• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Hasil Penelitian 1.Hasil Uji Asumsi 1.Hasil Uji Asumsi

2. Deskripsi Data Penelitian

Evaluasi reaksi diberikan pada subjek kelompok eksperimen yang berjumlah 13 peserta. Berikut ini akan dijelaskan reaksi peserta pada hari pertama dan kedua terhadap materi, metodologi, lingkungan, fasilitator, reaksi total dan keseluruhan pelaksanaan. Data evaluasi reaksi di hari pertama dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.5. Hasil Evaluasi Reaksi Peserta Hari 1

Berdasarkan data pada aspek materi dapat diketahui empat peserta (31%) bereaksi sangat positif, delapan peserta (61%) bereaksi positif dan satu peserta (8%) bereaksi negatif. Komentar-komentar yang mendukung terhadap isi materi adalah “materinya kena banget, menguntungkan bagi remaja, sesuai dengan yang kita harapkan, penyampaiannya menarik, tambah pengetahuan dan top banget”. Komentar-komentar yang kurang mendukung terhadap materi adalah “materinya kurang riil, masih terlalu teoritis”.

Pada aspek metodologi empat peserta (31%) bereaksi sangat positif, delapan peserta (61%) bereaksi positif dan satu peserta (8%) bereaksi netral. Komentar-komentar yang mendukung metodologi pelatihan adalah “top banget, lagu-lagunya mendukung, bagus, memudahkan menyerap materi,

Aspek Kategori

Materi Metodologi Lingkungan Fasilitator

Sangat Positif 4 4 - 4 Positif 8 8 10 8 Netral - 1 2 1 Negatif 1 - 1 - Sangat Negatif - - - - Total 13 13 13 13

videonya ok dan asyik belum membuat bosan”. Sedangkan komentar-komentar yang kurang mendukung adalah “simulasinya lebih banyak lagi, masih didominasi ceramah jadi peserta kurang terlibat, refleksinya diperjelas lagi”.

Pada aspek lingkungan sepuluh peserta (77%) bereaksi positif, dua peserta (15%) bereaksi netral dan satu peserta (8%) bereaksi negatif. Komentar-komentar yang mendukung lingkungan pelatihan adalah “ok, sudah pas , konsumsinya mantap, tempatnya nyaman, enak nggak bikin berkeringat”. Komentar-komentar yang kurang mendukung lingkungan adalah “ACnya dingin banget, jendelanya ditutup silau kalau nonton, tempat duduknya digabung aja”.

Reaksi peserta terhadap performansi fasilitator adalah empat peserta (31%) bereaksi sangat positif, delapan peserta (61%) bereaksi positif dan satu peserta (8%) bereaksi netral. Komentar-komentar yang mendukung adalah “cara penyampaiannya sangat jelas, top, ok, siip”. Komentar-komentar yang kurang mendukung adalah “kelihatan gerogi, power diakhir agak melemah”.

Hasil evaluasi reaksi total pada hari pertama didapat, enam peserta (46%) menilai sangat positif, delapan peserta (46%) menilai positif dan satu peserta (8%) menilai netral. Pada penilaian pelatihan secara keseluruhan sebelas peserta (85%) menilai sangat positif dan dua peserta (15%) menilai positif. Data selengkapnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.6. Hasil Penilaian Reaksi Total dan Keseluruhan Pelaksanaan Hari 1

Sedangkan hasil evaluasi reaksi peserta dihari kedua terhadap materi pelatihan, metodologi, lingkungan, fasilitator, reaksi total dan keseluruhan pelaksanaan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.7. Hasil Evaluasi Reaksi Peserta Hari 2

Berdasarkan data diatas, pada aspek materi ada delapan peserta (61%) yang bereaksi sangat positif, empat peserta (31%) bereaksi positif, dan satu peserta (8%) bereaksi netral. Komentar-komentar yang mendukung terhadap isi materi adalah ”bisa jadi pegangan/pedoman, menarik, keren, materinya makin dalem, bagus banget, mengena diriku jadi tahu ada yang harus kuperbaiki, ok, siip, kalian tahu apa yang kami mau semoga saya bisa jadi manusia yang lebih baik”. Sedangkan komentar-komentar lain lebih mengarah kepada opini seperti, “mudah atau tidaknya diterapkan juga

Penilaian Kategori

Reaksi Total Keseluruhan Pelaksanaan Sangat Positif 6 11 Positif 6 2 Netral 1 - Negatif - - Sangat Negatif - - Total 13 13 Aspek Kategori

Materi Metodologi Lingkungan Fasilitator

Sangat Positif 8 9 4 6 Positif 4 4 9 7 Netral 1 - - - Negatif - - - - Sangat Negatif - - - - Total 13 13 13 13

dipengaruhi oleh lingkungan dan perbanyak lagi teori-teori ilmiahnya, saya juga pengen tahu”.

Pada aspek metodologi sembilan peserta (69%) beraksi sangat positif dan empat peserta (31%) bereaksi positif. Komentar-komentar yang mendukung metodologi adalah “simulasinya banyak jadi tidak ngantuk, bagus, sistematis, menyenangkan, fasilitas mendukung, mengena di hati, peserta lebih saling berinteraksi, audiovisual memberi contoh yang kongret dan jelas”. Komentar-komentar yang kurang mendukung adalah “refleksi masih garing, tempat untuk ngegame kurang luas”.

Reaksi peserta terhadap lingkungan pelatihan adalah empat peserta (31%) bereaksi sangat positif dan sembilan peserta (69%) bereaksi positif. Komentar-komentar yang mendukung lingkungan pelatihan adalah “suhu sudah tidak dingin lagi, cukup nyaman, siip, tempat duduknya lebih baik dari pada yang kemarin, sudah pas dan hari ini ACnya sudah bersahabat”. Pada aspek lingkungan dihari kedua tidak ada komentar-komentar yang kurang mendukung.

Reaksi peserta terhadap fasilitator adalah enam peserta (46%) bereaksi sangat positif dan tujuh peserta (54%) bereaksi positif. Komentar-komentar yang mendukung performansi fasilitator adalah “siip, keren, you rock salut, top dech, bagus, kelihatan sudah berpengalaman”. Pada evaluasi fasilitator di hari kedua juga tidak ada komentar-komentar yang kurang mendukung. Namun, ada beberapa komentar yang bersifat ucapan, seperti “terima kasih, sukses selalu”.

Berdasarkan hasil seluruh pengukuran aspek-aspek evaluasi reaksi pada hari kedua, didapat sepuluh peserta (77%) memiliki penilaian sangat positif dan tiga peserta (23%) memiliki penilaian positif. Sedangkan pada penilaian keseluruhan pelaksanaan adalah 13 peserta (100%) menilai sangat positif terhadap seluruh pelaksanaan pelatihan. Data selengkapnya pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.8. Hasil Penilaian Reaksi Total dan Keseluruhan Pelaksanaan Hari 2

3. Hasil Uji

Hipotesis

Uji hipotesis ini bertujuan untuk membuktikan adanya peningkatan pengetahuan materi pelatihan dan perubahan perilaku yang lebih cerdas secara emosional, baik secara kompetensi pribadi maupun kompetensi sosial. Hasil uji-t sampel berpasangan (paired sample t test) menunjukkan adanya perbedaan pengetahuan dan perilaku yang signifikan pada kelompok eksperimen jika dibandingkan dengan kelompok kontrol. Data selengkapnya ada pada rangkuman hasil uji-t sampel berpasangan pada tabel.

Penilaian Kategori

Reaksi Total Keseluruhan Pelaksanaan Sangat Positif 10 13 Positif 3 - Netral - - Negatif - - Sangat Negatif - - Total 13 13

Tabel 4.9. Rangkuman Hasil Uji t Sampel Berpasangan

Dalam penelitian ini digunakan tes satu arah. Pemilihan ini didasarkan pada pendapat Deuna (1996) yang menyatakan bahwa untuk membandingkan satu kelompok dengan kelompok lain, dimana telah ditemukan indikator-indikator kelompok tertentu lebih baik daripada kelompok lain, lebih dianjurkan memakai tes satu arah. Pemilihan tes satu arah menjadikan harga nilai kritis yang dipakai menjadi lebih rendah, karena menurut Deuna pada tes satu arah Ha diterima jika μ1 > μ2 ; Ha ditolak jika μ1 = μ2 atau μ1 < μ2.

Berdasarkan uji-t pada evaluasi belajar diketahui subjek kelompok eksperimen (KE) mendapatkan (t = -7,291; sig. = 0,000; p < 0,05). Subjek kelompok kontrol (KK) mendapatkan (t = -1,685; sig. = 0, 120; p > 0,05). Hasil tersebut menunjukkan pada subjek KE Ho ditolak dengan demikian H1 diterima, sedangkan pada subjek KK Ho diterima dengan demikian H1 ditolak. Jadi dapat disimpulkan pada subjek KE ada perbedaan pengetahuan setelah mendapatkan pelatihan, sedangkan pada subjek KK tidak ada perbedaan pengetahuan tanpa pelatihan. Perbandingan nilai mean skor total

Paired Sample Test

Kelompok Aspek

Meanpre Meanpost Meanselisih (pre-post)

t Sig Eksperimen Belajar Total 8,92 14,31 -5,385 -7,291 0,000

Kompetensi Pribadi 5,31 7,08 -1,769 -4,308 0,001 Kompetensi Sosial 3,62 7,23 -3,615 -6,085 0,000 Perilaku Total 210,54 221,23 -10,692 -6,235 0,000 Kompetensi Pribadi 103,15 109,38 -6,231 -5,267 0,000 Kompetensi Sosial 107,38 111,85 -4,462 -5,147 0,000

Kontrol Belajar Total 9,42 10,08 -0,667 -1,685 0,120 Kompetensi Pribadi 5,92 6.17 -0,250 -0,821 0,429 Kompetensi Sosial 3,50 3,92 -0,417 -1,047 0,318 Perilaku Total 206,83 204,33 2,500 1,104 0,293 Kompetensi Pribadi 101,33 100,92 0,417 0,179 0,861 Kompetensi Sosial 105,50 103,42 2,083 3,837 0,030

evaluasi belajar antara subjek KE dan KK adalah 5,385 : 0,667. Hasil tersebut menunjukkan adanya pelatihan dapat meningkatkan pengetahuan kecerdasan emosional yang signifikan daripada tanpa pelatihan.

Pengukuran evaluasi belajar didasarkan pada 2 kompetensi, yaitu pengetahuan terhadap kompetensi pribadi dan pengetahuan terhadap kompetensi sosial. Hasil uji-t evaluasi belajar kompetensi pribadi menunjukkan, subjek KE mendapatkan (t = -4,308; sig. = 0,001; p < 0,05), sedangkan subjek KK mendapatkan (t = -0,821; sig. = 0,429; p > 0,05). Hasil tersebut menunjukkan pada subjek KE Ho ditolak dengan demikian H1 diterima, sehingga dapat disimpulkan ada perbedaan pengetahuan kompetensi pribadi setelah mendapatkan pelatihan. Pada subjek KK menunjukkan diterimanya Ho dengan demikian H1 ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan pengetahuan kompetensi pribadi tanpa pelatihan. Perbandingan mean antara subjek KE dan KK adalah 1,769 : 0,250. Hasil tersebut menunjukkan bahwa adanya pelatihan dapat meningkatkan pengetahuan kompetensi pribadi yang signifikan daripada tanpa pelatihan.

Hasil uji-t evaluasi belajar kompetensi sosial, menunujukkan subjek KE mendapatkan (t = -6,085; sig. = 0,000; p < 0,05), sedangkan subjek KK mendapatkan (t = -1,047; sig. = 0,318; p > 0,05). Hasil tersebut menunjukkan pada subjek KE Ho ditolak dengan demikian H1 diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan pengetahuan kompetensi sosial setelah mendapatkan pelatihan. Pada subjek KK hasil menunjukkan diterimanya Ho dengan demikian H1 ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada

perbedaan pengetahuan kompetensi sosial, tanpa adanya pelatihan. Perbandingan nilai mean antara subjek KE dan KK adalah 3,615 : 0,417. Hasil tersebut menunjukkan bahwa adanya pelatihan dapat meningkatkan pengetahuan kompetensi sosial yang signifikan daripada tanpa pelatihan.

Pada evaluasi perilaku hasil uji-t menunjukkan subjek KE mendapatkan (t = - 6,235; sig. = 0,000; p < 0,05), sedangkan subjek KK mendapatkan (t = 1,104; sig. = 0,293; p > 0,05). Berdasarkan hasil tersebut pada subjek KE Ho ditolak dengan demikian H2 diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan perilaku yang lebih cerdas secara emosional, setelah mendapatkan pelatihan. Pada subjek KK hasil menunjukkan diterimanya Ho dengan demikian H2 ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak perbedaan perilaku yang lebih cerdas secara emosional, tanpa pelatihan. Hasil tersebut diperkuat dengan hasil perbandingan nilai mean pada subjek KE dan KK. Subjek KE mengalami peningkatan nilai mean sebesar 10,692 tetapi subjek KK mengalami penurunan nilai mean sebesar 2,5. Hasil perbandingan nilai mean tersebut menunjukkan bahwa adanya pelatihan dapat meningkatkan perilaku kecerdasan emosional yang signifikan daripada tanpa pelatihan. Atau dengan kata lain, perubahan perilaku yang lebih cerdas secara emosional meningkat akibat adanya pelatihan.

Pengukuran evaluasi perilaku didasarkan pada 2 kompetensi, yaitu perilaku yang mengarah pada kompetensi pribadi dan perilaku yang mengarah pada kompetensi sosial. Hasil uji-t evaluasi perilaku kompetensi

pribadi menunjukkan subjek KE mendapatkan (t = - 5,267; sig. = 0,000; p < 0,05), sedangkan subjek KK mendapatkan (t = 0,179; sig. = 0,861; p > 0,05). Berdasarkan hasil tersebut pada subjek KE Ho ditolak dengan demikian H2 diterima, sehingga dapat disimpulkan ada perbedaan perilaku kecerdasan emosional secara kompetensi pribadi, setelah mendapatkan pelatihan. Pada subjek KK hasil menunjukkan diterimanya Ho dengan demikian H2 ditolak sehingga dapat disimpulkan tidak ada perbedaan perilaku kecerdasan emosional secara kompetensi pribadi, tanpa adanya pelatihan. Perbandingan nilai mean antara subjek KE dan KK adalah pada subjek KE mengalami peningkatan nilai mean sebesar 6,231, sedangkan pada subjek KK mengalami penurunan nilai mean sebesar 0,417. Hasil tersebut menunjukkan adanya pelatihan meningkatkan perilaku kompensi pribadi yang signifikan daripada tanpa pelatihan.

Hasil uji-t evaluasi perilaku kompetensi sosial, subjek KE mendapatkan (t = -5,147; sig. = 0,000; p < 0,05), sedangkan subjek KK mendapatkan ( t = 3,837; sig. = 0,030; p < 0,05). Hasil tersebut menunjukkan baik subjek KE maupun KK Ho ditolak, sehingga disimpulkan ada perbedaan perilaku secara kompetensi sosial. Tetapi jika nilai mean antara subjek KE dan KK dibandingkan, nilai mean subjek KE mengalami peningkatan mean sebesar 5,385 , sedangkan nilai mean subjek KK mengalami penurunan nilai mean sebesar 2,08. Hasil tersebut menunjukkan adanya pelatihan meningkatkan perilaku kompensi sosial yang signifikan daripada tanpa pelatihan

C. Pembahasan

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat keefektifan pelatihan kecerdasan emosional pada remaja anggota komunitas keagamaan, berdasarkan evaluasi reaksi, belajar, dan perilaku. Hal itu dikarenakan efektivitas program pelatihan hanya dapat ditunjukkan melalui evaluasi terhadap program pelatihan itu sendiri (Kirkpatrick,1998). Pada pelatihan kecerdasan emosional subjek yang menjadi kelompok eksperimen adalah remaja anggota komunitas keagamaan yang bersedia mengikuti pelatihan dengan tanpa paksaan (sukarela). Pelatihan ini ditawarkan kepada subjek yang bersedia mengikuti pelatihan dengan tanpa paksaan. Hal ini dirasa dapat menjadi salah satu faktor keberhasilan program pelatihan karena subjek memiliki motivasi pribadi terhadap program pelatihan. Menurut Rekadesa (2005) keberhasilan suatu pelatihan sangat ditentukan oleh faktor peserta karena peserta merupakan subjek aktif.

Pada pelatihan kecerdasan emosional subjek dikondisikan terlebih dahulu sebelum pelatihan dimulai. Pengkondisian yang dilakukan meliputi pemberian kontrak belajar, penjelasan manfaat kecerdasan emosional bagi remaja anggota komunitas keagamaan, dan penulisan harapan setelah mengikuti pelatihan. Pengkondisian tersebut dimaksudkan agar subjek mengetahui tujuan diadakannya pelatihan sesuai dengan kebutuhan subjek. Wei (2006) memandang bahwa motivasi peserta ikut pelatihan bisa mempengaruhi efektivitas pelatihan. Selain itu, ia juga menambahkan bahwa sifat, kepribadian, dan kebutuhan peserta mempengaruhi efektivitas pelatihan.

Hasil evaluasi reaksi menunjukkan sebagian besar subjek memiliki reaksi positif terhadap pelaksanaan program pelatihan. Reaksi subjek tersebut mengenai materi, metodologi, lingkungan, fasilitator, dan keseluruhan pelaksanaan (lihat tabel 4.5; 4.6; 4.7; & 4.8). Reaksi positif menunjukkan bahwa subjek senang terhadap program pelatihan (Kristanto, 2004). Hasil evaluasi reaksi yang positif juga diperkuat dengan hasil observasi. Berdasarkan hasil observasi dapat diketahui pelaksanaan pelatihan, seperti penggunaan metodologi yang cukup variatif, performansi fasilitator yang cukup baik, perilaku peserta yang cukup baik, dan lingkungan pelatihan yang mendukung.

Tjia (2006) menyatakan ada 5 hal yang menentukan program pelatihan efektif, yaitu fasilitator, peserta, topik pelatihan, metode pelatihan, dan lingkungan. Menurut Tjia peran fasilitator dalam pelatihan bisa mempengaruhi tingkat partisipasi peserta. Hal itu dikarenakan peserta akan menilai performansi fasilitator, penilaian tersebut akan mempengaruhi tingkat partisipasi peserta. Berdasarkan hasil evaluasi reaksi, secara umum peserta memiliki reaksi positif terhadap performansi fasilitator (lihat tabel 4.5 & 4.7). Hasil tersebut diperkuat dengan hasil observasi yang menilai bahwa secara umum performansi fasilitator cukup baik (lihat tabel 4.1). Dengan demikian dapat diindikasikan bahwa peserta memiliki tingkat partisipasi yang baik selama pelatihan. Perilaku peserta selama pelatihan juga bisa dilihat dari hasil observasi yang menunjukkan secara umum selama pelatihan peserta cukup antusias, memiliki tingkat kelelahan fisik yang rendah, dan belum merasa jenuh (lihat tabel 4.2). Namun demikian pada sesi 2 dan 4, peserta mengalami penurunan tingkat antusias serta peningkatan kejenuhan

dan kelelahan fisik, hal itu dikarenakan hari yang sudah mulai siang sehingga konsentrasi dan stamina peserta sudah mulai menurun.

Hasil evaluasi reaksi terhadap materi menunjukkan secara umum peserta bereaksi positif (lihat tabel 4.5 & 4.7) hasil tersebut memberikan indikasi bahwa materi yang diberikan sesuai dengan kebutuhan peserta dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Tjia (2006) materi pelatihan harus mampu menjawab kebutuhan peserta karena jika materi pelatihan tidak sesuai dengan kebutuhan peserta pelatihan tidak akan efektif. Pada penggunaan metodologi, secara umum peserta memiliki reaksi positif (lihat tabel 4.5 & 4.7) hasil tersebut memberikan indikasi bahwa peserta senang dengan metode belajar experiential learning. Melalui metode belajar experiential learning peserta difasilitasi untuk belajar lewat pengalamannya dengan melakukan serangkaian aktifitas kegiatan terstruktur dan penggunaan media audiovisual. Sedangkan pada hasil evaluasi reaksi terhadap lingkungan diketahui secara umum peserta bereaksi positif (lihat tabel 4.5 & 4.7). Hasil tersebut memberikan indikasi bahwa peserta merasa nyaman dengan lingkungan pelatihan.

Berdasarkan pemaparan-pemaparan hasil evaluasi reaksi yang diperkuat dengan hasil observasi dapat diketahui bahwa secara afektif subjek merasa nyaman dan senang dengan program pelatihan dan secara kegunaan materi pelatihan sesuai dengan kebutuhan subjek. Pemaparan-pemaparan di atas sesuai dengan pendapat Alliger, Taanenbaum, Bennet, Tarver dan Shotland (1997) yang membagi reaksi menjadi dua yaitu reaksi afeksi dan kegunaan. Selain itu, reaksi

positif subjek terhadap program pelatihan bisa menjadi indikasi apakah subjek akan menerapkan materi dalam kesehariannya (Eitington dalam Kristanto, 2004)

Hasil uji hipotesis dengan uji-t membuktikan bahwa adanya pelatihan kecerdasan emosional mengakibatkan terjadinya peningkatan pengetahuan materi pelatihan, baik pengetahuan tentang kompetensi pribadi maupun pengetahuan tentang kompetensi sosial, setelah mendapatkan pelatihan (lihat tabel 4.9). Hasil tersebut diperkuat dengan perbandingan nilai mean pretest-posttest antara subjek kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yang menunjukkan bahwa subjek kelompok eksperimen memiliki peningkatan nilai mean yang lebih signifikan dibandingkan kelompok kontrol. Carnevale & Schulz (dalam Kristanto, 2004) mengatakan bahwa pengukuran hasil belajar mengindikasikan efektivitas program pelatihan. Hasil pengujian terhadap evaluasi belajar menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan materi pelatihan yang signifikan setelah mendapatkan pelatihan, sehingga memberikan indikasi akan efektivitas pelatihan kecerdasan emosional.

Menurut Kristanto (2004) fokus dari evaluasi belajar adalah peserta mengerti dan mencerap apa yang disampaikan oleh trainer. Hasil uji-t pada evaluasi belajar menunjukkan bahwa peserta memiliki peningkatan pengetahuan terhadap materi pelatihan, baik materi tentang kompetensi pribadi maupun kompetensi sosial. Hasil tersebut menunjukkan bahwa peserta mencerap materi yang disampaikan oleh fasilitator. Selain itu, dapat diindikasikan juga bahwa materi pelatihan mampu menjawab kebutuhan peserta karena peserta termotivasi untuk belajar sehingga terjadi peningkatan pengetahuan (Tjia, 2006).

Pelatihan kecerdasan dilaksanakan dengan menggunakan metode belajar experiential learning dengan model structured experiences. Model structured experiences merupakan proses induktif, dimana peserta diajak untuk mengalami sebuah pengalaman, kemudian melakukan internalisasi lewat pengalaman tersebut dan hasilnya terjadi pada perubahan perilaku (Pfeiffer&Ballew, 1988). Hasil uji-t pada evaluasi perilaku menyatakan bahwa ada perubahan perilaku yang lebih cerdas secara emosional, baik secara kompetensi pribadi maupun kompetensi sosial, setelah mendapatkan pelatihan (lihat tabel 4.9). Hasil tersebut diperkuat dengan perbandingan nilai mean pretest-posttest yang menunjukkan bahwa subjek kelompok eksperimen memiliki peningkatan nilai mean yang signifikan dibandingkan dengan subjek kelompok kontrol. Pengkuruan posttest evaluasi perilaku diberikan 3 minggu setelah pelatihan, dengan tujuan agar subjek memiliki kesempatan untuk menerapkan materi pelatihan di lingkungan yang sesungguhnya. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa pelatihan kecerdasan emosional efektif bagi remaja anggota komunitas keagamaan. Indikasi tersebut didasarkan pada pendapat Kirkpatrick (1998) yang mengatakan bahwa efektivitas adalah keberhasilan suatu program pelatihan dalam mencapai hasil yang diinginkan sesudah program.

Hasil evaluasi perilaku memberikan indikasi bahwa metode experiential learning efektif bagi subjek. Hal itu dikarenakan dalam pelatihan kecerdasan emosional digunakan metode experiential learning. Dalam metode experiential learning subjek diberi serangkaian kegiatan untuk memunculkan pengalaman, seperti simulasi, diskusi, studi kasus, sharing, media audiovisual dan sebagainya.

Kegiatan-kegiatan tersebut dimaksudkan agar subjek mendapatkan gambaran pengalaman yang kongret. Menurut Hurlock (2003) untuk mencapai kematangan emosi, remaja harus belajar memperoleh gambaran tentang situasi-situasi yang dapat menimbulkan reaksi emosional, caranya bisa melalui sharing, keterbukaan dengan peer group dan katarsis emosi. Hasil evaluasi perilaku menunjukkan adanya perubahan perilaku subjek yang lebih cerdas secara emosional setelah mendapatkan pelatihan. Hal itu membuktikan bahwa penggunaan metode belajar experiential learning efektif pada pelatihan kecerdasan emosional.

Metode experiential learning merupakan metode belajar dengan memberikan subjek serangkaian aktifitas yang melibatkan lebih dari satu indera untuk memunculkan pengalaman dan belajar lewat pengalaman tersebut. Menurut DePorter dan Hernacki (2006) kombinasi audiotori, visual, dan kinesthetik merupakan modal untuk memaksimalkan hasil belajar. Metode experiential learning didasarkan pada model structured experiences. Dalam model structured experiences terjadi proses induktif dimana subjek melalui siklus experiential learning diajak untuk mengalami sebuah pengalaman, kemudian melakukan internalisasi terhadap pengalaman tersebut dan hasilnya terjadi perubahan perilaku, sebagai akibat dari perumusan kesimpulan-kesimpulan (Pfeiffer&Ballew, 1988).

Pfeiffer&Ballew (1988) dan Supratiknya (2008) mengungkap model structured experiences didasarkan pada prinsip-prinsip belajar orang dewasa (andragogi). Hasil evaluasi perilaku yang menunjukkan adanya perubahan perilaku subjek yang lebih cerdas secara emosional setelah mendapatkan pelatihan

membuktikan bahwa pelatihan kecerdasan emosional efektif diberikan pada subjek karena remaja anggota komunitas keagamaan merupakan pembelajar dewasa sehingga sesuai atau cocok dengan prinsip-prinsip belajar orang dewasa.

Kirkpatrick (1998) menambahkan bahwa perubahan perilaku tidak akan terjadi jika peserta tidak mencapai evaluasi belajar. Berdasarkan penjelasan diatas, bisa diketahui bahwa adanya perubahan perilaku yang lebih cerdas secara emosional karena subjek memiliki reaksi positif (senang) terhadap program pelatihan, mendapatkan materi pelatihan yang sesuai dengan kebutuhannya dan mampu mencerap materi pelatihan tersebut, sehingga termotivasi untuk menerapkannya.

Krikpatrick (1998) menjelaskan ada 4 syarat agar seseorang mengubah perilakunya, yaitu. adanya hasrat untuk berubah, mengetahui apa yang harus dilakukan, lingkungan yang mendukung perubahan, dan penghargaan atas perubahan. Krikpatrick mengungkapkan bahwa program pelatihan mampu memfasilitasi 2 persyaratan pertama, yaitu menciptakan sikap positif (hasrat untuk berubah) dan mengajarkan pengetahuan yang dibutuhkan, dua persyaratan berikutnya hanya bisa ditemui ketika peserta sudah kembali ke kehidupan sehari-hari. Pernyataan tersebut mengindikasikan bahwa terjadinya perubahan perilaku subjek yang lebih cerdas secara emosional dikarenakan subjek memiliki hasrat untuk berubah dan pengetahuan (keterampilan) untuk melakukan perubahan.

Berdasarkan penjelasan di atas terungkap bahwa pelatihan kecerdasan emosional pada remaja anggota komunitas keagamaan yang didesain dengan model structured experiences (pengalaman berstruktur) dan menggunakan prinsip-prinsip belajar orang dewasa (andragogi) efektif untuk meningkatkan pengetahuan materi pelatihan dan perubahan perilaku yang lebih cerdas secara emosional.

94 BAB V

Dokumen terkait