• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deskripsi, Klasifikasi dan Komposisi Kimia Ikan Bandeng

Judul Skripsi : Analisis Kemunduran Mutu Daging dan Mata Ikan Bandeng (Chanos chanos) melalui Pengamatan

DAFTAR LAMPIRAN

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi, Klasifikasi dan Komposisi Kimia Ikan Bandeng

Deskripsi dan klasifikasi merupakan bagian yang penting dalam mempelajari suatu jenis ikan.

2.1.1 Deskripsi dan klasifikasi ikan bandeng

Bandeng (Gambar 1) mampu mentolelir salinitas perairan yang luas (0- 158 ppt) sehingga digolongkan sebagai ikan eurihalin. Ikan muda dan dewasa dapat menyesuaikan diri pada perubahan salinitas. Ikan ini juga dapat bertahan pada perubahan jumlah makanan yang tiba-tiba. Makanan alami mereka adalah bentos dan fitoplankton. Ikan bandeng mampu beradaptasi terhadap perubahan lingkungan yakni suhu, pH, dan kekeruhan air serta tahan terhadap serangan penyakit (Schuster 1959; Ghufron dan Kardi 1997).

Klasifikasi ikan bandeng menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Pisces Subkelas : Teleostei Ordo : Malacopterygii Famili : Chanidae Genus : Chanos

Spesies : Chanos chanos

Tipe ikan bandeng yang ditemukan di Indonesia memiliki ciri dengan adanya perpanjangan sirip dorsal dan pektoral. Tipe ikan dengan perpanjangan ini hanya ditemukan di Indonesia (Schuster 1959).

Swanson (1998) menyatakan bahwa kadar garam perairan (salinitas) berpengaruh terhadap fisiologi dan tingkah laku ikan. Pertumbuhan ikan yang

lebih tinggi pada salinitas 50‰ dibandingkan salinitas 35‰ dan pertumbuhannya sedang pada salinitas 15‰, sedangkan aktivitas paling tinggi ditunjukkan ikan

dengan salinitas air 35‰. Pola yang bervariasi tersebut berhubungan dengan laju

metabolisme ikan dengan kisaran salinitas yang relatif tinggi, yaitu 15‰ dan 55‰.

Toleransinya yang besar terhadap salinitas tersebut sangat menguntungkan petani ikan. Ikan bandeng juga dapat dibudidaya secara polikultur. Suharyanto (2008) melakukan penelitian tentang kemungkinan polikultur rajungan (Portunus pelagius), udang vanamei (Litopenaeus vannamei), ikan bandeng (Chanos chanos), dan rumput laut (Gracilari sp.) di tambak dan pakan yang diberikan ikan rucah (Clupea sp.) selama 105 hari mendapatkan hasil, produksi rajungan adalah 32,6% (18 kg), udang vanamei 70% (10%), ikan bandeng 100% (30 kg), dan rumput laut 125% (36,25 kg).

Temperatur adalah faktor utama yang bertanggung jawab terhadap pembatasan habitat spesies pada daerah tropis dan subtropis di Samudera Hindia dan Pasifik. Batas maksimal toleransi suhu Chanos chanos di atas spesies laut lainnya, Chanos chanos dapat bertahan pada suhu di atas 40 ºC (Schuster 1959).

Chanos chanos juga ditemukan di pantai-pantai sekitar Laut Merah, pantai timur Afrika termasuk Zanzibar dan Madagaskar, Teluk Aden, pantai barat daya, selatan dan barat India, pantai Ceylon, Malaysia, Thailand, Vietnam dan Taiwan, perairan antara Filipina dan Indonesia, pantai-pantai di Australia, New Zealand, New Guinea, Fiji, Samoa, the Society, Gilbert, Lau dan Pulau Tuamoto, kepulauan Hawai, pantai barat USA (selatan San Francisco), teluk California dan pantai Meksiko. Berdasarkan informasi ini, sebaran geografis spesies ini adalah dari 40º BT-100º BB dan 30º-40º LU sampai 30º-40º LS (Schuster 1959).

2.1.2 Komposisi kimia ikan bandeng

Ikan merupakan pangan yang bergizi. Tabel 1 menunjukkan komposisi kimia ikan bandeng.

Tabel 1 Komposisi kimia ikan bandeng (Chanos chanos) Zat gizi Jumlah Satuan

Kalori 126 Kalori Protein 17,4 Gram Lemak 5,7 Gram Air 60,2 Gram Kalsium 43,4 Milligram Fosfor 138 Milligram Besi 0,3 Milligram Vitamin A 85 Milligram Vitamin B6 0,4 Milligram Vitamin B12 2,9 Milligram Sumber: www.nutritiondata.com (2007)

Jaringan ikan sebagian besar terdiri dari protein. Kandungan protein dalam daging ikan sehat adalah 16-18%. Protein ditemukan di dalam semua sel dan semua bagian sel (Lehninger 1982; Burgess et al. 1967). Satu molekul protein dapat terdiri dari 12 sampai 18 macam asam amino dan dapat mencapai jumlah ratusan dari setiap macam asam aminonya. Berdasarkan kelarutannya dalam air, protein dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu protein miofibril, protein sarkoplasma, dan protein stroma (Suhardjo dan Kusharto 1987; Muchtadi et al. 1993).

Protein miofibril merupakan bagian terbesar dalam jaringan daging dan merupakan jenis protein yang larut dalam larutan garam. Protein ini terdiri dari miosin, aktin, dan protein regulasi (tropomiosin, troponin, dan aktin). Penyusun utama protein miofibril adalah aktin (hampir 20% dari total miofibril) dan miosin (sebesar 50-60% dari total protein miofibril). Gabungan aktin dan miosin membentuk aktomiosin. Miosin merupakan protein esensial yang dapat meningkatkan elastisitas gel protein. Protein miofibril berfungsi untuk kontraksi otot (Muchadi et al. 1993; Suzuki 1981). Menurut Nurjanah et al. (2004), protein larut garam pada ikan merupakan protein miofibril. Kadar miofibril dalam daging ikan 65-75% yang terdiri dari miosin, aktin, dan komponen minor lainnya. Sarkoplasma merupakan protein terbesar kedua di dalam protein daging, memiliki

sifat larut dalam air dan secara umum ditemukan dalam plasma sel. Protein sarkoplasma tidak berperan dalam pembentukan gel dan kemungkinan mengganggu pembentukan gel (Hall dan Ahmad 1992). Sarkoplasma memiliki bobot molekul yang relatif rendah, pH isoelektrik tinggi dan struktur berbentuk bulat. Karakteristik fisik ini mungkin yang bertanggung jawab untuk daya larut sarkoplasma yang tinggi dalam air (Muchtadi et al.1993). Protein stroma adalah protein yang membentuk jaringan ikat. Protein stroma tidak dapat diekstrak

dengan larutan asam, alkali atau larutan garam netral pada konsentrasi (0,01-0,10) M. Protein stroma terdapat pada bagian luar sel otot. Selain protein

stroma, protein kontraktil, seperti konektin dan desmin juga tidak dapat terekstrak (Suzuki 1981).

Analisis protein untuk bahan pangan, umumnya lebih ditujukan pada kadar total protein daripada keberadaan protein spesifik dalam bahan pangan tersebut. Jumlah gram protein dalam bahan pangan biasanya dihitung sebagai hasil perkalian jumlah gram nitrogen dengan faktor 6,25 dan kadar protein yang dilaporkan adalah kadar protein kasar (crude protein) (Danitasari 2010).

Kandungan lemak pada suatu makanan dapat rendah maupun tinggi hal tersebut tergantung pada bahannya. Asam lemak dibagi menjadi dua golongan, yaitu asam lemak jenuh dan tak jenuh, asam lemak jenuh bertitik leleh lebih tinggi dibandingkan dengan asam lemak tidak jenuh (deMan 1997). Asam lemak tak jenuh yang mengandung satu ikatan rangkap disebut asam lemak tak jenuh tunggal (Monounsaturated fatty acid/MUFA). Asam lemak yang mengandung dua atau lebih ikatan rangkap disebut asam lemak tak jenuh majemuk (Polyunsaturated fatty acid/PUFA) (Muchtadi et al. 1993).

Asam lemak yang mengandung dua atau lebih ikatan rangkap disebut asam lemak tak jenuh majemuk. Asam lemak tidak jenuh umumnya terdapat dalam bentuk cis, sedangkan bentuk trans banyak terdapat pada asam lemak susu

ruminansia pada hewan teresterial dan lemak yang telah dihidrogenasi (Muchtadi et al. 1993). Lemak daging ikan mengandung asam-asam lemak jenuh

dengan panjang rantai C14-C22 dan asam lemak tidak jenuh dengan jumlah ikatan 1-6. Lemak ikan berbeda dengan lemak pada tanaman dan hewan darat. Lemak

tanaman dan hewan darat jarang yang memiliki asam lemak dengan rantai karbon lebih dari 18 (Adawyah 2006; Nurjanah dan Abdullah 2010).

Ikan tidak makan terlalu banyak karbohidrat, tetapi makanan mereka mengandung banyak protein dan lemak. Ketiga jenis makanan, karbohidrat, lemak dan protein dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk memenuhi kebutuhan energi. Jika total pemasukan makanan kurang dari total kebutuhan energi yang dibutuhkan, maka jaringan lemak akan digunakan untuk melengkapinya. Lemak tidak dapat menggantikan protein yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tetapi dapat menjaga cadangan protein (Burgess et al. 1967).

Karbohidrat dalam daging ikan merupakan polisakarida yaitu glikogen yang terdapat dalam sarkoplasma diantara miofibril-miofibril. Glikogen terdapat dalam jumlah jumlah terbanyak dari karbohidrat yang terdapat pada daging ikan yaitu 0,05 – 0,085 %, selain itu terdapat juga glukosa (0,038 %), asam laktat (0,005 – 0,43 %) dan berbagai senyawa antara dalam metabolisme karbohidrat (Hadiwiyoto 1993).

Mineral dalam makanan ditentukan dengan pengabuan atau insinerasi (pembakaran). Pada proses pembakaran yang terbakar adalah bahan-bahan organik karena itulah disebut abu (deMan 1997; Winarno 1992). Akan tetapi mineral yang didapat dengan pembakaran tidak mengandung nitrogen yang ada dalam protein, sehingga jumlahnya berbeda dengan kandungan mineral bahan yang sebenarnya. Karbonat dalam abu dapat dibentuk karena penguraian bahan organik. Beberapa unsur sesepora (trace elements) dan beberapa garam dapat hilang karena penguapan. Oleh karena itu, jumlah mineral dalam makanan bergantung kepada metode analisisnya (deMan 1997).

Mineral dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu komponen garam utama dan unsur sesepora (trace elements). Komponen garam utama mencakup kalium, natrium, kalsium, magnesium, klorida, sulfat, fosfat, dan bikarbonat. Unsur sesepora dapat dibagi menjadi tiga golongan yang pertama adalah unsur gizi esensia, termasuk Fe, Cu, I, Co, Mn, dan Zn, yang kedua adalah unsur gizi nontoksik, termasuk Al, B, Ni, Sn, dan Cr, dan yang terakhir adalah unsur nongizi dan toksik, termasuk Hg, Pb, As, Cd, dan Sb (deMan 1997).

Vitamin yang terdapat pada daging ikan terbagi menjadi dua golongan, yaitu vitamin yang larut dalam air seperti vitamin B kompleks dan vitamin yang larut dalam lemak seperti vitamin A, D, dan E. Vitamin A dan D banyak ditemukan pada spesies-spesies ikan berlemak, terutama dalam hati, seperti pada ikan cod (Junianto 2003).

Dokumen terkait