• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian-penelitian terdahulu mengenai korupsi dilakukan dengan membangun model ekonomi dalam tingkat mikro yaitu pada level individu, biasanya riset ini dilakukan pada agen pemerintah. Sedangkan seiring dengan munculnya berbagai lembaga yang mengeluarkan indeks persepsi korupsi, sebagai variabel yang dapat mengukur tingkat korupsi, maka munculah berbagai penelitian kuantitatif yang biasanya mengkaji korupsi pada level lintas negara. Krueger95 dan Ackerman96 mempelopori penelitian dalam tingkat mikro, yang mencoba memahami korupsi dari perilaku pencarian rente. Menurut mereka penyuapan (korupsi) menjadi masalah ekonomi karena terdeteksi sebagai perilaku pencarian rente oleh agen pemerintah. Perilaku pencarian rente membuat agen pemerintah menggunakan sebagian besar waktu potensial mereka untuk       

95

Krueger (1974) dalam Riyanto, Korupsi dalam Pembangunan Ekonomi Wilayah: Suatu Kajian Ekonomi Politik dan Budaya, Disertasi, Pascasarjana IPB, 2008, Hal 28.

96

Ackerman SR. Korupsi dan Pemerintahan : Sebab, akibat dan reformasi, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. 2006.

keuntungan pribadinya, hal ini untuk mendapatkan pendapatan tambahan (extra income) untuk kebutuhan dasar, namun akhirnya berkembang menjadi upaya memperkaya diri.

Shleifer dan Vinshy97 menjelaskan bahwa korupsi berdampak negatif terhadap perekonomian, karena korupsi bersifat rahasia (secretive) , walaupun bersifat seperti pajak, namun tidak sama karena korupsi menghindari penditeksian, uang suap sebagai sebuah kontrak tidak bisa dikuatkan di pengadilan. Dan ini membuat orang yang disuap untuk ingkar dan bahkan meminta suap yang lebih tinggi lagi. Beberapa pejabat yang disuap mungkin khawatir terhadap reputasi, namun kebanyakan dari mereka tidak peduli.

Lambsdorff98 berpendapat bahwa korupsi dapat dipahami sebagai bentuk perlakuan istimewa oleh para pembuat keputusan publik. Hal tersebut mengundang pihak swasta untuk mencoba mendapatkan keuntungan dari rente ekonomi yang dihasilkan dan bersaing satu sama lain dengan membayar suap. Dibandingkan dengan lobi kompetitif, korupsi umumnya dijelaskan sebagai bentuk monopoli rent-seeking. Rente disebut korupsi ketika kompetisi untuk perlakuan istimewa terbatas pada beberapa orang dalam.

Nihjar99 Corruption In Less Developed Countries:a study on the problem and solution of Corruption in Indonesia. Nihjar mendeskripsikan ide-ide dasar pemberantasan korupsi yang melihat dari faktor penyebab terjadinya korupsi, yaitu pertama, sistem administrasi yang memberikan peluang terjadinya kebocoran. Kedua, tingkat kesejahteraan aparatur rendah, hukum yang belum cukup untuk menangani perkembangan korupsi yang merajalela, dan kecenderungan kolusi yang sulit dibuktikan. Pencegahan dan penanggulangan yang perlu di tempuh dengan pendekatan multidimensional dan interdisipliner, dalam tiga kategori; (1) penyempurnaan dan pembaruan sistem administrasi,(2) kenaikan kesejahteraan aparatur (3)pembaruan sistem hukum pidana nasional untuk mencegah kolusi.

       97

Shleifer A, Vinshy RW. Corruption. The Quarterly Journal of Economics, Vol 108, No.3.(Aug,1993), 1993, pp 559-617.

98

Lambsdroff JD, Corruption and Rent Seeking. Nedherlands: Kluwer Academic Publisher, Public Choice113, 2002, Hal 97-125.

99

Nisjar, K. Corruption In Less Developed Countries (a study on the Problem and Sollution of Corruption in Indonesia), Jurnal Akuntansi 4(3), September, 2005, hal 260-265.

Riyanto100 menganalisis Korupsi dalam Pembangunan Wilayah, dengan pendekatan faktor ekonomi politik dan budaya, hasilnya adalah lemahnya akuntabilitas politis seperti birokrasi di daerah (kabupaten/kota) dan beberapa faktor seperti euphoria demokrasi/otonomi ekonomi telah memunculkan berbagai masalah perumusan, pelaksanaan dan pengawasan regulasi sehingga peraturan daerah yang muncul cenderung bias kepentingan eksekutif (birokrat) dan legislatif serta kelompok kepentingan tertentu. Maka bibit korupsi sudah muncul sejak perumusan regulasi (by design) dan kemudian terjadi pada saat pelaksanaan dan pengawasan. Korupsi demikian seolah-olah legal (Legalized Corruption). Faktor ekonomi politik dan budaya feodalilistik-paternalistik terwujud dalam budaya birokrasi patrimonial yang berpengaruh terhadap terjadinya korupsi. Selain itu, Riyanto juga mendeskripsikan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada era otonomi daerah ternyata tidak berkualitas, hal tersebut karena meningkatnya pertumbuhan ekonomi pada masa otonomi daerah tidak mampu menurunkan angka pengangguran dan kemiskinan.

Sedangkan penelitian kuantitatif yang mencoba mengukur dampak korupsi terhadap pertumbuhan ekonomi menggunakan variabel korupsi (indeks persepsi korupsi) adalah Mauro101 pertamakali meneliti dampak korupsi terhadap pertumbuhan ekonomi, dalam Corruption and Growth menggunakan data panel indeks persepsi korupsi Business International (BI) dari 70 negara, pada periode 1960-1985. Metode analisis dengan two-stage least squares regression (2SLS) dan Ordinary Least Square (OLS). Hasilnya adalah terdapat hubungan negatif dan signifikan antara korupsi dan pertumbuhan rata-rata tahunan, pada periode 1960- 1985, juga antara korupsi dan investasi.

Rahman, Kisunko, Kapoor102 dengan judul Estimating The Effect of Corruption Implications for Bangladesh. Data yang digunakan adalah indeks korupsi dari International Country Risk Guide (ICRG) index pada periode 1990- 1997 pada 63 negara di dunia. Dengam model panel statis . Hasilnya Korupsi

       100

Riyanto. Korupsi dalam pembangunan ekonomi wilayah: suatu kajian ekonomi politik dan budaya. Disertasi. Pascasarjana IPB. 2008.

101

Mauro P. Corruption and growth, Quarterly Journal of Economics 110(3): 681-712.1995.

102

Rahman A, Kisunko G, Kapoor K. Estimating the effect of Corruption Implication for Bangladesh.World Bank Report . 2000. www.worldbank.org

berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dan investasi (asing dan domestik).

Dewi103 menganalisis Pengaruh Korupsi Terhadap Pertumbuhan, Investasi Domestik dan Foreign Direct investment. Dalam model pertumbuhan variabel- variabel bebas yang digunakan adalah GDP/kapita, populasi, pendidikan dan indeks korupsi. Data indeks korupsi yang digunakan adalah indeks korupsi dari Political Economics Risk Concultancy pada 11 negara di asia tahun 1995-2000. metode analisis dengan panel statis . Hasilnya adalah Korupsi berhubungan negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dan investasi domestik, dan berhubungan negatif, namun tidak signifikan terhadap FDI. Maksudnya walaupun negatif namun investor asing lebih mempertimbangkan faktor lain seperti cost of doing business di Asia yang lebih kompetitif dibandingkan kawasan lain.

Swaleheen dan Stansel104, dengan judul Economic Freedom, Corruption, and Growth. Data yang digunakan adalah data panel 60 negara. Dengan metode regresi panel dynamic. Dimana dalam modelnya menggunakan variabel utama Growth (diproksi dengan pertumbuhan GDP perkapita) dan Korupsi ( indeks korupsi dari International Country Risk Guide/ICRG) variabel bebas lainnya adalah investasi, economic freedom dan variabel kontrol (x) misalnya seperti tingkat pertumbuhan populasi. Hasilnya Korupsi dapat menurunkan pertumbuhan ekonomi, ketika pelaku ekonomi memiliki pilihan yang sedikit/ kebebasan ekonomi rendah, Korupsi dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi apabila memiliki banyak pilihan/kebebasan ekonomi tinggi.

Prahara105menganalisis Disparitas Antar Wilayah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Kalimantan Barat, walaupun tidak menyertakan variabel korupsi, namun penelitian ini menggunakan model pertumbuhan regional yang mengacu pada model pertumbuhan Mankiw,Romer,Weil (MRW) yang menyertakan human capital sebagai salah satu faktor determinan, yang di proksi dengan angka harapan hidup (AHH) untuk tingkat kesehatan, dan angka melek       

103

Dewi. Analisis Pengaruh Korupsi Terhadap Pertumbuhan, Investasi Domestik dan Foreign Direct investment .Tesis. FEUI. 2002.

104

Swaleheen M, Stansel D, Economic Freedom, Corruption and Growth, Cato Journal,.27(3), 2007, hal 343-258.

105

Prahara G. Analisis Disparitas Antar Wilayah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Kalimantan Barat. Tesis. Pascasarjana FEM IPB. 2010.

huruf (AMH) juga rata-rata lama sekolah (RLS) untuk tingkat pendidikan. Dalam penelitiannya faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan anggaran pembangunan/modal (LNAPBD), peningkatan angka harapan hidup (LNAHH), peningkatan angka melek huruf (LNAMH), peningkatan rata-rata lama sekolah (LNRLS), pertumbuhan jumlah penduduk (LNPNDDK), peningkatan panjang jalan (LNPJLNT), peningkatan produksi listrik (LNPPLN). Hasilnya adalah APBD, PDDK, AHH positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, sedangkan AMH, RLS, PJLNT dan PPLN tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

Dibandingkan dengan penelitian-penelitian terdahulu, dalam penelitian ini pembahasan korupsi difokuskan pada korupsi di daerah (termasuk korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah/APBD) yang terjadi di salah satu daerah di Indonesia (Provinsi Banten), yang diduga penyebabnya adalah faktor dalam proses politik di daerah dari maraknya rent seeking behavior oknum pelaku ekonomi dan pemegang kekuasaan, dan juga sekaligus menganalisis dampak korupsi terhadap pertumbuhan ekonomi di level daerah. Selama ini penelitian-penelitian yang ada menganalisis dampak korupsi terhadap pertumbuhan ekonomi dengan cakupan lintas negara, sedangkan penelitian ini menganalisis dampak korupsi terhadap pertumbuhan ekonomi regional di Indonesia pada masa otonomi daerah di tahun 2008 dan 2010, hal ini seiring dengan dikeluarkannya indeks persepsi korupsi daerah 50 kabupaten/ kota pada tahun 2008 dan 2010 di Indonesia. .

Dokumen terkait