• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. PETA SOSIAL MASYARAKAT

4.2 Pengembangan Lahan Kering

4.2.1 Deskripsi Kegiatan Petani Lahan Kering

Dari 120 kepala keluarga penduduk Gampong Lampisang Dayah, 98 kepala keluarga menekuni pekerjaan sebagai petani, di antara petani dimaksud terdapat 60 kepala keluarga (61,22 %) bersumber penghidupan pertanian pengelolaan lahan kering peladangan, perkebunan dan dataran (padang rumput). Petani lahan kering ini muncul karena ekses pembangunan irigasi teknis sekaligus tidak memiliki akses terhadap lahan sawah irigasi seluas 30 hektar. Petani lahan kering tersebut sebenarnya ada yang memiliki lahan sawah, tetapi merupakan lahan sawah tadah hujan (rainfed), yaitu di anatar lahan sawah seluas 105 hektar. Lahan sawah rainfed

tersebut tidak mereka manfaatkan setelah beberapa musim tanam mengalami kegagalan panen disebabkan rendahnya curah hujan. Ekses kekecewaan inilah sejak tiga tahun terakhir lahan sawah rainfed ditelantarkannya dan komunitas petani ini beralih pekerjaannya pada penggarapan lahan kering yang dimilikinya.

Lahan kering seluas 524 hektar terdiri dari ladang, kebun, hutan dan dataran. Lahan ladang dan kebun dengan luas 163 hektar terletak di sebelah Utara dan Selatan, sedangkan hutan (tanah negara) seluas 90 hektar terletak di bagian Selatan. Di lahan hutan tersebut terdapat dataran 135 hektar menjadi lahan pengembalaan ternak. Dataran seluas 225 hektar tersebut tidak pernah dimanfaatkan sebagai sumber lahan pertanian, akan tetapi di waktu sebelum tahun 1998 dan setelah tahun 2004, dataran 135 hektar dipergunakan petani untuk lahan penggembalaan ternak kerbau dan lembu.

Petani lahan kering yang memiliki kemampuan dalam pekerjaan penggembalaan sangat terbatas karena aktivitas ini memerlukan pengetahuan lokal

(local knowledge) tersendiri dalam beternak. Pengetahuan yang dibutuhkan adalah

termasuk teknis penggembalaan dan penguasaan hutan dan pergunungan. Oleh sebab itulah maka kebanyakan petani lahan kering tidak bergerak di sektor penggembalaan namun hanya menempuh pekerjaan penggarapan lahan pertanian. Pertanian yang mereka tekuni sesuai dengan kondisi tanah yakni meliputi penanaman pohon kopi, kelapa, pinang dan pisang di kebun, untuk lahan peladangan ditanami tanaman jagung, ubi, cabe, tomat dan kacang.

Prestasi dan kerjasama petani lahan kering yang telah terealisasi adalah prakarsanya dalam pembuatan jalan lingkar dengan lebar tiga meter sepanjang 500 meter dari rencana seluruhnya 1.300 meter. Posisi bangunan sarana jalan yang dibangun secara swadaya petani lahan kering dan partisipasi aktif seluruh lapisan

masyarakat desa bisa menjangkau lokasi peternakan, perkebunan/ ladang sebelah selatan. Target pembanguan infrastruktur jalan ini sampai dapat menghubungkan antara desa sebelah Timur dengan jalan irigasi, sehingga mempermudah aktivitas pertanian masyarakat desa secara keseluruhan.

1) Kegiatan Sektor Pertanian

Sejak akhir tahun 2004 masing-masing petani aktif kembali pekerjaannya terhadap penggarapan lahan lahan kering. Aktivitas mereka di antaranya juga melakukan peremajaan kebun yang tidak terpelihara selama konflik. Lahan perkebunan tersebut sebelumnya telah terisi dengan berbagai jenis tumbuhan diantaranya pohon kelapa, pinang, kopi dan pisang. Umumnya peremajaan yang dilakukan adalah terhadap kebun kopi dan kelapa, digantikan kembali dengan pohon kopi dan kelapa hibrida. Sekarang pohon kopi dan kelapa rata-rata telah berusia tiga tahun, belum ada penghasilan dari usahatani ini.

Adapun produksi kelapa selama ini merupakan hasil perkebunan lama milik sebagian petani yang tidak melakukan peremajaan kebun, tetapi menjadi suatu kelemahan yakni tingkat produksi kelapa, kopi dan pisang sudah menurun. Petani yang merawat dan mempertahankan tumbuhan lama sehingga tidak mengganti dengan tumbuhan hibrida karena proses penggantian tersebut membutuhkan biaya besar untuk pembuatan kembali pagar dan pengadaan benih unggul dan pemeliharaannya.

Sumber modal untuk segala keperluan pembuatan kebun selama ini merupakan biaya sendiri masing-masing kepala keluarga akan tetapi dalam pelaksanaan pekerjaan sering dikerjakan secara gotongroyong sesama petani lahan kering termasuk dalam pengadaan peralatan pertanian yang sederhana. Dalam hal ini belum ditemui adanya petani yang memperoleh bantuan modal dari pihak Pemerintah Kabupaten Aceh Besar maupun dari swasta, selain dari jasa PPL Pertanian dalam bentuk penyuluhan dan konsultasi teknis.

Aktifitas petani lahan kering yang memanfaatkan ladang untuk penanaman palawija, mereka masih mengolah tanah dengan alat bajak tenaga ternak. Pola penanamannya belum memilih bibit unggul, akan tetapi senantiasa memakai pupuk kompos. Pendamping teknis belum berperan maksimal terhadap kegiatan mereka, sehingga berdampak pada rendahnya produksi seperti cabe dan jagung.

Selama tiga tahun terakhir tidak ditemui adanya petani yang menggunakan lahan kering untuk penanaman padi gogo, didapati juga bekas lahan penanaman

padi gogo yang telah dialihkan fungsi usahanya pada penanaman tumbuhan kopi dan pinang sekitar 2,3 hektar di dua tempat yang terpisah. Hasil pengamatan terhadap lahan tersebut tidak tertuang dalam hasil survei karena lahan bekas penanaman padi gogo dimaksud tidak terungkap dalam data lahan responden.

Bersamaan dengan aktivitas pertaniaan, petani juga memelihara ternak dalam jumlah kecil masing-masing antara 2 sampai 3 ekor. Sistem pemeliharaan ternak kerbau dan lembu dilakukan dua model. Pertama, untuk penggemukan ternak jantan diusahakan dalam kandang secara tradisional, sedangkan cara kedua terhadap ternak yang digunakan tenaga penggarap lahan pertanian, pemeliharaannya diusahakan di luar kandang. Sumber pakan ternak ini didapati dari rumput yang tersedia di dalam lahan perkebunan dan peladangan masing-masing petani dan dari lahan petani lain yang tidak memelihara ternak atau tersedia lebih.

2) Kegiatan Sektor Penggembalaan Ternak

Pengembangan ekonomi masyarakat Gampong Lampisang Dayah sangat strategis pada sektor pemeliharaan ternak sistem penggembalaan, karena didukung sumber daya alam yang memadai, khususnya lahan kering berupa dataran yang ditumbuhi rumput. Hasil pengamatan Syamsuddin dalam Mubyarto (1994), mengemukakan bahwa penggembalaan lembu secara tradisional dalam jumlah besar di sekitar pergunungan Seulawah telah berlangsung puluhan tahun dan sampai sekarang masih merupakan prioritas pengembangan perekonomian paling strategis oleh petani.

Petani lahan kering di Gampong Lampisang Dayah yang menempuh pekerjaan sektor penggembalaan ternak kerbau dan lembu hanya empat kepala keluarga. Dua kepala keluarga menangani ternak kerbau saja dan dua kepala keluarga lagi menangani ternak lembu saja. Kedua penggembala kerbau ini menerapkan pola saling kerjasama dalam melaksanakan pekerjaan tersebut, demikian pula dengan penggembala lembu.

Pembagian tugas dalam pekerjaannya meliputi pelepasan ternak kerbau dari kandang ke lahan dataran seluas 135 hektar pada pagi hari, pengawasan di siang hari dan penjemputan kembali ke kandang pada waktu sore. Pekerjaan rutin ini dilakukan secara bergiliran pada pagi hari tetapi bersama-sama pada waktu sore oleh ke empat pengembala tersebut. Pola ini harus diterapkan karena proses pengembalian ternak dari hutan ke kandang selalu mengalami kesulitan bahkan ancaman dari binatang buas (harimau).

Sehubungan dengan kondisi ancaman tersebut, mereka menempatkan kandang ternak seluas 1350 m² di atas lahan kering yang dimilikinya seluas 1,5 hektar. Sisa lahan tersebut dimanfaatkan untuk lahan pesediaan rumput cadangan pakan induk ternak yang baru melahirkan anak. Mengenai keuntungan menerapkan pola bagi hasil antara pihak pemilik modal dengan penggembala dengan bagiannya masing-masing sepedua (½) dari anak yang dihasilkan setelah berusia 18 sampai dengan 2 tahun. Induk ternak tetap dilanjutkan dalam penggembalaan tetapi induk ternak merupakan hak pemilik modal sepenuhnya.

Berhubung Gampong Lampisang Dayah belum terbentuk pengurus

Seunebouk (lembaga adat yang mengurus perkebunan), para penggembala bersama

pemilik modal serta warga telah menemui sepakat tentang larangan dan kewajiban dalam kegiatan penggembalaan, yaitu berupa :

a. Kewajiban; memelihara lingkungan hutan, saling tolong-menolong dalam pekerjaan penggembalaan dan bertanggungjawab menjaga keselamatan ternak secara bersama-sama.

b. Hak; mengusul perubahan sistem penggembalaan, menyusun pola penggembalaan, mengambil pinjaman dari pemilik modal, membuka usahatani lainnya di samping penggembalaan, mengganti/mengupahkan pekerjaan. c. Larangan; Melepaskan kerbau ke sawah, mempekerjakan anak dalam usaha

peternakan, memperjualbelikan hasil hutan/menebang kayu, membunuh binatang buas (harimau) dan menggunakan tenaga ternak untuk alat transportasi, kecuali sebagai tenaga untuk garap lahan.

d. Sanksi hukum; Untuk pelanggaran ringan dalam aktivitas penggembalaan diselesaikan bersama Tuha Peut (tokoh adat desa) dan Keuchik (kepala desa). Jenis pelanggaran berat menyangkut kerugian petani lainnya atau warga desa lain, diselesaikan melalui Mukim (pimpinan adat antar desa). Menyangkut tindak pidana (kriminalitas) tidak ditolelir lembaga adat setempat tetapi menjadi kewenangan pihak berwajib.

Dokumen terkait