• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deskripsi Data III

Dalam dokumen Harapan Menikah Lagi Pada Wanita Bercerai (Halaman 96-111)

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

C. Deskripsi Data III

Nama : Y

Usia : 31 tahun

Agama : Buddha

Pendidikan Terakhir : D1 Akuntansi Umur pada saat menikah : 22 tahun Lama pernikahan : 7 tahun

Memiliki anak/tidak : Memiliki 1 orang anak laki-laki Pekerjaan : Pegawai toko bagian administrasi

2. Hasil Observasi a. Wawancara 1

Responden 3 adalah Y, seorang wanita muda yang masih terlihat bugar dan cantik di usianya yang sudah berkepala tiga. Hal ini mungkin dikarenakan Y rajin berolahraga untuk menjaga kebugaran tubuhnya. Sore itu, peneliti membuat janji bertemu dengan Y di sebuah tempat fitness yang biasa dikunjungi Y di kota Medan. Peneliti datang bersama teman peneliti yang biasanya juga melakukan aktivitas kebugaran di sana. Pada saat peneliti sampai di tempat fitness, Y belum

datang sehingga peneliti menunggu kedatangan Y sambil melihat aktivitas orang-orang yang sedang berolahraga di tempat fitness tersebut.

Tempat fitness ini tampak sederhana. Bangunannya hanya bertingkat satu dan tampak luas dan memanjang ke belakang. Begitu masuk ke dalam gedung, di bagian depan terdapat ruangan untuk memarkir kendaraan bermotor dua. Tampak beberapa sepeda motor terparkir berjejer di sana. Di sebelah kanan terdapat pos kecil sedangkan di sebelah kiri terdapat meja dan beberapa kursi serta televisi, tampak seperti ruang tamu. Setelah ruang tamu, terdapat sebuah meja seperti meja resepsionis, dan di belakangnya terdapat lemari yang juga berfungsi menyekat ruangan depan dengan ruangan belakangnya.

Di ruangan belakang itulah tempat fitness dengan segala peralatan fitness, memanjang hingga ke belakang bangunan tanpa adanya sekat. Sementara di sebelah kanannya dibagi menjadi dua bagian yaitu ruang depan untuk bermain futsal dan ruang belakang untuk senam aerobik. Kedua ruang tersebut hanya disekat dengan menggunakan penutup seperti jala-jala, tidak ada pintu yang menyekat semua ruang di dalam gedung tersebut.

Di sepanjang ruang fitness, di bagian dinding kiri dipasang kaca dan alas lantainya dipasang matras. Tampak berbagai jenis peralatan kebugaran di sana, serta dua buah televisi terpasang di atas dinding dan dua buah kipas angin besar. Diantara ruang fitness dengan ruang bermain futsal, terdapat jalan yang tidak terlalu lebar untuk berlalu-lalang. Untuk membatasi jalan dengan ruang fitness, dibuat pembatas tembok yang tingginya sekitar 60 cm, dan bisa berfungsi sebagai tempat duduk.

Tampak beberapa orang sedang melakukan berbagai jenis latihan kebugaran di tempat fitness tersebut. Peneliti duduk di salah satu tembok pembatas sambil menunggu kedatangan Y, sementara teman peneliti pergi melakukan latihan kebugaran di ruang fitness. Sekitar setengah jam kemudian, Y datang bersama dengan temannya. Y berjalan dengan wajah murung. Y masuk ke bagian dalam ruang dan mengganti bajunya dengan pakaian olahraga. Setelah itu, Y datang menghampiri peneliti dengan tersenyum. Peneliti menjelaskan mengenai penelitian ini dan hal-hal seperti apa yang kira-kira nanti akan ditanyakan kepada Y. Y menyetujuinya dan mengajak peneliti untuk mengobrol di bagian dalam ruangan yang lebih sepi.

Y memiliki postur tubuh yang bagus, dengan tinggi 160 cm dan berat 48 kg. Sore itu, Y mengenakan pakaian olahraga berupa baju kaos ketat berwarna merah dan celana olahraga selutut yang ketat berwarna hitam. Rambut lurus Y dengan panjang sebahu lebih dan berwarna kecoklatan dibiarkan terurai dengan poni depan dijepit keatas. Y tampak santai duduk di depan peneliti dan bersiap untuk menjawab pertanyaan yang diajukan peneliti. Peneliti mengeluarkan alat rekaman dan meminta izin kepada Y untuk merekam wawancara. Y mengizinkannya. Y menjawab setiap pertanyaan dengan lancar dan sambil memandang peneliti. Kadang-kadang Y terdiam dan melihat ke arah lain, berusaha mengingat hal-hal tertentu. Y duduk dengan posisi menyilangkan kaki kanan di atas kaki kiri. Kadang-kadang Y duduk tegak dan condong ke depan, kadang-kadang condong agak ke belakang dengan tangan kiri menopang tubuh. Beberapa kali Y menjawab pertanyaan dengan senyum dan bahkan tertawa.

Ketika wawancara selesai, peneliti berpamitan kepada Y. Y langsung beranjak ke salah satu peralatan fitness dan melakukan beberapa gerakan latihan di sana. Y tampak lincah dalam gerakan yang dilakukannya.

b. Wawancara 2

Sore itu, peneliti pergi ke tempat fitness Y setelah membuat janji bertemu sebelumnya. Ketika peneliti datang, Y belum datang ke tempat fitness. Peneliti menunggu kedatangan sambil melihat beberapa orang sedang melakukan beberapa latihan olahraga di tempat fitness tersebut. Hari itu, tempat fitness terlihat ramai. Di bagian belakang, ada sekumpulan wanita paruh baya yang sedang melakukan senam aerobik diiringi musik yang cukup keras. Sementara di ruangan depan tampak beberapa pria sedang melakukan latihan fisik menggunakan alat-alat olahraga yang tersedia di ruangan. Sekitar 15 menit kemudian, musik berhenti. Ternyata sekumpulan wanita paruh baya tersebut telah selesai melakukan senam aerobik. Kini mereka duduk-duduk sambil mengelap keringat mereka dengan handuk kecil.

Peneliti melihat pada jam tangan, sudah hampir setengah jam peneliti menunggu Y namun Y belum juga datang. Lima menit kemudian Y datang bersama temannya dan langsung menuju ke bagian belakang ruangan. Y melintas di depan peneliti dan tersenyum sekilas terhadap peneliti. Sore itu, Y mengenakan baju kaos berwarna hitam dengan celana olahraga pendek berwarna hitam. Rambut sebahu Y dibiarkan tergerai. Di bagian belakang ruang, Y tampak berbincang-bincang dengan beberapa wanita yang sedang melakukan olahraga.

Peneliti kemudian menghampiri Y dan sedikit berbincang-bincang mengenai aktivitas Y. Pada saat itu, musik di ruangan diputar dengan suara yang cukup kerasa. Peneliti takut hasil wawancara nantinya tidak bagus terekam atau kurang terdengar akibat suara musik yang cukup keras di ruangan sehingga peneliti mengajak Y agar berbicara di luar ruangan yang terpisah dengan ruang olahraga. Y menyetujuinya dan peneliti mengajak berbicara di ruang tamu gedung tersebut, yang terdapat sebuah meja bundar kayu dan beberapa kursi kayu. Peneliti duduk dan mulai menyiapkan rekaman. Y tampak berdiri, Y meminta izin untuk berbicara sambil tetap berdiri dengan alasan Y baru selesai makan dan Y ingin menjaga bentuk perutnya.

Peneliti mulai mengawali pembicaraan dengan sedikit bercanda dengan Y dan lantas memulai wawancara dengan mengajukan beberapa pertanyaan. Y menjawab setiap pertanyaan dengan baik. Pada wawancara kali ini, Y tampak lebih banyak berpikir dan menatap ke atas seperti menerawang. Y tetap berdiri dari awal wawancara hingga akhir wawancara. Sesekali Y memegang perutnya dan menopangkan tangan pada meja.

3. Analisa Data

a. Kehidupan Pernikahan dan Latar Belakang Perceraian

Y adalah anak sulung dari lima bersaudara, hidup dalam keluarga yang sederhana. Setelah lulus dari pendidikan SMA, Y melanjutkan kuliah satu tahun dan mendapatkan gelar D1 akuntansi. Di usianya yang masih muda, Y telah bertemu dengan mantan suami dan kemudian menjalin hubungan berpacaran

selama lima tahun. Y merasa telah mengenal pribadi mantan suami dan keluarganya dengan baik. Oleh karena telah menjalin hubungan cukup lama dan telah memantapkan hati satu sama lain, maka Y dan mantan suami memutuskan untuk menikah.

Y menikah pada umur 22 tahun. Setelah menikah, Y dan mantan suami tinggal di rumah keluarga mantan suami. Y dan mantan suami melanjutkan usaha yang dijalankan oleh keluarga mantan suami. Pada awal pernikahan, Y merasa kehidupan pernikahannya tidak terlalu bahagia. Y dan mantan suami sering bertengkar karena masalah-masalah kecil. Y mulai curiga dengan pergaulan mantan suami dan merasa mantan suami mulai berselingkuh. Namun Y tidak memiliki bukti yang kuat. Pada saat Y hamil delapan bulan, Y mengetahui bahwa mantan suaminya telah berselingkuh. Mantan suami mengakui namun justru balik memarahi Y. Akhirnya mantan suami meninggalkan wanita selingkuhannya dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi.

Pada tahun ketiga pernikahan setelah memiliki anak, Y dan mantan suami pindah dari rumah keluarga dan tinggal berdua di rumah sendiri. Kemudian Y dan mantan suami membuka usaha sendiri dengan modal awal berupa bangunan diberikan oleh mertua Y. Usaha tersebut dikelola sendiri oleh Y. Setelah memiliki anak pun, kehidupan rumhatangga Y tidak membaik. Kelakuan mantan suami tidak juga berubah, mantan suami kembali berselingkuh di belakang Y. Mantan suami selalu bersenang-senang di luar rumah dan bahkan tidak mengurus usaha toko mereka. Y merasa sikap mantan suami ini dikarenakan pergaulan mantan suami, dimana teman-teman mantan suami rata-rata masih bujangan dan jika tidak

dibiarkan keluar akan dicap jelek “takut istri” oleh teman-teman mantan suami. Kebebasan yang diberikan Y justru disalahgunakan oleh mantan suami. Y sibuk mengurus usaha toko sementara mantan suami bersenang-senang di luar rumah sepanjang hari dan selalu pulang dini hari. Y bahkan jarang bertemu dengan mantan suaminya walaupun tinggal dalam satu atap.

Selama pernikahannya, Y sangat banyak mendapat tekanan, merasa sakit hati dan kurang bahagia. Bahkan dengan keluarga mantan suami pun sering terjadi pertengkaran. Y merasa bahwa mantan suami dan keluarganya memiliki sifat arogan dan mau menang sendiri. Y mencoba bertahan dalam kehidupan rumahtangganya karena memikirkan anak. Y berpikir dengan adanya anak, mantan suami bisa berubah dan berpikiran lebih dewasa. Y telah memberi kesempatan kepada mantan suami untuk berubah namun mantan suami tidak juga berubah. Akhirnya setelah bertahan selama tujuh tahun, Y merasa tidak memiliki harapan untuk rumahtangganya lagi, maka Y memutuskan untuk bercerai.

Y sepakat berpisah dengan mantan suami dan anak tetap diasuh oleh Y. Y dan mantan suami tidak mengurus surat cerai, hanya membuat pernyataan putus hubungan di salah satu koran di kota Medan. Y tidak mengurus surat cerai dengan alasan biaya yang mahal, namun telah ada kesepakatan antara kedua belah pihak dan tidak ada tuntutan setelahnya. Y berencana akan mengurus surat cerai jika akan menikah lagi suatu hari nanti. Setelah berpisah, mantan suami tidak memberikan biaya untuk anak mereka. Namun kadang-kadang, mantan suami masih mau datang melihat atau mengajak anaknya untuk jalan-jalan.

b. Kehidupan Responden Setelah Perceraian

Selama tujuh tahun pernikahan, Y merasa tertekan dan sakit hati sehingga ketika bercerai tidak ada lagi perasaan sedih dan sakit. Y juga tidak rukun dengan keluarga dari mantan suami sehingga hari-hari selalu dipenuhi dengan keributan dengan keluarga mantan suami. Terlalu banyak sakit hati yang telah dirasakan Y selama pernikahannya sehingga membuat Y tidak memiliki perasaan apapun lagi kepada mantan suami. Setelah bercerai, Y merasa lebih tenang dan lebih nyaman menjalani hidup.

“gak ada lagi, perasaannya udah gak ada lagi. Makan hati terus tujuh tahun, mana ada lagi perasaan kekgitu, gak sedih lagi.”

(W.T.W.140611.1; baris 325-328) “lebih lempang, gak ada beban.” (W.T.W.140611.1; baris 358)

Yang membuat Y bersedih adalah status baru yang disandangnya setelah bercerai yaitu sebagai janda. Y mendapat cemoohan dari orang-orang di lingkungannya karena Y telah bercerai. Bahkan anak Y sendiri mendengar cemoohan tersebut, anak Y diejek oleh teman-temannya sebagai anak dari seorang janda. Mendengar perkataan seperti itu, Y tentu merasa sedih dan sakit hati. Namun Y tetap berusaha sabar menghadapi hal tesebut.

“nanti anak ngadu, ‘mak, itu kawan bilang mamak janda’. Yah itu pasti ada perasaan sedikit sedih lah, sakit. Tapi itu memang kenyataan yang harus dihadapi kan, cumanya yah mau bilang apa lagi.”

Masalah lain yang kemudian dihadapi Y setelah bercerai adalah masalah keuangan, apalagi anak Y pada saat itu masih kecil dan memerlukan biaya untuk bersekolah. Y berusaha mengurus dan membiayai keperluan anaknya sendiri. Sebelum mendapatkan pekerjaan, Y membantu ibunya berjualan sarapan dan Y juga berjualan baju atau barang-barang lain yang dipasok dari temannya. Y lebih menfokuskan diri untuk bekerja dan membesarkan anak setelah bercerai.

“yah masalah pasti ada kan, waktu awalnya kita belum punya pekerjaan. Keuangan untuk sekolah anak kan terganggu, kadang kesulitannya disitu.” (W.T.W.140611.1; baris 397-401)

“gak juga. Sebelum dapat kerja, bantu orangtua... ada jual-jual baju, apa lah..jual apa aja yang bisa dapat untung. Ambe sama kawan, kita jual.” (W.T.W.140611.1; baris 447-448 dan baris 456-458)

Setelah bercerai, Y memiliki sedikit perasaan trauma terhadap pernikahan sebelumnya. Y memiliki ketakutan kalau kelak mendapatkan laki-laki yang seperti mantan suaminya. Namun Y berusaha menepis perasaan trauma dan ketakutan tersebut dengan berpikir positif.

“sedikit trauma. Yah pasti ada, takut dia seperti suami yang dulu. Tapi ya kita pikir lagi kan sifat cowok kan lain-lain, jadi gak bisa pukul rata semua cowok itu jahat, gak bertanggung jawab. Jadi dibuang lho rasa trauma itu.” (W.T.W.140611.1; baris 540-546)

Setelah bercerai, Y lebih berfokus untuk bekerja dan membesarkan anaknya. Y juga memiliki teman yang dapat diajak berbagi dan bercerita sehingga dengan adanya dukungan dari teman-teman, Y merasa lebih terbantu dalam menjalani hidup setelah bercerai.

c. Harapan Responden Untuk Menikah Lagi

Setengah tahun setelah bercerai, Y mulai membuka diri dengan pergaulan dengan laki-laki. Hal ini juga didorong karena adanya laki-laki yang mendekati dirinya dan ingin berteman. Y menanggapi positif setiap pertemanan dengan laki-laki lain. Namun Y tetap berhati-hati dan lebih memilih dalam berteman dengan laki-laki karena adanya ketakutan akan dipermainkan oleh laki-laki.

“gak lah, namanya juga ada yang deketin yah kita tanggapin positif. Maksudnya kalo ada yang deketin kita ya kita berpikiran positif aja. Kalo cocok yah baru mikir ke tahap yang lebih, ntah jadi pacar.”

(W.Y.W.280611.2; baris 49-54)

Setahun setelah bercerai, Y bertemu dengan seorang laki-laki dan menjalin pertemanan dekat dengannya. Setelah saling mengenal lebih dekat, pertemanan ini berlanjut ke hubungan yang lebih serius. Y merasa laki-laki yang menjadi pacarnya sekarang bisa memahami keadaan dirinya dan menerima anaknya. Hubungan Y dengan pacarnya telah berjalan setahun lamanya.

“...kita udah saling kenal satu sama lain, yah coba ke tahap yang lebih serius lagi. Dia bisa memahami keadaan saya, yah kita kasih kesempatan buat jadi pasangan.”

(W.Y.W.280611.2; baris 115-119)

Awalnya, Y tidak memiliki keinginan untuk menikah lagi. Namun setelah menjalin hubungan serius dengan pacarnya, Y mulai mengenal pribadi dan sifat pacarnya. Hal ini membuat Y berpikiran dan berharap untuk menikah lagi.

“...inilah setelah setahun pacaran, kita lebih ngenal pribadinya seperti apa baru kita berani ambil keputusan, kalau dia serius ngajak nikah lagi ya kita mau gitu.”

Harapan menikah lagi muncul karena Y melihat dirinya masih muda dan masih bisa memulai kehidupan baru jika nantinya bertemu dengan laki-laki yang baik. Selain itu, Y juga masih memiliki keinginan memiliki pasangan hidup.

“yah sebagai seorang wanita yang masih muda ya masih pengen punya pasangan hidup kan, ya masih ingin memulai dari awal lagi kalo jumpa cowok yang baik.”

(W.T.W.140611.1; baris 505-509)

1. Goal

Tujuan Y menikah lagi adalah untuk mendapatkan pasangan hidup yang baru. Selain itu, Y juga memikirkan anaknya. Y berharap dengan menikah lagi, anaknya bisa mendapatkan sosok seorang ayah dan merasakan kasih sayang dari seorang ayah lagi.

“yah pasangan hidup. Supaya anak kita nanti punya ayah lagi, punya orangtua barulah, tapi bapak yang bisa sayang sama anaknya.”

(W.T.W.140611.1; baris 512-515)

Pada dasarnya, Y memandang pernikahan lagi sebagai hal yang tidak terlalu penting. Hanya saja, Y memikirkan anaknya dan juga dirinya sendiri. Bagaimanapun juga, Y berpikir bahwa hidup seseorang akan lebih nyaman jika memiliki teman yang dapat diajak untuk saling berbagi. Apalagi seorang wanita tentu lebih membutuhkan kehadiran pasangan hidup untuk tempat bersandar.

“orang hidup kalo gak punya teman untuk curhat, gak punya teman yang bisa untuk membantu menghadapi masalah kita, kan gak enak kan. Kita menikah lagi, punya suami, suami kan bisa membantu waktu kita punya masalah, kita bisa..yah untuk bertopang hidup lah. Yah perempuan punya

suami kan, untuk bisa bersandar kan, sebagai teman, sebagai sahabat, yah semuanya lah.”

(W.T.W.140611.1; baris 526-236)

2. Pathway Thinking

Pathway thinking mencakup pemikiran mengenai kemampuan untuk menghasilkan satu atau lebih cara yang berguna untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pathway thinking menandakan kemampuan seseorang untuk mengembangkan suatu jalur untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Walaupun Y selalu menanggapi setiap pertemanan dengan laki-laki secara positif, namun Y tetap berhati-hati dalam berteman. Y berpikir untuk lebih berhati-hati jika ingin berhubungan serius dengan laki-laki sehingga Y dapat menemukan pasangan hidup yang benar-benar sesuai dengan harapannya.

“karna kita kan mikirnya ntah cowok ini serius gak sama kita. Kita takutnya cowok ini hanya mempermainkan kita. Dari awal kita mikir, lebih berhati-hati dalam berteman dengan cowok gitu. Takutnya cowok itu hanya mau ambil keuntungan dari kita. Agak memilih lah.”

(W.Y.W.280611.2; baris 61-68)

Harapan Y untuk menikah lagi muncul setelah Y menjalin hubungan yang serius dengan pacarnya yang sekarang. Saat ini, Y hanya berpikiran untuk menjalani hubungan dengan sang pacar sebaik mungkin dan mulai mengenal pribadi satu sama lain lebih jauh lagi. Y berpikir dengan saling mengenal lebih dekat lagi, Y dan pacar dapat semakin memantapkan hati untuk menikah kelak.

“Yang jelas sekarang kita jalanin yang sekarang aja, ke depannya nanti gimana baru kita pikirkan. Saat ini yah kita jalanin aja dulu baik-baik, sama-sama saling mengenal dulu, lebih dekat. Buat image yang positif aja lah sama hubungan ini.”

(W.Y.W.280611.2; baris 193-200)

3. Agency Thinking

Agency mencerminkan persepsi individu bahwa dia mampu mencapai tujuannya melalui jalur-jalur yang dipikirkannya, agency juga dapat mencerminkan penilaian individu mengenai kemampuannya bertahan ketika menghadapi hambatan dalam mencapai tujuannya. Ketika individu menghadapi hambatan, agency membantu individu menerapkan motivasi pada jalur alternatif terbaik.

Y memiliki keyakinan terhadap dirinya sendiri bahwa dia pasti bisa menikah lagi suatu hari nanti. Walaupun saat ini Y belum mendapatkan restu dari orangtua pacarnya, namun Y tetap yakin dengan niatnya untuk menikah. Y tetap menjalani hubungannya dengan sang pacar dengan berpikiran optimis.

“ada, memang ada kepikiran. Tapi suatu hal yang belum terjadi kalo udah kita takutkan, kan menghambat langkah namanya kan. Jadi ya kita melangkah terus aja ya kan.”

(W.Y.W.280611.2; baris 338-342)

Selain itu, Y memiliki kontrol atas hidupnya sendiri. Y tidak terlalu terpengaruh dengan perkataan orang lain. Y mampu memilih mana yang baik untuk hidupnya sendiri. Hal ini yang membuatnya yakin pada diri sendiri dalam menjalani hidup ini.

“orang lain boleh mempengaruhi tapi kan keputusannya kita sendiri kan. Kuncinya kan sama kita sendiri. Orang lain yah paling, biasalah omongan orang lain kan banyak kan. Yah kita yang mana yang baik yah kita turutin, yang gak baik yah kita gak turutin.”

Tabel 4. Gambaran Harapan Menikah Lagi Pada Responden 3

No Keterangan Responden 3

1 Goal

- Responden berharap mendapatkan pasangan hidup yang baru dan anaknya mendapatkan sosok seorang ayah.

- Responden memandang pernikahan lagi sebagai hal yang tidak terlalu penting. - Responden tidak menentukan target waktu

untuk menikah.

2 Pathway Thinking

- Responden berpikir untuk lebih berhati-hati dalam berhubungan dengan laki-laki.

- Responden berpikir untuk menjalin hubungan dengan pacar sebaik mungkin dan lebih saling mengenal satu sama lain.

3 Agency Thinking

- Responden memiliki rasa optimis dalam dirinya bahwa dia pasti bisa menikah suatu hari nanti.

- Responden memiliki kontrol atas hidupnya sendiri.

4. Pembahasan

Responden 3 dapat dikatakan memiliki harapan menikah lagi yang tinggi karena memiliki pathway thinking dan agency thinking yang tinggi. Harapan menikah lagi muncul pada responden 3 setelah dia bertemu dengan pacarnya yang sekarang dan menjalin hubungan yang serius. Tujuan menikah lagi bagi responden 3 adalah agar anaknya memiliki seorang ayah lagi dan dirinya juga kembali memiliki pendamping hidup. Bagi responden 3, pernikahan lagi bukanlah hal yang terlalu penting namun responden 3 berpikir bahwa wanita membutuhkan kehadiran pasangan hidup untuk membuat hidupnya lebih nyaman. Dengan demikian, goal yang dibuat responden 3 cukup bernilai bagi dirinya dan berjangka panjang.

Responden 3 memiliki pathway thinking yang tinggi karena dia mampu memikirkan usaha-usaha agar bisa menikah kembali. Sebelumnya, responden 3 berpikir untuk lebih berhati-hati dalam berhubungan dengan laki-laki karena pengalaman kegagalan pernikahan sebelumnya. Saat ini, responden 3 berpikir untuk lebih mengenal pacarnya dan menjalani hubungan sebaik mungkin sehingga semakin memantapkan pilihan hatinya. Walaupun responden 3 belum mendapatkan restu orangtua pacar namun dia berpikir bahwa dengan menjalin hubungan yang baik dan positif dengan pacar, maka perlahan-lahan dia bisa mendapatkan restu dari orangtua pacar.

Snyder (2002) menyatakan bahwa agency thinking akan lebih berguna pada saat individu menjumpai hambatan. Hambatan yang dirasakan responden 3 saat ini adalah tidak mendapatkan restu dari orangtua pacar. Dalam menghadapi hambatan ini, responden 3 memiliki agency thinking yang tinggi berupa keyakinan dan tetap berpikir optimis dalam melangkah saat ini. Responden 3 berpikir untuk tidak perlu terlalu khawatir karena hanya akan menghambat langkahnya.

Dalam dokumen Harapan Menikah Lagi Pada Wanita Bercerai (Halaman 96-111)

Dokumen terkait