• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II URAIAN TEORITIS

3.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

3.1.1 Sejarah Simpang Kongsi

Sebelum Indonesia merdeka tahun 1945 Daerah Simpang Kongsi bernama “Kongsi China” dimana pada saat itu daerah Kongsi China dikelolah oleh orang China dibawah kekuasaan Penjajah Belanda. Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945 orang China yang mengelolah kongsi China keluar dari daerah itu dan para pengungsi yang datang kesana berkuasa atas daerah tersebut. Penduduk pertama kalinya di ‘Kongsi China adalah Pak Tawar Ginting sebagai pemimpin di desa tersebut, Bolang Sabar, Bapak Mukirin, Solihin, Parjo. Pada waktu itu daerah tersebut masih hutan, banyak tumbuh lalang, kelapa, pisang, bambu dan masih banyak berkeliaran babi hutan.

Seiring dengan berjalannya waktu pada tahun 1950-1956 pendatang di daerah Kongsi China semakin banyak, dimana daerah tersebut dipimpin oleh Bapak Ahmad Kasan, dan para penduduknya berkerja sebagai petani, menganyam atap, ngayam tepas dan galas.Pada tahun 1986 setelah tempat pembuangan sampah di Simpang Kuala ditutup, pemerintah menjadikan daerah tersebut menjadi tempat Pembuangan Sampah dari kota Medan. Dan pada saat itu jalan ke tempat pembuangan akhir sampah (TPA) dibangun dan jalan tersebut dinamakan Simpang Kongsi, sehingga daerah tersebut dinamakan tempat pembuangan akhir sampah Simpang Kongsi.

Setelah dibangun, jumlah penduduk yang tinggal di simpang Kongsi semakin banyak dan mereka bekerja sebagai pemulung karena tidak membutuhkam modal untuk bekerja. Jadi rata-rata penduduk disimpang Kongsi tersebut adalah sebagai pendatang. Dan pada akhirnya nama “Kongsi China berubah menjadi Simpang Kongsi”. Simpang Kongsi terletak di Kabupaten Deli Serdang Kecamatan Pancur Batu dan merupakan lokasi tempat pembuangan akhir sampah (TPA) dari Medan. Berdasarkan survey yang dilakukan pada bulan April 2012 (sumber: data kantor Kepala Desa 2012) bahwa jumlah penduduk Simpang Kongsi terdiri dari 61 KK (kepala keluarga). Dimana penduduk ini terdiri dari beberapa etnis (Batak Karo, Batak Toba, Nias, Jawa, dan lainnya).

Sebanyak 73.7% penduduk di Simpang Kongsi beragama Kristen dan 26.3% beragama Muslim. Tingkat pendidikan masyarakat sangat mempengaruhi pola pikir/perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Tingkat pendidikan masyarakat Simpang Kongsi masih

tergolong rendah, hanya sedikit yang sampai ke jenjang Perguruan Tinggi (11.5%) dan mayoritas penduduk Simpang Kongsi hanya sampai ke jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) bahkan ada yang tidak bersekolah. Dengan rendahnya tingkat pendidikan di masyarakat Simpang Kongsi, membuat mereka tidak mampu bersaing dalam mencari pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidup, sehingga mayoritas penduduk Simpang Kongsi bekerja sebagai pemulung/mencari barang-barang bekas di tumpukan sampah dengan pendapatan Rp.30.000-Rp.59.000/hari.

Lingkungan Simpang Kongsi sangat dekat dengan tumpukan sampah karena sebahagian masyarakat adalah pemulung dan mereka membawa hasil dari sampah yang dikumpulkan ke rumah untuk disortir berdasarkan jenis sampah (plastik, kertas, aluminium, besi, botol, dan sebagainya). Mereka meletakkan hasil dari sampah tersebut di pekarangan rumah. Hal ini mengakibatkan banyaknya tumpukan sampah yang terletak di sekitar pekarangan rumah masyarakat. Akibat dari tumpukan sampah yang berserakan ini, menyebabkan sering sekali anak terluka karena menginjak kaca/sampah yang tajam. Selain itu anak-anak juga tidak bisa bermain dengan bebas di sekitar pekarangan rumah karena lingkungan yang kotor dan jarang dibersihkan.

Pada umumnya anak dalam usia sekolah di Simpang Kongsi memiliki semangat yang rendah untuk bersekolah dan belajar, hal ini disebabkan oleh kurangnya dukungan orang tua dan banyak orang tua yang mengharapkan anaknya untuk membantu mereka mencari nafkah dengan bekerja di tempat pembuangan sampah. Rendahnya prestasi belajar anak TPA Simpang Kongsi disebabkan karena kurangnya dukungan orang tua terhadap pendidikan anak, waktu untuk anak belajar kurang, fasilitas belajar yang dimiliki anak kurang memadai, dan lingkungan yang tidak mendukung anak untuk belajar yang mengakibatnya kurangnya minat belajar.

Orang tua hanya memikirkan cara untuk mengumpulkan uang agar dapat memenuhi kebutuhan hidup dan biaya sekolah anaknya tanpa memikirkan dampak yang terjadi karena melibatkan anak untuk membantu orang tua bekerja. Kondisi ekonomi keluarga yang sangat sederhana menyebabkan orang tua harus bersusah payah bekerja agar dapat mengumpulkan uang untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan tidak jarang orang tua juga meminta anak untuk membantu mereka bekerja supaya dapat menutupi kebutuhan keluarga dan biaya pendidikan anak-anaknya. Orang tua juga jarang memberikan perhatian terhadap pendidikan anaknya apalagi membantu anak untuk mengerjakan pekerjaan rumah (PR).

masyarakat memiliki pendapatan dibawah Rp. 29.000 dan hanya 18% masyarakat yang memilik pendapatan lebih besar atau sama dengan Rp. 60.000. Hal ini membuktikan bahwa rata-rata masyarakat memiliki tingkat pendapatan harian yang cukup rendah.

3.1.2 Deskripsi Kegiatan Lembaga Obor Sahabat

Di Simpang Kongsi, sangat jarang ditemukan orang tua yang mau secara sadar datang ke sekolah untuk menanyakan perkembangan anaknya. Orang tua merasa bahwa hal tersebut bukan sesuatu yang penting dilakukan. Mereka hanya pergi ke sekolah untuk merespon surat teguran dari guru karena anaknya bolos sekolah. Dengan rendahnya tingkat pendidikan di masyarakat Simpang Kongsi membuat mereka tidak mampu bersaing dalam mencari pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, sehingga mayoritas penduduk Simpang Kongsi bekerja sebagai pemulung/mencari barang-barang bekas di tumpukan sampah.

Dengan dilandaskan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, keinginan membantu anak untuk mendapatkan pengetahuan akan kesehatan dan pendidikan mendorong Lembaga Obor Sahabat mengadakan kegiatan pendidikan non formal dengan nama kelompok belajar PKM (Pengembangan Kesehatan Masyarakat) Anak Simpang Kongsi. Lembaga Obor Sahabat ingin membantu anak-anak yang tinggal di pembuangan sampah ini untuk mendapatkan kesempatan belajar dan mendapatkan pengetahuan baru sehingga mereka dapat memperoleh prestasi yang lebih baik di sekolah dan perubahan akan sikap dalam diri anak.

Ada 70 anak yang saat ini ikut dalam kegiatan belajar PKM Anak Simpang Kongsi. Kegiatan yang dilakukan oleh Lembaga Obor Sahabat adalah:

a. Hari senin anak-anak belajar matematika. Untuk kegiatan belajar ini dimulai dari pukul 14.00 – 16.00 Wib. Pada kegiatan ini anak-anak dibagi dalam empat kelas sesuai dengan tingkatan kelas mereka, yaitu: kelas TK-1 SD, 2 -3 SD, 4-5 SD, 6 SD-SMP. b. Hari selasa anak-anak diajarkan tentang pelajaran kesehatan fisik dan moral. Topik

yang diajarkan dalam kesehatan fisik antara lain: mengajarkan kebersihan diri, makanan sehat, kesehatan mata, kesehatan gigi, kesehatan telinga, cacingan, kesehatan kulit dan kepala, bahaya narkoba. Untuk topik mengenai kesehatan moral antara lain: mengajarkan tentang tanggung jawab, mengajarkan tentang kejujuran, mengajarkan tentang peduli tetangga, keluarga, mengajarkan tentang mengampuni, menolong sesama, mentaati peraturan dan mengajarkan tentang marah. Kegiatan ini dimulai dari pukul 15.00-16.30 Wib. Dalam kegiatan ini anak-anak tidak dibagi dalam kelompok. Mereka dikumpulkan secara bersama-sama.

c. Hari rabu, anak-anak diajarkan tentang permainan angklung. Kegiatan ini dilakukan mulai dari pukul 15.00-16.30 Wib.

d. Hari kamis, anak-anak belajar Bahasa Inggris. Kegiatan ini dilakukan mulai dari pukul 14.00-16.00 Wib. Anak-anak dalam kegiatan belajar ini dibagi dalam 4 kelompok sesuai dengan batas usia anak yaitu: kelas TK-1 SD, kelas 2 SD-3 SD, kelas 4-5 SD, kelas 6 SD-SMP.

Dokumen terkait