• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV TEMUAN-TEMUAN PENELITIAN

A. Deskripsi Data

C. Pembahasan

BAB V PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari seluruh penelitian yang telah dilakukan. Kesimpulan dapat dikemukakan masalah yang ada pada penelitian serta hasil dari penyelesaian penelitian yang bersifat analisis obyektif. Sedangkan saran berisi mencantumkan jalan keluar untuk mengatasi masalah dan kelemahan yang ada. Saran ini tidak lepas ditunjukkan untuk ruang lingkup penelitian.

3. Bagian Akhir Skripsi

Bagian akhir dari skripsi ini berisi tentang daftar pustaka dan daftar lampiran.

13 BAB II

LANDASAN TEORITIS

A. Ekonomi Syariah

1. Definisi Ekonomi Syariah

Dalam Bahasa Arab, kata ekonomi diistilahkan dengan kata

“iqtisad” yang berasal dari akar kata Qasd yang mempunyai makna dasar sederhana, hemat, sedang, lurus dan tengah-tengah. Sedang kata “iqtisad”mempunyai magna sederhana, penghematan dan kelurusan. Istilah ini kemudian mashur digunakan sebagai istilah ekonomi dalam Bahasa Indonesia. (Syakur, 23-24)

Ekonomi Islam adalah ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam. Ada banyak pendapat di seputar pengertian dan ruang lingkup ekonomi Islam. Dawan Rahardjo, memilah istilah ekonomi Islam ke dalam tiga kemungkinan pemaknaan, pertama, yang dimaksud ekonomi Islam adalah ilmu ekonomi yang berdasarkan nilai atau ajaran Islam. Kedua yang dimaksud ekonomi Islam adalah sistem. Sistem menyangkut pengaturan yaitu pengaturan kegiatan ekonomi dalam suatu masyarakat atau negara berdasarkan suatu cara atau metode tertentu. Sedangkan pilihan ketiga adalah ekonomi Islam dalam pengertian perekonomian umat Islam. Dalam tulisan ini ekonomi Islam menyangkut ketiganya dengan penekanan pada ekonomi Islam sebagai konsep dan sistem ekonomi. Ketiga wilayah tersebut, yakni teori, sistem, dan kegiatan

ekonomi umat Islam merupakan tiga pilar yang harus membentuk sebuah sinergi. (Muhammad Abdul Manan, Teori Dan Prakteik Ekonomi Islam (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1997), 19)

Menurut Adi Warman Karim, tiga wilayah level (teori, sistem dan aktivitas) tersebut menjadi basis dalam upaya penegakan syariah dalam bidang ekonomi Islam yang harus dilakukan secara akumulatif. Dengan demikian diperlukan adanya upaya yang sinergi dengan melibatkan seluruh komponen dalam rangka menegakkan Syari’ah dalam bidang ekonomi.

2. Sumber Hukum Ekonomi Syariah

Adapun sumber-sumber hukum dalam ekonomi Islam adalah:

a. Al-Qur'an

Alquran adalah sumber utama, asli, abadi, dan pokok dalam hukum ekonomi Islam yang Allah SWT turunkan kepada Rasul Saw guna memperbaiki, meluruskan dan membimbing Umat manusia kepada jalan yang benar. Didalam Alquran banyak tedapat ayat-ayat yang melandasi hukum ekonomi Islam, salah satunya dalam surat An-Nahl ayat 90 yang mengemukakan tentang peningkatan kesejahteraan Umat Islam dalam segala bidang termasuk ekonomi.

b. Hadits dan Sunah

Setelah Alquran, sumber hukum ekonomi adalah Hadis dan Sunnah. Yang mana para pelaku ekonomi akan mengikuti sumber hukum ini apabila didalam Alquran tidak terperinci secara lengkap tentang hukum ekonomi tersebut.

c. Ijma'

Ijma' adalah sumber hukum yang ketiga, yang mana merupakan konsensus baik dari masyarakat maupun cara cendekiawan Agama, yang tidak terlepas dari Alquran dan Hadis.

d. Ijtihad atau Qiyas

Ijtihad merupakan usaha meneruskan setiap usaha untuk menemukan sedikit banyaknya kemungkinan suatu persoalan syariat. Sedangkan qiyas adalah pendapat yang merupakan alat pokok ijtihad yang dihasilkan melalui penalaran analogi.

e. Istihsan, Istihlah dan Istishab

Istihsan, Istislah dan Istishab adalah bagian dari pada sumber hukum yang lainnya dan telah diterima oleh sebahagian kecil oleh keempat mazhab.

3. Prinsip Dasar Ekonomi Islam a. Pengaturan atas Kepemilikan

Kepemilikan dalam ekonomi Islam dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:

1) Kepemilikan Umum

Kepemilikan umum meliputi semua sumber, baik yang keras, cair maupun gas, minyak bumi, besi, tembaga, emas, dan temasuk yang tersimpan di perut bumi dan semua bentuk energi, juga industri berat yang menjadikan energi sebagai komponen utamanya.

2) Kepemilikan Negara

Kepemilikan Negara meliputi semua kekayaan yang diambil Negara seperti pajak dengan segala bentuknya serta

perdagangan, industri, dan pertanian yang diupayakan Negara diluar kepemilikan umum, yang semuanya dibiayai oleh Negara sesuai dengan kepentingan Negara.

3) Kepemilikan Individu

Kepemilikan ini dapat dikelola oleh setiap individu atau setiap orang sesuai dengan hukum atau norma syariat.

b. Penetapan Sistem Mata Uang Emas dan Perak

Emas dan perak adalah mata uang dalam sistem Islam, ditinggalkannya mata uang emas dan perak dan menggantikannya dengan mata uang kertas telah melemahkan perekonomian Negara. Dominasi mata uang dólar yang tidak ditopang secara langsung oleh emas mengakibatkan struktur ekonomi menjadi sangat rentan terhadap mata uang dolar.

(Muhammad Saddam, 2003:15)

c. Penghapusan Sistem Perbankan Ribawi

Sistem ekonomi dalam Islam mengharamkan segala bentuk riba, baik riba nasiah maupun fadhal. Yang keduanya memiliki unsur merugikan pihak lain yang termasuk di dalam aktifitas ekonomi tersebut.

4. Sistem Ekonomi Islam

a. Multitype Ownership (kepemilikan multijenis). Merupakan turunan dari nilai tauhid dan adil. Prinsip ini adalah terjemahan dari nilai tauhid: pemilik primer langit, bumi dan seisinya adalah Allah, sedangkan manusia diberi amanah untuk mengelolanya. Jadi manusia dianggap sebagai pemilik sekunder. Dengan demikian kepemilikan swasta diakui.

Namun untuk menjamin keadilan, yakni supaya tidak ada

penzaliman segolongan orang terhadap segolongan yang lain, maka cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Dengan demikian, kepemilikan negara dan nasionalisasi juga diakui.

b. Freedom to Act (kebebasan bertindak/berusaha). Merupakan turunan dari nubuwwah, adil, dan khilafah. Freedom to act akan menciptakan mekanisme pasar dalam perekonomian karena setiap individu bebas untuk bermuamalah. Dengan demikian pemerintah bertindak sebagai wasit yang mengawasi interaksi (mu’amalah) pelaku-pelaku ekonomi serta memastikan bahwa tidak terjadi distorsi dalam pasar dan menjamin tidak dilanggarnya syari’ah.

c. Social Justice (keadilan sosial). Merupakan turunan dari nilai khilafah dan ma’ad. Dalam Islam, pemerintah bertanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyatnya dan menciptakan keseimbangan sosial antara yang kaya dan yang miskin.

5. Ruang Lingkup Ekonomi Islam

Dalam ruang lingkup ekonomi Islam terdapat tantangan dan tugas ekonomi Islam, Salah satu hambatan terbesar yang merupakan tantangan bagi pembangunan ekonomi Islam adalah karena tidak adanya contoh aktual/empiris dari praktek ekonomi Islam. Pada saat ini tidak ada masyarakat atau negara di dunia ini termasuk negara-negara muslim sekalipun yang mempraktekkan ekonomi Islam secara ideal. Pada saat ini belum ada praktek ekonomi Islam secara komperehensif, yang ada hanyalah

praktek-praktek parsial dalam beberapa aspek mu’amalah seperti jual beli, sistem perbankan, kontrak dan lain-lain.

Tugas ekonomi Islam memang Nampak lebih besar daripada ilmu ekonomi konvensional. Tugas pertama dari ekonomi Islam yaitu mempelajari perilaku aktual dari para individu maupun kelompok, perusahaan, pasar, pemerintah, dan pelaku ekonomi lainnya. Aspek inilah yang sebenarnya mendapat banyak pembahasan dalam ilmu ekonomi konvensional, namun nampaknya belum memuaskan karena adanya asumsi-asumsi perilaku yang tidak realistis dan komperehensif. Asumsi ini misalnya tentang kecenderungan manusia untuk hanya mementingkan diri sendiri dengan cara maksimasi material dan maksimasi kepuasan (Utility).

Tugas kedua ekonomi Islam adalah menunjukkan jenis asumsi perilaku dan perilaku yang dibutuhkan untuk merealisasikan tujuan pembangunan ekonomi. Karena nilai-nilai moral berorientasi kepada tujuan, maka ekonomi Islam perlu perlu mempertimbangkan nilai-nilai dan lembaga Islam, dan kemudian secara ilmiah menganalisis dampaknya terhadap pencapaian tujuan tersebut.

Tugas ketiga, karena perbedan antara perilaku aktual dan perilaku ideal, maka ekonomi Islam harus menjelaskan mengapa para pelaku ekonomi tidak bertindak menurut jalan yang seharusnya.

Tugas keempat, karena tujuan utama pencarian ilmu adalah membantu peningkatan kesejahteraan manusia, maka ekonomi Islam harus menganjurkan cara yang bagaimana sehingga dapat

membawa perilaku seluruh pelaku ekonomi, yang mempengaruhi alokasi dan distribusi sumber daya ekonomi, sedekat mungkin tatanan yang ideal. (M.B Hendrie Anto, 2003:20-21)

B. Hakikat Kekerasan Dalam Rumah Tangga 1. Pengertian Pernikahan

Pernikahan adalah suatu bentuk keseriusan dalam sebuah hubungan. Selain merupakan bentuk cinta, pernikahan dalam Islam merupakan salah satu bentuk ibadah kepada Allah. Bahkan, disebutkan bahwa pernikahan adalah menggenapkan setengah agama. (Andra Nur Oktaviani, 2019)

A. Pernikahan di Indonesia

Berdasarkan pasal 6 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, syarat melangsungkan perkawinan adalah hal-hal yang harus dipenuhi jika akan melangsungkan sebuah perkawinan. Syarat-syarat tersebut yaitu :

1. Adanya persetujuan dari kedua belah pihak

2. Bila orangtua telah meninggal dunia atau tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin diperoleh dari wali, orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus keatas. Bila yang beragama islam, dalam perkawinan harus ada ( Pasal 14 Kompilasi

e. Ijab dan Kabul

B. Tujuan Pernikahan

1. Menurut Komplikasi Hukum Islam

Dalam Hukum Islam (KHI) pada pasal 3 berbunyi

"Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan berumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah.

Menurut Idhany dalam bukunya Azas-azas fiqh Munakahat hukum keluarga islam (Surabaya: al ikhlas, 1984) menjelasskan bahwa mawaddah itu nafsu birahi yang dilengkapi dengan rahmah (kasih sayang) yang mengikat kedua suami istri tersebut.

2. Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Bab 1 Pasal 1 disebutkan bahwa "Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa". Pencantuman berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa adalah karena Negara Indonesia berdasarkan kepada Pancasila yang sila pertamanya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Sampai disini dinyatakan bahwa perkawinan mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama, kerohanian sehingga perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahir atau jasmani tetapi juga unsur batin atau rohani.

3. Menurut Soerjono Soekanto, menjelaskan bahwa tujuan perkawinan ada 2 diantaranya :

a. Tujuan perkawinan menurut hukum adat pada umumnya adalah untuk mempertahankan dan meneruskan kelangsungan hidup dan kehidupan masyarakat adat.

b. Tujuan perkawinan menurut hukum Islam adalah untuk memenuhi tuntutan naluriah hidup manusia, berhubungan antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan kebegaiaan keluarga sesuai ajaran Allah dan Rasul-Nya disimpulkan dalam Al-Qur'an pada surat Ar-Rum ayat 21.

"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.

Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir."

4. Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

Adapun tujuan perkawinan yang dirumuskan dalam UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 adalah untuk membentuk keluarag (rumah tangga) yang bahagia dan kekal.

Berarti dalam ketentuan jangka waktu tertentu dilangsungkan bukan hanyya sementara atau dalam jangka waktu yang telah direncanakan, akan tetapi berlangsung sseumur hidup atau selama-lamanya dan tidak boleh diputus dengan begitu mudhnya. Oleh karena itu, pemutusan perkawinan dengan perceraian hanya diperbolehkan dalam keadaan sangat terpaksa.

C. Asas-asas Pernikahan

Dalam perkawinan terdapat asas yang dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang disimpulkan pada enam bagian:

1. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal

2. Sahnya perkawinan sangat tergantung pada ketentuan hukum agama dan kepercayaan masing-masing

3. Asas monogamy

4. Calon suami dan istri harus telah dewasa jiwa dan raganya 5. Mempersulit terjadinya perceraian

6. Hak dan kedudukan suami istri adalah seimbang

D. Hak Suami Istri

Yang dimaksud dengan hak disitu adalah apa-apa yang diterima oleh seseorang dari orang lain, sedangkan yang dimaksud kewajiban adalah apa yang mesti dilakukan seseorang terhadap orang lain. Dalam hubungan suami istri dalam rumah tangga suami mempunyai kewajiban dan begitu pula istri mempunyai beberapa kewajiban,

Hak suami merupakan kewajiban istri sebaliknya kawajiban suami merupakan hak istri dalam kaitan ini ada enam hal :

a. Kewajiban suami terhadap istrinya, yang merupakan hak istri dari suami

b. Kewajiban istri terhadap suaminya, yang merupakan hak suami dari istrinya

c. Hak bersama suami istri

d. Hak suami atas istri e. Hak istri atas suami

2. Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kekerasan adalah perihal sifat keras, paksaan, perbuatan yang menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain. Sedangkan kamus Webster mendefinisikan kekerasan sebagai penggunaan kekuatan fisik untuk melukai atau menganiaya, perlakuan atau prosedur yang kasar.

Dilukai atau terluka dikarenakan penyimpangan pelanggaran atau perkataan tidak senonoh dan kejam. Sesuatu yang kuat, bergejolak atau hebat dan cenderung menghancurkan atau memaksa.

Mengenai definisi kekerasan belum ada kesepakatan, karena adanya pandangan yang berbeda, masing-masing mempunyai penilaian dalam menentukan tingkatan dan faktor apa saja yang dapat dimaksudkan kategori. Kekerasan sediri berasal dari bahasa latin yaitu Violentia yang berarti kekerasan, keganasan, kehebatan, kebengisan, kedahsyatan, aniaya dan perkosa.

Menurut definisi yang dikemukakan oleh Sanford Kadish dalam Encyclopedia of Criminal Justice beliau mengatakan bahwa kekerasan adalah semua jenis perilaku yang tidak sah baik berupa suatu tindakan nyata maupun berupa kecaman yang mengakibatkan pembinasaan atau kerusakan hak milik. Meskipun demikian, kejahatan juga tidak dapat dikatakan sebagai kejahatan apabila ketentuan perundng-undangan (hukum) tidak atau belum mengaturnya, seperti kekerasan yang terkait degan hubungan

seksual. Misalnya pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan suami terhadap istrinya.

Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 menyebutkan bahwa kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikologis dan seksual.

Hal ini tidak bisa dikatakan sebagai kejahatan, sebab belum ada satu pasal pun yang mengatur mengenai pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan oleh suami terhadap istrinya. Sedangkan dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 :

Pasal 1 :“Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dan lingkup rumah tangga”

Kekerasan yang dilakukan oleh anggota keluarga kepada anggota keluarga lain (yang dapat dilakukan oleh suami kepada istri dan anaknya, atau oleh ibu kepada anaknya dan sebaliknya).

Meskipun demikian, korban yang dominan adalah kekerasan terhadap istri dan anak oleh sang suami. Kekerasan bisa menimpa siapa saja termasuk ibu, bapak, suami, istri, anak atau pembantu rumah tangga. Namun secara umum pengertian KDRT lebih dipersempit atrinya sebagai penganiayaan oleh suami tehadap istri.

Hal ini bisa dimengerti karena kebanyakan korban KDRT adalah istri.

Berdasarkan beberapa definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa segala perbuatan tindak kekerasan dalam rumah tangga merupakan perbuatan melanggar hak asasi manusia yang dapan dikenakan sanksi hukum pidana maupun hukum perdata. Namun demikian, perempuan-perempuan sering tidak menyadari bahwa dirinya telah mengalami tindak kekerasan. Sebab, walaupun mengalami kekerasan oleh pasangannya dan mengehendaki kekerasan tersebut dihentikan tetapi bukanlah sesuatu hal yang mudah bagi perempuan untuk memutus mata rantai kekerasan, karena secara sosial budaya perempuan dikontruksikan untuk menjadi istri yang baik, yang pandai menyenangkan suami dan menjaga keutuhan rumah tangga. Dengan demikia, istri/perempuam dituntut untuk memiliki tanggung jawab yang lebih besar demi keutuhan suatu rumah tangga, ketika konflik muncul maka pertama kali istri akan menyerahkan diri sendiri atau mencai sebab-sebab konflik dalam dirinya.

KDRT merupakan masalah yang tidak banyak orang mengetahuinya karena sifatnya memang tertutup. Kekerasan yang dilakukan sering dianggap sebagai salah satu bentuk didikan suami terhadap istri serta anggapan bahwa suami sebagai pemimpin rumah tangga sehingga suami berhak bertindak semauanya.

Hasil pemetaan Komisi Nasional Indonesia Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) yang didukung oleh berbagai kelompok dan organisasi perempuan di seluruh Indonesia menujukan bahwa kasus penganiayaan terhadap perempuan tersebar luar di Indonesia, persebarannya terus berkembang, bentuknya beragam dan menimbulkan luka yang dalam. Dalam catatan Akhir

tahun 2020, selama tahun 2019 di Indonesia ada 348.446 kasus kekerasan terhadap perempuan di laporkan dan ditangani yang terdiri dari 335.062 kasus bersumber pada data kasus/perkara yang tersebar di 34 provinsi.

Seperti tahun sebelumnya kekerasan yang terjadi di ranah personal mencatat kasus paling tinggi. Pengadilan Agama mencatat ada sebanyak 335.306 kasus kekerasan yang terjadi di ranah personel terhadap istri. Data pengaduan langsung ke Komnas Perempuan juga menunjukkan tren yang sama, KDRT ranah personel lain menepati posisi kasus yang paling banyak diadukan yaitu sebanyak 9.609 kasus (71%) dari total 13.348 kasus yang masuk. Untuk kekerasan ranah rumah tangga, kekerasan terhadap istri menepati peringkat pertama yaitu sebanyak 5.167 kasus. Di ranah rumah tangga/relasi personal, presentase tertinggi adalah kekerasan fisik 41% (3.982 kasus), diikuti kekerasan seksual 31%

(2.979 kasus), kekerasan psikis (1.404 kasus) dan kekerasan ekonomi 13% (1.244 kasus).

Ada beberapa bentuk KDRT dengan sanksi yang berbeda-beda menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tepatnya BAB III Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8 dan Pasal 9 diataranya :

a. Kekerasan Fisik

Kekerasan fisik merupakan yang sering sekali terjadi dengan klasifikasi atau macam-macam bentuk kekerasan yang mengakibatkan sanksi pidana yang berbeda pula. Kekerasan tersebut terdisi dari :

1) Kekerasan fisik ringan seperti menampar, mejambak, mendorong dan perbuatan lainnya yang mengakibatkan

cidera fisik yang tidak masuk dalam kategori berat sehingga membuat korban tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari.

2) Kekerasan fisik berat dimana terdapat tindak kekerasan yang dapat dikategorikan berat/parah seperti penganiayaan yang meliputi tindakan menendang, memukul, melakukan percobaan pembunuhuna dan perbuatan lainnya yang dapat mengakibatkan korban pingsan, luka berat pada tubuh maupun kehilangan nyawa.

b. Kekerasan Psikis

Kekerasan psikis disini diartikan sebagai kekerasan yang dilakukan dengan cara menggunakan ucapan atau perkataan yang menyebabkan rasa takut atau rasa tertekan secara psikis, sebagai contoh : tindakan menghina istri atau melontarkan katakata yang merendahkan dan melukai harga diri istri, melarang istri mengunjungi saudara atau teman serta mengancam akan menceraikan istri dan memisahkan dari anak-anaknya apabila tidak menuruti perkataan suami.

c. Kekerasan Seksual

Kekerasan seksual dapat diartikan sebagai tindakan kejahatan yang dilakukan dengan perbuatan asusila dan tidak manusiawi terhadap korban.

d. Penelantaran Rumah Tangga

Perbuatan penelantaran rumah tangga yang dimaksud adalah suatu perbuatan dimana seseorang dalam lingkup rumah tangga menelantarkan anggota rumah tangganya, penelantaran disini juga dikategorikan yang mengakibatkan ketergantungan

ekonomi dengan acara membatasi atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada dibawah kendali orang tersebut.

3. Faktor Terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Dalam membentuk keluarga yang sakinah, mawadah dan warahmah seperti apa yang menjadi cita-cita suami istri pada kenyataannya banyak yang tidak sesuai dengan harapan, hal ini disebabkan oleh beberapa persoalan, salah satu persoalan yang sering muncul dan menimbulkan perselisihan di antaranya adalah kekerasan dalam rumah tangga.

Lau dan Kosberg (1984) melalui studinya menegaskan bahwa ada kekerasan diantaranya : physical abuse, psychology calabuse, material abuse of theft of money or personalprperty dan violation right. Berdasarkan studinya anak-anak menjadi korban KDRT cenderung memiliki ketidakberuntungan secara umum.

Mereka cenderung menunjukan tubuh yang lebih kecil, memiliki kekuatan yang lebih lemah dan merasa tak berdaya berhadapan dengan tindak agresif.

Berikut beberapa bentuk-bentuk KDRT yang dapat dijelaskan secara detail.

Pasal 6 : kekerasan fiisk adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat.

Adapun kekerasan fisik dapat diwujudkan dengan perilaku diantaranya : menampar, mengigit, memutar tangan, menikam, mencekik, membakar, menendang, mengancam dengan suatu benda atau senjata dan membunuh. Perilaku ini sungguh membuat siapapun

trauma dalam hidupnya, sehingga mereka tidak merasa nyaman dan aman.

Pasal 7 : kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tak berdaya atau penderitaan psikis berat pada seseorang.

Adapun tindakan kekerasan psikis dapat ditunjukkan dengan perilaku mengintimidasi dan menyiksa, memberikan ancaman kekerasan, mengurung dirumah, penjagaan yang berlebihan, ancaman untuk melepaskan penjagaan, pemisahan, mencaci maki, dan penghinaan secara terus menerus.

Pasal 8 : (a) Pemaksaan hubungan seksual yang Dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut; (b) Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial atau tujuan tertentu.

Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual. Pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar atau tidak disukai, pemaksaan hubungan dengan orang lain untuk bertujuan komersial atau tujuan tertentu.

Pasal 9 :

a) Penelantaran rumah tangga adalah seseorang yang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut.

b) Penelantaran juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban beradadi bawah kendali orang tersebut.

b) Penelantaran juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban beradadi bawah kendali orang tersebut.

Dokumen terkait