• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deskripsi Data II

Dalam dokumen Harapan Menikah Lagi Pada Wanita Bercerai (Halaman 77-96)

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

B. Deskripsi Data II

Nama : N Usia : 31 tahun Agama : Islam

Pendidikan Terakhir : SMA Umur pada saat menikah : 22 tahun Lama pernikahan : 2 tahun

Memiliki anak/tidak : Memiliki 1 orang anak perempuan Pekerjaan : Pegawai toko sepatu

2. Hasil Observasi a. Wawancara 1

Responden 2 adalah N, seorang pegawai bagian gudang di salah satu toko sepatu di kota Medan. Sore itu, peneliti mendatangi toko sepatu tempat N bekerja setelah sebelumnya membuat janji bertemu dengan N. Pada hari itu, toko sepatu tidak terlalu ramai pengunjung. Peneliti memasuki toko sepatu dan bertanya pada salah seorang penjaga toko tentang keberadaan N. Penjaga toko menanyakan

keperluan peneliti dan meminta peneliti menunggu sebentar sementara penjaga toko tersebut masuk ke dalam gudang memanggil N.

Toko sepatu itu terletak di pinggir jalan yang ramai pejalan kaki. Toko sepatu itu seperti rumah toko (ruko) biasa, tidak terlalu besar, hanya tingkat satu ruko saja yang dijadikan sebagai toko. Pintu masuk berupa pagar besi beroda berwana hijau dibiarkan terbuka lebar, setelahnya ada pintu kaca transparan lagi yang tertutup. Setiap pelanggan yang datang akan membuka sendiri pintu kaca tersebut.

Ruangan toko bernuansa putih dengan dinding bercat putih dan lantainya juga berkeramik putih. Di atas ruangan terdapat beberapa lampu hias yang menerangi ruangan toko. Dari pintu masuk, bisa langsung terlihat tatanan sepatu yang rapi di kiri dan kanan. Di bagian tengah juga terdapat rak sepatu, namun masih menyisakan ruang di kiri dan kanan untuk tempat berjalan para pelanggan. Sekeliling ruangan itu terdapat rak yang ditata sepatu dan sandal untuk wanita dan anak-anak dengan berbagai jenis model dan ukuran. Di bagian tengah dalam terdapat sebuah meja kasir dengan komputer di atasnya dan sebuah kursi. Di depannya terdapat kursi kayu panjang untuk tempat pelanggan mencoba sepatu yang akan dibeli. Di ujung dalam ruangan itu, terdapat pintu untuk masuk ke bagian belakang toko yang juga menjadi gudang toko. Pintu masuknya dilapisi dengan kaca.

Sesaat kemudian, N keluar dan menyapa peneliti dengan ramah dan tersenyum lebar. N adalah seorang wanita muda yang masih cantik, berperawakan mungil dan sedikit kurus, dengan tinggi 150 cm dan berat 43 kg. N berambut

pendek bermodel bob, tidak berponi. N memakai anting-anting berbentuk lingkaran besar dan ada sebuah tahi lalat di pipi bawah sebelah kiri. Pada sore itu, N mengenakan baju berlengan panjang berwarna pink dan celana panjang jeans berwarna hitam. N juga memakai jam tangan di sebelah kanan.

N mengajak peneliti duduk di kursi yang biasa digunakan pelanggan untuk mencoba sepatu. Peneliti lalu menjelaskan maksud kedatangan peneliti sore itu dan menjelaskan mengenai penelitian yang sedang dilakukan peneliti dan sedikit mengenai hal-hal yang akan ditanyakan nantinya kepada N. N mendengarkan dengan seksama dan sambil tertawa. N setuju untuk berpartisipasi pada penelitian ini dan menjelaskan kapan saja waktu luangnya untuk bisa diwawancarai. Lantas peneliti mengobrol sedikit mengenai kegiatan sehari-hari N. Selama mengobrol, N banyak menggoyangkan kakinya.

Kemudian N mengajak peneliti untuk melanjutkan pembicaraan di depan pintu masuk toko. N mengambil kursi dari gudang dan membawanya keluar toko. Di depan pintu masuk toko, ada sebuah meja dengan beberapa sandal plastik ditata di atas meja. N menjelaskan bahwa sandal plastik itu merupakan produk murah sehingga terjual terpisah dengan sepatu di dalam toko dan setiap sore, N yang menjaga dagangan sandal plastik itu. Sementara pagi dan siangnya N bekerja mengecek stok barang di gudang. N bekerja dari jam 9 pagi hingga jam 8 malam di toko sepatu itu.

Peneliti dan N duduk di belakang meja yang menghadap ke jalanan. N mempersilahkan peneliti untuk memulai wawancara. Peneliti lalu mengeluarkan alat rekaman dan meminta izin kepada N untuk merekam wawancara. N tertawa

mendengar permintaan peneliti namun menyetujuinya juga. Peneliti mulai menanyakan beberapa pertanyaan dan N menjawab pertanyaan dari peneliti sambil menjaga dagangannya. Kadang-kadang N tampak menerawang ke depan, namun N menjawab setiap pertanyaan peneliti dengan cepat. N terlihat menjawab pertanyaan sambil terus tersenyum, kadang-kadang N bahkan tertawa ketika menjawab pertanyaan peneliti.

Sesekali wawancara terhenti ketika ada pembeli yang datang. Ketika pembeli datang, N menawarkan barang dagangannya. Setelah N selesai melayani pembeli, wawancara kembali dilanjutkan. Kadang-kadang N mengubah posisi duduknya menghadap ke peneliti dan menopangkan dagunya dengan tangan kanan. Kadang-kadang N menjawab pertanyaan sambil melihat ke arah lain.

Menjelang sore hampir malam hari, jalanan di sekitar toko semakin ramai dengan pejalan kaki dan toko pun semakin ramai, sehingga wawancara pun tidak dapat dilanjutkan lagi. Peneliti membuat janji kembali bertemu dengan N keesokan harinya pada waktu yang sama. N menyetujuinya dengan senyuman dan lantas peneliti berpamitan pulang.

b. Wawancara 2

Pada saat peneliti datang ke toko sepatu, pegawai toko yang sudah mengenali peneliti mengatakan bahwa tadi N sudah menunggu kedatangan peneliti namun karena peneliti belum datang juga maka N pergi mandi. N menitip pesan kepada pegawai toko agar menyuruh peneliti menunggu jika peneliti datang. Peneliti menunggu N sambil berkeliling melihat-lihat sepatu dan sandal

disana. Setiap sepatu sudah ditempel dengan harga. Pada sore itu, di dalam toko terdapat beberapa pengunjung. Ada tiga orang pegawai toko tersebut, ketiganya adalah wanita, memakai seragam berwana biru dan celana panjang berwarna hitam, tampak melayani pengunjung toko.

Beberapa saat kemudian, N keluar dan mengajak peneliti untuk mengobrol di dalam gudang saja karena bos N sedang tidak berada di toko. Begitu pintu gudang dibuka, terlihat tumpukan sandal plastik di atas lantai dan tumpukan kotak-kotak sepatu di rak dekat dinding. Di ujung sudut terdapat kamar mandi dan di sebelahnya terdapat tangga menuju lantai atas toko. N mengajak peneliti duduk di kursi plastik dekat meja panjang. N sendiri duduk di kursi yang dapat berputar. Sore itu, N mengenakan baju berlengan panjang berwarna coklat dengan celana jeans biru.

Peneliti mengajak N mengobrol seputar kegiatannya di toko sebelum memulai wawancara. Tidak ada raut kelelahan di wajah N. N tampak duduk santai sambil menggerak-gerakkan kursinya ketika berbicara dengan peneliti. N menjelaskan bahwa setiap sore bos N selalu keluar toko dan kembali lagi satu jam kemudian. N mengatakan jika bosnya sudah kembali nanti maka wawancara dilanjutkan di luar toko saja seperti sebelumnya. N bercerita bahwa dia sudah bekerja di toko sepatu itu hampir dua tahun lamanya dan bos N sangat baik kepada N.

Peneliti lalu mengeluarkan alat rekaman dan mulai melakukan wawancara. Seperti sebelumnya, N menjawab pertanyaan peneliti dengan tersenyum. Beberapa kali N menjawab dengan jawaban yang singkat. Kadang-kadang N

sedikit berputar, menggerak-gerakkan kursinya. Ketika tidak mengerti dengan pertanyaan peneliti, N menanyakan lebih lanjut kepada peneliti dengan menopangkan kepalanya pada tangan kiri dan menghadap kepada peneliti. Setengah jam kemudian, N mengajak peneliti untuk melanjutkan wawancara di luar, di depan pintu masuk toko seperti kemarin, karena N merasa bosnya sudah akan pulang ke toko. Ketika melanjutkan wawancara di luar, N memperbesar suaranya agar lebih terdengar. Wawancara sedikit terganggu ketika ada pembeli yang datang melihat sepatu.

Ketika wawancara selesai, peneliti membuat janji kepada N akan menghubungi N kembali jika akan melakukan wawancara lagi. N menyetujuinya dan mengizinkan peneliti datang kapan saja. Peneliti lantas mengucapkan terima kasih kepada N dan berpamitan pulang.

c. Wawancara 3

Sore itu, peneliti datang ke toko sepatu tempat N bekerja. Begitu mendorong pintu masuk, salah satu pegawai toko sudah mengenali peneliti maka dia pun masuk ke dalam gudang dan memberi tahu kedatangan peneliti kepada N. Lalu pegawai toko tersebut keluar lagi dan menyuruh peneliti agar langsung masuk ke gudang saja untuk menemui N. Melihat kedatangan peneliti, N tersenyum dan menyapa ramah, N menawarkan peneliti untuk duduk di kursi di sebelahnya.

Sore itu, N memakai baju kaos berkerah berwarna coklat dan celana panjang jeans berwarna hitam. N duduk di sebuah kursi tinggi, tampak sedang

sibuk melakukan sesuatu. N sedang menempelkan cap merek ke sol sepatu menggunakan sebuah mesin cap khusus. Peneliti menanyakan apakah kehadiran peneliti mengganggu pekerjaan N. N menggeleng dan menjelaskan bahwa N bisa melakukan wawancara sambil mengerjakan pekerjaannya lagipula pekerjaan N tidak terlalu banyak. N melakukan pekerjaannya dengan cekatan.

Peneliti duduk menghadap ke N dan mulai bertanya beberapa hal kepada N. N menolehkan wajahnya ke peneliti ketika menjawab pertanyaan dan kembali melakukan pekerjaannya ketika peneliti mengajukan pertanyaan atau ketika peneliti tidak berkata-kata. Kadang-kadang N juga menjawab pertanyaan sambil memandang mesin di hadapannya lalu menoleh ke peneliti. Wawancara sedikit terganggu dan harus berhenti ketika ada pegawai lain yang masuk untuk mengambil sepatu atau barang lain di dalam gudang.

Setengah jam kemudian N telah menyelesaikan pekerjaannya, N lalu merapikan sol-sol sepatu di meja. Setelah itu, N duduk lebih menghadap ke peneliti dan menjawab pertanyaan peneliti. Selesai wawancara, peneliti menemani N berjualan sandal di depan toko sambil membicarakan mengenai anak N. Ketika hari menjelang malam, peneliti berpamitan pulang kepada N.

3. Analisa Data

a. Kehidupan Pernikahan dan Latar Belakang Perceraian

N merupakan anak bungsu dari enam bersaudara, memiliki empat orang saudara laki-laki dan satu orang saudara perempuan. N hidup dalam keluarga yang kecil, ayahnya sudah meninggal sejak N duduk di kelas 4 SD. Hubungan N

dengan saudara-saudaranya tidak terlalu dekat. N tipe orang yang suka menyimpan masalahnya sendiri dan jarang mau terbuka dengan orang lain. Namun, N memiliki seorang sahabat yang menjadi tempatnya bercerita dan berkeluh kesah ketika menghadapi masalah, termasuk masalah rumahtangganya.

N mulai mengenal mantan suami N ketika duduk di bangku SMA. Mantan suami N adalah seorang guru fisika yang mengajar di sekolah N. N mulai menjalin hubungan dengan mantan suami ketika N duduk di kelas 3 SMA. Pada saat mulai menjalin hubungan, mantan suami N tidak mengajar lagi di sekolah. Perbedaan usia tidak menjadi masalah dalam hubungan mereka, walaupun mereka berbeda usia 12 tahun. N melihat mantan suami sebagai sosok orang yang dewasa dan baik. Hubungan N dengan mantan suami termasuk hubungan berpacaran jarak jauh karena N berada di Medan sedangkan mantan suami sering ke Pekanbaru untuk membantu usaha keluarga di sana. N dan mantan suami jarang bertemu, hanya beberapa bulan sekali ketika mantan suami kembali ke Medan barulah mereka bertemu. Walaupun begitu, hubungan N dan mantan suami berjalan baik hingga tujuh tahun berpacaran. N dan mantan suami sempat bertunangan ketika memasuki tahun ketiga pacaran. N merasa telah mengenal mantan suami dan keluarganya dengan baik.

Akhirnya N menikah dengan mantan suami ketika N berusia 22 tahun. N menikah dengan dasar cinta dan beranggapan bahwa mantan suaminya itu adalah jodoh dan takdir yang diberikan Tuhan padanya. Walaupun sejak awal N merasa kehidupan pernikahannya tidak akan bahagia. Beberapa bulan setelah menikah, sekitar bulan kelima pernikahan kehidupan rumahtangga N mulai runyam dan

bermasalah. Salah satu masalah yang timbul adalah masalah ekonomi. Sejak awal, N sudah mengetahui pekerjaan mantan suami tidaklah tetap, kadang-kadang bekerja dan kadang-kadang tidak bekerja. Namun N melihat mantan suami sebagai orang yang mau berusaha dan mantan suami juga mempunyai latar belakang pendidikan yang baik yaitu lulusan insinyur sehingga N mau menikah dengan mantan suami dan berpikir bahwa kehidupan ekonomi pasti teratasi.

N sendiri tidak begitu memahami pekerjaan mantan suami. Pekerjaan mantan suami N tidaklah tetap, dulu sebelum menikah mantan suami membantu usaha keluarga di Pekanbaru. Kembali ke Medan, mantan suami bekerja sebagai guru honor. Hingga akhirnya mantan suami membuat keputusan untuk tinggal di Pekanbaru untuk membuka usaha kelapa sawit di sana, karena mantan suami sudah patah semangat untuk mencari pekerjaan di Medan.

Semenjak mantan suami memutuskan untuk bekerja di Pekanbaru, kehidupan rumahtangga N semakin berantakan. N dan mantan suami menjadi jarang bertemu, hanya sebulan sekali mantan suami pulang ke Medan sehingga komunikasi mereka pun menjadi tidak lancar. N kecewa karena merasa komunikasi dalam rumahtangga harusnya berjalan lancar. Kehidupan pernikahan N sering diwarnai dengan pertengkaran karena perselisihan pendapat. Pada saat itu, N masih bekerja sebagai pegawai di toko baju. Setahun setelah menikah, N berhenti bekerja dan menyusul mantan suami ke Pekanbaru. N mencoba hidup di Pekanbaru namun N hanya bertahan sebulan hidup di sana. N tidak sanggup hidup di Pekanbaru, karena merasa kehidupan di Pekanbaru kurang layak dan kondisi di

sana yang seperti hutan sehingga N kembali ke Medan. Di Medan, N tinggal bersama dengan ibunya.

Sekembalinya ke Medan, N mendapati dirinya hamil. Namun kehidupan rumahtangga N tidak membaik. N semakin sering bertengkar dengan mantan suami. Mantan suami bersikeras ingin tetap di Pekanbaru sementara N ingin tetap di Medan karena merasa kehidupan di Pekanbaru kurang layak. Setelah anak N lahir pun, kehidupan rumahtangga tidak juga membaik. Karena tidak menemukan titik temu, maka N memutuskan untuk meminta cerai kepada mantan suami. N dan mantan suami berpisah tanpa ada keputusan bercerai selama dua tahun. Mantan suami pergi ke Pekanbaru sedangkan N membesarkan anaknya di Medan. Selama dua tahun perpisahan, tidak ada komunikasi di antara mereka. Hingga ketika mantan suami akan menikah lagi, mantan suami memberitahu N melalui telepon dan setelah itu mengurus perceraian.

b. Kehidupan Responden Setelah Perceraian

N melihat mantan suami sebagi orang yang tidak bertanggung jawab terhadap keluarganya, terutama terhadap anaknya. Setelah bercerai, mantan suami tidak pernah lagi menghubungi N ataupun melihat keadaan anaknya. Mantan suami juga tidak memberikan biaya untuk anak. N pernah meminta biaya kepada mantan suami ketika anaknya sakit namun mantan suami menolak bahkan mantan suami mengatakan akan mengambil anak bila N tidak mampu membiayai anak.

Setelah bercerai, N merasa sedih karena memikirkan anaknya. N sendiri tidak terlalu memikirkan dirinya sendiri. Semenjak berpisah dua tahun dengan

mantan suami sebelum bercerai, N sudah merasa perasaannya untuk mantan suami mulai menghilang sedikit demi sedikit yang dipicu juga dengan seringnya mereka bertengkar. Hal ini membuat N tidak terlalu bersedih ketika bercerai. Hanya saja N memikirkan nasib anaknya kelak.

“yah sedih sih namanya ada anak. Cuman perasaan sukanya udah gak ada ama dia (mantan suami)..”

(W.N.W.100611.1; baris 529-531)

Selain itu, N juga memiliki seorang teman dekat yang dapat dijadikan tempat berbagi dan bercerita termasuk juga masalah rumahtangganya. N banyak menceritakan masalah rumahtangganya kepada teman dekatnya. Dengan adanya dukungan dari teman ini, N merasa lebih lega dan terbantu setelah bercerai.

“ya ada lah, cerita sama kawan. Ada yang kawan akrab satu, ceritalah semuanya, dialah yang tahu. Kita kan cerita supaya hati kita lega. Jadi ya sebagian besar udah tahulah masalah kita apa, kenapa ini terjadi yah dialah yang tahu.”

(W.N.W.100611.1; baris 549-555)

Ketika dihadapkan pada pilihan untuk bercerai, pihak keluarga N dan pihak keluarga mantan suami pernah berunding agar N dan mantan suami tidak perlu berpisah. Namun N merasa tidak dapat lagi menemukan titik temu antara N dan mantan suami sehingga perceraian menjadi pilihan terbaik. Pihak keluarga jelas merasa kecewa dengan perceraian anaknya. Namun keluarga mendukung keputusan N untuk bercerai.

“kecewanya yah ‘kenapa anak aku sampai berpisah’ kan gitu.” (W.N.W.100611.1; baris 495-496)

Sementara dari orang-orang di sekitarnya, N tidak mendapatkan suatu perkataan yang tidak bagus atau yang menyinggung dirinya. Namun, N merasa pasti ada perkataan-perkataan yang tidak bagus di belakang N atau ada orang-orang yang merasa kasihan dengannya karena N harus membiayai sendiri anak dan ibu N.

“ada lah pasti cuman kan gak kedengaran sampe telinga kita. Gak mungkin gak ada, pasti ada.”

(W.N.W.100611.1; baris 661-663)

“yah apa tanggapannya, ya ada yang merasa kasihan.” (W.N.W.100611.1; baris 650-651)

Setelah bercerai, N tidak terlalu banyak menjumpai masalah dalam hidupnya. Salah satu masalah yang dihadapinya hanya masalah ekonomi karena N harus membiayai ibunya dan anaknya yang masih kecil waktu itu sehingga memerlukan banyak biaya. Namun apapun masalah yang dihadapinya, N berusaha mengatasinya dan sejauh ini N mampu mengatasi segala masalahnya secara perlahan-lahan.

“kesulitannya yah kadang-kadang masalah uang, anak kan mau sekolah. Yah semua lah, orang semua biaya hidup kan kita yang tanggung...kalo istilahnya kita kurang atau kayak mana, ada juga kita mau pinjam-pinjam gitu. Tapi kakak kan ada buka usaha juga di rumah, jadi timbal balik juga kan uang tadi bisa kita putar ntah untuk modal gitu.”

(W.N.W.210611.3; baris 338-341 dan baris 349-354)

Setelah bercerai, N juga sempat merasa trauma dengan pernikahannya. N trauma jika nantinya menikah lagi dan mendapatkan laki-laki seperti mantan suaminya yang tidak bertanggung jawab dan tidak mampu membiayai secara

ekonomi. Oleh karena itu, pada awal masa perceraian, N tidak memikirkan hal lain selain anak. N lebih fokus untuk membesarkan anaknya.

“trauma...memang biasa aja, cuman kalo jumpa laki-laki yang seperti ini lagi.”

(W.N.W.100611.1; baris 676 dan baris 681-682) “gak, ngurus anak.”

(W.N.W.110611.2; baris 73)

c. Harapan Responden Untuk Menikah Lagi

Walaupun merasa trauma dan kecewa dengan pernikahan sebelumnya, N tetap berharap dapat membangun kehidupan rumahtangga yang baru. Harapan N untuk menikah mulai muncul setahun setelah N bercerai. Harapan ini muncul terutama di saat N sedang sendirian atau ketika N melihat pasangan-pasangan berlalu lalang saat N menjaga toko. N juga ingin seperti teman-temannya yang memiliki pasangan.

“ada kejenuhan aja hidup sendiri kadang-kadang kan, jenuh...kadang-kadang kawan- kawan punya pasangan hidup, kita koq gak.”

(W.N.W.110611.2; baris 78-81)

Selain itu, N melihat bahwa sebagai perempuan tidak baik jika hidup sendirian. Akan lebih baik jika ada pasangan hidup yang mendampingi dan membantu mengurangi beban hidup.

“..kekmana namanya perempuan, kadang-kadang kan kalo hidup sendiri, bebannya itu agak banyak juga. Karna kan kalo perempuan yang hidup sendiri itu biasanya dipandang orang pun kurang baek ya.”

N juga mendapatkan dukungan dari keluarga dan teman-temannya untuk menikah lagi. Hal ini tentu semakin memperbesar harapan N untuk menikah lagi. Keluarga sering menanyakan kapan N akan menikah lagi. Sementara teman-temannya juga ada yang berinisiatif mengenalkan laki-laki untuk N. N menerima dengan positif terhadap dukungan dari teman-teman dan keluarganya tersebut.

“ada, ‘kapan lagi kapan lagi’. Kakak bilang ya belum ada, belum dapat gitu aja.”

(W.N.W.110611.2; baris 88-90)

“ada, kadang-kadang ada yang mau menjodohkan.” (W.N.W.110611.2; baris 107-108)

1. Goal

Tujuan utama N menikah lagi adalah demi anak. N lebih banyak memikirkan kehidupan anaknya daripada kehidupan N sendiri. N berharap dengan menikah lagi, maka anaknya akan mendapatkan sosok seorang ayah lagi. N berharap mendapatkan seorang laki-laki yang bisa menerima dan menyayangi anaknya.

“...Yah kepengennya yah anak kita tuh nanti kalo udah sekolah, kadang-kadang kita kepengen dia oh ada bapaknya...”

(W.N.W.110611.2; baris 173-176)

N sendiri memandang pernikahan itu sebagai hal yang penting, karena N berpikir sebagai manusia normal, N tidak mungkin hidup sendiri. N berharap bisa mendapatkan masa depan yang lebih baik lagi jika N menikah lagi. N berharap dengan menikah lagi, N akan memiliki pendamping hidup yang dapat melindunginya kelak, untuk hari tua, dan untuk membantu dalam kehidupannya.

“alasannya kalau kita apa namanya, gak mungkin kan hidup sendiri seperti ini aja kan, paling gak kita yang satu kepengen punya masa depan yang lebih baik, trus hari tua kita pun pasti ada kawan kan lebih enak.”

(W.N.W.110611.2; baris 201-207)

N menentukan target waktu untuk menikah lagi. Oleh karena N memikirkan kepentingan anak dan menikah demi anak, maka N menentukan target minimal anaknya sudah lulus SD baru N akan menikah. N berpikir bahwa pada usia ketika anaknya sudah lulus SD maka anak N akan lebih dewasa dan lebih memahami keadaan sehingga N dapat menikah dengan tenang.

“Minimal anak saya udah tamat SD... yah sekitar itulah. Udah dia udah mengetahui kekmana hidup ini, udah mengenal, udah lebih dewasa dia gitu kan jadi dia udah mengerti.”

(W.N.W.110611.2; baris 233 dan baris 237-240)

2. Pathway Thinking

Pathway thinking mencakup pemikiran mengenai kemampuan untuk menghasilkan satu atau lebih cara yang berguna untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pathway thinking menandakan kemampuan seseorang untuk mengembangkan suatu jalur untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

N berharap untuk menikah lagi namun N tidak berpikir untuk mencari sendiri atau berkenalan dengan laki-laki. N berpikir bahwa pada waktunya akan datang sendiri laki-laki yang sesuai dengan harapannya karena N juga memiliki banyak teman, baik di lingkungan kerja maupun di luar lingkungan kerja. N hanya terbuka untuk berteman dengan laki-laki, dan mau berhubungan lebih serius jika ada yang berkenan di hatinya.

“gak, datang dengan sendirinya aja itu nanti. Kalo memang merasa kita cocok ya udah kita jalanin, kalo gak ya gak gitu.”

(W.N.W.110611.2; baris 398-401)

“karna udah banyak yang mengenal kita, pribadi kita, sehari-hari kita. Itu yang membuat kita malas mencari, nanti kan kadang-kadang ada yang datang sendiri, yang mau lebih dekat lagi.”

(W.N.W.110611.2; baris 544-549)

Di satu sisi, N berpikir bahwa anaknya mungkin bisa menjadi hambatan untuk pernikahan kelaknya. Sehingga N berpikir bahwa N harus mulai menyimpan tabungan untuk anaknya agar kelak ketika N menikah, anak tidak lagi menjadi hambatan atau masalah dalam rumahtangganya yang baru.

Dalam dokumen Harapan Menikah Lagi Pada Wanita Bercerai (Halaman 77-96)

Dokumen terkait