunan kampung) sebagai dampak pemekaran wilayah ... 149 34 Pola hubungan karakteristik responden dengan partisipasi
masyarakat (kesempatan mengkritik pemerintah) sebagai dampak pemekaran ... 150 35 Pola hubungan karakteristik responden dengan partisipasi
masyarakat (penentuan program pendidikan) sebagai dampak pemekaran wilayah ... 150 36 Pola hubungan karakteristik responden dengan penentuan program
layanan kesehatan sebagai dampak pemekaran ... 151 37 Pola hubungan karakteristik responden dengan penentuan program
pengentasan kemiskinan sebagai dampak pemekaran wilayah ... 152 38 Pola hubungan karakteristik responden dengan fasilitas jalan
sebagai dampak pemekaran wilayah ... 153 39 Pola hubungan karakteristik responden dengan fasilitas air bersih
sebagai dampak pemekaran wilayah ... 154 40 Pola hubungan karakteristik responden dengan fasilitas listrik
sebagai dampak pemekaran wilayah ... 154 41 Pola hubungan karakteristik responden dengan fasilitas
transportasi sebagai dampak pemekaran wilayah ... 155 42 Pola hubungan karakteristik responden dengan fasilitas pasar
sebagai dampak pemekaran wilayah ... 157 43 Pola hubungan karakteristik responden tentang kondisi lingkungan
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1 Kuisioner Penelitian ... 171 2 Luas Wilayah, Jumlah Kampung, Luas Wilayah, Penduduk,
Kepadatan Penduduk Per Km2, Jarak Ke Ibukota Kabupaten Diperinci Dalam Kabupaten Raja Ampat 2006 ... 174 3 Data Indikator Pemekaran Kabupaten Sorong menjadi Kabupaten
Sorong dan Raja Ampat berdasarkan data 2003 ... 175 4 Jumlah, laju dan Kepadatan Penduduk Kabupaten Sorong dan
Kabupaten Raja Ampat Tahun 1997-2007 ... 176 5 Hasil Penilaian Kelayakan Pemekaran Wilayah Kabupaten Raja
Ampat Berdasarkan PP No. 78 Tahun 2007 Tentang Penilaian Syarat Teknis Pembentukan Daerah Otonom Baru Berdasarkan Data Tahun 2006 ... 177 6 PDRB Kabupaten Sorong atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993
dan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 1997-2007 ... 178 7 PDRB Kabupaten Raja Ampat atas Dasar Harga Konstan 2000
Menurut Lapangan Usaha Tahun 2003-2007 (Rp Juta) ... 180 8 PDRB Provinsi Papua Barat atas Dasar Harga Konstan 2000
Menurut Lapangan Usaha Tahun 2003-2007 (Rp Juta) ... 181 9 Proporsi, Laju dan PDRB Per Kapita Kabupaten Sorong Menurut
Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993 dan 2000 (Dengan Migas) ... 182 10 Proporsi, Laju dan PDRB Per Kapita Kabupaten Raja Ampat
Menurut Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (Dengan Migas) ... 185 11 Perhitungan Indeks Diversitas Entropi (IDE) PDRB Kabupaten
Sorong Tahun 1997-2007 ... 187 12 Perhitungan Indeks Diversitas Entropi (IDE) PDRB Kabupaten
Raja Ampat Tahun 2003-2007 ... 190 13 Realisasi Penerimaan dan Pengeluaran Pemerintah Kabupaten
Sorong Tahun 1998-2007 ... 192 14 Realisasi Penerimaan dan Pengeluaran Pemerintah Kabupaten
Raja Ampat Tahun 2004-2007 ... 196 15 Proporsi dan Laju Pendapatan Daerah Kabupaten Sorong Tahun
1998-2007 ... 197 16 Proporsi dan Laju Pendapatan Daerah Kabupaten Raja Ampat
Tahun 2004-2007 ... 198 17 Perhitungan Indeks Diversitas Entropi (IDE) Pendapatan Daerah
Kabupaten Sorong Tahun 1998-2007 ... 199 18 Perhitungan Indeks Diversitas Entropi (IDE) Pendapatan Daerah
Kabupaten Raja Ampat Tahun 2004-2007 ... 201 19 Rekapitulasi Pendapatan Responden Tentang Dampak Pemekaran 202 20 Data Karakteristik dan Pendapat Responden Tentang Dampak
I. PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Pemekaran wilayah yang terjadi saat ini, karena masyarakat merasa tidak
puas dengan pembangunan yang perencanaannya dominan menggunakan
pendekatan secara top down, dinilai telah banyak menimbulkan kegagalan. Mulai
dari kegagalan memanfaatkan secara penuh potensi produktif yang ada di
daerah-daerah, rendahnya kinerja ekonomi hingga kegagalan pemerataan hasil-hasil
pembangunan. Hal ini disebabkan karena pemerintah pusat hampir tidak mungkin
memiliki informasi selengkap pemerintah daerah baik provinsi apalagi kabupaten
yang lebih intensif bersentuhan langsung dengan masyarakat.
Keadaan ini telah menimbulkan berbagai tuntutan daerah, mulai dari
keinginan untuk merdeka ataupun melepaskan diri dari ikatan administrasi
wilayah di atasnya (isu pemekaran). Tuntutan umumnya berasal dari daerah yang
merasa kaya potensi sumberdaya alamnya namun hasil eksploitasinya kurang
dapat dirasakan. Praktek pengurasan sumberdaya untuk mempercepat
pertumbuhan ekonomi di pusat yang kurang memberi pengaruh balik pada
pertumbuhan daerah asal sumberdaya, menjadikan semakin tegas fenomena
kesenjangan (Agusniar, 2006).
Untuk mengatasi fenomena tersebut di atas, maka Kabinet Reformasi yang
dipimpin Presiden B. J. Habibie, melahirkan produk Undang-Undang yang sangat
akomodatif terhadap tuntutan-tuntutan daerah yakni Undang-undang Nomor 22
Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang diberlakukan sejak Januari 2001.
Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 membuka peluang kepada daerah provinsi,
kabupaten, dan kota untuk melakukan pemekaran daerah. Aturan pelaksanaan
pemekaran diatur dalam PP Nomor 129 Tahun 2000 tentang Kriteria Pemekaran
dan Persyaratan Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah.
Perkembangan jumlah daerah otonom baru, mengalami peningkatan yang cukup
besar sejak otonomi daerah 2001 yaitu pembentukan 3 provinsi baru, 101
kabupaten baru dan 22 kota baru, sehingga pada tahun 2007 jumlah keseluruhan
provinsi menjadi 33 provinsi dan kabupaten/kota menjadi 459 daerah otonom,
Provinsi DKI Jakarta terdiri dari 1 kabupaten administratif dan 5 kota
administratif (Juanda, 2007).
Pembentukan Kabupaten Raja Ampat merupakan realisasi dari
ditetapkannya Undang-Undang Nomor 46 Tahun 1999 tentang pemekaran
provinsi dan kabupaten, dan diperkuat dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1999 tentang Pemerintahan Daerah yang diberlakukan sejak Januari 2001.
Kabupaten Raja Ampat merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten
Sorong berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2002 tanggal 11 Desember
2002 tentang Pembentukan Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Sorong Selatan,
Kabupaten Kaimana, Kabupaten Teluk Bintuni, Kabupaten Teluk Wondama,
Kabupaten Mapi, Kabupaten Asmat, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten
Waropen, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Kerom, Kabupaten Tolikara, Kabupaten
Yahukimo dan Kabupaten Pegunungan Bintang. Kabupaten Raja Ampat
merupakan salah satu dari 14 Kabupaten baru di Tanah Papua pada akhir tahun
2002 dan saat ini Kabupaten Raja Ampat merupakan bagian dari Provinsi Papua
Barat. Pusat pemerintahan berada di Waisai Distrik (Kecamatan) Waigeo Selatan,
sekitar 36 mil dari Kota Sorong. Dengan demikian pada tahun 2002 Kabupaten
Sorong telah memekarkan dua wilayah baru yaitu Kabupaten Raja Ampat dan
Kabupaten Sorong Selatan.
Dijelaskan dalam Undang-undang tersebut, ada beberapa hal yang menjadi
pertimbangan bagi pemekaran ini adalah untuk memacu pembangunan di Provinsi
Papua pada umumnya, serta Kabupaten Sorong khususnya, serta adanya aspirasi
yang berkembang dalam masyarakat, dipandang perlu meningkatkan
penyelenggaran pemerintahan, pelayanan kepada masyarakat, dan pelaksanaan
pembangunan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Dengan
memperhatikan hal tersebut di atas dan perkembangan kemampuan ekonomi,
potensi daerah, kondisi sosial budaya, kondisi sosial politik, jumlah penduduk,
luas daerah, dan pertimbangan lainnya, maka dipandang perlu untuk membentuk
Kabupaten Raja Ampat. Pemekaran ini diharapkan dapat mendorong peningkatan
pelayanan di bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan, serta
Kabupaten Raja Ampat resmi menjadi daerah otonom pada tanggal 12
April 2003 dan kepemerintahannya efektif pada tanggal 16 September 2005.
Kabupaten ini terletak di bagian paling barat pulau induk Papua atau biasa disebut
daerah kepala burung pulau Papua, dengan luas wilayah keseluruhan (laut dan
darat) mencapai 4,6 juta hektar (46.296 km2), meliputi 10 distrik (kecamatan) dan
berpenduduk sebanyak 32.175 jiwa (tahun 2006). Sekitar 85% dari luas tersebut
merupakan lautan, sisanya merupakan 610 pulau yang kebanyakan tidak
berpenghuni, hanya 35 pulau saja yang dihuni oleh penduduk asli dari 10 suku
yang ada. Pulau lainnya tidak berpenghuni dan sebagian besar belum memiliki
nama. Nama Raja Ampat sendiri berasal dari kehadiran 4 pulau besar, yaitu
Misool, Salawati, Batanta dan Waigeo (Anonimous, 2007).
Pemekaran Kabupaten Sorong menjadi Kabupaten Raja Ampat pada akhir
tahun 2002 sebagai daerah otonom baru perlu dibijaki dengan baik karena pada
hakekatnya bertujuan untuk: 1) Pengalihan sejumlah kewenangan Pemerintah
Pusat kepada daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri atas
kapasitas dan kemampuan daerah; 2) Pemberdayaan produk lokal agar mampu
berperan sebagai subyek pembangunan daerah; 3) Pelaksanaan transformasi
struktural dalam bidang pemerintahan dan dalam hubungan sosial ekonomi, sosial
budaya, serta sosial politik dalam rangka penanggulangan kemiskinan,
pengangguran, kesenjangan sosial serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dalam upaya untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan
masyarakat harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah
dengan berbagai potensi sumberdaya yang dimilikinya. Dengan menggunakan
sumberdaya-sumberdaya yang ada pemerintah daerah harus mampu menaksir
potensi sumberdaya yang diperlukan untuk merencanakan dan melaksanakan
pembangunan perekonomian daerah.
Agar pembangunan ekonomi daerah dapat berjalan secara efektif dan
efisien dalam memanfaatkan berbagai sumberdaya yang ada, dalam hal ini sangat
dibutuhkan perencanaan yang matang dan dinamis. Melalui perencanaan
pembangunan ekonomi daerah, suatu daerah akan dapat dilihat secara keseluruhan
sebagai suatu unit ekonomi yang di dalamnya terdapat berbagai unsur yang
Sumberdaya pariwisata merupakan salah satu bentuk potensi sumberdaya
yang dapat dikembangkan menjadi satu unit ekonomi melalui kegiatan pariwisata.
Dengan adanya kegiatan pariwisata ini akan terjadi interaksi antara satu sektor
dengan sektor lainnya. Selanjutnya kegiatan pariwisata ini, apabila dikelola dan
dikembangkan secara profesional, maka akan dapat menciptakan efek pengganda
(multipler effect) dalam perekonomian daerah yang bersangkutan (Ross, 1998
diacu Rompon, 2006).
Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor yang dirumuskan dalam
visi dan misi Pemerintah Raja Ampat sebagai landasan kebijakan pembangunan
ke depan. Visi Kabupaten Raja Ampat adalah : “Mewujudkan Kabupaten Raja
Ampat sebagai kabupaten bahari yang didukung oleh potensi sumberdaya
pariwisata, perikanan dan kelautan menuju masyarakat Raja Ampat yang madani
dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Sedangkan misinya
adalah pembangunan perikanan dan kelautan kabupaten Raja Ampat yaitu : 1)
Meningkatkan partisipasi masyarakat melalui peningkatan kualitas, pemantapan
kelembagaan dan kepastian regulasi. 2) Menjadikan sektor perikanan dan kelautan
sebagai sumber pertumbuhan ekonomi daerah berbasis kampung. 3)
Mempertahankan kelestarian dan kualitas serta daya dukung sumberdaya perairan
laut, pesisir dan pulau-pulau kecil. Visi ini merupakan lanjutan dari Semangat
Tomolol, yang dideklarasikan oleh pejabat bupati pada tanggal 13 Desember 2003.
Semangat Tomolol merupakan pertemuan para pemangku kepentingan di Raja
Ampat dan merupakan itikad baik dari semua pihak untuk berpatisipasi terbuka
merancang program pembangunan berwawasan lingkungan (Anonimous, 2006).
Pariwisata merupakan salah satu sektor penting bagi pembangunan
Kabupaten Raja Ampat sebagaimana dituangkan dalam visinya. Dimana saat ini
wisata bahari merupakan sektor yang dikembangkan di Kabupaten Raja Ampat,
karena Kepulauan Raja Ampat merupakan tempat yang sangat berpotensi untuk
dijadikan sebagai objek wisata, terutama wisata diving (wisata selam). Perairan
Kepulauan Raja Ampat menurut berbagai sumber, merupakan salah satu dari 10
perairan terbaik untuk diving site di seluruh dunia. Bahkan, mungkin juga diakui
sebagai nomor satu untuk kelengkapan flora dan fauna bawah air pada saat ini
The Nature Conservation (TNC) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
pernah melakukan penilaian cepat pada 2001 dan 2002. Hasilnya, mereka
mencatat di perairan ini terdapat lebih dari 540 jenis karang keras (75% dari total
jenis di dunia), lebih dari 1.000 jenis ikan karang, 700 jenis moluska, dan catatan
tertinggi bagi gonodactyloid stomatopod crustaceans. Ini menjadikan 75% spesies
karang dunia berada di Raja Ampat, sehingga cukup untuk membuat Raja Ampat
dinobatkan sebagai daerah keanekaragaman hayati laut terkaya di dunia. Tak
satupun tempat dengan luas area yang sama memiliki jumlah spesies karang
sebanyak ini (Media Indonesia, 07 Juni 2005).
Kegiatan pariwisata di Raja Ampat baru berkembang pada tahun 1998
yaitu dengan adanya satu perusahan asing (PT. Papua Diving) yang didirikan oleh
Maximillian J. Ammer (berkebangsaan Belanda) di Pulau Mansuar Distrik
Waigeo Selatan yang mempromosikan pariwisata Raja Ampat dan
mengembangkan daerah ini sebagai daerah tujuan wisata, khususnya wisata diving
(wisata selam). Kini usahanya semakin melonjak tinggi dengan berkunjungnya
wisatawan mancanegara setiap tahun kurang lebih 700 orang.
Kunjugan wisatawan sangat penting artinya dalam perkembangan
pariwisata, besar kecilnya kunjungan wisatawan sangat menentukan
perkembangan perekonomian daerah itu sendiri dan juga berdampak pada tingkat
kesejahteraan masyarakat di sekitar obyek wisata. Jumlah wisatawan mancanegara
yang berkunjung ke Raja Ampat dari tahun ke tahun menunjukan peningkatan.
Jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung pada tahun 2004 berjumlah 217
orang dan dan pada tahun berikutnya meningkat menjadi 746 orang. Wisatawan
mancanegara pada umumnya berasal dari negara Amerika, Perancis, Spanyol,
Jerman, Swiss, Inggris, Thailand, Italia, Singapura, Afrika Selatan, Venezuella,
Australia, Ukraina, Nederland, Cina, Malaysia, Jepang, Swedia, Austria, Andora
dan lainnya (Dinas Pariwisata Raja Ampat, 2006 dalam Anonimous, 2006).
Dengan adanya potensi sumberdaya alam (SDA) yang dimiliki Raja
Ampat seperti sektor pariwisata bahari diharapkan mampu memberikan kontribusi
yang berarti bagi perekonomian wilayah dan kesejahteran masyarakat, sehingga
tujuan pemekaran wilayah sebagaimana tertuang dalam UU No 26 Tahun 2002
Oleh karena itu, pada dasarnya pemekaran wilayah memang
dimungkinkan apabila didukung oleh berbagai potensi SDA yang ada, sehingga
hasil pemekaran tersebut mampu mendorong proses pembangunan di suatu
wilayah menjadi lebih efisien. Hal ini berarti dengan otonomi yang diperoleh,
masyarakat diberi kewenangan untuk mengelola sumberdaya alamnya sendiri
sehingga diharapkan bisa terjadi akumulasi nilai tambah yang akan berdampak
positif bagi peningkatan dan perkembangan aktivitas perekonomian wilayah.
Menurut Juanda dan Tuerah (2007), tujuan pemekaran daerah yang
memiliki suatu pemerintahan daerah otonom adalah untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, serta menciptakan daerah makin mandiri dan
demokratis. Selanjutnya berdasarkan hasil penelitian Juanda (2007), menyatakan
bahwa pemekaran wilayah memberikan beberapa manfaat bagi daerah baru dan
masyarakat lokal, yang dikelompokkan ke dalam tujuh manfaat, diantaranya
adalah; (1) peningkatan pelayanan pemerintah daerah terhadap masyarakat, (2)
kemungkinan pengelolaan sumber daya alam dengan prinsip-prinsip kearifan
lokal dan berkelanjutan (3) partisipasi masyarakat dan rasa memiliki dapat
semakin meningkat, (4) efisiensi dan efektifitas pengelolaan SDA kemungkinan
meningka dan (5) kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan dapat terwujud.
Berdasarkan manfaat tersebut di atas serta tujuan dibentuknya Kabupaten
Raja Ampat hasil pemekaran wilayah Kabupaten Sorong sebagaimana tertuang
dalam UU No.26 Tahun 2002; maka perlu dilakukan analisis dan evaluasi lebih
lanjut terutama dalam upaya meningkatkan efisiensi ekonomi wilayah. Oleh
karena itu, penelitian ini ingin mengetahui sejauh mana hasil dan upaya
pencapaian dari tujuan pemekaran Kabupaten Raja Ampat Provinsi Papua Barat.
1.2.Perumusan Masalah
Sejak otonomi daerah dan desentralisasi fiskal mulai dilaksanakan pada
tanggal 1 Januari 2001, pemekaran daerah kabupaten atau kota dan juga provinsi
menjadi sangat populer karena jumlahnya terus bertambah dan seringkali terlihat
kurang didasarkan pada kerangka perencanaan wilayah tertentu, meskipun
masalah pemekaran wilayah dan kriterianya sudah ditetapkan melalui Peraturan
Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah yang kemudian
diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2007 tentang Tata
Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah. Ini tentunya sangat
mengkhawatirkan karena sebagai salah satu negara besar dengan wilayah yang
luas, kebijakan perencanaan wilayah menjadi salah satu komponen penting dalam
proses pembangunan. Sebenarnya banyak aspek yang bisa dijadikan dasar dalam
penentuan kebijakan pemekaran wilayah, namun sepertinnya motivasi kalkulasi
secara politik menjadi alasan yang dominan. Seringkali persetujuan terhadap
adanya pemekaran wilayah diberikan untuk meredam konflik. Otonomi menjadi
suatu komoditas yang bisa diperdagangkan yaitu untuk memberikan kekuasaan
kepada daerah tertentu. Meskipun pada beberapa kasus pemekaran ini memang
menjadi tuntutan masyarakat akan perlunya otonomi, tetapi tetap saja kaum elit di
daerah yang diuntungkan. Pada akhirnya masyarakat tidak pernah menjadi lebih
sejahtera dan perkembangan ekonomi wilayahpun menjadi tersendat-sendat.
Manfaat pemekaran wilayah salah satunya adalah efisiensi dan efektifitas
pengelolaan sumber daya alam kemungkinan meningkat, dimana masyarakat ikut
berpatisipasi dalam pengelolaan SDA sehingga dapat meningkatkan jumlah
penerimaan daerah serta mempermudah alokasi-alokasi penggunaan dana untuk
kepentingan publik (Juanda, 2007). Pariwisata merupakan salah satu sumberdaya
wilayah yang harus dikelola dan dikembangkan agar dapat meningkatkan
pendapatan asli daerah dan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Raja Ampat.
Dimana kondisi alam Kepulauan Raja Ampat yang masih asli dan
memiliki keanekaragaman hayati tinggi maka kawasan ini memiliki potensi
pariwisata yang luar biasa, baik alamnya, tingginya endemisitas keanekaragaman
hayati darat dan laut, potensi pesisir, maupun budaya dan adat masyarakat
setempat. Obyek-obyek wisata tersebut perlu dikembangkan untuk menarik
wisatawan domestik maupun mancanegara, sehingga dapat memberikan
kontribusi yang sangat berarti bagi peningkatan perekonomian masyarakat apabila
dikelola dengan baik.
Pemerintah Kabupaten Raja Ampat sendiri sesuai dengan visi dan misinya
sebagai kabupaten bahari, yang memberi konsekuensi dan pengelolaan yang
pembangunan di Kabupaten Raja Ampat khususnya sektor pariwisata dan sektor
perikanan, yang tentunya akan meningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Guna meningkatkan PAD dari sektor pariwisata, pemerintah Raja Ampat harus
berusaha mengembangkan potensi pariwisata yang ada, khususnya pariwisata
kelautan (wisata bahari), dimana pemerintah Raja Ampat sendiri menempatkan
sektor pariwisata sebagai sektor unggulan kedua setelah sektor perikanan dan
kelautan (Anonimous, 2006). Oleh karena itu perlu adanya pembangunan sarana
dan prasarana pariwisata seperti dermaga, hotel, restoran, sarana rekreasi pantai
dan daratan, sarana hiburan, olah raga dan arena atraksi budaya serta usaha
pariwisata lainnya yang harus menyesuaikan dengan kondisi alam dan
memperhatikan kelestariannya. Dengan demikian maka dapat dibayangkan betapa
besarnya kontribusi pariwisata bagi PAD Kabupaten Raja Ampat, dan sekaligus
dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Dengan adanya permasalahan yang dibahas di atas, maka pemekaran
wilayah seharusnya berpatokan pada Peraturan Pemerintah Nomor 129 tahun
2000 tentang Kriteria Pemekaran dan Persyaratan Pembentukan, Penghapusan dan
Penggabungan Daerah yang kemudian diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 78 tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan
Penggabungan Daerah. Sebagaimana dijelaskan dalam pasal 4 ayat (2) bahwa
pembentukan daerah kabupaten/kota berupa pemekaran kabupaten/kota dan
penggabungan beberapa kecamatan yang bersandingan pada wilayah
kabupaten/kota yang berbeda harus memenuhi syarat administratif (pasal 5),
teknis (pasal 6), dan fisik kewilayahan (pasal 7-13).
Syarat administratif meliputi; keputusan DPRD Kabupaten/kota,
keputusan bupati/walikota induk, keputusan DPR provinsi, keputusan gubernur
tentang persetujuan pembentukan calon kabupaten/kota; dan rekomendasi menteri.
Semua keputusan tersebut diproses berdasarkan aspirasi sebagian besar
masyarakat setempat. Syarat teknis meliputi; faktor kemampuan ekonomi, potensi
daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan,
keamanan, kemampuan keuangan, tingkat kesejahteraan masyarakat, dan rentang
kendali penyelenggaraan pemerintah daerah. Syarat fisik kewilayahan meliputi
Tetapi apabila syarat-syarat pemekaran wilayah tersebut tidak dipenuhi dapat
diragukan tujuan pemekaran wilayah tidak berjalan secara efektif dan efisien.
Berbagai sumber dan ahli menyatakan bahwa proses pemekaran wilayah
diberbagai tempat, disamping memang sesuai dengan persyaratan sebagaimana
tersebut di dalam Undang-undang (layak), dijumpai juga proses pemekaran yang
lebih karena tujuan untuk memperoleh perimbangan keuangan dari pusat yang
lebih besar, sementara berdasarkan persyaratan, sesungguhnya belum memenuhi
(tidak layak). Kondisi ini memberi peluang terjadinya peningkatan perekonomian
di daerah yang dimekarkan bukan karena meningkatnya kapasitas pengelola
pemerintahan, namun lebih karena adanya peningkatan anggaran dan
perimbangan keuangan yang lebih besar dari pusat.
Penelitian ini mencoba mengetahui dampak pemekaran Kabupaten Raja
Ampat dari Kabupaten Sorong terhadap perkembangan perekonomian wilayah
dan khususnya sektor pariwisata bahari. Permasalahan utama tersebut di atas
diperinci melalui beberapa pertanyaan sebagai berikut :
1 Faktor-faktor apa saja yang menjadi dasar pertimbangan dalam proses
perumusan kebijakan pemekaran wilayah Kabupaten Raja Ampat terutama
yang berkaitan dengan penetapan kriteria pemekaran wilayah berdasarkan PP
No.129 Tahun 2000 dan diperbaharui dengan PP No.79 Tahun 2007 tentang
Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah?
2 Bagaimana dampak pemekaran wilayah terhadap perkembangan
perekonomian wilayah kepulauan Kabupaten Raja Ampat dan Kabupaten
Sorong (kabupaten induk)?
3 Bagaimana dampak pemekaran wilayah terhadap kapasitas fiskal pemerintah
daerah Raja Ampat dan Sorong?
4 Sektor usaha apa saja yang menjadi unggulan dan prioritas pengembangan
dalam struktur perekonomian wilayah Kepulauan Raja Ampat setelah
pemekaran?
5 Bagaimana kontribusi pariwisata bahari terhadap ekonomi wilayah kepulauan
dan bagaimana strategi pengembangannya di Kabupaten Raja Ampat?
6 Bagaimana dampak pemekaran wilayah terhadap kesejahteraan masyarakat di
1.3.Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengidentifikasikan faktor-faktor yang menjadi dasar pertimbangan dalam
proses perumusan kebijakan pemekaran wilayah Kabupaten Raja Ampat
terutama yang berkaitan dengan PP No.129 Tahun 2000 dan diperbaharui
dengan PP No.79 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan,
dan Penggabungan Daerah.
2. Mengetahui dampak pemekaran wilayah terhadap perkembangan
perekonomian wilayah kepulauan Kabupaten Raja Ampat dan Kabupaten
Sorong (induk).
3. Mengetahui dampak pemekaran wilayah terhadap kapasitas fiskal pemerintah
daerah Raja Ampat dan Sorong.
4. Mengetahui sektor usaha yang menjadi unggulan dan prioritas pengembangan
dalam struktur perekonomian wilayah Kepulauan Raja Ampat setelah
pemekaran.
5. Mengetahui kontribusi sektor pariwisata bahari terhadap ekonomi wilayah
kepulauan dan strategi pengembangannya di Kabupaten Raja Ampat
6. Mengetahui dampak pemekaran wilayah terhadap kesejahteraan masyarakat di
Kabupaten Raja Ampat.
1.4.Manfaat Penelitian
Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan bagi pemerintah bagi Pemerintah Kabupaten Sorong dan Raja
Ampat dalam menyempurnakan kebijakan-kebijakan pasca pemekaran wilayah
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pemekaran Wilayah
Sejak otonomi daerah dan desentralisasi fiskal mulai dilaksanakan pada
tanggal 1 Januari 2001, pemekaran daerah kabupaten atau kota dan juga provinsi
menjadi sangat populer karena jumlahnya terus bertambah. Sebenarnya
pembentukan daerah baru dengan pertimbangan mendekatkan pelayanan publik
pada masyarakat ataupun pertimbangan strategis geopolitik dan geoekonomi,
sudah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia sebelum dikeluarkan Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang diberlakukan sejak
Januari 2001. Meskipun masalah pemekaran wilayah dan kriterianya sudah
ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 129 tahun 2000 tentang Kriteria
Pemekaran dan Persyaratan Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan
Daerah yang kemudian diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah Nomor 78
tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan
Daerah. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 membuka peluang kepada daerah
provinsi, kabupaten, dan kota untuk melakukan pemekaran daerah. Aturan
pelaksanaan pemekaran diatur dalam PP Nomor 129 Tahun 2000 tentang Kriteria
Pemekaran dan Persyaratan Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan
Daerah.
Dalam PP Nomor 129 Tahun 2000 ditetapkan beberapa kriteria penilaian
indikator yang harus dapat dipenuhi oleh daerah-daerah yang akan dimekarkan.
Walaupun UU Nomor 22 Tahun 1999 sudah direvisi menjadi UU Nomor 32
Tahun 2004 yang mengatur 3 persyaratan untuk pembentukan daerah baru yaitu
syarat administrasi, teknis dan fisik kewilayahan), namun teknis pengaturan
pemekaran daerah mengacu pada PP Nomor 129 Tahun 2000 dan selanjutnya
direvisi menjadi PP Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan,
Penghapusan dan Penggabungan Daerah.
Syarat administrasi untuk kabupaten/kota meliputi adanya persetujuan
DPRD kabupaten/kota dan bupati/walikota yang bersangkutan, persetujuan DPRD
provinsi dan gubernur serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri. Syarat teknis
kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan,
luas daerah, pertahanan, keamanan, dan faktor lain yang memungkinkan
terselenggaranya otonomi daerah. Syarat fisik meliputi paling sedikit 5 (lima)
kabupaten/kota untuk pembentukan provinsi dan paling sedikit 5 (lima)
kecamatan untuk pembentukan kabupaten, dan 4 (empat) keeamatan untuk
pembentukan kota, lokasi calon ibukota, sarana dan prasarana pemerintahan.
Persyaratan tersebut dinilai dengan menggunakan sistem scoring yang
terdiri darn 3 rnacam metode yaitu : (1) metode A (metode rata-rata), (2) metode
B (metode distribusi.), dan (3) metode C (metode kuota). Metode A adalah metode yang rnernbandingkan besaran/nilai tiap daerah terhadap nilai rata-rata
keseluruhan daerah. Semakin dekat dengan nilai rata-rata tertimbang keseluruhan
daerah induknya semakin besar nilai skornya, yang berarti kesenjangan antar
daerah semakin berkurang. Metode B adalah metode rata-rata yang mempertimbangkan distribusi data. Perhitungan skor dengan metode ini
disesuaikan dengan kemampuan dan keruncingan kurva sebaran data. Metode C adalah metode yang menggunakan angka tertentu sebagal kuota penentu skoring.
Metode ini ditetapkan pada data jumlah penduduk dan untuk daerah perkotaan
saja, misalnya semakin mendekati 150.000 jiwa semakin tinggi nilai skornya.
Menurut Juanda (2007), pemekaran daerah otonom baru diharapkan dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta menciptakan daerah makin mandiri
dan demokratis. Tujuan ini dapat diwujud nyatakan melalui peningkatan
profesionalisme birokrat daerah untuk dapat menyelenggarakan pemerintahan
yang efisien dan efektif, dapat meningkatkan pelayanan dasar publik, dapat
menciptakan kesempatan lebih luas untuk masyarakat, serta dapat akses langsung
pada unit-unit pelayanan publik yang tersebar dan mudah dijangkau oleh
masyarakat pedesaan maupun kota.
Studi USAID dan DRSP (2007) di Sambas dan Buton menjelaskan bahwa
pemekaran daerah memberikan banyak pengaruh positif terhadap daerah otonom
baru. Selain itu, pemekaran Daerah menjadi beban terhadap anggaran pendapatan
dan belanja nasional (APBN), sebab pemekaran wilayah memberikan dampak
signifikan terhadap beban belanja negara. Kenyataan ini diperkuat oleh studi yang
biaya yang telah dikeluarkan oleh pemerintah nasional dan pemerintah daerah
untuk pemekaran wilayah diperkirakan sebesar Rp 9.1 triliun. Jika biaya untuk
pemekaran digunakan langsung untuk pembangunan fasilitas umum serta
peningkatan pelayanan publik, mungkin manfaatnya akan lebih banyak dinikmati
masyarakat, dibandingkan dengan hanya untuk pembiayaan pemekaran itu sendiri.
Berdasarkan hasil penelitian Juanda (2007), menyatakan bahwa
pemekaran daerah memberikan beberapa manfaat bagi daerah baru dan
masyarakat lokal, yang dikelompokkan dalam 7 manfaat, yaitu:
1. Peningkatan pelayanan pemerintah daerah terhadap masyarakat. Hal ini
disebabkan karena jangkauan wilayah pelayanan akan semakin kecil
dibandingkan dengan sebelum daerah tersebut dimekarkan. Badan dan Dinas
yang berfungsi memberikan pelayanan langsun kepada masyarakat relatif
lebih dekat dengan masyarakat. Selain itu, pemekaran memungkinkan
pemerintah daerah menambah membangun fasilitas-fasilitas pelayanan dasar
seperti fasilitas kesehatan dan pendidikan yang tersebar lebih meluas di
wilayah pedesaan, dimana sebelum pemekaran hanya terkonsentrasi di
pusat-pusat kecamatan.
2. Kemungkinan pengelolaan sumber daya alam dengan prinsip-prinsip kearifan
lokal dan berkelanjutan. Konsekuensi pemekaran wilayah antara lain, luas
wilayah akan semakin berkurang sehingga sumber daya alam yang dimiliki
daerah akan semakin mudah untuk dikontrol dan dikelola oleh masyarakat
bersama-sama dengan pemerintah daerah. Selain itu, otonomi daerah akan
mengurangi intervensi-intervensi pemerintah nasional dalam pengelolaan
sumberdaya alam seperti yang terjadi selama era pemerintahan sentralistik
lebih dari 30 tahun, sebagai penyebab utama hilangnya sebagian sumber daya
alam yang tidak diperbaharui (un-renewable resources) karena kurang kontrol
pemerintah nasional dan daerah terhadap pengelolaan dan eksploitasi sumber
daya alam sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan secara
besar-besaran.
3. Partisipasi masyarakat dan rasa memiliki dapat semakin meningkat. Adanya
pemekaran wilayah dapat memberikan ruang yang lebih besar bagi masyarakat
proses perencanaan pembangunan daerah mulai dari tingkat desa atau
kelurahan, kecamatan, sampai kabupaten atau kota. Melibatkan masyarakat
secara langsung dan aktif dalam proses perencanaan, pelaksanaan
pembangunan dan menikmati hasil perencanaan dan pembangunan daerah,
akan menciptakan rasa memiliki (sense of belonging) terhadap hasil-hasil
pembangunan yang telah dicapai serta mendorong masyarakat lokal untuk
turut serta secara aktif dalam merawat dan memelihara fasilitas-fasilitas serta
infrastruktur yang telah dibangun bersama-sama antara masyarakat dan
pemerintah daerah.
4. Efisiensi dan efektifitas pengelolaan sumber daya alam kemungkinan
meningkat. Karena masyarakat ikut berpartisipasi aktif dalam proses
pembangunan, maka hasil-hasil pengelolaan sumber daya alam dapat
meningkatkan jumlah penerimaan oleh pemerintah daerah serta
mempermudah alokasi-alokasi penggunaan dana untuk kepentingan publik
sehingga hasil-hasil pengelolaan sumberdaya alam diharapkan akan digunakan
untuk membangun infrastruktur dan fasilitas-fasilitas umum serta pelayanan
publik akan semakin ditingkatkan dan semakin baik.
5. Kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan dapat terwujud. Pemekaran
wilayah membuka ruang yang lebih luas untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat yang makin berkualitas. Hal ini lebih realistik terjadi kepada
masyarakat lokal sebab bagian terbesar kewenangan pemerintah telah
diserahkan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah (kabupaten dan
kota). Demikian juga untuk pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam,
pajak daerah, retribusi dan bagi hasil pajak sumber daya alam, minyak dan gas
sepenuhnya diserahkan dan dikelola oleh pemerintah daerah. Selain itu,
masyarakat lokal menentukan sendiri secara langsung para wakil-wakil
mereka di DPRD dan pemimpin daerah (Bupati/Walikota dan wakil). Jadi
dengan mengelola dan memanfaatkan secara langsung sumber-sumbernya di
daerah oleh pemerintah daerah dan masyarakat lokal; roda pemerintah daerah
dikelola dengan prinsip-prinsip good government; pemimpin daerah yang
ciri-ciri entreprenuership, akan memacu lebih cepat terwujudnya masyarakat
lokal yang sejahtera dan berkeadilan.
Juanda (2007), menyatakan bahwa meskipun pemekaran wilayah dapat
memberikan berbagai manfaat yang dapat menyentuh langsung kepada
masyarakat lokal, pemekaran daerah juga berdampak secara langsung terhadap
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan
Belanja Daerah (APBD Provinsi).
2.2. Konsep Desentralisasi dan Otonomi Daerah 2.2.1. Konsep Desentralisasi
Dalam istilah ketatanegaraan yang dimaksud dengan desentralisasi itu
adalah pelimpahan kekuasaan dari pusat ke daerah-daerah untuk mengurus rumah
tangganya sendiri. Logeman dalam Supriatna (1993) diacu Lumbessy (2005)
mengemukakan bahwa kelaziman desentralisasi dapat dibagi menjadi dua macam
yaitu :
a. Dekonsentrasi (deconcentratie) atau " ambtelijke decentralisatie" yaitu
berkaitan dengan pelimpahan kekuasaan dari alat kelengkapan negara tingkat
lebih atas kepada bawahannya guna melancarkan pekerjaan didalam
melaksanakan tugas pemerintahan.
b. Desentralisasi ketatanegaraan atau "staatkundige decentralisatie" yang sering
disebut sebami desentralisasi politk, yaitu peli mpahan kekuasaan
p e r u n d a n g a n d a n p e m e r i n t a h a n k e p a d a d a e r a h o t o n o m d i
d a l a m lingkungannya. Di dalam desentralisasi semacam ini, rakyat
dengan menggunakan dan memanfaatkan saluran-saluran tertentu
(perwakilan) untuk ikut serta dalam pemerintahan, sesuai batas wilayah
masing-masing.
Terjadinya Negara Kesatuan yang sentralistik ternyata menimbulkan
dampak-dampak negatif yang tidak mengarah kepada peningkatan kesejahteraan
masyarakat secara berkelanjutan. Sentralisasi kekuasaan tidak
memberikan insentif kepada daerah-daerah untuk meningkatkan produktifitasnya,
maupun dalam maupun dalam memelihara sumber daya dasar kearah berkelanjutan.
kepada daerah-daerah otonom diharapkan akan memperbaiki kinerja
ekonomi secara lebih produktif dan berkelanjutan di masa depan. (Anwar, 200M).
Menurut UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
desentralisasi bermakna penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah
kepada daerah otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kewenangan tersebut mencakup semua kewenangan bidang pemerintahan,
kecuali kewenangan politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan , moneter
dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lainnya yang akan ditetapkan melalui
peraturan pemerintah.
Sementara menurut Abe (2002), desentralisasi dapat memberi sisi positif :
1. Bagi pemerintah pusat desentralisasi tentu akan menjadi jalan
yang mengurangi beban pusat.
2. Program atau rencana-rencana pembangunan yang hendak diwujudkan akan
lebih realistis, lebih mengena dan lebih dekat dengan kebutuhan lokal.
3. Memberi kesempatan kepada daerah untuk belajar mengurus rumah tangganya
sendiri dan dengan demikian belajar untuk bisa menangkap dan merumuskan
aspirasi masyarakat setempat.
4. Dengan adanya pemberian kewenangan (politis kearah devolusi) maka berarti
akan membuka peluang bagi keterlibatan rakyat dalam mengontrol jalannya
pemerintahan.
Secara spesifik, berdasarkan kepentingan nasional tujuan utama dari
desentralisasi adalah: (a). untuk mempertahankan dan memperkuat integrasi
bangsa, (b) sebagai sarana untuk training bagi calon-calon pemimpin
nasional; dan (c) untuk mempercepat pencapaian kesejahteraan dan kemakmuran
rakyat. Sedangkan dari sisi kepentingan daerah, tujuan utama dari desentralisasi
meliputi, antara lain: (a) untuk mewujudkan demokratisasi di tingkat lokal
(political equality, local accountability, dan local responsiveness); (b) untuk
peningkatan p e l a y a n a n p u b l i k ; ( c ) u n t u k m e n c i p t a k a n e f i s i e n s i d a n
e f e k t i f i t a s penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah
2.2.2. Konsep Otonomi Daerah
Istilah otonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu autos = sendiri dan
nomos = Undang-undang, yang berarti perundangan sendiri (Izelf Wetgeving).
Ada beberapa ahli yang memberi pengertian tentang otonomi, diantaranya yaitu
Manan (1994) yang mendefinisikan otonomi sebagai kemandirian untuk mengatur
dan mengurus urusan rumah tangganya sendiri. Otonomi daerah adalah
keleluasaan dalam bentuk hak dan wewenang serta tanggung jawab badan
pemerintah untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya sebagai
manivestasi desentralisasi. Definisi lebih sederhana disampaikan oleh Mahwood
dalam Sudantoko (2003)yaitu kebebasan dari pemerintah daerah dalam membuat
dan mengimplementasikan keputusan.
Pemberian otonomi kepada daerah menurut Riyadi dan Bratakusumah
(2003) merupakan upaya pemberdayaan dalam rangka mengelola pembangunan di
daerahnya. Kreativitas, inovasi dan kemandirian diharapkan akan dimiliki
oleh setiap daerah, sehingga dapat mengurangi tingkat ketergantungannya
pada pemerintah pusat. Hal penting lain adalah dengan adanya otonomi daerah,
kualitas pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah kepada
masyarakatnya akan meningkat. Dengan kata lain penyediann barang-barang
publik (public goods) dan pelayanan publik (public service) dapat lebih terjamin.
Dijelaskan lebih lanjut bahwa implementasi otonomi daerah harus lebih
berorientasi pada upaya pemberdayaan daerah, bila dilihat dari
konteks kewilayahan (teritorial), sedangkan bila dilihat dari struktur tata
pemerintahan, berupa pemberdayaan pemerintah daerah dalam mengelola
sumber-sumber daya yang dimiliki dengan tetap berpegang pada prinsip-prinsip kesatuan
bangsa dan negara. Kemudian dalam konteks kemasyarakatan,
pemberdayaan yang diupayakan harus lebih berorientasi pemberdayaan
masyarakat di masing-masing daerah, sehingga lebih berpartisipasi dalam
pembangunan.
Menurut Mustopadidjaja (1999) diacu Riyadi dan Bratakusumah (2003)
a d a t i g a h a l y a n g p e r l u d i p e r h a t i k a n o l e h p e me r i n t a h d a l a m u p ay a
memberdayakan masyarakatnya, yaitu (1) pengurangan hambatan dan
untuk menunjang berbagai kegiatan sosial ekonomi masyarakat dan
(3) pengembangan program untuk lebih meningkatkan kemampuan dan
memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk aktif serta dalam
mengembangkan sumberdaya produktif yang tersedia, sehingga memiliki nilai
tambah guna