• Tidak ada hasil yang ditemukan

Judul Skripsi : Analisis Kemunduran Mutu Daging dan Mata Ikan Bandeng (Chanos chanos) melalui Pengamatan

DAFTAR LAMPIRAN

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Kemunduran Mutu Ikan

Ikan merupakan bahan pangan yang mudah mengalami kerusakan dan kemunduran mutu (perishable food). Kerusakan ini dapat terjadi secara biokimiawi maupun mikrobiologi. Proses kerusakan ikan ini berlangsung cepat terutama di daerah tropis yang mempunyai kelembaban harian yang tinggi. Proses tersebut dipercepat dengan praktek-praktek penangkapan atau pemanenan yang tidak baik, cara penanganan yang kurang tepat, sanitasi dan higiene yang tidak memadai, terbatasnya sarana distribusi dan sarana pemasaran dan sebagainya (Yuniarti 2010).

Menurut Eskin (1990) ikan yang telah mati akan mengalami perubahan- perubahan yang mengakibatkan penurunan mutu ikan. Perubahan biokimia dan fisikokimia mengakibatkan turunnya kesegaran ikan. Proses perubahan tersebut dibagi menjadi tiga tahap, yaitu pre rigor, rigor mortis dan post rigor. Jika masih ingin dilanjutkan penyimpanan ikan yang telah mencapai fase post rigor selanjutnya ikan akan masuk pada kebusukan. Ikan yang busuk sudah tidak layak konsumsi lagi, biasanya ikan ini hanya digunakan sebagai tepung ikan.

Kondisi daging ikan pada fase pre rigor masih lembut dan lunak, dan secara kimiawi ditandai dengan penurunan jumlah ATP dan kreatin fosfat, seperti halnya pada reaksi aktif glikolisis. Sirkulasi darah berhenti pada awal kematian dan terjadi perubahan susunan yang kompleks pada daging. Sirkulasi darah yang terhenti pada ikan mati akan mengakibatkan habisnya aliran oksigen di dalam jaringan. Tahap berikutnya adalah terjadinya perubahan ATP yang telah terbentuk selama ikan masih hidup sebagai sumber energi, sehingga sumber ATP semakin berkurang. Adenosin trifosfat (ATP) mengalami perubahan akibat aktivitas enzim ATPase, bersamaan dengan itu glikogen akan diurai menjadi asam laktat. Proses ini menyebabkan terjadinya akumulasi asam laktat sehingga pH jaringan otot ikan akan terus menurun, kondisi ini disebut rigor mortis. Rigor mortis ditandai dengan

keadaan otot yang kaku dan keras. Lamanya tahap rigor dipengaruhi oleh kandungan glikogen dalam tubuh ikan dan suhu lingkungan. Kandungan glikogen yang tinggi dapat menunda datangnya proses rigor. Pada fase rigor mortis terjadi penurunan kelenturan otot terus berlangsung seiring dengan semakin sedikitnya jumlah ATP. Kelenturan otot yang hilang ini diakibatkan ion Ca2+ yang berikatan dengan protein troponin sehingga menyebabkan terjadinya ikatan elektrostatik antara filamen aktin dan miosin (aktomiosin) yang ditandai dengan terjadinya pengkerutan atau kontraksi serabut otot yang tidak dapat balik (irreversible). Adenosin trifosfat merupakan sumber energi tertinggi bagi aktivitas ikan. Pada ikan mati, ATP diperoleh dari penguraian kreatin fosfat. Kemudian ATP mulai mengalami penguraian ketika kandungan kreatin fosfat dan ATP mencapai titik yang sama. Hidrolisis ATP menjadi ADP dengan bantuan enzim ATPase akan menghasilkan energi. Penguraian tersebut terjadi berdasarkan reaksi berikut ini (Eskin 1990):

ATP + H2O ATPase ADP + H3PO4

Otot ikan ketika baru mati memiliki pH netral atau sedikit basa. Selama rigor mortis, nilai pH perlahan-lahan turun menjadi 6,2-6,5 karena akumulasi asam laktat. Kandungan glikogen yang lebih banyak pada otot ikan mati akan memperpanjang fase rigor mortis (Govidan 1985). Penguraian ATP berkaitan erat dengan terjadinya rigor mortis. Pada saat ATP mulai mengalami penurunan, rigor mortis pun mulai terjadi dan mencapai kejang penuh (full-rigor) ketika kandungan ATP sekitar 1 µmol/g. Energi pada jaringan otot ikan setelah mati diperoleh secara anaerobik dari pemecahan glikogen melalui proses glikolisis menghasilkan ATP dan asam laktat. Akumulasi asam laktat selain menurunkan pH otot, juga diikuti oleh peristiwa rigor mortis (Eskin 1990).

Fase post rigor terjadi pada saat otot ikan melunak setelah melewati fase rigor mortis terjadi kenaikan pH ikan secara perlahan-lahan dengan meningkatnya laju perubahan autolitik yang ditandai dengan proses pelunakan daging ikan (Govidan 1985). Serabut otot daging ikan hidup mengandung protein dalam gel lunak. Selama rigor, gel ini menjadi kaku dan bila rigor telah berlalu, otot daging menjadi lunak, keadaan ini berlangsung selama 1-7 jam sesaat setelah ikan mati.

Nilai pH daging ikan pada fase ini sekitar 6-7. Kelenturan ikan yang hilang tersebut karena terbentuknya aktomiosin yang berlangsung lambat pada tahap awal dan kemudian menjadi cepat pada tahap selanjutnya. Lama tahap rigor dipengaruhi oleh kandungan glikogen dalam tubuh ikan dan suhu lingkungannya. Kandungan glikogen yang tinggi dapat menunda datangnya proses rigor (Eskin 1990). Penguraian protein daging ikan karena aktivitas enzim proteolitik mengakibatkan daging ikan menjadi lunak, mudah dilepaskan dari tulang, kehilangan elastisitasnya, dan meninggalkan bekas jari pada saat ditekan (Govidan 1985).

Reaksi kimiawi yang terjadi selama proses kemunduran kesegaran ikan adalah penguraian lemak oleh aktivitas enzim jaringan tubuh dan enzim yng dihasilkan oleh bakteri serta berlangsung akibat oksidasi dengan adanya oksigen menjadi asam lemak. Akibat dari reaksi ini adalah terjadinya ketengikan, perubahan warna daging menjadi pucat yang mengarah pada rasa, bau dan perubahan lain yang tidak dikehendaki. Geesink et al. (2006) melakukan penelitian mengenai peran µ-kalpain terhadap proteolisis post mortem pada protein otot menghasilkan kesimpulan bahwa µ -kalpain memiliki peran yang sangat besar dalam aktivitas proteolisis post mortem.

Mikroorganisme dominan yang berperan penting di dalam proses penurunan kesegaran ikan adalah bakteri. Pada daging ikan yang masih segar bakteri dapat ditemukan di permukaan kulit, insang, dan saluran pencernaan. Pada ikan mati, bakteri yang terkonsentrasi pada ketiga tempat tersebut perlahan-lahan berpenetrasi dan bergerak aktif menyebar ke seluruh jaringan dan organ ikan selanjutnya mulai dijadikan tempat berkembangnya bakteri. Dekomposisi berjalan intensif, khususnya setelah ikan melewati fase rigor mortis, saat itu jaringan otot longgar dan jarak antar serta diisi oleh cairan (Irianto dan Giyatmi 2009).

2.3 Histologi

Histologi (Histos = jaringan, Logos = ilmu) mempelajari struktur jaringan tubuh hewan. Histologi adalah ilmu yang mempelajari struktur dari hewan atau tumbuhan secara terperinci dan hubungan antara pengorganisasian sel dan jaringan serta fungsi-fungsi yang dilakukannya. Histologi dapat juga disebut sebagai ilmu anatomi mikroskopis (Hartono 1989).

2.3.1 Jaringan otot

Peranan jaringan otot yang utama ialah sebagai alat gerak, karena sifatnya yang mampu berkontraksi. Kontraksi dapat berlangsung bila ada rangsangan (stimulus) dari syaraf atau pengaruh lain (Hartono 1989). Ikan seperti juga vertebrata lainnya memiliki tiga tipe sel otot: (1) lurik, tidak bercabang, bekerja secara sadar; (2) otot jantung yang terdiri dari serabut otot bercabang dan (3) otot halus yang bekerja secara tidak sadar. Otot lurik dibagi menjadi dua jenis, yaitu merah and putih. Otot merah (Gambar 2) memiliki jumlah mitokondria dan aktivitas respirasi yang lebih besar dibandingkan dengan otot putih (Gambar 3) (Morrison et al. 2007).

Gambar 2 Otot merah ikan (Morrison et al. 2007).

2.3.2 Mata

Mata terdiri dari tiga bagian dasar atau lapisan (Gambar 4). Bagian paling luar disebut fibrous tunic, yang dibagi menjadi kornea dan sklera. Fibrous tunic memberikan mata bentuk yang cocok sebagai sistem visual. Bagian luar dari fibrous tunic adalah kornea yang transparan sehingga memungkinkan cahaya masuk dan bentuknya cocok sebagai refraktor (pembelok) cahaya dengan tepat menuju retina mata (Samuelson 2007).

Bagian tengah mata (Gambar 4) terdapat uvea atau vaskular tunic atau pembungkus yang terdiri dari koroid, ciliary body dan iris. Koroid terletak pada pertengahan posterior mata diantara sklera dan retina. Fungsi koroid adalah menyediakan makanan untuk retina yang sangat tinggi metabolismenya. Ciliary body berfungsi sebagai tempat pelekatan lensa dan tempat produksi cairan aqueous humor. Bagian anterior dari vaskular tunic adalah iris, yaitu perpanjangan ciliary body. Iris sangat kaya pigmen dan otot (pupil) yang mampu mengatur jumlah cahaya untuk masuk ke bagian posterior (retina). Bagian ketiga dan yang paling sentral adalah retina (Gambar 5) dan saraf optik. Retina terdiri dari sel-sel sensitif cahaya dan fotoreseptor yang mentransmisikan rangsangan kepada otak melalui saraf optik. Bagian lainnya dari mata adalah cairan intraokular yang terdiri dari vitreous dan aquaeos humor yang bersama-sama menciptakan sebuah medium transparan untuk mentransmisikan cahaya (Samuelson 2007).

Dokumen terkait