Perlindungan Hukum Bagi Istri Terhadap Tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Pengadilan Agama Rangkasbitung
Oleh :
NURFITRIYANTI NIM : 01.0003
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) NIDA EL ADABI BOGOR 2021 M / 1442 H
i
HALAMAN JUDUL
Perlindungan Hukum Bagi Istri Terhadap Tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Pengadilan Agama Rangkasbitung
Oleh Nurfitriyanti
01.0003 SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H) pada Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Nida El-Adabi Bogor
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) NIDA EL ADABI BOGOR 2021 M / 1442 H
ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Saya yang bertanda tangan dibawah ini, mahasiswa STAI Nida El Adabi, Bogor
Nama : Nufitriyanti
NIM : 01.0003
Program Studi : Hukum Ekonomi Syariah
Menyatakan bahwa skripsi yang saya buat dengan judul " Perlindungan Hukum Bagi Istri Terhadap Tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Pengadilan Agama Rangkasbitung" adalah
1. Dibuat dan diselesaikan oleh saya sendiri, berdasarkan data yang saya peroleh dari hasil penelitian saya
2. Bukan merupakan duplikat yang pernah dibuatoleh orang lain atau jiplakan karya tulis orang lain
3. Peryataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya bersedia menanggung segala akibat yang timbul jika persyarata saya tidak benar
Bogor, 25 Juli 2021 Yang membuat pernyataan
Nurfitriyanti
iii
LEMBAR PERSETUJUAN Bahwa Skripsi yang berjudul :
Perlindungan Hukum Bagi Istri Terhadap Tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Pengadilan Agama Rangkasbitung
Oleh : Nurfitriyanti NIM: 01.0003
Setelah diperiksa dan diperbaiki sesuai dengan saran pembimbing, dapat diajukan/disahkan untuk mengikuti sidang skripsi
Menyetujui:
Pembimbing I Pembimbing II
Ardy Fardiansyah. ME Tri Widodo. MH
NIDN. 2103089203 NIDN.
Mengetahui:
Ketua STAI Nida El Adabi Kaprodi HES
Drs. Ramlan Rosyad, M.S.I Wahdan, S.Ag
NIDN. 2101106001 NIDN. 0404057002
iv
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi, Nurfitriyanti, NIM: 01.0003 yang berjudul "Perlindungan Hukum Bagi Istri Terhadap Tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Pengadilan Agama Rangkasbitung" telah diuji dalam siding Munaqosyah Sekolah Tinggi Agama Islam Nida El Adabi Bogor pada Skripsi tersebut telah disahkan dan diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (SH) pada Program Studi Hukum Ekonomi Syariah Sekolah Tinggi Agama Islam Nida El Adabi Bogor.
Bogor, 25 Juli 2021 Sidang Munaqosyah
Ketua merangkap anggota, Sekretaris Merangkap anggota
Anggota
v
ABSTRAK
Nurfitriyanti (2021), Perlindungan Hukum Bagi Istri Terhadap Tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Pengadilan Agama Rangkasbitung.Skripsi Program Studi Hukum Ekonomi Syariah, Sekolah Tinggi Agama (STAI) Islam Nida El Adabi Bogor.Pembimbing : (1) Ardy Fardiansyah, ME; (2) Tri Widodo, MH.
Kata kunci : Kekerasan dalam rumah tangga, Perempuan, Istri.
Kekerasan terhadap perempuan menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam deklarasi penghapusan kekerassan terhadap perempuan, kekerasan terhadap perempuan adalah segala bentuk tindakan kekerasan yang berbasis gender yang mengakibatkan rasa sakit atau penderitaan terhadap perempuan baik secara fisik, seksual, psikologis termasuk ancaman, pembatasan kebebasan, dan pemaksaan baik yang tejadi di area publik atau domestik. Kekerasan terhadap perempuan adalah tindakan atau sikap yang dilakukan dengan tujuan tertentu sehingga dapat merugikan perempuan baik secara fisik maupun psikis. Hal penting lainnya adalah bahwa suatu kejadian yang bersifat kebetulan tidak dikategorikan sebagai kekerasan walaupun menimbulkan kerugian terhadap perempuan.
Metode penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif. Objek penelitian ini adalah istri sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi dan dokumentasi. Uji keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan triangulasi sumber. Teknik analisis data yaitu berupa pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian di Pengadilan Agama Rangkasbitung, dampak yang dirasakan keluarga korban akibat kekerasan yang terjadi atas korban sangat berdampak besar terutama kepada orangtua korban yang sangat menyayangi anaknya telah menjadi kobar kekerasan dalam rumah tangga. Dan masih adanya perlindungan hukum terhadap korban terhadap tindak kekerasan dalam rumah tangga di sekitar Pengadilan Agama Rangkasbitung.
vi ABSTRACT
Nurfitriyanti (2021), Legal Protection for Wives for Acts of Domestic Violence at the Rangkasbitung Religious Court. Thesis of Sharia Economic Law Study Program, Islamic College of Religion (STAI) Nida El Adabi Bogor. Supervisor : (1) Ardy Fardiansyah, ME; (2) Tri Widodo, MH.
Keywords: Domestic Violence, Women, Wives.
Violence against women according to the United Nations (UN) in the declaration of the elimination of violence against women, violence against women is any form of gender-based violence that causes pain or suffering to women, physically, sexually, psychologically, including threats, restrictions on freedom, and coercion, whether occurring in public or domestic areas. Violence against women is an action or attitude carried out with a specific purpose so that it can harm women both physically and psychologically. Another important point is that an incident that is coincidental is not categorized as violence even though it causes harm to women.
This research method uses qualitative research. The object of this research is the wife as a victim of domestic violence. Data collection techniques used are interviews, observation and documentation. Test the validity of the data in this study using source triangulation. Data analysis techniques are in the form of data collection, data reduction, data presentation and conclusion drawing.
The results of the research at the Rangkasbitung Religious Court, the impact felt by the victim's family due to the violence that occurred against the victim was very large, especially to the victim's parents who loved their children so much that it became a flare for domestic violence. And there is still legal protection for victims of domestic violence around the Rangkasbitung Religious Court.
vii MOTO
"Jangan tuntut Rabb-mu karena tertundanya keinginanmu, tapi tuntut dirimu karena menunda adabmu kepada Allah SWT".
(Ibnu Atha'illah As-Sakandari)
viii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji syukur penulis panjatkan kepada Dzat illahirabbi yang mana berkat nikmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul " Perlindungan Hukum Bagi Istri Terhadap Tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Pengadilan Agama Rangkasbitung". Penulisan ini bermaksud untuk memenuhi persyaratan guna menyelesaikan program strata satu program studi Hukum Ekonomi Syariah Jurusan Muamalah STAI Nida El Adabi.
Merangkai kata kemudian menjadi kalimat, kemudian membahas dan meyatukan jadi satu karya ilmiah merupakan salah satu hal yang tidak mudah untuk secepatnya diselesaikan karena dibutuhkan kesabaran ekstra dan konsentrasi penuh dalam penulisannya. Dengan selesainya penulisan ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang telah memberikan masukan- masukan kepada penulis.
Untuk itu penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada : 1. Drs. Ramlan Rosyad, M.S.I selaku ketua STAI Nida El Adabi.
2. Wahdan, S.Ag selaku Kaprodi Hukum Ekonomi Syariah.
3. Ardy Fardiansyah, ME selaku Dosen Pembimbing I STAI Nida El Adabi yang telah banyak memberikan arahan, masukan, kritik dan saran sehingga penulisan ini terjalankan dengan baik.
ix
4. Tri Widodo, MH selaku Dosen Pembimbing II STAI Nida El Adabi yang juga telah banyak memberikan saran serta arahan dalam penulisan ini.
5. Para dosen di STAI Nida El Adabi yang banyak memberikan bantuan arahan juga masukan.
6. Muhammad Taufik Rahmani, S.Ag selaku Ketua Pengadilan Agama Rangkasbitung.
7. Para staf di Pengadilan Agama Rangkasbitung yang telah banyak membantu penulis dalam melakukan penelitian.
8. Kedua orangtua tercinta yang selalu memberikan doa dan motivasi kepada penulis.
9. Muhammad Arif selaku suami penulis yang selalu memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari skripsi ini, baik dari materi maupun teknik penyajianya, mengingat kurangnya pengetahuan dan pengalaman penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat sebagai ilmu pengetahuan dan berguna bagi para pembaca.
Bogor, 25 Juli 2021 Penulis
NURFITRIYANTI NIM. 17.02.01.0003
x
DAFTAR ISI
Halaman Judul ... i
Surat Pernyataan Keaslian Tulisan Skripsi ... ii
Lembar Persetujuan ... iii
Lembar Pengesahan ... iv
Abstrak ... v
Moto ... vii
Kata Pengantar ... viii
Daftar Isi ... x
Daftar Tabel ... xiii
BAB I : PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 9
C. Pembatasan Masalah ... 9
D. Rumusan Masalah ... 9
E. Manfaat Masalah ... 10
F. Sistematika Penulisan ... 10
BAB II : LANDASAN TEORITIS ... 13
A. Ekonomi Syariah ... 13
B. Hakikat Kekerasan Dalam Rumah Tangga ... 19
1. Pengertian Pernikahan ... 19
2. Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga ... 23
3. Faktor Terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga ... 28
4. Dampak Kekerasan Dalam Rumah Tangga ... 34
xi
C. Pemaparan Perlindungan Hukum ... 36
D. Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan Dengan Hukum ... 40
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN ... 41
A. Tujuan Penelitian ... 41
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 41
C. Latar Penelitian ... 43
D. Metode Penelitian ... 43
E. Fokus Penelitian ... 44
F. Pertanyaan Penelitian (Research Question ) ... 44
G. Prosedur Pengumpulan dan Perekaman Data ... 44
H. Analkisis Data ... 45
I. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data ... 46
BAB IV TEMUAN-TEMUAN PENELITIAN ... 47
A. Deskripsi Data ... 47
B. Hasil Penelitian ... 52
C. Pembahasan ... 56
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ... 57
A. Kesimpulan ... 57
B. Implikasi ... 58
C. Saran ... 59
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian ... 42 Tabel 4.1 Nama dan Jabatan Pegawai Pengadilan
Agama Rangkasbitung ... 54
1 BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Konflik dalam keluarga sebenarnya adalah hal yang wajar apabila konflik tersebut bisa diselesaikan dengan cara baik dan benar, semua keluarga pasti pernah mengalami konflik seperti konflik suami dan istri maupun konflik orangtua dan anak. Perbedaan setiap keluarga dalam mengatasi konflik dan menyelesaikan konflik itulah yang membuat satu keluarga dengan keluarga lain berbeda.
Keluarga dalam menyelesaikan sebuah konflik harus dengan cara yang baik dan benar, setiap individu didalam keluarga harus mempunyai rasa pengertian dan pengendalian emosi karena dengan adanya rasa itu terwulah keluarga yang bahagia. Apabila konflik diselesaikan dengan cara yang tidak benar maka akan menimbulkan permasalahan yang lebih berat lagi, seperti halnya jika menyelesaikan dengan cara marah-marah hingga emosi tinggi dan berakhir dengan menggunakan kekerasan fisik akan menimbulkan dampak yang tidak baik untuk kedepannya. Masalah kekerasan (khususnya dalam rumah tangga) merupan salah satu bentuk kejahatan yang melecehkan dan menodai harkat manusia, serta dikategorikan sebagai jenis kejahatan melawan hukum kemanusiaan.
Namun demikian, tidak semua unsur kejahatan mengandung unsur-unsur kekerasan dan tidak semua tindak kekerasan dapat dikatakan komponen kejahatan.
Pada zaman sekarang kekerasan bukan suatu hal yang asing dalam kehidupan di masyarakat. Kekerasan dapat terjadi dimana saja dan
banyaknya berita kriminal tentang kekerasan dapat mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat. Berbagai kasus kerakibat fatal dari kekerasan orangtua terhadap anaknya, suami terhadap istrinya, majikan terhadap asisten rumah tangganya, terkuak dalam surat kabar dan media sosial.
Umumnya kekerasan dalam rumah tangga sangat erat hubungannya dengan ketiadaan akses perempuan kepada sumber daya ekonomi (financial modal dan benda-benda tidak bergerak seperti tanah dan sumber kesejahteraan lain), usia, pendidikan, agama dan suku bangsa.
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dialami perempuan juga berlapis-lapis maknanya, bentuk kekerasan yang dialami perempuan lebih dari satu bentuk kekerasan baik secara fisik, psikologis, seksual dan ekonomi.
Kekerasan terhadap perempuan menurut Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) dalam deklarasi penghapusan kekerassan terhadap perempuan, kekerasan terhadap perempuan adalah segala bentuk tindakan kekerasan yang berbasis gender yang mengakibatkan rasa sakit atau penderitaan terhadap perempuan baik secara fisik, seksual, psikologis termasuk ancaman, pembatasan kebebasan, dan pemaksaan baik yang tejadi di area publik atau domestik. Kekerasan terhadap perempuan adalah tindakan atau sikap yang dilakukan dengan tujuan tertentu sehingga dapat merugikan perempuan baik secara fisik maupun psikis. Hal penting lainnya adalah bahwa suatu kejadian yang bersifat kebetulan tidak dikategorikan sebagai kekerasan walaupun menimbulkan kerugian terhadap perempuan.
Menurut Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), kekerasan
dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologi atau penelantaran rumah tangga termasuk juga hal-hal yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, atau penderitaan psikis secara mendalam.
Undang-undang tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga ini terkait erat dengan beberapa peraturan perundang-undangan lain yang sudah berlaku sebelumnya, antara lain, Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta Perubahannya, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, Undangundang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women), dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Undang-undang ini tidak bertujuan untuk mendorong perceraian, sebagaimana yang sering dikatakan orang. Undang-undang penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) ini bertujuan untuk memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera dengan mencegah segala betuk kekerasan seklaigus melindungi korban dan menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga. Untuk melakukan pencegahan kekerasan dalam rumah tangga, Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pemberdayaan perempuan melaksanakan tindakan pencegahan, antara lain, menyelenggarakan komunikasi,
informasi, dan edukasi tentang pencegahan kekerasan dalam rumah tangga.
Berdasarkan pemikiran tersebut, sudah saatnya dibentuk Undang- Undang tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga yang diatur secara komprehensif, jelas, dan tegas untuk melindungi dan berpihak kepada korban, serta sekaligus memberikan pendidikan dan penyadaran kepada masyarakat dan aparat bahwa segala tindak kekerasan dalam rumah tangga merupakan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan. Cara mengurangi kekerasan dalam rumah tangga tidak hanya dilakukan oleh individu yang ada dalam suatu keluarga saja, tetapi pemerintah ikut serta dalam menanggulangi kekerasan dalam rumah tangga ini.
Catatan Tahunan (CATAHU) Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Peermpuan) mencatat kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan yang diterima oleh berbagai lembaga masyarakat maupun institusi pemerintah yang tersebar hampir di semua Provinsi Indonesia, serta pengaduan langsung yang diterima oleh Komnas Perempuan melalui Unit Pengaduan Rujukan (UPR) maupun melalui email resmi Komnas Perempuan, dalam kurun waktu satu tahun belakang. Tahun 2020 Komnas Perempuan mengirimkan 672 lembar formulir kepada lembaga mitra Komnas Perempuan di seluruh Indonesia dengan tingkat respon pengembalian mencapai 35%, yaitu 239 formulir.
Tingkat respon pengembalian bertambah seiring dengan naiknya jumlah kasus yang dilaporkan pada tahun 2019 jumlah kasus yang dilaporkan meningkat 6%. Jumlah KTP (Kekerasan Terhadap Perempuan) 20219 sebesar 431.471, jumlah ini meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 406.178. Sebagian besar data
bersumber dari kasus atau perkara yang di tangani oleh Pengadilan Negri/Pengadilan Agama. Data ini dihimpun dari 3 sumber yakni; dari PN/Pengadilan Agama sejumlah 421.752 kasus, dan lembaga layanan mitra Komnas Perempuan sejumlah 14.719 kasus, dari Unit Pelayanan dan Rujukan (UPR) satu unit yang sengaja dibentuk langsung KOmnas Peermpuan sebanyak 1.419 kasus yang datang ke Komnas Perempuan, dimana 1.277 kasus adalah berbasis gender 142 kasus diantaranya adalah kasus tidak berbasis gender.
Dengan adanya Undang-Undang PKDRT (Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga), masalah kekerasan dalam rumah tangga menjadi isu publik.
Dapat dilihat dari peningkatan angka KDRT yang dilaporkan. Dalam catatan Komnas Perempuan menunjukkan data yang terbagi menjadi:
1. Pada tahun 2010 jumlah kasus KTP sebesar 105.103 2. Pada tahun 2011 jumlah kasus KTP sebesar 119.107 3. Pada tahun 2012 jumlah kasus KTP sebesar 216.156 4. Pada tahun 2013 jumlah kasus KTP sebesar 279.688 5. Pada tahun 2014 jumlah kasus KTP sebesar 293.220 6. Pada tahun 2015 jumlah kasus KTP sebesar 321.752 7. Pada tahun 2016 jumlah kasus KTP sebesar 259.150 8. Pada tahun 2017 jumlah kasus KTP sebesar 348.446 9. Pada tahun 2018 jumlah kasus KTP sebesar 406.178.
10. Pada tahun 2019 jumlah kasus KTP sebesar 431.471.
Angka di atas menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 10 tahun, kekerasan terhadap perempuan meningkat 792% (hampir 800%), artinya kekerasan terhadap perempuan di Indonesia selama 10 tahun meningkat hampir 8 kali lipat. Diagram di atas dapat digambarkan sebagaimana fenomena gunung es, dimana dapat diartikan bahwa dalam situasi yang sebenarnya, lebih banyak perempuan Indonesia yang berada pada kondisi mengalami kehidupan yang tidak aman. Arti lainnya adalah apabila setiap tahun kecenderungan kekerasan terhadap perempuan mengalami peningkatan secara konsisten, menunjukkan bahwa di satu sisi terjadi peningkatan keberanian bagi korban untuk melapor, di sisi lain adanya kebutuhan perlindungan dan keamanan yang lebih mumpuni bagi perempuan. Fenomena ini menggambarkan bahwa kekerasan terhadap perempuan masih menjadi budaya yang menguat di kalangan masyarakat kita.
Selain itu pertimbangan lainnya adalah proses untuk mendapatkan keadilan tidak mudah seperti harus mengumpulkan bukti-bukti (visum) dan mendatangkan saksi. Biasanya korban juga memikirkan anak.
Misalnya, bagaimana reaksi anak apabila ayahnya masuk penjara karena gugatan KDRT yang dilakukan ibunya. Direktur LBH Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (APIK) Siti Mazuma, menilai penanganan kasus KDRT cenderung lambat karena sering ada upaya mediasi antara korban dan pelaku. Kendala kasus tidak berjalan selain karena polisi lamban juga alasan korban masih cinta dan tidak tega kalau suaminya di penjara.
CATAHU tahun ini mencatat bahwa UPPA (lembaga dibawah kepolisian) menempati urutan tertinggi dalam penerimaan yaitu sebanyak 4.124 kasus, tahun lalu urutan pertama ditempati DP3AKB (lembaga di
bawah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak), disusul di posisi kedua laporan melalui WCC/LSM/OMS (lembaga non pemerintah) 3.510 kasus dan tempat ketiga P2TP2A 2.821 kasus.
Banyaknya kasus yang dilaporkan ke UPPA yang merupakan lembaga di bawah kepolisian dapat diartikan bahwa masyarakat membutuhkan lembaga atau institusi yang legal dan memiliki payung hukum yang jelas. Lembaga kepolisian secara insfrastuktur ditempatkan di berbagai wilayah sampai ke tingkat kecamatan sehingga mudah dijangkau. Namun di sisi lain, minimnya jumlah kasus yang diproses di Pengadilan Negeri (PN), dapat diartikan bahwa proses hukum mengalami kemandegan, dan persoalan kekerasan terhadap perempuan masih terhambat penanganan dan penyelesaiannya secara hukum. Perlu dilakukan pendalaman faktor-faktor apa yang menyebabkan kemandegan terhadap proses hukum tersebut, terutama terkait implementasi SPPT PKKTP, selain implementasi monitoring dan evaluasi implementasi UU Kekerasan dalam Rumah Tangga. Untuk kasus kasus kekerasan seksual, masih diperlukan UU khusus mengenai Tindak Pidana Penghapusan Kekerasan Seksual.
Kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan ke Komnas Perempuan menunjukkan bahwa satu kasus proses hukumnya dapat berjalan selama bertahun-tahun, misalnya satu kasus KDRT yang dilaporkan sejak tahun 2016 hingga tahun 2020 masih berjalan.
Kesenjangan jumlah kasus yang ditangani Kepolisian yang tidak sampai ke tahap pengadilan, terpantau banyak terjadi pada kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga. Tahun 2018 Komnas Perempuan bekerjasama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Indonesia RI didukung oleh UN Women melakukan kajian bertajuk
“Urgensi Mempercepat Optimalisasi dan Efektivitas Pelaksanaan UU PKDRT.”
Temuan kajian tentang adanya penafsiran beragam bagaimana UU PKDRT diterapkan, yang masih dipengaruhi pandangan bahwa KDRT merupakan persoalan personal dan menjaga kelangsungan rumah tangga adalah sesuatu yang penting. Pandangan ini mempengaruhi aparat penegak hukum dalam penanganan kasus KDRT, seperti menggunakan pasal yang ringan hukumannya hingga menjatuhkan pidana ringan dan pidana bersyarat dengan pertimbangan tidak membuat keluarga terpisah satu sama lain. Pandangan ini berdampak pula pada penyelesaian KDRT melalui restorative justice, mediasi, atau upaya damai di beberapa daerah di Indonesia khususnya pada tahap kepolisian. Padahal, faktanya pencabutan perkara maupun penyelesaian secara damai tidak serta-merta menghentikan KDRT bahkan berulang dan lebih parah.
Berdasarkan fungsi hukum, baik sebagai sarana rekayasa sosial mampu sebagai sarana kontrol sosial, maka setiap peraturan yang mengatur retribusi diciptakan untuk menjalankan sesuai dengan tujuan dan makna yang dikandungnya. Warga masyarakat sebagai pihak yang dituju oleh peraturan wajib dengan lapang hati dan penuh pengertiankepada hukum tersebut. Adanya peraturan-peraturan hukum dan lembaga-lembaga serta aparat penegak hukum yang dilengkapi dengan sarana dan fasilitas yang diperlukan tanpa didukung oleh kesadaran warga msyarakat sebagai individu masyarakat, maka kemungkinan hukum itu mengalami banyak hambatan dalam penerapannya karena perilku individu yang bermacam-macam.
Dari uraian diatas, maka penulis melakukan penelitian untuk mengetahui lebih dalam mengenai : "Perlindungan Hukum Bagi Istri
Terhadap Tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Pengadilan Agama Rangkasbitung"
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka dapat diidentifiksi masalahnya sebagai berikut :
1. Banyaknya kasus kekerasan yang terjadi di masyarakat khususnya kekerasan dalam rumah tangga.
2. Kekerasan dalam rumah tangga khususnya penganiayaaan terhadap istri, merupakan salah satu penyebab kekacauan dalam masyarakat.
3. Kekerasan yang dilakukan secara tidak sengaja maka tidak bisa dikatakan kejahatan walaupun membuat pihak perempuan dirugikan
4. Korban kekerasan yang membutuhkan perlindungan baik dari orang-orang terdekat maupun aparat hukum.
C. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini dapat dilakukan lebih fokus, sempurna dan mendalam maka penulis memandang permasalahan penelitian yang diangkat perlu dibatasi variabelnya. Oleh sebab itu, penulis membatasi diri hanya berkaita dengan "Perlindungan Hukum Bagi Istri Terhadap Tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Pengadilan Agama Rangkasbitung".
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana dampak kekerasan dalam rumah tangga terhadap anak?
2. Bagaimana perlindungan hukum bagi istri terhadap tindak kekerasan dalam rumah tangga?
E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi penulis, masyarakat dan pembaca tentang pentingnya melindungi dan mengayomi korban kekerasan.
2. Manfaat Praktis
a. Diharapkan penelitian ini mampu memberikan pengertian kepada korban kekerasan bahwasannya pelaku kekerasan akan mendapatkan hukuman sesuai aturan yang telah di tetapkan pemerintah.
b. Sebagai syarat menyelesaikan studi Strata Satu (S1) Prodi Hukum Ekonomi Syariah di Fakultas Muamalah STAI Nida El Adabi.
F. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah melihat dan mengetahui pembahasan yang ada pada skripsi ini secara menyeluruh, maka perlu dikemukakan sistematika yang merupakan kerangka dan pedoman penulisan skripsi. Adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut :
1. Bagian Awal Skripsi
Bagian awal memuat halaman sampul depan, halaman judul, halaman lembar pernyataan keaslian skripsi, halaman lembar persetujuan, halaman lembar pengesahan, abstrak, halaman kata pengantar, halaman daftar isi, halaman daftar tabel, halaman daftar gambar dan halaman daftar lampiran.
2. Bagian Utama Skripsi
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini terdiri dari latar belakang, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, manfaat masalah dan sistematika penulisan skripi.
BAB II LANDASAN TEORITIS
Bab ini berisi tentang pembahasan pengertian pernikahan, tujuan pernikahan, asas-asas pernikahan, hak suami istri, pengertian kekerasan dalam rumah tangga, faktor kekerasan dalam rumah tangga, dampak kekerasan dalam rumah tangga, pemaparan hukum dan pedoman mengadili perkara perempuan dengan hukum.
BAB III METODE PENELITIAN
Dalam bab ini penulis mengemukakan tentang metode penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam Perlindunga hukum bagi istri atas tindak kekerasan dalam rumah tangga. Agar sistematis, bab ini meliputi :
A. Tujuan Penelitian
B. Tempat dan Waktu Penelitian C. Latar Penelitian (Setting) D. Metode Penelitian
E. Fokus Penelitian F. Pertanyaan Penelitian
G. Prosedur Pengumpulan dan Perekam Data
H. Analisa Data
I. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data (Triangulasi Data)
BAB IV TEMUAN-TEMUAN PENELITIAN (CULTURAL THEME)
Bab ini terdiri dari gambaran hasil penelitian dan analisa secara kualitatif serta pembahasan hasil penelitian.
Agar tersusun dengan baik diklasifikasikan ke dalam:
A. Deskripsi Data B. Hasil penelitian C. Pembahasan
BAB V PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari seluruh penelitian yang telah dilakukan. Kesimpulan dapat dikemukakan masalah yang ada pada penelitian serta hasil dari penyelesaian penelitian yang bersifat analisis obyektif. Sedangkan saran berisi mencantumkan jalan keluar untuk mengatasi masalah dan kelemahan yang ada. Saran ini tidak lepas ditunjukkan untuk ruang lingkup penelitian.
3. Bagian Akhir Skripsi
Bagian akhir dari skripsi ini berisi tentang daftar pustaka dan daftar lampiran.
13 BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Ekonomi Syariah
1. Definisi Ekonomi Syariah
Dalam Bahasa Arab, kata ekonomi diistilahkan dengan kata
“iqtisad” yang berasal dari akar kata Qasd yang mempunyai makna dasar sederhana, hemat, sedang, lurus dan tengah-tengah. Sedang kata “iqtisad”mempunyai magna sederhana, penghematan dan kelurusan. Istilah ini kemudian mashur digunakan sebagai istilah ekonomi dalam Bahasa Indonesia. (Syakur, 23-24)
Ekonomi Islam adalah ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam. Ada banyak pendapat di seputar pengertian dan ruang lingkup ekonomi Islam. Dawan Rahardjo, memilah istilah ekonomi Islam ke dalam tiga kemungkinan pemaknaan, pertama, yang dimaksud ekonomi Islam adalah ilmu ekonomi yang berdasarkan nilai atau ajaran Islam. Kedua yang dimaksud ekonomi Islam adalah sistem. Sistem menyangkut pengaturan yaitu pengaturan kegiatan ekonomi dalam suatu masyarakat atau negara berdasarkan suatu cara atau metode tertentu. Sedangkan pilihan ketiga adalah ekonomi Islam dalam pengertian perekonomian umat Islam. Dalam tulisan ini ekonomi Islam menyangkut ketiganya dengan penekanan pada ekonomi Islam sebagai konsep dan sistem ekonomi. Ketiga wilayah tersebut, yakni teori, sistem, dan kegiatan
ekonomi umat Islam merupakan tiga pilar yang harus membentuk sebuah sinergi. (Muhammad Abdul Manan, Teori Dan Prakteik Ekonomi Islam (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1997), 19)
Menurut Adi Warman Karim, tiga wilayah level (teori, sistem dan aktivitas) tersebut menjadi basis dalam upaya penegakan syariah dalam bidang ekonomi Islam yang harus dilakukan secara akumulatif. Dengan demikian diperlukan adanya upaya yang sinergi dengan melibatkan seluruh komponen dalam rangka menegakkan Syari’ah dalam bidang ekonomi.
2. Sumber Hukum Ekonomi Syariah
Adapun sumber-sumber hukum dalam ekonomi Islam adalah:
a. Al-Qur'an
Alquran adalah sumber utama, asli, abadi, dan pokok dalam hukum ekonomi Islam yang Allah SWT turunkan kepada Rasul Saw guna memperbaiki, meluruskan dan membimbing Umat manusia kepada jalan yang benar. Didalam Alquran banyak tedapat ayat-ayat yang melandasi hukum ekonomi Islam, salah satunya dalam surat An-Nahl ayat 90 yang mengemukakan tentang peningkatan kesejahteraan Umat Islam dalam segala bidang termasuk ekonomi.
b. Hadits dan Sunah
Setelah Alquran, sumber hukum ekonomi adalah Hadis dan Sunnah. Yang mana para pelaku ekonomi akan mengikuti sumber hukum ini apabila didalam Alquran tidak terperinci secara lengkap tentang hukum ekonomi tersebut.
c. Ijma'
Ijma' adalah sumber hukum yang ketiga, yang mana merupakan konsensus baik dari masyarakat maupun cara cendekiawan Agama, yang tidak terlepas dari Alquran dan Hadis.
d. Ijtihad atau Qiyas
Ijtihad merupakan usaha meneruskan setiap usaha untuk menemukan sedikit banyaknya kemungkinan suatu persoalan syariat. Sedangkan qiyas adalah pendapat yang merupakan alat pokok ijtihad yang dihasilkan melalui penalaran analogi.
e. Istihsan, Istihlah dan Istishab
Istihsan, Istislah dan Istishab adalah bagian dari pada sumber hukum yang lainnya dan telah diterima oleh sebahagian kecil oleh keempat mazhab.
3. Prinsip Dasar Ekonomi Islam a. Pengaturan atas Kepemilikan
Kepemilikan dalam ekonomi Islam dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:
1) Kepemilikan Umum
Kepemilikan umum meliputi semua sumber, baik yang keras, cair maupun gas, minyak bumi, besi, tembaga, emas, dan temasuk yang tersimpan di perut bumi dan semua bentuk energi, juga industri berat yang menjadikan energi sebagai komponen utamanya.
2) Kepemilikan Negara
Kepemilikan Negara meliputi semua kekayaan yang diambil Negara seperti pajak dengan segala bentuknya serta
perdagangan, industri, dan pertanian yang diupayakan Negara diluar kepemilikan umum, yang semuanya dibiayai oleh Negara sesuai dengan kepentingan Negara.
3) Kepemilikan Individu
Kepemilikan ini dapat dikelola oleh setiap individu atau setiap orang sesuai dengan hukum atau norma syariat.
b. Penetapan Sistem Mata Uang Emas dan Perak
Emas dan perak adalah mata uang dalam sistem Islam, ditinggalkannya mata uang emas dan perak dan menggantikannya dengan mata uang kertas telah melemahkan perekonomian Negara. Dominasi mata uang dólar yang tidak ditopang secara langsung oleh emas mengakibatkan struktur ekonomi menjadi sangat rentan terhadap mata uang dolar.
(Muhammad Saddam, 2003:15)
c. Penghapusan Sistem Perbankan Ribawi
Sistem ekonomi dalam Islam mengharamkan segala bentuk riba, baik riba nasiah maupun fadhal. Yang keduanya memiliki unsur merugikan pihak lain yang termasuk di dalam aktifitas ekonomi tersebut.
4. Sistem Ekonomi Islam
a. Multitype Ownership (kepemilikan multijenis). Merupakan turunan dari nilai tauhid dan adil. Prinsip ini adalah terjemahan dari nilai tauhid: pemilik primer langit, bumi dan seisinya adalah Allah, sedangkan manusia diberi amanah untuk mengelolanya. Jadi manusia dianggap sebagai pemilik sekunder. Dengan demikian kepemilikan swasta diakui.
Namun untuk menjamin keadilan, yakni supaya tidak ada
penzaliman segolongan orang terhadap segolongan yang lain, maka cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Dengan demikian, kepemilikan negara dan nasionalisasi juga diakui.
b. Freedom to Act (kebebasan bertindak/berusaha). Merupakan turunan dari nubuwwah, adil, dan khilafah. Freedom to act akan menciptakan mekanisme pasar dalam perekonomian karena setiap individu bebas untuk bermuamalah. Dengan demikian pemerintah bertindak sebagai wasit yang mengawasi interaksi (mu’amalah) pelaku-pelaku ekonomi serta memastikan bahwa tidak terjadi distorsi dalam pasar dan menjamin tidak dilanggarnya syari’ah.
c. Social Justice (keadilan sosial). Merupakan turunan dari nilai khilafah dan ma’ad. Dalam Islam, pemerintah bertanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyatnya dan menciptakan keseimbangan sosial antara yang kaya dan yang miskin.
5. Ruang Lingkup Ekonomi Islam
Dalam ruang lingkup ekonomi Islam terdapat tantangan dan tugas ekonomi Islam, Salah satu hambatan terbesar yang merupakan tantangan bagi pembangunan ekonomi Islam adalah karena tidak adanya contoh aktual/empiris dari praktek ekonomi Islam. Pada saat ini tidak ada masyarakat atau negara di dunia ini termasuk negara-negara muslim sekalipun yang mempraktekkan ekonomi Islam secara ideal. Pada saat ini belum ada praktek ekonomi Islam secara komperehensif, yang ada hanyalah praktek-
praktek parsial dalam beberapa aspek mu’amalah seperti jual beli, sistem perbankan, kontrak dan lain-lain.
Tugas ekonomi Islam memang Nampak lebih besar daripada ilmu ekonomi konvensional. Tugas pertama dari ekonomi Islam yaitu mempelajari perilaku aktual dari para individu maupun kelompok, perusahaan, pasar, pemerintah, dan pelaku ekonomi lainnya. Aspek inilah yang sebenarnya mendapat banyak pembahasan dalam ilmu ekonomi konvensional, namun nampaknya belum memuaskan karena adanya asumsi-asumsi perilaku yang tidak realistis dan komperehensif. Asumsi ini misalnya tentang kecenderungan manusia untuk hanya mementingkan diri sendiri dengan cara maksimasi material dan maksimasi kepuasan (Utility).
Tugas kedua ekonomi Islam adalah menunjukkan jenis asumsi perilaku dan perilaku yang dibutuhkan untuk merealisasikan tujuan pembangunan ekonomi. Karena nilai-nilai moral berorientasi kepada tujuan, maka ekonomi Islam perlu perlu mempertimbangkan nilai-nilai dan lembaga Islam, dan kemudian secara ilmiah menganalisis dampaknya terhadap pencapaian tujuan tersebut.
Tugas ketiga, karena perbedan antara perilaku aktual dan perilaku ideal, maka ekonomi Islam harus menjelaskan mengapa para pelaku ekonomi tidak bertindak menurut jalan yang seharusnya.
Tugas keempat, karena tujuan utama pencarian ilmu adalah membantu peningkatan kesejahteraan manusia, maka ekonomi Islam harus menganjurkan cara yang bagaimana sehingga dapat
membawa perilaku seluruh pelaku ekonomi, yang mempengaruhi alokasi dan distribusi sumber daya ekonomi, sedekat mungkin tatanan yang ideal. (M.B Hendrie Anto, 2003:20-21)
B. Hakikat Kekerasan Dalam Rumah Tangga 1. Pengertian Pernikahan
Pernikahan adalah suatu bentuk keseriusan dalam sebuah hubungan. Selain merupakan bentuk cinta, pernikahan dalam Islam merupakan salah satu bentuk ibadah kepada Allah. Bahkan, disebutkan bahwa pernikahan adalah menggenapkan setengah agama. (Andra Nur Oktaviani, 2019)
A. Pernikahan di Indonesia
Berdasarkan pasal 6 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, syarat melangsungkan perkawinan adalah hal-hal yang harus dipenuhi jika akan melangsungkan sebuah perkawinan. Syarat-syarat tersebut yaitu :
1. Adanya persetujuan dari kedua belah pihak
2. Bila orangtua telah meninggal dunia atau tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin diperoleh dari wali, orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus keatas. Bila yang beragama islam, dalam perkawinan harus ada ( Pasal 14 Kompilasi Hukum Islam (KHI) ) :
a. Calon istri b. Calon suami c. Wali nikah d. Dua orang saksi
e. Ijab dan Kabul
B. Tujuan Pernikahan
1. Menurut Komplikasi Hukum Islam
Dalam Hukum Islam (KHI) pada pasal 3 berbunyi
"Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan berumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah.
Menurut Idhany dalam bukunya Azas-azas fiqh Munakahat hukum keluarga islam (Surabaya: al ikhlas, 1984) menjelasskan bahwa mawaddah itu nafsu birahi yang dilengkapi dengan rahmah (kasih sayang) yang mengikat kedua suami istri tersebut.
2. Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Bab 1 Pasal 1 disebutkan bahwa "Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa". Pencantuman berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa adalah karena Negara Indonesia berdasarkan kepada Pancasila yang sila pertamanya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Sampai disini dinyatakan bahwa perkawinan mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama, kerohanian sehingga perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahir atau jasmani tetapi juga unsur batin atau rohani.
3. Menurut Soerjono Soekanto, menjelaskan bahwa tujuan perkawinan ada 2 diantaranya :
a. Tujuan perkawinan menurut hukum adat pada umumnya adalah untuk mempertahankan dan meneruskan kelangsungan hidup dan kehidupan masyarakat adat.
b. Tujuan perkawinan menurut hukum Islam adalah untuk memenuhi tuntutan naluriah hidup manusia, berhubungan antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan kebegaiaan keluarga sesuai ajaran Allah dan Rasul-Nya disimpulkan dalam Al-Qur'an pada surat Ar-Rum ayat 21.
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir."
4. Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
Adapun tujuan perkawinan yang dirumuskan dalam UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 adalah untuk membentuk keluarag (rumah tangga) yang bahagia dan kekal.
Berarti dalam ketentuan jangka waktu tertentu dilangsungkan bukan hanyya sementara atau dalam jangka waktu yang telah direncanakan, akan tetapi berlangsung sseumur hidup atau selama-lamanya dan tidak boleh diputus dengan begitu mudhnya. Oleh karena itu, pemutusan perkawinan dengan perceraian hanya diperbolehkan dalam keadaan sangat terpaksa.
C. Asas-asas Pernikahan
Dalam perkawinan terdapat asas yang dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang disimpulkan pada enam bagian:
1. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal
2. Sahnya perkawinan sangat tergantung pada ketentuan hukum agama dan kepercayaan masing-masing
3. Asas monogamy
4. Calon suami dan istri harus telah dewasa jiwa dan raganya 5. Mempersulit terjadinya perceraian
6. Hak dan kedudukan suami istri adalah seimbang
D. Hak Suami Istri
Yang dimaksud dengan hak disitu adalah apa-apa yang diterima oleh seseorang dari orang lain, sedangkan yang dimaksud kewajiban adalah apa yang mesti dilakukan seseorang terhadap orang lain. Dalam hubungan suami istri dalam rumah tangga suami mempunyai kewajiban dan begitu pula istri mempunyai beberapa kewajiban,
Hak suami merupakan kewajiban istri sebaliknya kawajiban suami merupakan hak istri dalam kaitan ini ada enam hal :
a. Kewajiban suami terhadap istrinya, yang merupakan hak istri dari suami
b. Kewajiban istri terhadap suaminya, yang merupakan hak suami dari istrinya
c. Hak bersama suami istri
d. Hak suami atas istri e. Hak istri atas suami
2. Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kekerasan adalah perihal sifat keras, paksaan, perbuatan yang menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain. Sedangkan kamus Webster mendefinisikan kekerasan sebagai penggunaan kekuatan fisik untuk melukai atau menganiaya, perlakuan atau prosedur yang kasar.
Dilukai atau terluka dikarenakan penyimpangan pelanggaran atau perkataan tidak senonoh dan kejam. Sesuatu yang kuat, bergejolak atau hebat dan cenderung menghancurkan atau memaksa.
Mengenai definisi kekerasan belum ada kesepakatan, karena adanya pandangan yang berbeda, masing-masing mempunyai penilaian dalam menentukan tingkatan dan faktor apa saja yang dapat dimaksudkan kategori. Kekerasan sediri berasal dari bahasa latin yaitu Violentia yang berarti kekerasan, keganasan, kehebatan, kebengisan, kedahsyatan, aniaya dan perkosa.
Menurut definisi yang dikemukakan oleh Sanford Kadish dalam Encyclopedia of Criminal Justice beliau mengatakan bahwa kekerasan adalah semua jenis perilaku yang tidak sah baik berupa suatu tindakan nyata maupun berupa kecaman yang mengakibatkan pembinasaan atau kerusakan hak milik. Meskipun demikian, kejahatan juga tidak dapat dikatakan sebagai kejahatan apabila ketentuan perundng-undangan (hukum) tidak atau belum mengaturnya, seperti kekerasan yang terkait degan hubungan
seksual. Misalnya pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan suami terhadap istrinya.
Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 menyebutkan bahwa kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikologis dan seksual.
Hal ini tidak bisa dikatakan sebagai kejahatan, sebab belum ada satu pasal pun yang mengatur mengenai pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan oleh suami terhadap istrinya. Sedangkan dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 :
Pasal 1 :“Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dan lingkup rumah tangga”
Kekerasan yang dilakukan oleh anggota keluarga kepada anggota keluarga lain (yang dapat dilakukan oleh suami kepada istri dan anaknya, atau oleh ibu kepada anaknya dan sebaliknya).
Meskipun demikian, korban yang dominan adalah kekerasan terhadap istri dan anak oleh sang suami. Kekerasan bisa menimpa siapa saja termasuk ibu, bapak, suami, istri, anak atau pembantu rumah tangga. Namun secara umum pengertian KDRT lebih dipersempit atrinya sebagai penganiayaan oleh suami tehadap istri.
Hal ini bisa dimengerti karena kebanyakan korban KDRT adalah istri.
Berdasarkan beberapa definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa segala perbuatan tindak kekerasan dalam rumah tangga merupakan perbuatan melanggar hak asasi manusia yang dapan dikenakan sanksi hukum pidana maupun hukum perdata. Namun demikian, perempuan-perempuan sering tidak menyadari bahwa dirinya telah mengalami tindak kekerasan. Sebab, walaupun mengalami kekerasan oleh pasangannya dan mengehendaki kekerasan tersebut dihentikan tetapi bukanlah sesuatu hal yang mudah bagi perempuan untuk memutus mata rantai kekerasan, karena secara sosial budaya perempuan dikontruksikan untuk menjadi istri yang baik, yang pandai menyenangkan suami dan menjaga keutuhan rumah tangga. Dengan demikia, istri/perempuam dituntut untuk memiliki tanggung jawab yang lebih besar demi keutuhan suatu rumah tangga, ketika konflik muncul maka pertama kali istri akan menyerahkan diri sendiri atau mencai sebab-sebab konflik dalam dirinya.
KDRT merupakan masalah yang tidak banyak orang mengetahuinya karena sifatnya memang tertutup. Kekerasan yang dilakukan sering dianggap sebagai salah satu bentuk didikan suami terhadap istri serta anggapan bahwa suami sebagai pemimpin rumah tangga sehingga suami berhak bertindak semauanya.
Hasil pemetaan Komisi Nasional Indonesia Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) yang didukung oleh berbagai kelompok dan organisasi perempuan di seluruh Indonesia menujukan bahwa kasus penganiayaan terhadap perempuan tersebar luar di Indonesia, persebarannya terus berkembang, bentuknya beragam dan menimbulkan luka yang dalam. Dalam catatan Akhir
tahun 2020, selama tahun 2019 di Indonesia ada 348.446 kasus kekerasan terhadap perempuan di laporkan dan ditangani yang terdiri dari 335.062 kasus bersumber pada data kasus/perkara yang tersebar di 34 provinsi.
Seperti tahun sebelumnya kekerasan yang terjadi di ranah personal mencatat kasus paling tinggi. Pengadilan Agama mencatat ada sebanyak 335.306 kasus kekerasan yang terjadi di ranah personel terhadap istri. Data pengaduan langsung ke Komnas Perempuan juga menunjukkan tren yang sama, KDRT ranah personel lain menepati posisi kasus yang paling banyak diadukan yaitu sebanyak 9.609 kasus (71%) dari total 13.348 kasus yang masuk. Untuk kekerasan ranah rumah tangga, kekerasan terhadap istri menepati peringkat pertama yaitu sebanyak 5.167 kasus. Di ranah rumah tangga/relasi personal, presentase tertinggi adalah kekerasan fisik 41% (3.982 kasus), diikuti kekerasan seksual 31%
(2.979 kasus), kekerasan psikis (1.404 kasus) dan kekerasan ekonomi 13% (1.244 kasus).
Ada beberapa bentuk KDRT dengan sanksi yang berbeda-beda menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tepatnya BAB III Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8 dan Pasal 9 diataranya :
a. Kekerasan Fisik
Kekerasan fisik merupakan yang sering sekali terjadi dengan klasifikasi atau macam-macam bentuk kekerasan yang mengakibatkan sanksi pidana yang berbeda pula. Kekerasan tersebut terdisi dari :
1) Kekerasan fisik ringan seperti menampar, mejambak, mendorong dan perbuatan lainnya yang mengakibatkan
cidera fisik yang tidak masuk dalam kategori berat sehingga membuat korban tidak mampu melakukan aktivitas sehari- hari.
2) Kekerasan fisik berat dimana terdapat tindak kekerasan yang dapat dikategorikan berat/parah seperti penganiayaan yang meliputi tindakan menendang, memukul, melakukan percobaan pembunuhuna dan perbuatan lainnya yang dapat mengakibatkan korban pingsan, luka berat pada tubuh maupun kehilangan nyawa.
b. Kekerasan Psikis
Kekerasan psikis disini diartikan sebagai kekerasan yang dilakukan dengan cara menggunakan ucapan atau perkataan yang menyebabkan rasa takut atau rasa tertekan secara psikis, sebagai contoh : tindakan menghina istri atau melontarkan katakata yang merendahkan dan melukai harga diri istri, melarang istri mengunjungi saudara atau teman serta mengancam akan menceraikan istri dan memisahkan dari anak- anaknya apabila tidak menuruti perkataan suami.
c. Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual dapat diartikan sebagai tindakan kejahatan yang dilakukan dengan perbuatan asusila dan tidak manusiawi terhadap korban.
d. Penelantaran Rumah Tangga
Perbuatan penelantaran rumah tangga yang dimaksud adalah suatu perbuatan dimana seseorang dalam lingkup rumah tangga menelantarkan anggota rumah tangganya, penelantaran disini juga dikategorikan yang mengakibatkan ketergantungan
ekonomi dengan acara membatasi atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada dibawah kendali orang tersebut.
3. Faktor Terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Dalam membentuk keluarga yang sakinah, mawadah dan warahmah seperti apa yang menjadi cita-cita suami istri pada kenyataannya banyak yang tidak sesuai dengan harapan, hal ini disebabkan oleh beberapa persoalan, salah satu persoalan yang sering muncul dan menimbulkan perselisihan di antaranya adalah kekerasan dalam rumah tangga.
Lau dan Kosberg (1984) melalui studinya menegaskan bahwa ada kekerasan diantaranya : physical abuse, psychology calabuse, material abuse of theft of money or personalprperty dan violation right. Berdasarkan studinya anak-anak menjadi korban KDRT cenderung memiliki ketidakberuntungan secara umum.
Mereka cenderung menunjukan tubuh yang lebih kecil, memiliki kekuatan yang lebih lemah dan merasa tak berdaya berhadapan dengan tindak agresif.
Berikut beberapa bentuk-bentuk KDRT yang dapat dijelaskan secara detail.
Pasal 6 : kekerasan fiisk adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat.
Adapun kekerasan fisik dapat diwujudkan dengan perilaku diantaranya : menampar, mengigit, memutar tangan, menikam, mencekik, membakar, menendang, mengancam dengan suatu benda atau senjata dan membunuh. Perilaku ini sungguh membuat siapapun
trauma dalam hidupnya, sehingga mereka tidak merasa nyaman dan aman.
Pasal 7 : kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tak berdaya atau penderitaan psikis berat pada seseorang.
Adapun tindakan kekerasan psikis dapat ditunjukkan dengan perilaku mengintimidasi dan menyiksa, memberikan ancaman kekerasan, mengurung dirumah, penjagaan yang berlebihan, ancaman untuk melepaskan penjagaan, pemisahan, mencaci maki, dan penghinaan secara terus menerus.
Pasal 8 : (a) Pemaksaan hubungan seksual yang Dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut; (b) Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial atau tujuan tertentu.
Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual. Pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar atau tidak disukai, pemaksaan hubungan dengan orang lain untuk bertujuan komersial atau tujuan tertentu.
Pasal 9 :
a) Penelantaran rumah tangga adalah seseorang yang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut.
b) Penelantaran juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban beradadi bawah kendali orang tersebut.
Penelantaran rumah tangga dapat dikatakan dengan kekerasan ekonomi yang dapat diindikasikan dengan perilaku diantaranya seperti; penolakan untuk memperoleh keuangan, penolakan untuk memberikan bantuan yang bersifat finansial, penolakan terhadap pemberian makan dan kebutuhan dasar, dan mengontrol pemerolehan layanan kesehatan, pekerjaan dan sebagainya.
Zastrow & Browker (1984) menyatakan bahwa ada tiga teori utama yang mampu menjelaskan terjadinya kekerasan, yaitu teori biologis, teori frustasiagresi dan teori kontrol.
1. Teori Biologis menjelaskan bahwa manusia seperti juga hewan memiliki suatu insting agresif yang sudah dibawa sejak lahir.
Sigmund Freud menteorikan bahwa manusia mempunyai suatu keinginan akan kematian yang mengarahkan manusia-manusia itu untuk menikmati tindakan melukai dan membunuh orang lain dan dirinya sendiri. Robert Ardery yang menyarankan bahwa manusia memiliki insting untuk menaklukan dan mengontrol wilayah yang sering mengarahkan pada perilaku konflik antar pribadi yang penuh kekerasan.
Konrad Lorenz menegaskan bahwa agensi dan kekerasan adalah sangat berguna untuk survive. Manusia dan hewan yang agresif lebih cocok untuk membuat keturunan dan survive,
sementara itu manusia atau hewan yang kurang agresif memungkinkan untuk mati satu demi satu.
Beberapa ahli teori berpendapat bahwa hormone sex pria menyebabkan perilaku yang lebih agresif. Disisi lain, ahli teori belajar bahwa perbedaan perilaku agresif terutama disebabkan oleh perbedaan sosialisasi terhadap pria dan wanita.
2. Teori frustasi-agresi menyatakan bahwa kekerasan sebagai suatu cara untuk mengurangi ketegangan yang dihasilkan situasi frustasi. Teori ini berasal dari suatu pendapat yang masuk akal bahwa seseorang yang frustasi sering menjadi terlihat dalam tindakan agresif. Orang frustasi sering menyerang sumber frustasinya atau memindahkan frustasinya ke orang lain.
Misalnya, seorang remaja yang diejek oleh orang lain mungkinakan membalas dendam, sama halnya dengan seekor binatang kesayangan yang digoda. Seorang pengangguran yang tidak mendapatkan pekerjaan memungkinkan untuk memukul istri dan anaknya.
Walaupun teori frustasi-agresi sebagian besar dikembangkan oleh para psikolog, beberapa sosiolog telah menerapkan teori untuk suatu kelompok besar.
Merekamemperhatikan perkampungan miskin dan kotor di pusat kota dan dihuni oleh kaum minoritas telah menunjukkan angka kekerasan yang tinggi. Mereka berpendapat bahwa kemiskinan, kekurangan kesempatan, dan ketidakadilan lainnya di wilayah ini sangat membuat frustasi penduduknya. Penduduk semua menginginkan semua benda yang mereka lihat dan
dimiliki oleh orang lain, serta tidak ada hak yang sah sedikitpun untuk menggunakannya.
3. Teori biologis menjelaskan bahwa orang-orang yang hubungannya dengan orang lain tidak memuaskan dan tidak tepat adalah mudah untuk terpaksa berbuat kekerasan ketika usaha- usahnya untuk berhubungan dengan orang lain menghadapi situasi frustasi. Teori ini berpegang bahwa orangorang yang memiliki hubungan erat dengan orang lain yang sangat berarti cenderung lebih mampu dengan baik mengontrol dan mengendalikan perilakunya yang impulsif.
Pada dasarnya banyak sekali faktor yang di kemukakan para ahli tentang terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, tergantung bagaimana situasi dan kondisi pada waktu itu, namun memang tidak di benarkan seorang kepala keluarga (suami) melakukan tindakan kekerasan terhadap anggota keluarganya karena setiap warga negara ataupun anggota keluarga berhak mendapatkan rasa nyaman aman dan bebas dari segala bentuk kekerasan.
Dalam kenyataannya kasus kekerasan dalam rumah tangga banyak terjadi, sedangkan sistem hukum di Indonesia belum menjamin perlindungan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga; Kekerasan pada perempuan di Indonesia sendiri telah diantisipasi dengan Undang- Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Faktor-Faktor Penyebabnya antara lain :
a. Karena ketimpangan historis hubungan kekuasaan antara lakilaki dan perempuan yang mengakibatkan dominasi dan kriminasi terhadap perempuan.
b. Peran gender yang dikonstruksi secara sosial dan budaya (lakilaki sebagai seorang superior). Bentuk Kekerasan Pada Perempuan Kekerasan fisik. Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. Kekerasan Psikologis. Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Kekerasan Finansial adalah menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut.
Di samping itu, kekerasan terhadap perempuan merupakan masalah universal yang melewati batas-batas negara dan budaya.
Studi yang dilakukan di 90 komunitas yang berada di dunia menunjukkan pola tertentu dalam insiden kekerasan terhadap perempuan. Menurut studi tersebut terdapat empat faktor untuk terjadinya kekerasan. Yaitu :
1) Ketimpangan ekonomi antara perempuan dan laki-laki.
2) Penggunaan kekerasan sebagai jalan keluar suatu topik.
3) Otoritas dan kontrol laki-laki dalam pengambilan keputusan.
4) Hambatan-hambatan bagi perempuan untuk meninggalkan seting keluarga.
4. Dampak Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Berbagai macam permasalahan di dalam keluarga merupakan suatu rintangan yang harus di hadapi oleh suami dan istri, istilah permasalahan itu bisa di sebut juga sebagai bumbu dalam pernikahan yang mana permasalahan tersebut bisa menjadikan keluarga lebih harmonis maupun menjadikan keluarga yang tragis.Kurangnya suatu kesabaran dan pemahaman tentang keagamaan membuat permasalahan tersebut semakin keruh dan pada akhirnya para suami lebih memilih tindakan kekerasan terhadap istri untuk melampiaskan amarahnya. Kekerasan inilah yang tanpa kita sadari menimbulkan dampak yang negatif, khususnya bagi perempuan.
Berdasarkan Pasal 1 dan 2 Deklarasi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan dapat digolongkan kepada beberapa bentuk, yaitu: kekerasan fisik, psikologis, kekerasan seksual, ekonomi, dan pemerasan kemerdekaan. Yang dimaksud dengan kekerasan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kekerasan fisik adalah setiap perbuatan yang menyebabkan rasa sakit, cedera, luka atau cacat pada tubuh seseorang dan atau menyebabkan kematian.
2. Kekerasan psikologis adalah setiap perbuatan dan ucapan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, dan rasa tidak berdaya pada seseorang.
3. Kekerasan seksual adalah tiap-tiap perbuatan yang mencakup pelecehan seksual sampai kepada memaksa seseorang untuk melakukan hubungan seksual tanpa pertujuan korban atau di saat
korban tidak menghendaki atau melakukan hubungan seksual dengan cara-cara yang tidak wajar atau tidak disukai korban; dan atau menjauhkan (mengisolasi) dari kebutuhan seksualnya.
4. Kekerasan ekonomi adalah tiap-tiap perbuatan yang membatasi seseorang untuk bekerja di dalam atau di luar rumah yang menghasilkan uang atau barang; dan atau membiarkan korban bekerja untuk dieksploitasi; atau menelantarkan anggota keluarganya.
5. Perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang adalah semua perbuatan yang menyebabkan terisolirnya seseorang dari lingkungan sosialnya (penjelasan; di antaranya larangan keluar rumah, larangan komunikasi dengan orang lain).
Berdasarkan ruang lingkupnya kekerasan terhadap perempuan dapat terjadi dalam rumah tangga/keluarga (kekerasan domestik); di masyarakat luas (publik) dan lingkungan negara (dilakukan dalam lingkup negara). Kekerasan dalam rumah tangga/keluarga (kekerasan domestik) adalah berbagai bentuk kekerasan yang pelaku dan korbannya memiliki hubungan keluarga /hubungan kedekatan lain, termasuk di sisi penganiayaan terhadap istri maupun anggota keluarga lainnya.
Efek psikologis penganiayaan bagi banyak perempuan lebih parah di banding efek fisiknya Rasa takut, cemas, letih, kelainan stress post traumatik, serta gangguan makan dan tidur merupakan reaksi panjang dari tindak kekerasan. Seringkali tindak kekerasan terhadap istri mengakibatkan kesehatan reproduksi terganggu secara biologis yang pada akhirnya mengakibatkan terganggunya secara sosiologis.
Dilihat dari aspek kesehatan reproduksi, kejadian KDRT pada perempuan bisa mengakibatkan berbagai macam gangguan sistem reproduksi, baik langsung ataupun tidak langsung. Perempuan bisa mengalami gangguan menstruasi bahkan menopause lebih awal.
Pada saat hamil dapat terjadi keguguran/abortus, persalinan imatur dan bayi meninggal dalam rahim. Saat persalinan, perempuan akan mengalami penyulit persalinan seperti hilangnya kontraksi uterus, persalinan lama, persalinan dengan alat bahkan pembedahan. Hasil dari kehamilan dapat melahirkan bayi dengan BBLR, terbelakang mental, bayi lahir cacat fisik atau bayi lahir mati.
C. Pemaparan Perlindungan Hukum
Keutuhan dan kerukunan rumah tangga yag bahagia, aman, tentram dan damai merupakan dambaan setiap orang. Dengan demikian, setiap orang dalam lingkup rumah tangga dalam melaksanakan hak dan kewajiban harus didasari oleh agama. Hal itu perlu terus ditumbuhkembangkan dalam rangka membangun keutuhan rumah tangga. Untuk mewujudkan keutuhan dan kerukunan itu sangat tergantung pada setiap orang dalam lingkup rumah tangga tersebut.
Keutuhan dan kerukunan dapat terganggu jika kualitas pengendalian dan perilaku diri setiap orang terganggu jika kualita pengendalian diri tidak dapat terkontrol, yang akhirnya dapat terjadi kekerasan dalam rumah tangga sehingga timbul ketidakaman atau ketidakadilan terhadap orang yang berbeda dalam lingkup rumah tagga tersebut.
1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan KDRT
Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) memang harus dicegah dan dihapuskan. Negara hadir dalam hal ini dengan menyusun UndangUndang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Kekerasan dalam Rumah Tangga pada kenyataannya memang menunjukkan bahwa tindak kekerasan secara fisik, psikis, seksual, dan penelantaran rumah tangga banyak terjadi sehingga dibutuhkan perangkat hukum yang memadai untuk menghapus kekerasan dalam rumah tangga.
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga memiliki kaitan erat dengan peraturan perundang-undangan lain yang sudah berlaku sebelumnya, diantaranya adalah:
a. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab UndangUndang Hukum
Pidana serta Perubahannya;
b. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang- undang Hukum
Acara Pidana;
c. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan
Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women);
d. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Negara berpandangan bahwa segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga, adalah pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi. Pandangan negara tersebut didasarkan pada Pasal 28 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, beserta perubahannya.
• Pasal 28G ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan bahwa "Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi".
• Pasal 28H ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan bahwa "Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan".
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga disahkan Presiden Megawati Soekarnoputri pada tanggal 22 September 2004 di Jakarta. UU 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga mulai berlaku setelah diundangkan pada tanggal 22 September 2004 di Jakarta oleh Sekretaris Negara Bambang Kesowo. Agar setiap orang mengetahuinya UU 23 tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT ditempatkan pada Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 95, dan. Penjelasan Atas UU 23 tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT ditempatkan pada Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4419.
Pertimbangan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah:
a. Bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebas dari segala bentuk kekerasan sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Bahwa segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga, merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi yang harus dihapus;
c. Bahwa korban kekerasan dalam rumah tangga, yang kebanyakan adalah perempuan, harus mendapat perlindungan dari negara dan/atau masyarakat agar terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman kekerasan, penyiksaan, atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan;
d. Bahwa dalam kenyataannya kasus kekerasan dalam rumah tangga banyak terjadi, sedangkan sistem hukum di Indonesia belum menjamin perlindungan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga;
e. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu dibentuk Undang-undang tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga;