• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Deskripsi Data

Penelitian ini melibatkan tiga variabel, yang terdiri dari dua variabel bebas dan satu variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran dan aktivitas belajar siswa, sedangkan variabel terikatnya adalah prestasi belajar matematika siswa. Untuk memperoleh gambaran tentang data penelitian, berikut ini adalah deskripsi data prestasi belajar matematika, dan deskripsi data aktivitas belajar.

Data prestasi belajar diperoleh setelah kegiatan pembelajaran pada kompetensi dasar menghitung luas permukaan dan volume kubus, balok, prisma, dan limas. Instrumen yang digunakan adalah instrumen tes prestasi yang terdiri dari 25 butir soal pilihan ganda yang telah diuji validitas, reliabilitas, daya beda, dan tingkat kesukarannya.

Rangkuman deskripsi data prestasi belajar matematika pada materi bangun ruang sisi datar terlihat pada Tabel 4.2 dan Tabel 4.3 berikut ini.

commit to user

Tabel 4.2 Deskripsi Data Prestasi Belajar Matematika Berdasarkan Model Pembelajaran

Tabel 4.3 Deskripsi Data Prestasi Belajar Matematika Berdasarkan Aktivitas Belajar

Data aktivitas belajar matematika diperoleh setelah kegiatan pembelajaran pada kompetensi dasar menghitung luas permukaan dan volume kubus, balok, prisma, dan limas. Instrumen yang digunakan adalah instrumen angket yang terdiri dari 30 butir yang telah diuji validitas, reliabilitas, dan konsitensi internalnya. Data aktivitas belajar siswa dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu aktivitas tinggi, aktivitas sedang, dan aktivitas rendah.

Rerata skor aktivitas () = 84,015 dan standart deviasi (SD) = 10,670.

Aktivitas tinggi jika skor aktivitas siswa lebih dari  + 0,5 = 89,350, aktivitas sedang jika skor aktivitas siswa pada rentang  − 0,5 sampai dengan  + 0,5 , yaitu pada rentang 78,680 sampai dengan 89,350.

Aktivitas rendah jika skor aktivitas siswa kurang dari  − 0,5 = 78,680.

Statistik Deskriptif Model Pembelajaran

STAD kontekstual STAD Konvensional

Nilai terendah 24 24 16

Nilai tertinggi 100 88 96

Rerata 62,034 54,036 48,743

Median 64 52 48

Modus 68 52 44

Standart Deviasi 16,492 15,169 15,395

Statistik Deskriptif Aktivitas Belajar

Tinggi Sedang Rendah

Nilai terendah 36 24 16

Nilai tertinggi 100 88 76

Rerata 66,991 51,967 45,905

Median 68 52 44

Modus 72 48 40

Standart Deviasi 13,767 14,812 13,791

commit to user C. Hasil Analisis Data 1. Uji Prasyarat terhadap Kemampuan Awal

Uji prasyarat terhadap kemampuan awal terdiri dari uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas menggunakan uji Liliefors karena data tidak dalam distribusi frekuensi data bergolong, sedangkan uji homogenitas menggunakan metode Bartlett dengan statistik uji Chi Kuadrat.

a. Uji Normalitas

1) Uji normalitas terhadap kemampuan awal kelompok eksperimen I Dari hasil perhitungan dengan jumlah sampel 116 nsiswa diperoleh harga Lobs = 0,0621 sedangkan harga Ltabel = 0,0823 pada tingkat signifikan 0,05. Karena harga Lobs kurang dari Ltabel berarti data berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

2) Uji normalitas terhadap kemampuan awal kelompok eksperimen II Dari hasil perhitungan dengan jumlah sampel 110 siswa diperoleh harga Lobs = 0,04333 sedangkan harga Ltabel = 0,0845 pada tingkat signifikan 0,05. Karena harga Lobs kurang dari Ltabel berarti data berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

3) Uji normalitas terhadap kemampuan awal kelompok kontrol

Dari hasil perhitungan dengan jumlah sampel 113 siswa diperoleh harga Lobs = 0,0513 sedangkan harga Ltabel = 0,0833 pada tingkat signifikan 0,05. Karena harga Lobs kurang dari Ltabel berarti data berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

Perhitungan uji normalitas terhadap kemampuan awal selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 17.

b. Uji Homogenitas terhadap Kemampuan Awal

Uji homogenitas terhadap kemampuan awal dilakukan untuk mengetahui apakah variansi-variansi dari masing-masing kelompok sama.

Jika variansi-variansinya sama berarti variansi-variansi homogen. Uji homogenitas untuk prasyarat uji keseimbangan menggunakan uji Bartlett dengan statistik uji Chi Kuadrat. Dari uji yang dilakukan diperoleh harga χ = 0,0046, sedangkan harga χ = χ,; = 5,991. Karena χ

commit to user

kurang dari χ,; maka H0 diterima, yang berarti bahwa variansi-variansi kelompok eksperimen I, kelompok eksperimen II, dan kelompok kontrol homogen. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran18.

2. Uji Keseimbangan Rataan terhadap Kemampuan Awal

Uji keseimbangan dilakukan untuk mengetahui apakah kelompok eksperimen I, kelompok eksperimen II, dan kelompok kontrol memiliki kemampuam awal yang sama sebelum diberikan perlakun. Pada penelitian ini, data yang digunakan untuk mengetahui kemampuan awal siswa adalah nilai mata pelajaran matematika hasil UASBN SD tahun pelajaran 2009/2010.

Setelah dilakukan uji keseimbangan menggunakan uji anava satu jalan dengan sel tak sama, diperoleh rangkuman analisis variansi sebagai berikut.

Tabel 4.4 Rangkuman Analisis Variansi Kemampuan Awal

Sumber JK dk RK Fobs F Keputusan Uji

Perlakuan (A) 0,250 2 0,125 0,13 3,00 diterima Galat (G) 311,855 336 0,928

Total (T) 312,104 338

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa nilai Fobs adalah 0,13.

Sedangkan DK = {F | F > 3,00}, sehingga Fobs tidak berada pada daerah kritis.

Dengan kata lain H0 diterima. Ini berarti bahwa kelompok eksperimen I, kelompok eksperimen II dan kelompok kontrol mempunyai kemampuan awal yang seimbang. Data kemampuan awal selengkapnyan dapat dilihat pada Lampiran 16, sedangkan perhitungan uji keseimbangan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 19.

3. Uji Prasyarat Analisis Variansi

Uji prasyarat analisis variansi terdiri dari uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas menggunakan uji Liliefors karena data tidak dalam distribusi frekuensi data bergolong, sedangkan uji homogenitas menggunakan metode Bartlett dengan statistik uji Chi Kuadrat.

commit to user a. Uji Normalitas

1) Uji normalitas terhadap prestasi belajar kelompok eksperimen I.

Dari hasil perhitungan dengan jumlah sampel 116 siswa diperoleh harga Lobs = 0,0651 sedangkan harga Ltabel = 0,0823 pada tingkat signifikan 0,05. Karena harga Lobs kurang dari Ltabel berarti data berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

2) Uji normalitas terhadap prestasi belajar kelompok eksperimen II.

Dari hasil perhitungan dengan jumlah sampel 110 siswa diperoleh harga Lobs = 0,0790 sedangkan harga Ltabel = 0,0845 pada tingkat signifikan 0,05. Karena harga Lobs kurang dari Ltabel berarti data berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

3) Uji normalitas terhadap prestasi belajar kelompok kontrol.

Dari hasil perhitungan dengan jumlah sampel 113 siswa diperoleh harga Lobs = 0,0805 sedangkan harga Ltabel = 0,0833 pada tingkat signifikan 0,05. Karena harga Lobs kurang dari Ltabel berarti data berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

4) Uji normalitas terhadap prestasi belajar kelompok aktivitas tinggi.

Dari hasil perhitungan dengan jumlah sampel 111 siswa diperoleh harga Lobs = 0,0734 sedangkan harga Ltabel = 0,0841 pada tingkat signifikan 0,05. Karena harga Lobs kurang dari Ltabel berarti data berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

5) Uji normalitas terhadap prestasi belajar kelompok aktivitas sedang.

Dari hasil perhitungan dengan jumlah sampel 123 siswa diperoleh harga Lobs = 0,0765 sedangkan harga Ltabel = 0,0799 pada tingkat signifikan 0,05. Karena harga Lobs kurang dari Ltabel berarti data berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

6) Uji normalitas terhadap prestasi belajar kelompok aktivitas rendah.

Dari hasil perhitungan dengan jumlah sampel 105 siswa diperoleh harga Lobs = 0,0759 sedangkan harga Ltabel = 0,0865 pada tingkat signifikan 0,05. Karena harga Lobs kurang dari Ltabel berarti data berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

commit to user

Perhitungan uji normalitas prestasi belajar selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 28, 29, 30, 31, 32, dan 33. Adapun rangkuman hasil uji normalitas prestasi belajar dapat dilihat pada Tabel 4.5 berikut ini.

Tabel 4.5 Rangkuman Uji Normalitas Prestasi Belajar Matematika

No Kelompok Banyak

data Lobs Ltabel

Keputusan

Uji Keterangan 1 Eksperimen I 116 0,0651 0,0823 Diterima Normal 2 Eksperimen II 110 0,0790 0,0845 Diterima Normal

3 Kontrol 113 0,0805 0,0833 Diterima Normal

4 Aktivitas Tinggi 111 0,0734 0,0841 Diterima Normal 5 Aktivitas Sedang 123 0,0765 0,0799 Diterima Normal 6 Aktivitas Rendah 105 0,0759 0,0865 Diterima Normal

b. Uji Homogenitas

1) Uji Homogenitas Prestasi Belajar Pada Model Pembelajaran

Hasil uji homogenitas prestasi belajar matematika pada model pembelajaran diperoleh χ = 0,910 sedangkan χ,; = 5,991. Ini menunjukkan bahwa χ kurang dari χ,; , sehingga H0 diterima, yang berarti variansi-variansi kelompok eksperimen I, kelompok eksperimen II dan kelompok kontrol homogen. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 34.

2) Uji Homogenitas Prestasi Belajar Pada Aktivitas Belajar

Hasil uji homogenitas prestasi belajar matematika pada aktivitas belajar diperoleh χ = 0,821 sedangkan χ,; = 5,991. Ini menunjukkan bahwa χ kurang dari χ,; , sehingga H0 diterima, yang berarti variansi-variansi kelompok aktivitas belajar tinggi, kelompok aktivitas belajar sedang, dan kelompok aktivitas rendah homogen. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 35.

4. Uji Hipotesis

Uji hipotesis pada penelitian ini menggunakan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama (3 x 3) dengan tingkat signifikan 0,05. Perhitungan uji hipotesis selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 36. Hasil perhitungan analisis variansi prestasi belajar terangkum pada Tabel 4.6 sebagai berikut.

commit to user

Tabel 4.6 Rangkuman Analisis Variansi

Sumber variansi JK dk RK Fobs F α Keputusan

Uji Model

Pembelajaran (A)

7961,901 2 3980,951 22,300 3,022 ditolak

Aktivitas (B) 24456,320 2 12228,160 68,497 3,022 ditolak

Interaksi (AB)

511,478 4 127,870 0,716 2,399 diterima

Galat

58911,935 330 178,521 -

Total

91841,634 338 - -

Berdasarkan hasil analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama di atas dapat disimpulkan bahwa:

a. Pada Model Pembelajaran

Hasil uji hipotesis pada baris utama A (model pembelajaran) menunjukkan harga Fobs = 22,300 sedangkan F0,05;2;335 = 3,022. Karena Fobs > F0,05;2;335 maka H0A ditolak, sehingga terdapat αi ≠ 0 dengan i = 1, 2, 3. Ini berarti bahwa terdapat perbedaan prestasi belajar matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbasis kontekstual, model pembelajaran kooperatif tipe STAD, dan model pembelajaran konvensional pada materi bangun ruang sisi datar.

b. Pada Aktivitas Belajar

Hasil uji hipotesis pada kolom utama B (aktivitas belajar) menunjukkan harga Fobs = 68,497 sedangkan F0,05;2;335 = 3,022. Karena Fobs > F0,05;2;335 maka H0B ditolak, sehingga terdapat βj ≠ 0 dengan j = 1, 2, 3. Ini berarti bahwa prestasi belajar matematika siswa dengan aktivitas belajar tinggi berbeda dengan prestasi belajar siswa dengan aktivitas belajar sedang, maupun aktivitas belajar rendah. Prestasi belajar siswa dengan aktivitas belajar sedang berbeda dengan prestasi belajar matematika siswa dengan aktivitas belajar rendah.

commit to user

c. Pada Interaksi Model Pembelajaran dan Aktivitas Belajar

Hasil uji hipotesis pada interaksi AB (model pembelajaran dan aktivitas belajar) menunjukkan Fobs = 0,716 sedangkan F0,05;4;335 = 2,399. Karena Fobs < F0,05;4;335 maka H0AB diterima, sehingga (αβ)ij = 0 untuk setiap i,j = 1, 2, 3. Ini berarti bahwa tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan aktivitas belajar matematika.

5. Uji Lanjut Pasca Anava

Pada keputusan uji anava H0A dan H0B ditolak, karena ada tiga baris dan tiga kolom maka perlu dilakukan uji komparasi ganda pasca anava antar baris dan uji komparasi ganda pasca anava antar kolom dengan menggunakan pendekatan Scheffe. Rataan masing-masing sel dan rataan marginal pada baris dan kolom dapat dilihat pada Tabel 4.7. berikut ini.

Tabel 4.7 Rataan Masing-masing Sel Dan Rataan Marginal Model

Pembelajaran

Aktivitas Belajar Rataan Marginal Tinggi (B1) Sedang (B2) Rendah (B3)

A1 72,00 58,63 52,94 62,03

A2 67,53 51,81 43,03 54,04

A3 59,76 46,10 42,11 48,74

Rataan Marginal 66,99 51,97 45,90

Rangkuman uji komparasi ganda pasca anava antar baris dan uji komparasi ganda pasca anava antar kolom dapat dilihat pada Tabel 4.8 berikut ini.

Tabel 4.8 Rangkuman Komparasi Ganda

H0 Fobs 2F0,05;2;330 Keputusan Uji

µ1. = µ2. 20,232 6,046 H0 ditolak

µ1. = µ3. 56,642 6,046 H0 ditolak

µ2. = µ3. 8,747 6,046 H0 ditolak

µ.1 = µ.2 16,585 6,046 H0 ditolak

µ.1 = µ.3 55,255 6,046 H0 ditolak

µ.2 = µ.3 13,158 6,046 H0 ditolak

commit to user

Tabel 4.8 di atas menunjukkan semua H0 ditolak. Ini berarti bahwa:

a. Terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbasis kontekstual dan siswa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

b. Terdapat perbedaan prestasi belajar matematika siswa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbasis kontekstual dan siswa menggunakan model pembelajaran konvensional.

c. Terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan siswa menggunakan model pembelajaran konvensional.

d. Terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa dengan aktivitas belajar tinggi dan siswa dengan aktivitas belajar sedang.

e. Terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa dengan aktivitas belajar tinggi dan siswa dengan aktivitas belajar rendah.

f. Terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa dengan aktivitas belajar sedang dan siswa dengan aktivitas belajar rendah.

Hasil uji hipotesis menunjukkan H0AB diterima sehingga tidak dilakukan uji kompatasi ganda pasca anava antar sel. Perhitungan uji komparasi ganda selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 37 dan Lampiran 38.

D. Pembahasan Hasil Penelitian 1. Hipotesis Pertama

Berdasarkan hasil analisis variansi dua jalan sel tak sama, pada baris utama A (model pembelajaran) diperoleh Fobs = 22,300 lebih dari F(0,05;2;335) = 3,022, sehingga H0 ditolak. Ini berarti terdapat perbedaan prestasi belajar matematika pada materi bangun ruang sisi datar, siswa dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbasis kontekstual, siswa dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, dan siswa dengan model pembelajaran

commit to user

konvensional. Setelah dilakukan uji komparasi ganda pasca anava pada baris yang sama dengan pendekatan Scheffe diperoleh F1.-2. = 20,232 lebih dari 2F(0,05;2;330) = 6,046; F1.-3. = 56,642 lebih dari 2F(0,05;2;330) = 6,046; F2.-3. = 8,747 lebih dari 2F(0,05;2;330) = 6,046, sehingga H0 ditolak. Dengan memperhatikan rataan marginal model pembelajaran diperoleh rataan marginal prestasi belajar matematika siswa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbasis kontekstual 62,03; siswa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD 54,04; dan siswa menggunakan model pembelajaran konvensional 48,74 dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar matematika siswa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbasis kontekstual lebih baik daripada prestasi belajar matematika siswa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, prestasi belajar matematika siswa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbasis kontekstual lebih baik daripada prestasi belajar matematika siswa menggunakan model pembelajaran konvensional, prestasi belajar matematika siswa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik daripada prestasi belajar matematika siswa menggunakan model pembelajaran konvensional.

Hasil penelitian ini memperkuat pendapat Rai dalam Gul Nazir Khan (2011) bahwa STAD adalah salah satu dari banyak strategi dalam pembelajaran kooperatif, yang membantu meningkatkan kerjasama dan mengatur diri sendiri kemampuan belajar. Dalam STAD terjadi interaksi yang baik antara siswa, meningkatkan sikap positif terhadap pelajaran, meningkatkan percaya harga diri, meningkatkan keterampilan interpersonal, sehingga siswa lebih mudah memahami pelajaran. Juga memperkuat pendapat Agus Suprijono (2010: 80) bahwa pembelajaran kontekstual bertujuan membantu peserta didik memahami makna bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan nyata, sehingga pembelajaran menjadi bermakna. Akibatnya prestasi belajar siswa menjadi lebih baik.

commit to user

Pada kenyataaannya dalam proses pembelajaran, siswa dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbasis kontekstual membuat siswa termotivasi karena adanya penghargaan, lebih mudah memahami materi karena siswa mengkonstruksikan sendiri pengetahuannya dan materi dikaitkan dengan kehidupan hari-hari sehingga materi lebih bermakna, terjadi kerjasama antar siswa dan ada rasa tanggung jawab siswa secara individu. Dalam pembelajaran tipe STAD setelah guru mempresentasikan materi dilanjutkan dengan diskusi kelompok, siswa yang belum begitu memahami materi saat guru presentasi akan terbantu dengan adanya diskusi kelompok. Sehingga siswa dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD berbasis kontekstual mempunyai prestasi belajar lebih baik daripada siswa dengan model pembelajaran tipe STAD maupun konvensional. Dan siswa dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik daripada siswa dengan model pembelajaran konvensioal

2. Hipotesis Kedua

Berdasarkan hasil analisis variansi dua jalan sel tak sama, pada kolom utama B (aktivitas belajar) diperoleh Fobs = 68,497 lebih dari F(0,05;2;335) = 3,022, sehingga H0 ditolak. Ini berarti bahwa terdapat perbedaan prestasi belajar matematika siswa dengan aktivitas belajar tinggi, siswa dengan aktivitas belajar sedang, dan siswa dengan aktivitas belajar rendah. Setelah dilakukan uji komparasi ganda pasca anava dengan pendekatan Scheffe diperoleh F.1-.2 = 73,768 lebih dari 2F(0,05;2;330) = 6,046; F.1-.3 = 134,390 lebih dari 2F(0,05;2;330) = 6,046; F.2-.3 = 11,663 lebih dari 2F(0,05;2;330) = 6,046, sehingga H0 ditolak. Dengan memperhatikan rataan marginal aktivitas belajar diperoleh rataan marginal prestasi belajar matematika siswa dengan aktivitas belajar tinggi 66,99; siswa dengan aktivitas belajar sedang 51,97; dan siswa dengan aktivitas belajar rendah 45,90 dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar matematika siswa dengan aktivitas tinggi lebih baik daripada prestasi belajar matematika siswa dengan aktivitas belajar sedang. Prestasi belajar matematika siswa dengan aktivitas belajar tinggi lebih baik daripada prestasi belajar matematika siswa dengan aktivitas belajar rendah. Prestasi belajar

commit to user

matematika siswa dengan aktivitas sedang lebih baik daripada prestasi belajar matematika siswa dengan aktivitas belajar rendah.

Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Djamanah (2008: 38) belajar bukanlah berproses dalam kehampaan. Tidak pula pernah sepi dari berbagai aktivitas. Tidak pernah terlihat orang yang belajar tanpa melibatkan aktivitas raganya. Juga sesuai pendapat Montessori dalam Sardiman (2011:

96) yang menegaskan bahwa anak-anak memiliki tenaga-tenaga untuk berkembang sendiri, membentuk sendiri. Yang lebih banyak melakukan aktivitas di dalam pembentukan diri adalah anak itu sendiri, sedang pendidik memberikan bimbingan dan merencanakan segala kegiatan yang akan diperbuat oleh anak didik. Semakin aktif siswa dalam persiapan dan partisipasi dalam pembelajaran, mendengarkn, bertanya, mengeluarkan pendapat, menulis atau mencatat, membaca, mempelajari kembali dn latihan maka siswa semakin memahami materi pelajaran. Akibatnya semakin baik prestsi belajarnya.

3. Hipotesis Ketiga

Berdasarkan hasil analisis variansi dua jalan pada sel tak sama, pada interaksi AB (model pembelajaran dan aktivitas belajar) diperoleh Fobs = 0,716 kurang dari F(0,05;4;335) = 2,399, sehingga H0 diterima. Ini berarti bahwa:

a. Prestasi belajar pada masing-masing model pembelajaran

Prestasi belajar matematika pada masing-masing model pembelajaran (model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbasis kontekstual, model pembelajaran kooperatif tipe STAD, dan model pembelajaran konvensional) konsisten pada masing-masing kategori aktivitas belajar. Dengan kata lain apapun model pembelajarannya prestasi belajar matematika siswa dengan aktivitas belajar tinggi lebih baik daripada prestasi belajar matematika siswa dengan aktivitas belajar sedang maupun rendah, prestasi belajar matematika siswa dengan aktivitas belajar sedang lebih baik daripada prestasi belajar matematika siswa dengan aktivitas belajar rendah.

Hasil penelitian ini sejalan dengan teori pembelajaran kontekstual bahwa siswa membangun pengetahuannya sendiri melalui keterlibatan

commit to user

aktif dalam pembelajaran, ketrampilan dan pengetahuan siswa hasil dari menemukan sendiri dengan cara bekerja sama dengan siswa lain. Ini berarti hasil pembelajaran kontekstual sangat memerlukan keaktifan siswa. Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Iqbal Majoka (2010) menunjukkan bahwa STAD disediakan untuk siswa dengan tingkat keterlibatan dalam pembelajaran lebih tinggi dibanding dengan model pembelajaran tradisional. Ini berarti siswa dengan aktivitas yang lebih tinggi akan lebih baik prestasi belajarnya. Sedangkan dalam teori pembelajaran konvensional menyatakan bahwa terdapat fase guru memberikan bimbingan pelatihan awal, mengecek pemahaman siswa, dan memberi kesempatan siswa untuk pelatihan lanjutan dan penerapan. Ini berarti jika siswa lebih aktif memperhatikan bimbingan pelatihan awal, siswa berusaha memahami materi dengan cara bertanya maupun menjawab pertanyaan guru, siswa yang rajin mengerjakan latihan lanjutan akan menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan pada pembelajaran kontekstual, STAD dan konvensional memerlukan keaktifan siswa.

Sehingga siswa dengan aktivitas tinggi mempunyai prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa dengan ativitas sedang maupun rendah. Siswa dengan aktivitas belajar sedang mempunyai prestasi belajar lebih baik daripada siswa dengan aktivitas belajar rendah.

b. Prestasi belajar pada masing-masing aktivitas belajar

Prestasi belajar matematika pada masing-masing aktivitas belajar (aktivitas tinggi, sedang, dan rendah) konsisten pada masing-masing model pembelajaran. Ini berarti siswa dengan aktivitas belajar tinggi, prestasi belajar matematika siswa dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbasis kontekstual lebih baik daripada prestasi belajar siswa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD maupun model pembelajaran konvensional, prestasi belajar siswa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik daripada prestasi belajar matematika siswa menggunakan model pembelajaran konvensional.

commit to user

Menurut teori pembelajaran, pada proses belajar model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbasis kontekstual, guru membimbing siswa mengkonstruksikan pengetahuannya dengan cara mengaitkan materi pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari, pembelajaran berfokus pada siswa melalui peran aktif siswa dalam bekerja sama pada kelompok diskusi dan presentasi. Setiap siswa bertanggung jawab memahami materi secara individu, dan adanya penghargaan akan memotivasi siswa untuk mendapatkan prestasi belajar yang lebih baik.

Pada kenyataannya dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbasis kontekstual siswa dengan aktivitas tinggi berperan aktif dalam mengkonstruksikan pengetahuan, menjadi tutor sebaya dalam kelompok diskusi, menjadi perwakilan kelompok pada saat presentasi, sehingga siswa dengan aktivitas tinggi pemahaman materi pelajarannya lebih baik, akibatnya prestasi belajarnya lebih baik jika belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbasis kontekstual.

Siswa dengan aktivitas belajar sedang, prestasi belajar matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbasis kontekstual lebih baik daripada dengan model pembelajaran tipe STAD maupun konvensional. Prestasi belajar dengan menggunakan model pembelajaran tipe STAD lebih baik daripada model pembelajaran konvensional. Hal ini sesuai dengan kenyataannya, dalam proses belajar dengan model pembelajaran kooperatif STAD berbasis kontekstual, siswa lebih termotivasi untuk dapat memahami materi pelajaran karena materi dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari, ada kesempatan mengemukakan pendapat di saat diskusi dan presentasi, pemahaman materi segera dapat diketahui melalui quis. Akibatnya prestasi belajar siswa dengan aktivitas sedang lebih baik jika menggunakan model pembelajaran kooperatif STAD berbasis kontekstual.

Siswa dengan aktivitas belajar rendah, prestasi belajar matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbasis kontekstual lebih baik daripada dengan model pembelajaran kooperatif

commit to user

tipe STAD maupun konvensional. Prestasi belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran tipe STAD lebih baik daripada dengan menggunakan model pembelajaran konvensional. Menurut teori pembelajaran, pembelajaran konvensional memiliki beberapa kelebihan diantaranya materi diberikan secara terstuktur oleh guru, dan guru memberikan tekanan-tekanan pada hal-hal yang penting, guru mengecek pemahaman siswa sehingga siswa dengan aktivitas belajar rendah lebih mudah memahami materi bila dibandingkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbasis kontekstual maupun model pembelajaran kooperatif tipe STAD, karena pada kedua model pembelajaran tersebut memerlukan aktivitas belajar yang lebik tinggi.

Namun pada kenyataannya siswa dengan aktivitas belajar rendah mempunyai prestasi belajar siswa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbasis kontekstual lebih baik daripada model pembelajaran kooperatif tipe STAD maupun model pembelajaran konvensional. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor penyebab prestasi belajar siswa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe

Namun pada kenyataannya siswa dengan aktivitas belajar rendah mempunyai prestasi belajar siswa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbasis kontekstual lebih baik daripada model pembelajaran kooperatif tipe STAD maupun model pembelajaran konvensional. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor penyebab prestasi belajar siswa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe

Dokumen terkait