• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian Khalifah

Dalam dokumen jtptiain gdl anikrisala 3911 1 3103247 p (Halaman 25-40)

MAKNA KHALIFAH DALAM Q.S AL-BAQARAH AYAT 30-35

A. Pengertian Khalifah

Kata khalifah dalam bentuk tunggal terulang dua kali dalam al-Qur’an yaitu dalam al-Baqarah ayat 30 dan Shad ayat 26. Sedangkan dalam bentuk plural ada dua bentuk yang digunakan yaitu: (a) khalaif yang terulang sebanyak empat kali terdapat dalam surah al-An’am ayat 165, Yunus ayat 14 dan 73 dan Fathir ayat 39; (b) khulafa’ terulang sebanyak tiga kali pada surah al-A’raf ayat 69 dan 74 dan al-Naml ayat 62. Keseluruhan kata tersebut pada berakar dari kata khalafa

yang pada mulanya berarti “di belakang”. Dari sini kata khalifah sering kali diartikan sebagai “pengganti”.1

Manusia di dunia ini memiliki kedudukan yang istimewa. Manusia adalah khalifah Allah di muka bumi. Al-Qur’an menyatakan :

ﻝﹶﹾِ

ﻷﹾِﹲِﻋ ِِﹶِﺋﻼﹾِ ﺑ

ﹰﹶِﺧِﺽ

)...

ﺓﻘﺒ

:

(

Dan ingatlah ketika Tuhanmu berkata kepada para malaikat, bahwa sesungguh-Nya aku akan menjadikan di bumi seorang Khalifah …. (QS. al- Baqarah : 30 ) 2

Menurut Quraish Shihab, kata khalifah pada mulanya berarti yang menggantikan atau yang datang sesudah siapa yang datang sebelumnya. Atas dasar ini kata khalifah ada yang memahami dalam arti yang menggantikan Allah dalam menegakkan kehendak-Nya dan menerapkan ketetapan-ketetapan-Nya, namun hal ini bukan berarti Allah tidak mampu atau menjadikan manusia

1

Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat,(Bandung: Mizan, 2007) hlm. 157

2

berkedudukan sebagai Tuhan, namun karena Allah bermaksud menguji manusia dan memberinya penghormatan.3

Dalam Lisanul Arab disebutkan:

ﳋ ﲨ ﻘ ﻘ ﳋﲑﺛﻻ ﺑﻝ

Ibnu Atsir berkata Al Khalifah (

ﺔﻔﻴ ا

) artinya adalah orang yang mengambil alih posisi orang lain yang “pergi” dan melanjutkan tugasnya. Dan jamaknya adalah khulafa’

ﺄﻔ

4

Asy-Sya’rawi mengemukakan bahwa yang menggantikan itu boleh jadi menyangkut waktu ataupun tempat. Ayat ini dapat berarti pergantian antara sesama makhluk manusia dalam kehidupan dunia ini, tetapi dapat juga berarti kekhalifahan manusia yang diterimanya dari Allah. Namun asy-Sya’rawi tidak memahaminya dalam arti bahwa manusia yang menggantikan Allah dalam menegakkan kehendak-Nya, akan tetapi ia memahami kakhalifahan tersebut berkaitan dengan reaksi dan ketundukan bumi kepada manusia yang dianugerahkan Allah kepada manusia.5

Al Maraghi berpendapat bahwa khalifah berarti jenis lain dari makhluk sebelumnya, disamping itu bisa juga diartikan sebagai pengganti Allah untuk melaksanakan perintah-perintah-Nya terhadap manusia. Sebagian mufassir berpendapat bahwa yang dimaksud dengan khalifah di sini adalah sebagai pengganti Allah dalam melaksanakan perintah-perintah-Nya kepada manusia. Oleh sebab itu istilah yang mengatakan “manusia adalah khalifah Allah di bumi”, sudah sangat popular.6

3

Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Pesan , Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol 1 ( Jakarta : Lentera Hati, 2002 ) hlm. 142

4

Ibnu Manzur Jamaluddin al-Anshary, Lisanul Arab, (Mesir: Darul Misriyah, tt.,), hlm. 437. 5

Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al Qur’an, Vol 4 ( Jakarta : Lentera Hati, 2001 ) hlm. 363- 364

6

Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi,terj. Bahrun Abu Bakar, (Beirut: Darul Kutub, tt.,) hlm. 134.

Sebagai dalilnya adalah firman Allah kepada nabi Daud :

ِ

ﺽ ﹶﹾِﹰﹶِﺧ ﹾ ِ

)

:

(

Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di bumi… (QS. Shad: 26) 7

Kekhalifahan yang dianugerahkan kepada Daud a.s. berkaitan dengan kekuasaan mengelola wilayah tertentu. Hal ini diperoleh Daud berkat anugerah ilahi yang mengajarkan kepadanya al-hikmah dan ilmu pengetahuan.8

Pengangkatan khalifah ini menyangkut juga pengertian pengangkatan sebagian manusia yang di beri wahyu oleh Allah tentang syari’at-syari’at-Nya. Kemudian juga mencakup seluruh makhluk (manusia) yang berciri memiliki kemampuan berpikir yang luar biasa.9

Dalam tafsir Ibnu Katsir disebutkan bahwa khalifah dalam surat al-Baqarah ayat 30 berarti kaum yang silih berganti menghuni dan meliputi kekuasaan dan pembangunan nya.10 Sebagaimana firman Allah dalam surah al-An’am ayat 165:

ِ

ﺋﻼﺧﹸﹶ ِﱠ

ِ

ﺽ ﺴﻷﹾ

) ...

:

(

Dialah Allah yang menjadikan kalian silih berganti menghuni dan menguasai bumi… (QS. al-An’am: 165)11

Tengku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy menambahkan bahwa Tuhan mengangkat manusia sebagai khalifah meliputi:12

a) Pengangkatan sebagian anggota masyarakat manusia dengan mewahyukan syari’at-Nya kepada mereka untuk menjadi khalifah.

7

Soenarjo, op. cit., hlm. 736 8

Quraish Shihab, op. cit., hlm. 157 9

Ahmad Musthofa Al Maraghi, op. cit., hlm. 134 10

Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir, Jilid I, (Surabaya : PT. Bina Ilmu, 1987), hlm. 80

11

Sunarjo, op. cit., hlm. 217 12

Tengku Muhammad Hasybi Ash Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nur, ( Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2000 ), hlm 71

b) Pengangkatan seluruh manusia pada posisi diatas makhluk lain dengan diberi kekuatan akal.

Sebagian tanda hikmah Allah yang sangat nyata adalah dijadikannya manusia sebagai khalifah di bumi dengan memiliki kemampuan yang luar biasa yang menampakkan keajaiban dan rahasia-rahasia yang terpendam dalam ciptaan Allah.

Makna term khalifahmemunculkan banyak pendapat. Perbedaan pendapat juga muncul dalam pembicaraan mengenai siapa yang mengganti atau mengikuti siapa, dalam hal ini terdapat tiga pendapat yang berbeda.13 Pendapat pertama

mengatakan bahwa manusia merupakan spesies yang menggantikan spesies lain yang lebih dahulu hidup di bumi. Menurut pendapat ini, yang mendahului manusia hidup di bumi adalah jin. Dengan demikian manusia menurut pendapat ini merupakan khalifah jin di atas bumi.

Pendapat kedua mengatakan bahwa tiada makhluk lain di bumi yang digantikan manusia. Istilah khalifah bagi kelompok ini menunjuk kepada sekelompok manusia yang mengganti kelompok lain. Salah satu ayat yang digunakan sebagai penguat pendapat ini adalah :

ﻄ ﹾ ِﺠ ﹶ

ِ

ﺽ ﹶﹾﺴﹶﹶﺧﹸﹸﺠ ﺴ ِﹾ ﻋﹶِ

...

)

:

(

Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kalian (manusia) sebagai khalifah di bumi… (QS. al-Naml: 62)14

Sedangkan pendapat ketiga menjelaskan bahwa khalifah bukanlah sekedar menunjuk pengertian seorang mengganti atau mengikuti orang lain, namun

13

Abdurrahman Saleh Abdullah, Educational Theory, A Quranic Outlook, terj. Mutammam, ( Bandung : CV. Diponegoro, 1991), hlm. 68-69

14

khalifah disini adalah khalifah Allah. Mulanya Allah kemudian datang khalifah

-Nya yang berperilaku dan berbuat sesuai dengan ajaran-ajaran--Nya. Ar-Razi, at-Thabari, Thabathaba’i dan Qurthubi condong dengan penafsiran yang ketiga ini.

Dengan mengkaji ketiga penafsiran tersebut menunjukkan bahwa secara umum ketiganya memiliki titik singgung, meskipun perbedaan yang diekspresikan masing-masing tampak sekali. Makna term khalifah tercakup dalam ketiga penafsiran tersebut. Dinamakan khalifah adalah karena menggantikan yang lain apakah Allah, kelompok manusia lain atau makhluk selain manusia seperti jin. Dalam hal ini dua penafsiran pertama terasa tidak tepat. Keduanya tidak mengisyaratkan peran yang dimainkan oleh khalifah. Dengan menyatakan bahwa pengertian sebenarnya adalah khalifah Allah, penafsiran ketiga memberikan makna lebih dalam terhadap term khalifah. Penafsiran yang ketiga ini nampak adanya hubungan antara manusia dengan Allah, bukan hanya antara manusia dengan manusia atau manusia dengan makhluk lain.

Kata khulafa dalam surat al-A’raf menggambarkan manusia sebagai yang melakukan interaksi dengan lingkungan fisiknya, mereka membangun gunung-gunung dan dataran. Sedangkan dalam surat al-An’am menerangkan bahwa

khalaif diberi status demikian adalah untuk menguji mereka, sedangkan dalam surah Fathir manusia diberi status khalifah agar mereka bertanggung jawab terhadap perbuatan mereka yang salah. Makna yang sama juga dinyatakan dalam ayat berikut 15:

ِ ِﺋﹶﻼﺧﹸﻛﹾ ﹸﺛ

ِِِﺑِِﺽ ﺴﻷﹾ

ﹶﹸ ﹶﻛﹸﻈ

)

:

(

Kemudian Kami jadikan kalian pengganti-pengganti (mereka) di muka bumi sesudah mereka, supaya Kami perhatikan bagaimana kalian berbuat. (QS. Yunus: 14) 16

Berdasarkan ayat-ayat di atas dapat diketahui bahwa semua manusia dipilih menjadi khalifah atau khulafa adalah dalam kondisi tertentu. Pemegang

15

Abdurrahman Saleh Abdullah, op. cit., hlm. 71 16

jabatan khalifah ini tidak lepas dari pengawasan Allah dalam melaksanakan fungsinya. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah siapakah khalifah itu atau apakah terdapat lebih dari satu khalifahdi muka bumi? Dalam hal ini terdapat dua pendapat yang berbeda. Pendapat pertama mengatakan bahwa gelar khalifah adalah khusus diberikan kepada Adam, tidak kepada yang lain.

Pendapat kedua tidak menolak gelar khalifah bagi Adam tetapi mereka tidak membatasi gelar khalifah hanya untuk Adam yang diangkat sebagai khalifah oleh Allah dihadapan para malaikat. Dengan demikian gelar khalifah tidak khusus milik Adam namun berlaku untuk seluruh manusia. Penafsiran ini menjelaskan dan membawa kepada pemahaman langsung ayat-ayat yang berbicara mengenai

khulafa atau khalaif atau Daud sebagai khalifah. Penafsiran ini memberikan prestis tinggi kepada manusia tanpa mengurangi hak Adam.17

Pendapat kedua ini diperkuat oleh Abdullah Assegaf bahwa yang dimaksud khalifah adalah khalifah Allah SWT yang secara hakiki mewakili dalam penyampaian, penghantaran, dan perwujudan hukum-hukum Allah yaitu Zat dimana kekhalifahan itu berasal. Dengan demikian, makna khalifah tidaklah dinisbatkan kepada Adam saja melainkan seluruh manusia. Adapun ayat yang menguatkan pernyataan bahwa makna khalifah itu umum, tersurat dalam al-A’raf:69, Yunus:14, dan al-Naml:62. ini merupakan penegasan Allah SWT bahwa

khalifah yang diturunkan Allah adalah al-insan.18

B. Deskripsi QS. al-Baqarah Ayat 30 -35

ِِﹾ ِﹸ ﺠﹶﹸﹶﹰﹶِﺧِﺽ ﹶﹾِﹲِﻋ ِِﹶِﺋﹶﹾِ ﺑﹶﻝﹶﹾِ

ﹶﻘ ِ ِﺑﺒ ﺴ  ِ

ﹶ ﹶﹶ ﹶﻋﹶِﹶﻝﹶﹶ

)

ﺓﻘﺒ

:

(

17

Abdurrahman Saleh Abdullah, op. cit. hlm. 72 18

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi “. Mereka berkata : “ mengapa Engkau hendak menjadikan ( khalifah ) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau ?”. Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui. ( QS. al-Baqarah: 30 )19

Dalam ayat ini Allah menyampaikan keputusan-Nya kepada para malaikat tentang rencana penciptaan manusia di bumi. Penyampaian kepada mereka penting, karena malaikat akan di bebani sekian tugas menyangkut manusia. Ada yang akan bertugas mencatat amal-amal manusia, ada yang bertugas memeliharanya, ada yang membimbingnya dan sebagainya. Penyampaian ini bisa jadi setelah penciptaan alam raya dan kesiapannya untuk di huni manusia pertama (Adam) dengan nyaman.20

Mendengar rencana tersebut para malaikat bertanya tentang makna penciptaan tersebut. Mereka menduga bahwa khalifah ini akan merusak dan menumpahkan darah. Dugaan itu mungkin berdasarkan pengalaman mereka sebelum terciptanya manusia, dimana ada makhluk yang berlaku demikian atau bisa juga berdasarkan asumsi bahwa karena yang ditugaskan menjadi khalifah bukan malaikat, maka pasti makhluk itu berbeda dengan mereka yang selalu bertasbih mensucikan Allah SWT. Mendengar pertanyaan mereka, Allah menjawab singkat tanpa membenarkan atau menyalahkan, karena memang akan ada diantara yang diciptakannya itu berbuat seperti yang diduga malaikat. Allah hanya menjawab singkat, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.21

Menurut Muhammad Abduh ayat ini mengisyaratkan bahwa setelah menciptakan bumi, mengelola dan mengaturnya, memberikan kekuatan-kekuatan

19

Soenarjo, op.cit,. hlm. 13 20

Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah:Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an,( Jakarta : Lentera Hati, 2007 ), hlm. 141

21

rohani yang dikehendakinya yang menjadi penegak bumi, serta menjadikan semacam kekuatan bagi masing-masing yang senantiasa berada padanya, Allah pun menciptakan manusia dengan dilengkapi kekuatan yang mampu membuat mereka dapat mengelola dan menata segala bentuk kekuatan serta menundukkanya untuk kemakmuran bumi.22

Dengan kemampuan akal, manusia bisa mengelola alam semesta dengan penuh kebebasan. Manusia dapat berkreasi, mengolah pertambangan, tumbuh-tumbuhan, dapat menyelidiki lautan, daratan dan udara serta dapat merubah wajah bumi yang tandus menjadi subur dan bukit yang terjal bisa menjadi dataran atau lembah yang subur. Dengan kemampuan akalnya, manusia juga dapat merubah jenis tanaman baru sebagai hasil cangkok, sehingga tumbuh pohon yang sebelumnya belum pernah ada. Semuanya ini diciptakan Allah yang maha kuasa untuk kepentingan umat manusia.23

Hal ini menunjukkan bahwa manusia dianugerahi oleh Allah dengan bakat-bakat dan keistimewaan dalam dirinya. Sehingga ia akan mampu melaksanakan funfsinya sebagai khalifah di muka bumi. Dengan segala kemampuannya, manusia akan dapat mengungkapkan keajaiban-keajaiban ciptaan Allah.

ِﹶِ ﹶِﺑِﹸﺒِﹶﹶﻝﹶﻘﹶِﹶﺋِﹶﹾﻰﹶﻋ ﻋﺛﹸ ﱠﹸﻛﺴ ﹶﹾﺴﺁﱠﻋ

ﲔ ِِﺻ ﹸﻛﹾِ

.

ِﹾ ﹶِ ﱠﻋ ﱠِﹶﹾِﻋﹶ ﺒ ﹸ

ِ ﹾ

)

ﺓﻘﺒ

:

(

Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama ( benda-benda ) seluruhnya, kemudian mengemukakannya pada para malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!”. Mereka menjawab, “Maha Suci Engkau tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau

22

Teuku M. Hasbi As-Shidiqie, op. cit; hlm. 73 23

ajarkan kepada Kami, sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. al-Baqarah: 31-32)24

Ayat ini menginformasikan bahwa manusia dianugerahi Allah potensi untuk mengetahui nama atau fungsi dan karakteristik benda-benda. Misalnya fungsi api, angin, air dan sebagainya. Dia juga dianugerahi potensi untuk berbahasa. Sistem pengajaran bahasa kepada manusia (anak kecil) bukan di mulai denghan kata kerja, tetapi mengajarkannya terlebih dahulu nama-nama.

Sebagian ulama ada yang memahami pengajaran nama-nama kepada Adam dalam arti mengajarkan kata-kata. Di antara mereka ada yang berpendapat bahwa ketika dipaparkan nama-nama benda itu, pada saat yang sama beliau mendengar suara yang menyebut nama benda itu pada saat dipaparkannya, sehingga beliau memiliki kemampuan untuk memberi kepada masing-masing benda nama-nama yang membedakannya dari benda yang lain. Pendapat ini lebih baik dari pendapat pertama. Ia pun tercakup oleh kata mengajar karena mengajar tidak selalu dalam bentuk mendiktekan sesuatu atau menyampaikan suatu kata atau ide, tetapi dapat juga dalam arti mengasah potensi yang dimiliki peserta didik sehingga pada akhirnya potensi itu terasah dan dapat melahirkan aneka pengetahuan.

Dengan demikian salah satu keistimewaan manusia adalah kemampuannya mengekspresikan apa yang terlintas dalam benaknya serta kemampuannya menagkap bahasa sehingga ini mengantarkannya untuk “mengetahui”. Di sisi lain kemampuan manusia merumuskan ide dan memberi nama bagi segala sesuatu merupakan langkah menuju terciptanya manusia berpengetahuan dan lahirnya ilmu pengetahuan. 25

Di samping itu nama-nama segala benda yang oleh para ahli tafsir diartikan sifat segala sesuatu serta ciri-cirinya yang lebih dalam, segala sesuatu disini termasuk juga perasaan. Ciri-ciri dan perasaan tertentu yang berada di luar

24

Soenarjo, op.cit,.hlm.14 25

para malaikat oleh Tuhan diberikan pada sifat manusia. Dengan demikian manusia mampu menggunakan cinta kasih dan memahami arti cinta kasih dan dengan ini manusia membuat rencana serta berinisiatif, sesuai kedudukannya sebagai khalifah.26

Setelah mengajari Adam tentang segala macam nama, Allah mengemukakan hal itu kepada para malaikat dengan itu mereka mengetahui bahwa Adam (manusia) mempunyai kemampuan untuk mengetahui apa yang tidak mereka ketahui dan manusia sanggup memegang kekhalifahan di bumi. Karakternya sebagai penumpah darah seperti dikhawatirkan malaikat tidak menghilangkan hikmah Allah menjadikan Adam (manusia) sebagai khalifah.

Ucapan malaikat “Maha Suci Engkau“ yang mereka kemukakan sebelum menyampaikan ketidaktahuan mereka, menunjukkan betapa mereka tidak bermaksud membantah atau memprotes ketetapan Allah menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi, sekaligus sebagai pertanda “penyesalan“ mereka atas ucapan atau kesan yang ditimbulkan oleh pertanyaan itu.27

ﹸﹶﹾﹸﹶﹶﹶﹶﻝﹶِِﺋ ﹶِﺑﹶﺒﹶﹶﹶِِﺋ ﹶِﺑﹾِﺒﹶﺴﺁ ﹶﻝﹶ

ﹶﻋﹶِ

ﺒ ﹶﻋﹶِﺽ ﹶﹾِ  ﹶﻏ

ﹶ ﹾ ﹸﻛ ﹶ

)

ﺓﻘﺒ

:

(

Allah berfirman, “Hai Adam beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini”. Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda, Allah berfirman: “Bukankah sudah Kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahu rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?. (QS. al-Baqarah: 33)28

Dalam ayat sebelumnya Allah telah mengajarkan nama-nama benda pada Adam. Kemudian dalam ayat ini Allah membuktikan kemampuan khalifah (Adam) kepada malaikat. Allah memerintahkan Adam untuk memberitahukan nama-nama benda kepada malaikat.

26

Abdullah Yusuf Ali, Terjemah The Holy Qur’an,( Jakarta, Pustaka Firdaus: 1993 ), hlm. 24 27

M.Quraish Shihab, op.cit,. hlm.147 28

Hikmah Tuhan mengajarkan nama-nama kepada Adam dan kemudian mengajarkannya kepada para malaikat adalah untuk memuliakan Adam dan mengutamakannya, sehingga malaikat tidak membanggakan diri dengan ilmu dan makrifatnya. Selain itu juga untuk menunjukkan rahasia ilmu yang tersimpan dalam perbendaharaan ilmu Allah yang Maha Luas dengan perantaraan lisan seorang hamba yang dikehendaki-Nya.29

Meskipun malaikat merupakan makhluk-makhluk suci yang tidak mengenal dosa, tetapi mereka tidak wajar menjadi khalifah, karena yang bertugas menyangkut sesuatu harus memiliki pengetahuan tentang aspek-aspek pengetahuan yang berkaitan dengan tugasnya. Khalifah yang akan bertugas di bumi, harus mengenal apa yang ada di bumi, paling sedikit nama-namanya atau bahkan potensi yang dimilikinya. Hal ini tidak diketahui oleh malaikat, tetapi Adam mengetahuinya. Karena itu, dengan jawaban para malaikat sebelum ini dan penyampaian Adam kepada mereka terbuktilah kewajaran makhluk yang diciptakan Allah itu untuk menjadi khalifah di dunia.

Kekhalifahan di bumi adalah kekhalifahan yang bersumber dari Allah SWT, yang antara lain bermakna melaksanakan apa yang dikehendaki Allah menyangkut bumi ini. Dengan demikian pengetahuan atau potensi yang dianugerahkan Allah itu merupakan syarat sekaligus modal utama untuk mengolah bumi ini. Tanpa pengetahuan atau pemanfaatan potensi berpengetahuan, maka tugas kekhalifahan manusia akan gagal meskipun seandainya dia tekun ruku’, sujud dan beribadah kepada Allah. Melalaui kisah ini, Allah SWT bermaksud menegaskan bahwa bumi dikelola bukan semata-mata hanya dengan tasbih dan tahmid tetapi juga dengan amal ilmiah dan ilmu amaliah.30

29

Teuku M. Hasbi As-Shidiqie, op. cit; hlm. 76 30

ﹶﹾِﹾﹸﹾِ

ِﹶﹶﻛ ﺒﹾ ﻰﺑﹶ ِﺑِﱠِ ﺠ ﹶﺴِ ﺠ ِﹶِﺋ

ِِﹶﹾ

)

ﺓﻘﺒ

:

(

Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam”, maka sujudlah mereka kecuali Iblis, ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir. (QS. al-Baqarah: 34 )31

Setelah Allah membuktikan kemampuan Adam kepada para malaikat, selanjutnya Allah memerintahkan kepada para malaikat untuk sujud kepada Adam sebagai penghormatan kepada sang khalifah yang dianugerahi ilmu dan mendapat tugas mengelola bumi.

Ini adalah penghormatan dalam bentuk paling tinggi kepada makhluk yang akan membuat kerusakan di bumi dan menumpahkan darah. Akan tetapi manusia diberi rahasia yang bisa mengangkat derajatnya lebih tinggi daripada malaikat. Mereka diberi rahasia makrifat sebagaimana mereka diberi rahasia iradah yang merdeka untuk memilih jalan hidup. Berbagai macam tabiat dan kemampuannya untuk mengendalikan iradahnya dalam menghadapi jalan yang sulit dan keseriusannya mengemban amanah hidayah ke jalan Allah dengan usahanya yang khusus. Semua ini adalah sebagian rahasia penghormatan kepada mereka.32

Sujud secara bahasa berarti tunduk. Ungkapan paling kongkrit dari sujud ini adalah meletakkan kening di lantai (tanah). Ada dua makna sujud. Pertama, sujud penyembahan (sujud ibadah), yakni sujud yang hanya dilakukan seorang hamba kepada pencipta-Nya. Sujud ini hanya khusus kepada Allah saja. Kedua, sujud penghormatan (sujud takrim), yaitu sebuah sikap penghargaan dari makhluk kepada sesama makhluk yang mempunyai kelebihan. Sebagaimana sujud para malaikat kepada Adam.33

31

Soenarjo, loc.cit,. 32

Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, Di Bawah Naungan al-Qur’an, Terj. As’ad Yasin dkk,( Jakarata : Gema Insani Press, 2000 ), hlm. 97

33

Mengenai sujud kepada Adam, ada beberapa pendapat:34 1. Sujud untuk memuliakan Adam, bukan menyembahnya.

2. Sujud tahiyyah kepada Adam, sebaigama dikatakan Ibnu Anbar bahwa sujud malaikat kepada Adam merupakan sujud tahiyyah bukan sujud ibadah.

3. Sujud memuliakan Adam atas nama ibadah kepada Allah. Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa firman ini bermakna sujudlah bagi Adam dengan perintah Allah dan ketetapan-Nya.

Ayat ini dapat menjadi dasar tentang kewajiban menghormati orang-orang yang berilmu pengetahuan, sebagaimana ayat 35 yang mempersilahkan Adam dan isterinya bertempat tinggal di surga. Hal ini menjadi syarat atas kewajaran ilmuan dan keluarganya mendapat fasilitas, yang tentu saja antara lain agar ia dapat lebih dapat mengembangkan ilmunya.

ﺑﹾﻘﹶ ﹾِﹸ ﹶﻏ ِﹶﻛﹸ ﹶﺠﹾ ﹶﹸ ﺴﺁ ﹾﹸ

ﲔ ِِﱠﻈ ِ ﹸ ﹶﹶﺓﺠ ِِ

)

ﺓﻘﺒ

:

(

Dan Kami berfirman: “Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang dzalim. (QS. al-Baqarah: 35)35

Ayat ini berhubungan dengan kandungan ayat 30 sampai dengan ayat 34. seluruh ayat ini menguraikan satu episode dari kisah Adam. Dalam ayat ini Allah berfirman sebagai pemberitahuan mengenai perkara yang dengannya Adam dimuliakan Allah. Allah membolehkannya untuk mendiami surga dimana saja yang disukainya dan memakan yang diinginkannya dengan sepuas-puasnya yaitu berupa makanan yang menyenangkan, banyak dan baik.36

34

Teuku M. Hasby As-Shidiqie, Tafsir al-Bayan I ( Semarang : Thoha Putra, 1977 ), hlm. 193 35

Soenarjo, loc.cit,. 36

M. Nasib Ar-Rifa’i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, terj. Shihabuddin ( Jakarta : Gema Insani Press, 2001 ) , hlm. 111

Ada dua statemen dalam ayat ini yang diperuntukkan buat Adam dan pasangannya. Pertama, perintah bersakinah, mendiami secara damai dan menikmati segala fasilitas surga. Kedua, larangan mendekati pohon khusus. Ini adalah dasar semua aturan yang ada di dunia yakni perintah dan larangan. Seorang hamba disebut sebagai taat dan berbakti jika telah melaksanakan perintah dan menjauhi larangan.37

Dalam dokumen jtptiain gdl anikrisala 3911 1 3103247 p (Halaman 25-40)