• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PEBELITIAN DAN PEMBAHASAN

3. Deskripsi Data Hasil Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi. Wawancara yang dilakukan yaitu wawancara mendalam dan observasi yang dilaksanakan yaitu observasi partisipan dengan dibantu panduan yang telah dibuat oleh peneliti. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari- Februari 2015 dengan setting penelitian di ruang fisioterapi.

Data yang diambil oleh peneliti adalah tentang proses layanan fisioterapi bagi anak tunadaksa di SLB Negeri 1 Bantul. Data tentang layanan fisioterapi tersebut meliputi pelaksanaan fisioterapi, kendala yang dihadapi dalam melakukan fisioterapi, upaya dalam mengatasi kendala, dan peran guru dalan layanan fisioterapi. Berikut ini adalah paparan mengenai data-data hasil penelitian yang telah didapatkan oleh peneliti.

a. Pelaksanaan Layanan Fisioterapi di SLB Negeri 1 Bantul

Fisioterapi merupakan salah satu kurikulum tambahan bagi anak tunadaksa yang sesuai dengan salah satu tujuan pendidikan anak tunadaksa yaitu mengembangkan keadaan fisik dari anak tunadaksa.

52

Pelaksanaan fisioterapi dilakukan di ruang fisioterapi dan dilaksanakan setiap hari bagi anak-anak tunadaksa. Setiap kelas mempunyai jadwal fisioterapi 2 kali dalam seminggu. Prosedur pelaksanaan fisioterapi ditinjau dari peralatan yang tersedia dan yang digunakan, jenis fisioterapi yang dilaksanakan di SLB Negeri 1 Bantul, langkah-langkah yang dilakukan dalam fisioterapi, prosedur dalam fisioterapi, asesmen anak tunadaksa, perencanaan dan evaluasi dalam fisioterapi di SLB Negeri 1 Bantul serta kenyamanan anak tunadaksa.

1) Peralatan yang tersedia dan digunakan di ruang fisioterapi SLB Negeri 1 Bantul

Berdasarkan hasil wawancara, observasi dan dokumentasi peralatan yang ada di ruang fisioterapi antara lain:

53

Tabel 4. Daftar Inventaris Peralatan di SLB Negeri 1 Bantul

No. Nama Barang Jumlah 1. Tangga Th 1

2. Stady/standing table 3

3. Meja goyang/ tri bolen 3 4. Tongkat/brace 4 5. Welker Besi 6 6. Welker Kayu 2 7. Kursi CP 8 8. Langkah th 1 9. Pasah/ wedge 4 10. Kursi roda tanggung 1 11. Titian Th 1 12. Bola Besar 3 13. Sepeda Sport 8 14. Air Jogger 2 15. Dayung 2 16. Kursi Roda Standar 10 17. Pararel besi 2 18. Kruk 4 19. Rolling 1 20. Bed 2 21. Kasur 3 22. Brace 1 23. Protese 2 24. Cermin 1 25. Box or 1 26. Vibrator 3 27. Stimulasi 1 28. Infrared 3 29. Puzzle angka 1 30. Puzzle huruf 1 31. Bola 2

Peralatan di atas merupakan peralatan sebagai alat bantu untuk meningkatkan kemampuan fisik anak tunadaksa dan terdapat beberapa peralatan yang digunakan sebagai peralatan main untuk anak-anak tunadaksa. Peralatan yang ada di ruang fisioterapi

54

memiliki kondisi yang baik. Namun terdapat beberapa alat yang tidak digunakan. Terdapat penyataan guru yang mengemukakan bahwa

“sarana dan prasarana kurang termanfaatkan, kurang

maksimal, entah itu rusak atau memang karena tenaganya yang terbatas sehingga tidak bisa dikelola dengan

maksimal.”

Pernyataan dari salah satu guru tersebut menjelaskan bahwa peralatan di ruang fisioterapi belum digunakan secara maksimal. Guru mengemukakan hal tersebut dikarenakan peralatan tersebut mungkin rusak atau karena fisioterapis yang terbatas sehingga peralatan kurang termanfaatkannya dengan maksimal.

Berdasarkan wawancara dengan ketiga fisioterapi peralatan yang sering digunakan yaitu walker, standing table, infrared, vibrator dan stimulasi. Berdasarkan wawancara, peralatan yang lain kurang digunakan secara maksimal dikarenakan waktu yang terbatas.

2) Jenis Fisioterapi yang dilakukan di SLB Negeri 1 Bantul

Fisioterapi memiliki banyak jenisnya. Dari berbagai jenis fisioterapi, fisioterapis di SLB Negeri 1 Bantul menggunakan jenis fisioterapi yaitu pemijatan/massage, penyinaran dengan infrared, OT

(Occupational Therapy) dan exercise (latihan). Penyinaran

menggunakan sinar inframerah yang berfungsi melancarkan peredaran darah. OT adalah occupational therapy yang dilakukan oleh petugas UKS sekolah. OT melatih anak tunadaksa dengan

55

bermain, mengenal warna, tepuk tangan. OT tidak termasuk dalam jadwal pelajaran.

3) Langkah-langkah yang dilakukan dalam melakukan fisioterapi Fisioterapi yang lakukan di SLB Negeri 1 Bantul ini yaitu dilakukan dengan menggunakan beberapa alat yaitu sinar infrared

dan vibrator. Sebagian besar anak tunadaksa diantar oleh orangtua untuk menuju ruang fisioterapi, hanya beberapa anak saja yang mampu secara mandiri. Pada saat anak memasuki ruang fisioterapi, anak harus mengantri untuk mendapatkan pelayanan fisioterapi. Pada awalnya, anak tunadaksa diminta untuk tidur di kasur yang sudah ada. Selanjutnya, fisioterapis menyinari bagian yang mengalami kelainan dengan sinar infrared. Penyinaran dilakukan sekitar 2-4 menit. Lama waktu penyinaran setiap anak berbeda-beda, terkadang ada yang 2 menit ada pula yang sampai 4 menit. Menurut fisioterapis, tujuan dari penyinaran ini yaitu melancarkan peredaran darah. Setelah disinar, anak tunadaksa dipijat dengan menggunakan alat vibrator. Pemijatan dengan vibrator sekitar 3 menit yang berdasarkan fisioterapis, ini berfungsi merangsang saraf-saraf anak. Lama pemijatan tergantung dengan banyaknya anak tunadaksa yang diberikan fisioterapi, apabila ada banyak anak tunadaksa yang mengantri maka pemijatan akan dilakukan secara singkat. Setelah dipijat dengan vibrator, fisioterapis terkadang masih memberian pijatan/masagge pada bagian yang mengalami kelainan. Namun

56

pijatan/massage tidak selalu dilakukan karena waktu yang terbatas. Setelah anak diterapi, terdapat beberapa orangtua yang melatih anaknya untuk berjalan di pararel bar, latihan berdiri dengan

standing table maupun latihan keseimbangan. Namun tidak semua

orang tua melakukan hal tersebut. 4) Prosedur Layanan Fisioterapi

Bagi anak yang baru pertama kali mendapat layanan fisioterapi, maka perlu mengikuti prosedur yang dilakukan di SLB Negeri 1 Bantul. Pertama yang dilakukan yaitu mewawancarai orang tua untuk mengetahui riwayat anak selama masa kehamilan, kelahiran dan setelah lahir. Kemudian fisioterapis melihat kondisi fisik dan kemampuan yang dimiliki anak. Setelah diperiksa oleh fisioterapis, kemudian diperiksa oleh dokter. Dokter memeriksa keadaan anak tunadaksa dan akan memberi hasil pemeriksaan mengenai anak untuk dijadikan acuan terapis dalam memberi layanan fisioterapi kepada anak tunadaksa. Setelah diasesmen oleh dokter, fisioterapis merencanakan tujuan yang akan dicapai bagi anak tunadaksa agar ada peningkatan dalam kemampuan fisik anak. Perencanaan tujuan yang akan dicapai oleh anak dilihat dari kondisi anak dan kebutuhan anak tunadaksa.

5) Asesmen anak tunadaksa

Asesmen dilakukan saat anak akan masuk di SLB Negeri 1 Bantul. Asesmen yang dilakukan yaitu meliputi asesmen keadaan

57

fisik dan asesmen pendidikan. Asesmen keadaan fisik anak yaitu memeriksa kelainan anak, kondisi fisik, dan riwayat anak. Asesmen dilakukan bekerja sama dengan dokter yang bekerja di sekolah. Pada awalnya orang tua diwawancarai untuk mengetahui riwayat anak, kemudian dokter dan fisioterapis memeriksa keadaan fisik anak. Dokter memeriksa mengenai struktur tulang anak dan memeriksa apakah anak memiliki penyakit lainnya. Dokter akan memberi rekomendasi kepada orangtua apabila terdapat struktur tulang yang masih dapat dibenahi dengan mengoperasinya. Setelah diperiksa kemudian dokter akan memberi rekomendasi dan hasil pemeriksaan anak ke fisioterapis untuk dijadikan pacuan dalam melakukan fisioterapi kepada anak tunadaksa.

6) Perencanaan dalam fisioterapi

Perencanaan dalam fisioterapi di SLB Negeri 1 Bantul tidak dilaksanakan secara tertulis. Perencanaan dibuat dengan melihat keadaan fisik dan kebutuhan anak. Rencana yang dibuat bagi anak-anak tunadaksa yaitu dengan mengacu pada tahapan perkembangan anak normal. Misalnya anak tunadaksa sudah mampu ngesot, maka perencanaan bagi anak tersebut yaitu berdiri.

7) Evaluasi dalam Fisioterapi

Evaluasi dalam fisioterapi di SLB Negeri 1 Bantul tidak dilakukan secara formal atau resmi. Evaluasi dilihat secara kasat mata oleh fisioterapis mengenai perkembangan anak tunadaksa.

58

Perkembangan dilihat dari perubahan-perubahan anak. Evaluasi tidak dilakukan secara rutin. Hasil evaluasi tidak ditulis dalam suatu catatan. Layanan fisioterapi SLB Negeri 1 Bantul belum memiliki catatan-catatan mengenai kondisi fisik anak tunadaksa baik kondisi sebelum maupun sesudah dilakukannya fisioterapi.

8) Kenyamanan anak saat diberikan fisioterapi

Berdasarkan wawancara dengan anak tunadaksa, saat diberikan fisioterapi anak merasa nyaman. Mereka merasa hangat saat diberikan fisioterapi dengan infrared. Namun terkadang merasa sakit apabila saat diberikan fisioterapi terkena pada tulang. Anak tunadaksa tidak merasa takut dengan fisioterapis karena fisioterapis bersikap baik dan suka bercanda.

59

Tabel 5. Display Data Pelaksanaan Layanan Fisioterapi Di SLB

Negeri 1 Bantul

No. Hal Yang

Diamati

Deskripsi Hasil Penelitian Metode

untuk mengungkap 1. Peralatan yang

ada dan sering digunakan

a. Peralatan yang ada di ruang fisioterapi yaitu antara lain Tangga Th, Stady/standing table, Meja goyang/ tri bolen, Tongkat/brace, Welker Besi, Welker Kayu, Kursi CP, Langkah th, Pasah/ wedge, Kursi roda tanggung, Titian Th, Bola Besar, Speda Sport, Air Jogger, Dayung, Kursi Roda Standar, Pararel besi, Kruk, Rolling, Bed, Kasur, Brace, Protese, Cermin, Box or, Vibrator, Stimulasi, dan Infrared. b. Peralatan yang sering dipakai yaitu walker,

standing table, infrared, vibrator dan stimulasi.

Wawancara, observasi dan dokumentasi

2. Jenis fisioterapi a. pemijatan/massage (manual dan dengan alat vibrator)

b. penyinaran dengan infrared

c. OT d. Exercise (Latihan) Wawancara Observasi 3. Langkah-langkah yang dilakukan dalam fisioterapi

a. Penyinaran dengan infrared

b. Pemijatan dengan menggunakan vibrator

c. Pemijatan pada bagian-bagian yang mengalami kelainan.

d. Dilanjutkan dengan latihan-latihan atau exercise

Wawancara Observasi

4. Prosedur dalam fisioterapi

a. Mewawancarai orang tua mengenai riwayat anak. b. Melakukan assesmen bersama dokter. Dokter

memberikan surat rekomendasi dan memeberikan hasil pemeriksaan untuk ditindaklanjuti oleh fisioterapis.

c. Fisioterapis akan merencanakan tujuan yang akan dicapai bagi anak sesuai keadaan anak tunadaksa.

Wawancara

5. Asesmen Anak Tunadaksa

a. Asesmen dilakukan bekerja sama dengan dokter yang bekerja di sekolah. Fisioterapis mewawancarai orang tua untuk mengetahui riwayat anak.

b. Dokter dan fisioterapis memeriksa keadaan fisik anak. Dokter akan memberi rekomendasi kepada orangtua apabila terdapat struktur tulang yang masih dapat dibenahi dengan mengoperasinya.

c. Setelah diperiksa kemudian dokter akan memberi rekomendasi dan hasil pemeriksaan anak ke fisioterapis untuk dijadikan acuan dalam melakukan fisioterapi anak.

Wawancara

6. Perencanaan bagi anak tunadaksa

a. Perencanaan dalan fisioterapi di SLB Negeri 1 Bantul tidak dilaksanakan secara tertulis.

b. Perencamaan dilihat dari kebutuhan dan sisa kemampuan anak tunadaksa. Perencanaan dibuat dengan mengacu pada tahapan perkembangan anak normal.

Wawancara

7. Evaluasi fisioterapi anak tunadaksa

a. Evaluasi dalam fisioterapi di SLB Negeri 1 Bantul tidak dilakukan secara formal atau resmi.

b. Evaluasi dilihat secara kasat mata oleh fisioterapis mengenai perkembangan anak tunadaksa. Perkembangan dilihat dari perubahan-perubahan anak. Wawancara 8. Kenyamanan anak saat diberikan fisioterapi.

a. Anak tunadaksa merasa nyaman saat diberikan fisioterapi.

b. Anak merasa sakit terkena tulang.

60

b. Kendala Yang Dihadapi Fisioterapis Dalam Melaksanakan Layanan

Fisioterapi

Berdasarkan wawancara dan observasi, kendala yang dihadapi fisioterapis dalam melaksanakan layanan fisioterapi yaitu pada saat melakukan fisioterapi dan saat melakukan asesmen.

1) Kendala dalam Melakukan Fisioterapi

Setiap melakukan suatu kegiatan akan ada kendala yang dihadapai. Kendala yang dihadapi fisioterapis dalam melakukan fisioterapi kepada anak tundaksa yaitu:

a) Fisioterapis merasa belum memiliki kemampuan yang sangat ahli dan ilmu pengetahuan yang kurang sehingga terkadang terdapat beberepa kasus yang kurang dapat ditangani dengan maksimal.

b) Berpacu pada pertumbuhan anak. Setiap anak akan tumbuh dan kembang. Fisioterapis kesulitan dalam mengangkat ke kasur maupun mengangkat untuk dilatih berjalan apabila tubuh anak sudah mulai besar.

c) Kurangnya dukungan dari lingkungan. Fisioterapis merasa bahwa orang tua dan guru kurang berpartisipasi dalam melakukan fisioterapi. Tujuan orangtua mendampingi anak di ruang fisioterapi yaitu agar orang tua memahami cara-cara pemijatan dan exercise yang dilakukan oleh fisioterapis sehingga diharapkan orang tua mampu melatih anak saat di rumah. Fisioterapis memberikan saran kepada orang tua agar

61

anak sering dilatih di rumah, namun banyak orang tua yang tidak melakukan hal tersebut.

d) Anak merasa takut diberikan fisioterapi. Terdapat anak yang takut sehingga ia tidak mau diberikan fisioterapi. Ketakutan anak dapat mengakibatkan anak kencing di tempat, menangis dan tidak mau diberikan fisioterapi oleh fisioterapis.

e) Anak malas dan tidak selalu memiliki semangat (moody) untuk diberikan fisioterapi. Saat anak merasa malas, fisioterapis membujuk anak agar anak mau untuk diberikan fisioterapi. f) Tingkat kekakuan pada anak merupakan salah satu kendala

fisioterapis dalam melakukan fisioterapi. Kekakuan yang terjadi pada anak biasanya ditimbulkan karena otot-otot yang menegang.

g) Tulang pada anak-anak masih rentan. Kerentanan tulang pada anak-anak menjadi hal yang harus diperhatikan, apabila salah dalam melakukan fisioterapi pada anak maka dapat memperburuk keadaan tulang maupun keadaan anak.

2) Kendala dalam Asesmen

Asesmen adalah tindakan yang dilakukan oleh fisioterapi untuk mengetahui keadaan anak tunadaksa. Tindakan asesmen dilakukan bekerja sama dengan dokter. Asesmen dilakukan bagi anak tunadaksa (siswa baru) yang akan sekolah di SLB Negeri 1 Bantul

62

dan dilakukan sebelum anak masuk ke sekolah. Dalam melakukan asesmen terdapat beberapa kendala yaitu:

a) Terdapat kelainan atau kasus yang baru. Tidak semua gangguan yang terjadi pada anak tunadaksa diketahui oleh fisioterapis. Fisioterapis terkadang menemukan kasus yang baru sehingga perlu bekerja sama dengan dokter untuk mengatasi kendala tersebut.

b) Anak merasa takut untuk dipegang fisioterapis. Asesmen dilakukan pada awal sebelum anak masuk sekolah, anak belum menyesuaikan dengan kedaaan lingkungan sehingga ketakutan tersebut muncul pada anak. Ketakutan tersebut membuat fisioterapis harus sedikit memaksa agar anak tundaksa mau diasesmen.

c) Orangtua kurang terbuka, bingung, lupa dan kurang jujur saat diwawancarai mengenai keadaan anak tunadaksa. Wawancara dilakukan untuk mengetahui riwayat anak. Saat diwawancara terdapat orang tua yang kurang terbuka, bingung, lupa dan kurang jujur dalam memberikan informasi.

63

Tabel 6. Display Data Kendala Yang Dihadapi Oleh Fisioterapis

Dalam Melaksanakan Layanan Fisioterapi

No. Hal Yang Diamati

Deskripsi Hasil Penelitian Metode untuk mengungkap 1. Kendala yang

dihadapi saat Fisioterapi

a) Fisioterapis merasa belum memiliki kemampuan yang sangat ahli dan ilmu pengetahuan yang masih kurang.

b) Berpacu pada pertumbuhan anak. Setiap anak akan bertumbuh dan berkembang. c) Kurangnya dukungan dari

lingkungan.

d) Anak merasa takut diberikan fisioterapi.

e) Anak malas dan tidak selalu memiliki semangat (moody)

untuk diberikan fisioterapi. f) Tingkat kekakuan pada anak

merupakan salah satu kendala fisioterapis dalam melakukan fisioterapi.

g) Tulang pada anak-anak masih rentan. Wawancara Observasi 2. Kendala yang dihadapi saat asesmen

a) Terdapat kelainan atau kasus yang baru.

b) Anak merasa takut untuk dipegang fisioterapis.

c) Orangtua kurang terbuka, bingung, lupa dan kurang jujur saat diwawancarai mengenai keadaan anak tunadaksa.

64

c. Upaya Fisioterapis Dalam Mengatasi Kendala Yang Dihadapi Dalam

Melaksanakan Layanan Fisioterapi

Kendala- kendala yang dihadapi fisioterapis dalam melakukan fisioterapi dan dalam asesmen diatasi dengan beberapa upaya.

1) Upaya dalam Mengatasi Kendala yang Dihadapi dalam Melaksanakan Fisioterapi

Kendala-kendala yang terjadi saat melakukan fisioterapi anak tunadaksa diatasi dengan berbagai upaya antara lain:

a) Fisioterapis merasa pengetahuan yang dimilikinya kurang luas sehingga apabila menemukan kasus baru yang tidak diketahui fisioterapis, mereka akan berdiskusi dengan fisioterapis ahli dan dokter yang ada di sekolah.

b) Apabila tubuh anak sudah mulai besar fisioterapis tidak mampu mengangkat anak, memindahkan anak. Hal tersebut diatasi dengan bekerja sama dengan wali murid untuk membantu mengangkat, memindahkan dan melatih anak.

c) Memberi saran kepada orang tua. Fisioterapis memberi saran agar orangtua ikut mendukung fisioterapis dengan melatih fisik anak tunadaksa di rumah. Latihan yang dilakukan di rumah akan membantu saat diberikan fisioterapi di sekolah, karena fisik anak menjadi lebih lentur.

d) Saat anak merasa takut, fisioterapis akan memberikan pengurangan porsi fisioterapi. Rasa sakit saat diberikan fisioterapi merupakan salah satu penyebab anak mengalami

65

ketakutan sehingga terkadang anak tidak mau untuk diberikan fisioterapi. Fisioterapis mengupayakan agar anak tetap mendapat layanan fisioterapi dalam keadaan apapun sehingga untuk mengurangi rasa sakit yang dirasa oleh anak porsi pemijatan dikurangi sedikit.

e) Upaya yang dilakukan apabila anak malas yaitu fisioterapis akan memaksa agar anak tetap mau untuk diberikan fisioterapi. Paksaan tersebut dilakukan dengan sikap yang lembut, fisioterapis tidak memaksa dengan galak. Fisioterapis akan memberikan keringanan kepada anak misal dengan iming-iming pemijatan dilakukan tidak terlalu keras, atau hanya disinar saja. f) Saat tingkat kekakuan otot meningkat dikarenakan tegang maka

fisioterapis akan melakukan penyinaran lebih lama. Hal tersebut akan melemaskan otot-otot yang tegang.

g) Kendala yang lain yaitu tulang pada anak-anak masih sangat rentan. Kendala tersebut diatasi dengan sikap hati-hati dalam melakukan pemijatan pada anak tunadaksa.

2) Upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala saat melakukan asesmen anak tunadaksa

Selain saat fisioterapi, kendala yang dihadapai oleh fisioterapis yaitu saat melakukan asesmen anak tunadaksa. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala saat asesmen yaitu antara lain:

66

a) Walaupun anak merasa takut tetapi dengan sedikit paksaan maka anak bisa diatasi. Dengan sikap yang hati-hati supaya anak tidak mengalami trauma dan merasa kesakitan.

b) Orangtua diminta untuk terbuka dan jujur dalam menjawab pertanyaan dari pewawancara. Terdapat orangtua yang malu akan keadaan anaknya sehingga mereka cenderung menutupinya. Oleh sebab itu, fisioterapis meminta agar orangtua jujur dan terbuka dalam memberikan informasi mengenai anaknya.

Sikap fisioterapis dalam melakukan fisioterapi kepada anak tunadaksa sangat bersahabat dan baik. Data penelitian menunjukan bahwa anak merasa nyaman saat difisioterapi. Anak merasakan kehangatan saat diberikan terapi dengan infrared. Sikap fisioterapis sangat bersahabat dengan anak-anak tunadaksa. Fisioterapis baik dan suka bercanda disela-sela melakukan fisioterapi. Saat difisioterapi, fisioterapis mengajak bercanda anak-anak sehingga anak merasa nyaman saat berada di ruang fisioterapi.

67

Tabel 7. Display Upaya Fisioterapis dalam Mengatasi Kendala yang

Dihadapi dalam Melaksanakan Layanan Fisioterapi

No. Hal yang diamati Deskripsi Hasil Penelitian Metode untuk mengungkap 1. Upaya dalam mengatasi kendala yang dihadapi dalam melaksanakan fisioterapi a) Berdiskusi dengan fisioterapis ahli dan dokter yang ada di sekolah.

b)Bekerja sama dengan wali murid untuk membantu mengangkat, memindahkan dan melatih anak.

c) Memberi saran kepada orang tua untuk melatih anak di rumah.

d)Porsi pemijatan dikurangi.

e) Dengan sedikit paksaan. f) Melakukan penyinaran

lebih lama apabila keadaan otot sangat tegang.

g)Sikap hati-hati dalam melakukan pemijatan pada anak tunadaksa.

Wawancara Observasi 2. Upaya dalam mengatasi kendala saat melakukan asesmen anak tunadaksa

a) Dengan sedikit paksaan maka anak bisa diatasi. b)Orangtua diminta untuk

terbuka dan jujur dalam menjawaab pertanyaan dari pewawancara.

68

d. Peran Guru dalam Layanan Fisioterapi Anak Tunadaksa Di SLB

Negeri 1 Bantul

Berdasarkan wawancara, observasi dan dokumentasi, guru jurusan tunadaksa tidak ikut serta dalam fisioterapi anak tunadaksa. Guru tidak mengikuti saat anak diberikan fisioterapi, saat asesmen fisik, perencanaan maupun dalam evaluasi. Berdasarkan wawancara dengan kelima guru, tidak semua guru memberikan layanan atau program khusus bagi anak tunadaksa, hanya ada dua guru yang memberikan latihan motorik halus anak sebelum memulai pembelajaran atau sebelum istirahat. Latihan tersebut berupa latihan mengerakkan jari-jari, meremas tangan, latiahan berjalan atau melempar bola. Guru jurusan tunadaksa di SLB Negeri 1 Bantul tidak memiliki catatan-catatan mengenai kondisi anak, perkembangan maupun peningkatan yang terjadi pada anak tunadaksa. Catatan yang ada yaitu raport yang mendeskripsikan mengenai akademik dan kemampuan anak.

Saat di sekolah, hampir semua anak tunadaksa didampingi oleh orang tua maupun pengasuh. Orang tua membantu anak tunadaksa saat harus masuk ke kelas, keluar kelas, ke kamar mandi, makan maupun bermobilisasi dari ruang satu ke ruang lainnya. Hal tersebut menjadikan orang tua dekat dengan guru, sehingga guru dapat dengan mudah menyampaikan peningkatan maupun perkembangan mengenai anak. Guru berdiskusi dengan guru yang lain maupun dengan ahli lain seperti psikolog apabila menemukan permasalahan yang tidak bisa ditangani oleh guru tersebut.

69

Layanan fisioterapi dapat meningkatkan kondisi fisik anak tunadaksa. Guru mengemukakan contohnya seperti tangan anak menjadi lebih lemas dan mampu memegang pensil walaupun belum maksimal. Terdapat anak yang menggunakan kursi roda kemudian dengan dilatih dan diberi layanan fisioterapi anak mampu berdiri dengan bantuan

walker. Layanan fisioterapi merupakan salah satu kurikulum tambahan

bagi anak tunadaksa sehingga fisioterapi tersebut sangat dibutuhkan bagi anak-anak tunadaksa. Namun layanan fisioterapi di SLB Negeri 1 Bantul masih kurang, karena waktu yang diberikan untuk melakukan fisioterapi kepada anak yaitu 10 menit. Menurut fisioterapis keberhasilan peningkatan anak minimal diterapi selama 30 menit. Fisioterapis DY menyatakan:

“Fisioterapi minimal 30 menit, tapi nek nang kene ra iso mlaku.

Soale kebanyakan murid e ro tenagane kurang. Dadi mung sinar, massage trus uwes. Kui uwes dikurangi. Soale perkelas mung 2 jam pelajaran kanggo paling ora 10 bocah, kadang

luwih.”

(Fisioterapi minimal 30 menit, tetapi kalau disini tidak bisa berjalan. Soalnya kebanyakan murid dan tenaganya kurang. Jadi hanya disinar, pijat/massage kemudian sudah. Itupun sudah dikurangi. Soalnya perkelas hanya 2 jam pelajaran untuk paling tidak 10 anak terkadang lebih.)

Berdasarkan pernyataan tersebut diketahui bahwa pada kenyataannya layanan fisioterapi di SLB Negeri 1 Bantul belum memberikan fisioterapi secara ideal. Hal tersebut dipengaruhi karena tenaga fisioterapis dan waktu yang terbatas. Selain itu, guru mengemukakan bahwa perlu perbaikan dalam layanan fisioterapi di SLB Negeri 1 Bantul.

70

Tabel 8. Display Peran Guru Dalam Layanan Fisioterapi Anak

Tunadaksa Di SLB Negeri 1 Bantul

No. Hal Yang Diamati

Deskripsi Hasil Penelitian Metode Untuk Mengungkap 1. Keikutsertaan

Guru

Guru tidak mengikuti saat anak

Dokumen terkait