• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1. Landasan Teori

2.1.6. Desentralisasi

Desentralisasi pada dasarnya merupakan implementasi paradigma hubungan pemerintah pusat dan daerah. Tiebout hypothesis berargumen bahwa dengan diberikannya kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan merumuskan sendiri kebijakan daerahnya, selama tidak bertentangan dengan pemerintah pusat, akan memicu kompetisi yang sehat antar Pemda untuk dapat menyediakan public goods yang memenuhi preferensi masyarakat78.

Desentralisasi atau otonomi daerah/khusus di Indonesia dimulai sejak berlakunya Undang-Undang Nomer 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, menggantikan Undang-Undang Nomer 5/1974, diimplementasikan sejak anuari 200179. Kemudian Undang-Undang Nomer 22 tahun 1999 diperbarui dengan Undang-undang Nomer 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah untuk menyesuaikan dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan,dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah.

Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintah ke daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia80. Daerah otonom/daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah, yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia81.

Menurut Oates82 dasar pelaksanaan desentralisasi adalah:

a. Negara yang luas wilayahnya tidak mungkin melakukan sentralisasi. b. Sentralisasi menyebabkan ketimpangan dan ketidakadilan.

       78

Stiglitz J, Economics of Public Sector 3rd edition, New York:W.W. Norton & Company,2002. hal 734-736

79

Taufik .R, Maria .P,Dewi .D, Op.cit, hal 14.

80

Pasal 1 ayat 7 UU No.32/2004

81

Pasal 1 ayat 6 UU No.32/2004

82

c. Kebutuhan daerah lebih dikenal dan diketahui oleh orang yang tinggal di dalamnya.

d. Desentralissi fiskal dan otonomi daerah lebih efisien dari manfaat dan pembiayaan.

Tujuan desentralisasi adalah dalam rangka memberikan pelayanan umum yang lebih baik dan menciptakan proses pengambilan keputusan publik yang lebih demokratis. Tujuan yang hendak dicapai pada akhirnya adalah menumbuhkembangkan daerah dalam berbagai bidang, meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, menumbuhkan kemandirian daerah dan meningkatkan daya saing dalam proses pertumbuhan83.

Desentralisasi mencakup aspek-aspek politik (political decentralization), administratif (administrative decentralization), dan fiskal (fiscal decentralization)84,yaitu:

a. Desentralisasi politik adalah pelimpahan kewenangan yang lebih besar kepada daerah yang menyangkut aspek pengambilan keputusan, termasuk penetapan standar dan berbagai peraturan.

b. Desentralisasi administrasi, merupakan pelimpahan kewenangan, tanggungjawab, dan sumber daya antar berbagai tingkat pemerintahan.

c. Desentralisasi fiskal, merupakan pemberian kewenangan kepada daerah untuk menggali sumber-sumber pendapatan, hak untuk menerima transfer dari pemerintah yang lebih tinggi, dan menentukan belanja rutin dan investasi.

Pelaksanaan desentralisasi akan berjalan dengan baik dengan berpedoman terhadap hal-hal sebagai berikut85:

1. Adanya Pemerintah Pusat yang kapabel dalam melakukan pengawasan dan lawenforcement

2. Terdapat keseimbangan antara akuntabilitas dan kewenangan dalam melakukan pungutan pajak dan retribusi Daerah

3. Stabilitas politik yang kondusif

       83

Widjaja HAW, Otonomi Daerah dan Daerah Otonom, Jakarta : Rajawali Pers, 2009, Hal 42.

84

Litvack(1999) dalam Suparno(2010), Loc.cit, hal 14.

85

4. Proses pengambilan keputusan di daerah harus demokratis, dimana pengambilan keputusan tentang manfaat dan biaya harus transparan serta pihak-pihak yang terkait memiliki kesempatan mempengaruhi keputusan- keputusan tersebut

5. Desain kebijakan keputusan yang diambil sepenuhnya merupakan tanggung jawab masyarakat setempat dengan dukungan institusi dan kapasitas manajerial yang diinginkan sesuai dengan permintaan pemerintah

6. Kualitas sumberdaya manusia yang kapabel dalam menggantikan peran sebelumnya yang merupakan peran pemerintah pusat.

Dimensi desentralisasi yang paling menonjol dalam Undang-Undang 22/1999 ini antara lain: desentralisasi keuangan, politik dan hubungan antara lembaga pemerintah di tingkat lokal yang ditandai dengan kuatnya kedudukan lembaga legislatif dibandingan lembaga eksekutif.

Pada tahun 2004, dalam pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bersama DPR mengubah UU No.22/1999 tentang Pemerintahan Daerah menjadi UU No.32/2004 tentang Pemerintah Daerah yang pada intinya mengurangi kekuasaan DPRD atas kepala daerah, terutama dengan diadakannya pemilihan kepala daerah secara langsung, namun kekuasaan DPRD masih cukup besar terutama dalam hal controling, legislasi dan budgeting.

Dalam rangka desentralisasi keuangan berlaku UU No.25/1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah dengan perubahannya (UU No. 33/2004) yang mengatur perimbangan keuangan antara pusat dan daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, yang ditetapkan dengan peraturan daerah86.

       86

Tabel 1 . Perubahan Setelah Desentralisasi87

No Item Perubahan UU 5/1974 UU 22/1999 1 Struktur Pemda DPRD bagian dari

eksekutif DPRD berdiri sendiri 2 Pemilihan Kepala Daerah Hak Prerogatif pemerintah pusat Hak Prerogatif DPRD 3 Pengawasan Eksekutif mengawasi

DPRD

DPRD mengawasi Eksekutif

4 Hak DPRD Hak DPRD dibedakan dari Hak anggota DPRD

Hak DPRD sekaligus adalah hak anggota DPRD 5 Anggaran DPRD Ditentukan dan di

kelola eksekutif

Ditentukan dan dikelola DPRD

6 Panggilan DPRD kepada pejabat atau masyarakat

Diwakilkan pada bawahan atau ditolak

DPRD dapat mengenakan sanksi bagi yang menolak 7 Eksplorasi Sumberdaya Alam/daerah DPRD tidak tahu menahu mengenai perjanjian menyangkut eksploitasi SDA Daerah. DPRD Diberi kewenangan untuk memberi pendapat dan pertimbangan.

8 Hak penyelidikan DPRD Tidak pernah

digunakan karena tidak pernah ada UU yang mengaturnya

Hak Tersebut diatur sendiri oleh DPRD dalam tata tertib DPRD 9 Pelaksanaan aspirasi masyarakat DPRD hanya menampung dan menyampaikan kepada eksekutif. DPRD dapat tugas menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat.

10 Fraksi DPRD Hanya ada 3 fraksi Bisa terdapat lebih dari 5 Fraksi

Dengan adanya desentralisasi fiskal maka struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) terdiri atas 88:

• Anggaran pendapatan, yang meliputi :

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan penerimaan lain-lain.

       87

Taufik .R, Maria .P,Dewi .D, Loc.cit, hal 14.

88

http://www.djpk.depkeu.go.id/ diakses 15/06/2012

2. Bagian dana perimbangan yang merupakan dana yang bersumber dari penerimaan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka desentralisasi fiskal, yang terdiri dari: a. Dana Bagi Hasil (DBH) atas bagian daerah dari pajak bumi dan

bangunan (PBB), bea perolehan hak atas tanah dan bangunan dan penerimaan atas sumber daya alam.

b. Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana perimbangan yang dialokasikan untuk tujuan pemerataan kemampuan keuangan daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka desentralisasi.

c. Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana perimbanganyang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan tertentu.

3. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah seperti dana hibah atau dana darurat.

• Anggaran belanja

1. Belanja tidak langsung (belanja pegawai, bunga, subsidi, hibah, bansos, bagi hasil dan bantuan keuangan).

2. Belanja langsung (belanja pegawai, barang jasa, dan modal).

• Pembiayaan Daerah

1. Penerimaan pembiayaan, yang meliputi:

a. Sisa lebih penggunaan anggaran (Silpa) tahun sebelumnya b. Pencairan dana cadangan

c. Hasil kekayaan daerah yang dipisahkan,

d. Penerimaan pinjaman daerah dan obligasi daerah, penerimaan kembali pemberian pinjaman,

2. Pengeluaran pembiayaan, yang meliputi: a. Pembentukan dana cadangan

b. Penyertaan modal/investasi daerah c. Pembayaran pokok hutang.

d. Pemberian pinjaman daerah.

Penerimaan dana hibah yang dibahas dalam penelitian ini adalah bersumber dari APBN, yang tidak mengikat dan telah dianggarkan dalam APBD

pada akun pendapatan, dalam kelompok pendapatan daerah lain-lain yang sah. APBD pada awalnya berfungsi sebagai pedoman pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerah dalam satu periode. Sebelum anggaran di jalankan harus mendapat persetujuan dari DPRD maka fungsi anggaran juga sebagai alat pengawas dan pertanggung jawaban terhadap kebijakan publik. Dengan melihat fungsi anggaran tersebut maka seharusnya anggaran merupakan power relation antara eksekutif, legislatif dan rakyat itu sendiri89.

Karena diselenggarakan untuk kepentingan masyarakat, APBD yang disusun harus memenuhi kriteria-kriteria tertentu, Musgrave90 menyebutkan bahwa sebuah anggaran pemerintah harus memenuhi fungsi alokasi (alokasi penyediaan barang dan jasa publik yang tepat bagi masyarakat), distribusi (fungsi ini untuk mengurangi kesenjangan antar kelompok kaya dan kelompok miskin dalam masyarakat) dan stabilisasi (biasanya dikaitkan dengan ukuran-ukuran ekonomi makro yang ingin dicapai oleh pemerintah daerah yang dianggap memperbaiki/ mempertahankan stabilitas ekonomi diwilayahnya, misalnya pengeluaran ditingkatkan untuk kegiatan sektor-sektor yang menyerap banyak tenaga kerja dan memberikan kontribusi tinggi untuk pertumbuhan ekonomi daerah).

Menurut Sopanah dan Wahyudi91, semenjak tingginya otoritas yang dimiliki DPRD, terjadi perubahan kondisi yang akhirnya melahirkan banyak masalah, yaitu : (1)Sistem pengalihan anggaran yang tidak jelas dari pusat ke daerah, (2) karena keterbatasan waktu partisipasi rakyat sering diabaikan, (3) esensi otonomi dalam penyusunan anggaran masih di pelintir oleh pemerintah pusat karena otonomi pengelolaan sumber sumber pendapatan masih dikuasai pusat, sedangkan daerah hanya diperbesar porsi belanjanya, (4) DPRD dimanapun masih mengalami kesulitan melakukan assessment prioritas kebutuhan rakyat yang harus di dahulukan dalam APBD.

(5) volume APBD yang disusun oleh daerah meningkat hingga 80 persen dibandingkan pada masa orde baru, hal ini menimbulkan masalah karena sedikit       

89

Sopanah dan Wahyudi I, Loc.cit, hal 8.

90

Musgrave(1989) dalam Rizak HB, Kebijakan Alokasi Anggaran: Studi Kasus Sulawesi Tengah, Analisis CSIS, vol.41/no.1/Maret 2012.

91

banyak DPRD dan pemerintahan daerah perlu bekerja lebih keras dalam menyusun APBD, (6) meskipun masih harus melalui pemerintahan pusat namun pemerintah menurut Undang Undang No 25 tahun 1999 memiliki kewenangan untuk melakukan pinjaman daerah baik kedalam negeri maupun keluar negeri.

Beberapa masalah tersebut mendorong beberapa kecenderungan, yaitu pertama, kecenderungan pemerintah daerah untuk meningkatkan PAD dalam rangka otonomi daerah. Bagi daerah-daerah yang sumber daya alamnya miskin, akan memilih meningkatkan PAD dengan cara meningkatkan pajak, bahkan untuk daerah-daerah dengan sumber daya alam yang melimpah meningkatkan pajak adalah alternatif paling mudah, karena tidak perlu melakukan banyak investasi untuk mengeksplorasi SDA. Peningkatan pajak atau dengan mengurangi pelayanan masyarakat adalah pilihan meningkatkan PAD yang merugikan masyarakat, sesungguhnya PAD dapat ditingkatkan dengan cara lain, yaitu mengurangi inefisiensi pendapatan pemerintah. Kedua, Otoritas yang besar terhadap DPRD dengan tidak disertainya prngawasan sistematis, sangat memperbesar kemungkinan terjadinya suap terhadap DPRD dalam menyetujui suatu pos anggaran tertentu, yang sebenarnya tidak dibutuhkan oleh rakyat.

Sehubungan dengan anggaran daerah Azis (2010) menggolongkan pemimpin daerah dalam beberapa tipe, yaitu tipe A, B, dan C. Tipe A adalah apabila kepala daerah bekerjasama dengan elit setempat membawa manfaat kesejahteraan bagi masyarakat dengan meningkatkan local budget.Tipe B adalah apabila kepala daerah bekerjasama dengan elit setempat untuk kepentingannya sendiri, tanpa berkontribusi pada local budget. Dan tipe C yaitu apabila kepala daerah tidak hanya bekerjasama dengan elit lokal untuk kepentingannya sendiri, tetapi juga melakukan korupsi dari local budget, seperti pemerintah daerah yang kleptokrat92.

Secara teoritis terjadinya korupsi APBD dipengaruhi oleh faktor permintaan dan penawaran. Dari sisi permintaan dimungkinkan karena adanya (1) regulasi dan otorisasi yang memungkinkan terjadinya korupsi, (2) karakteristik tertentu dari sistem perpajakan, dan (3) adanya provisi atas barang dan jasa di       

92

Azis IJ, Wihardja MM, Theory of Endogenous Institution and Evidence from an In Depth Field Study In Indonesia, Economics and Finance in Indonesia vol 58(3), 2010.hal 316.

bawah harga pasar. Sedangkan dari sisi penawaran dimungkinkan terjadi karena (1) tradisi birokrasi yang cenderung korup, (2) rendahnya gaji di kalangan birokrasi, (3) kontrol atas institusi yang tidak memadai, dan (4) transparansi dari peraturan dan hukum93.

Dokumen terkait