• Tidak ada hasil yang ditemukan

D. Efektivitas Pelatihan 1. Pengertian Efektivitas Pelatihan 1.Pengertian Efektivitas Pelatihan

2. Ukuran Efektivitas Pelatihan

Kirkpatrick (1998) mengatakan bahwa efektivitas suatu program pelatihan hanya dapat ditunjukkan melalui evaluasi terhadap program pelatihan tersebut. Dalam penelitian ini ukuran efektivitas dilakukan dengan cara pengukuran evaluasi. Evaluasi digunakan sebagai alat ukur untuk melihat dan mengukur bagaimana reaksi, tingkat pengetahuan materi, dan perilaku peserta antara sebelum dan setelah mendapatkan pelatihan. Evaluasi yang digunakan didasarkan pada pandangan Kirkpatrick yang mengenalkan ada 4 level evaluasi, yaitu.

a. Level Reaksi

Level ini mengukur bagaimana reaksi/perasaan peserta terhadap program pelatihan. Reaksi yang didapat bisa reaksi positif maupun negatif. Level ini menunjukkan apakah peserta merasa senang atau tidak, bersemangat atau tidak, antusias atau tidak (Kristanto, 2004).

Menurut Eitington (dalam Kristanto, 2004) meskipun memiliki banyak keterbatasan, pengukuran reaksi tetap memiliki kegunanaan, karena (1) lebih baik daripada tidak ada data sama sekali (2) mudah dan hanya memerlukan sedikit biaya (3) memenuhi kebutuhan trainer/fasilitator untuk mengetahui seberapa bagus pesepsi peserta terhadap performansinya (4) membuka kemungkinan dukungan manajer organisasi, sebab reaksi positif peserta bisa menjadi acuan (5) reaksi peserta bisa menjadi indikator apakah peserta akan mengaplikasikan materi tersebut (6) menjadi petunjuk bagi perbaikan program dimasa mendatang.

Metode sering digunakan dalam pengumpulan data reaksi peserta adalah melalui kueisioner (Phillips & Stone, 2002). Aspek-aspek dalam pengukuran reaksi menurut Philips & Stone meliputi:

1. Materi pelatihan

Terdiri dari adanya penjelasan tentang tujuan pelatihan, tercapainya tujuan pelatihan, materi mudah dipahami, dan penilaian tentang kesesuaian materi / topik dalam kehidupan sehari-hari.

2. Metode

Berkaitan dengan metode pengajaran, aktivitas-aktivitas, dan materi yang digunakan untuk membantu peserta memahami materi dan tercapainya tujuan pelatihan.

3. Lingkungan

Berkaitan dengan penilaian peserta tentang keadaan tempat penyelenggaraan pelatihan.

4. Fasilitator

Berkaitan dengan penguasaan materi, kejelasan dalam penyampaian materi untuk membantu pemahaman peserta, kemampuan menciptakan lingkungan yang melibatkan peserta untuk berdiskusi, respon terhadap komentar dan pertanyaan peserta, kemampuan manajerial kelas yang efektif, kemampuan menjadi moderator untuk menjaga fokus materi.

5. Rencana aksi

Mengungkap rencana aksi yang akan dilakukan oleh peserta berkenaan dengan hasil dari setelah mengikuti pelatihan.

6. Penilaian dan komentar tentang program pelatihan secara keseluruhan

Alliger, Taanenbaum, Bennet, Tarver & Shotland (1997) membagi reaksi peserta menjadi 2, yaitu.

1. Reaksi afeksi

Berkaitan dengan apakah peserta merasa nyaman atau tidak dalam mengikuti pelatihan.

2. Reaksi kegunaan

Berkaitan dengan apakah materi pelatihan berguna bagi kehidupan yang dijalani oleh peserta dalam kesehariannya. Reaksi kegunaan berhubungan sangat erat terhadap transfer materi jika dibandingkan reaksi afeksi. Kristanto (2004) mengungkapkan bahwa respon harus segera didapat setelah sesi terakhir pelatihan agar mampu mengindikasikan respon secara utuh / satu kesatuan.

b. Level Belajar

Evaluasi dalam level ini mengukur tingkat perubahan peserta dalam sikap, pengetahuan dan keterampilan (Sanderson, 1995). Menurut Kristanto (2004) keberhasilan pelatihan diukur berdasarkan pencapaian tujuan pelatihan yang telah ditetapkan.

Kristanto (2004) menambahkan bahwa pengukuran pengetahuan dan sikap bisa dilakukan dengan paper and pencil test yang mengukur pengetahuan dan sikap peserta terhadap materi pelatihan, seperti soal pilihan ganda atau uraian. Endres dan Kleiner (dalam Kristanto, 2004) menambahkan bahwa pretest dan posttest akan menampakkan hasil yang lebih akurat terhadap besarnya pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Adanya kelompok pembanding yang tidak mendapatkan pelatihan bisa digunakan untuk mendapatkan hasil yang lebih dipercaya (Kirkpatrick, 1998).

Kirkpatrick (1998) menyatakan bahwa perubahan perilaku peserta dalam kehidupan sehari-hari tidak akan terjadi jika peserta tidak mengalami perubahan pengetahuan setelah mengikuti pelatihan. Pengukuran belajar harus mengacu pada tujuan pelatihan dan berkaitan dengan instruksional pelatihan. Sementara itu, Carnevale & Schulz dalam Kristanto (2004) mengatakan pengukuran hasil belajar mengindikasikan efektivitas program pelatihan, tetapi tidak menunjukkan bagaimana mengaplikasikan hasil belajar.

c. Level Perilaku

Level ini bertujuan untuk mengukur seberapa tingkat perubahan perilaku yang dilakukan peserta sebagai hasil dari mengikuti program pelatihan. Keberhasilan pelatihan berdasarkan peningkatan kinerja dalam pekerjaan yang didapatkan dari program pelatihan (Kristanto, 2004). Pada level ini yang dilihat dan diukur apakah para peserta menerapkan materi pelatihan yang diberikan dilingkungan pekerjaannya (Sanderson, 1995).

Menurut Kristanto (2004) bentuk evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui perubahan perilaku peserta sebagai hasil dari mengikuti program pelatihan. Perubahan tersebut tidak selalu terjadi pada diri peserta setelah mengikuti program pelatihan. Krikpatrick (1998) menjelaskan, ada 4 syarat agar seseorag mengubah perilakunya, yaitu.

1) Adanya hasrat untuk berubah dari pribadi orang tersebut. 2) Individu tersebut mengetahui apa yang harus dilakukan

dan bagaimana melakukannya.

3) Adanya lingkungan yang tepat untuk mendukung perubahan perilaku

4) Adanya penghargaan atas perubahan.

Lebih lanjut Krikpatrick mengungkapkan bahwa program pelatihan mampu memfasilitasi 2 persyaratan pertama, yaitu menciptakan sikap positif terhadap hasrat untuk berubah dan mengajarkan pengetahuan serta keterampilan yang dibutuhkan. Sedangkan dua persyaratan berikutnya hanya bisa ditemui ketika peserta sudah kembali ke kehidupan sehari-hari, dimana program pelatihan tidak bisa memfasilitasinya.

Untuk mendapatkan data perilaku peserta bisa dengan cara pengamatan/observasi, penilaian diri (self report) atau penilaian dari rekan kerja (Libermen, 2006). Tjia (2006) menambahkan sebaiknya ada jeda sekitar 2-4 minggu antar pengkuran sebelum dan sesudah pelatihan. Sementara itu, Endres dan Kleiner (dalam Kristanto, 2004) menyarankan langkah praktis yang memungkinkan adanya perubahan perilaku dengan membuat rencana aksi dan rencana penerapan setelah pelatihan, beberapa waktu kemudian peserta diminta untuk memberikan respon keberhasilan perubahan perilaku mereka bersamaan dengan

pembagian sertifikat. Kirkpatrik (1998) menambahkan validasi evaluasi level perilaku akan lebih kuat bila ada kelompok pembanding yang tidak mendapatkan program pelatihan.

d. Level Hasil

Level ini mengukur hasil akhir yang muncul akibat peserta hadir dalam program pelatihan (Kirkpatrick, 1998). Keberhasilan dari pelatihan diukur berdasarkan perubahan pada organisasi atau bisnis sebagai efek dari pemberian pelatihan, seperti penghematan biaya, penurunan biaya, peningkatan kualitas, peningkatan produktivitas, peningkatan kepuasan pelanggan (Sanderson, 1995).

Trapnel (dalam Kristanto, 2004) berpendapat bahwa pada evaluasi hasil banyak variabel lain yang dalam jangka panjang akan berpengaruh. Ditambahkannya, banyak pula trainer yang menyatakan bahwa evaluasi hasil tidak perlu dilakukan, karena tidak semua pelatihan berorientasi pada hasil nyata. Selain itu, jenis-jenis pelatihan tertentu, seperti kepemimpinan, komunikasi, motivasi, dll sulit diukur dengan menggunakan model evaluasi ini (Kristanto, 2004). Pada penelitian ini evaluasi hasil tidak dilakukan mengingat banyaknya variabel lain yang akan berpengaruh dalam jangka waktu panjang dan pelatihan kecerdasan emosional sulit diukur dengan evalusi hasil.

Dokumen terkait