• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

A. Deskripsi Teori

BAB II KAJIAN TEORI

A. Deskripsi Teori 1. Pembelajaran Kimia

Pembelajaran kimia tidak lepas dari pengertian pembelajaran dan pengertian ilmu kimia itu sendiri. Istilah pembelajaran berkaitan erat dengan pengertian belajar. Belajar merupakan proses aktif peserta didik membangun dan memahami konsep-konsep yang dikembangkan dalam kegiatan belajar mengajar, baik individual maupun kelompok, baik mandiri maupun dibimbing (Arifin, 2005: 2). Menurut Syah (2011: 68), belajar merupakan tahapan perubahan tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Menurut Ausubel, belajar berlangsung pada struktur kognitif dan dapat diklasifikasikan dalam dua dimensi, yaitu dimensi I yang berhubungan dengan cara informasi diberikan, dan dimensi II yang berhubungan dengan cara siswa dapat mengaitkan informasi baru ke dalam struktur kognitif yang ada (Arifin, 2005: 68).

Adapun pembelajaran dapat dikatakan sebagai hasil dari memori, kognisi, dan metakognisi yang berpengaruh terhadap pemahaman (Huda, 2013: 3). Pemahaman inilah yang dianggap sebagai perubahan tingkah laku individu, yang menjadi akibat dari proses interaksi dengan lingkungannya. Proses interaksi ini memerlukan suatu perencanaan yang baik, sehingga perubahan tingkah laku yang ditimbulkan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang diinginkan. Berdasarkan uraian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran, termasuk

11

pembelajaran kimia, memiliki beberapa karakteristik, yaitu: suatu proses interaksi, perubahan tingkah laku akibat pengalaman dan proses berpikir, melalui perencanaan, dan mempunyai tujuan.

Mata pelajaran kimia di SMA/MA mempelajari segala sesuatu tentang zat yang meliputi komposisi, struktur dan sifat, perubahan, dinamika, dan energitika zat yang melibatkan keterampilan dan penalaran (Mulyasa, 2006: 132). Banyaknya konsep materi yang harus dipelajari menyebabkan mata pelajaran kimia dianggap sebagai mata pelajaran yang cukup sulit bagi peserta didik. Hal ini dikarenakan dalam kimia terdapat banyak konsep abstrak, reaksi kimia dan hitungan kimia yang sulit dipahami, serta konsep-konsep kimia yang saling berkaitan satu sama lain. Terlebih lagi mata pelajaran kimia bukan mata pelajaran yang dapat dipahami hanya dengan menghafal, namun perlu adanya pemahaman dalam mempelajari setiap konsep serta keterkaitannya dengan konsep kimia yang telah dipelajari sebelumnya, sehingga pembelajaran menjadi bermakna.

Pembelajaran bermakna berlangsung bila informasi atau konsep baru dikaitkan dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitif siswa (Dahar, 2006: 100). Melalui pembelajaran bermakna, peserta didik belajar memahami suatu konsep secara menyeluruh, sehingga peserta didik mampu menguasai materi dengan lebih mudah dan tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik.

2. Pendekatan Pembelajaran

Keberhasilan suatu proses pembelajaran ditentukan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah penggunaan pendekatan pembelajaran yang tepat.

12

Pendekatan pembelajaran menunjukkan orientasi hasil belajar yang diharapkan dapat dimiliki seseorang setelah mengikuti pembelajaran tertentu (Arifin, 2005: 61). Menurut Rusman & Dewi, pendekatan pembelajaran merupakan segala cara yang digunakan dalam menunjang keefektifan dan keefisienan proses mempelajari materi tertentu (Tim Pengembangan MKDP, 2011). Merujuk pada kedua pengertian tersebut, pendekatan pembelajaran dapat didefinisikan sebagai suatu cara atau metode yang digunakan dalam proses pembelajaran agar tujuan pembelajaran yang diharapkan dapat tercapai.

Menjadi guru yang kreatif, profesional dan menyenangkan dituntut untuk memiliki kemampuan mengembangkan pendekatan dan memilih metode pembelajaran yang efektif (Janawi, 2013: 89). Pemilihan pendekatan pembelajaran yang sesuai dapat mempengaruhi prestasi belajar peserta didik karena pendekatan pembelajaran berkaitan dengan proses pembelajaran dan hasil belajar. Selain itu, penerapan pendekatan pembelajaran yang tepat dan bervariasi diperlukan untuk menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif, efektif, dan menyenangkan untuk meningkatkan hasil pembelajaran.

Menurut Arifin (2005: 61), pendekatan pembelajaran ada 6, yaitu pendekatan inkuiri, pendekatan konsep, pendekatan tingkat perkembangan, pendekatan induktif-deduktif, pendekatan pemecahan masalah, dan pendekatan sains, teknologi dan masyarakat. Menurut Sudrajat (2010: 1) pendekatan pembelajaran dibedakan menjadi dua, yaitu pendekatan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student centered approach) dan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered approach).

13

Menurut O’Neill & Tim McMahon (2005) “…student–centred learning as

focusing on the students’ learning and what students do to achieve this, rather than what the teacher does”. Pendapat tersebut menjelaskan bahwa peserta didik

belajar dari apa yang dilakukan bukan dari apa yang disampaikan guru. Guru hanya berperan dalam pemilihan pendekatan pembelajaran yang sesuai yang dapat memengaruhi kemampuan berpikir peserta didik karena pendekatan pembelajaran berkaitan dengan proses pembelajaran. Karakteristik pembelajaran dengan pendekatan yang berorientasi pada peserta didik adalah kegiatan pembelajaran beragam dengan menggunakan berbagai macam strategi dan metode secara bergantian, sehingga selama proses pembelajaran peserta didik berpartisipasi aktif baik secara individu maupun kelompok dalam menemukan pengetahuan atau konsep-konsep baru.

3. Pendekatan Pengorganisasian Konsep

Pendekatan pengorganisasian konsep menurut David Ausubel adalah suatu pendekatan pembelajaran yang didasari oleh teori bahwa belajar adalah suatu proses mental yang mengembangkan cara berpikir kritis, logis dan kreatif (Arifin, 2005: 68). Cara mengasimilasi pelajaran menggunakan pendekatan pengorganisasian konsep menurut Ausubel dapat dilihat pada Tabel 1.

14

Tabel 1. Asimilasi Pelajaran Menggunakan Pendekatan Pengorganisasian Konsep (Sumber: Arifin, 2005: 68)

Dimensi I

Dimensi II

Hafalan Bermakna

Penerimaan

- Peserta didik menghafal - Materi disajikan dalam

bentuk final

- Peserta didik memasukkan informasi ke dalam struktur kognitif

- Materi disajikan dalam bentuk final

Penemuan

- Peserta didik menghafal - Materi ditemukan oleh

peserta didik

- Peserta didik memasukkan informasi ke dalam struktur kognitif

- Materi ditemukan sendiri Pada Tabel 1, dimensi I merupakan cara informasi diberikan kepada peserta didik (melalui penerimaan dan melalui penemuan), sedangkan dimensi II merupakan cara peserta didik dapat mengaitkan informasi baru ke dalam struktur kognitif yang ada.

Pembelajaran menggunakan pendekatan pengorganisasian konsep melatih peserta didik untuk memahami konsep-konsep kimia menggunakan suatu pemetaan konsep (concept mapping). Peta konsep memberikan bantuan visual konkret untuk membantu mengorganisasikan informasi sebelum informasi tersebut dipelajari (Parlin & Badiran, 2013). Hal ini sesuai dengan Novak & Canas (2008), yang menyatakan bahwa peta konsep merupakan media atau alat dimaksudkan untuk mengorganisasi dan merepresentasikan suatu pengetahuan atau informasi. Dalam hal ini, informasi atau pengetahuan yang dimaksud meliputi beberapa konsep materi yang diorganisasikan sedemikian rupa sehingga hubungan antar konsep dapat ditunjukkan dengan garis yang menghubungkan dua konsep atau lebih.

15

Pembelajaran menggunakan peta konsep ini mengacu pada teori belajar Ausubel, yaitu terdapat tiga gagasan yang mendasari pembentukannya. Salah satunya yaitu struktur kognitif tersusun secara hierarkis dengan konsep dan proporsi yang lebih inklusif superodinal terhadap konsep dan proporsi yang kurang inklusif dan lebih khusus (Dahar, 2006: 106). Berdasarkan hal tersebut, pembelajaran menggunakan peta konsep mengajarkan peserta didik untuk mengkonstruksi pengetahuan yang mereka peroleh dari konsep yang bersifat umum menuju konsep-konsep yang lebih khusus. Contoh peta konsep linier untuk materi kimia dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Contoh peta konsep materi kimia (Sumber: Osman, Wahidin, & Meerah, 2013)

16

Menurut Kinchin (2014), peta konsep yang baik adalah peta konsep yang menggunakan lebih banyak konsep di dalamnya, kemudian disusun sedemikian rupa membentuk suatu hierarki yang lebih kompleks dari umum ke khusus namun tetap sistematis sehingga memperlihatkan hubungan antara konsep satu dengan konsep yang lain. Menurut Ahlberg (2004), suatu peta konsep yang ideal harus memiliki susunan hierarki. Setiap garis yang menghubungkan antar konsep disertai tanda panah yang menunjukkan arah hubungan konsep satu dengan konsep yang lain. Peta konsep inilah yang akan membantu mengembangkan kemampuan berpikir peserta didik dalam mengorganisasi materi dan meningkatkan pemahaman terhadap materi yang dipelajari.

Kelebihan penggunaan peta konsep dalam pembelajaran yaitu untuk memfasilitasi proses pembelajaran bermakna. Selain itu, penggunaan peta konsep melatih peserta didik mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, sehingga pengetahuan yang diperoleh dapat disimpan dalam ingatan jangka panjang (Novak & Canas, 2008). Adapun menurut Dahar (2006: 110), peta konsep dapat digunakan untuk mengetahui sampai seberapa jauh pengetahuan peserta didik mengenai pokok bahasan yang diajarkan. Hal ini peta konsep berfungsi sebagai alat evaluasi.

4. Pendekatan Sistemik

Pendekatan pembelajaran sistemik merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik yang didasari oleh teori pembelajaran konstruktivistik dan bermakna (Fahmy & Lagowski, 2011). Pendekatan sistemik bertujuan untuk memahami masalah pembelajaran sebagai

17

suatu keseluruhan secara tuntas dan cara masing-masing komponen pembelajaran saling berinteraksi, berfungsi, dan saling bergantung. Melalui pendekatan sistemik, peserta didik dapat lebih mudah memahami keterkaitan antar konsep kimia, serta peserta didik dapat mengingat kembali pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya.

Pendekatan pembelajaran sistemik ini hampir sama dengan pembelajaran menggunakan pendekatan pengorganisasian konsep. Kedua pendekatan tersebut sama-sama menggunakan pemetaan konsep dalam proses pembelajarannya. Akan tetapi, peta konsep yang digunakan pada pendekatan sistemik berupa diagram siklis yang menghubungkan konsep materi yang sedang dipelajari dengan materi yang telah diperoleh sebelumnya (Fahmy, 2014). Contoh diagram siklis pada materi asam basa dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Contoh diagram siklis pada materi asam-basa

Peta konsep pada pendekatan sistemik selalu siklis dan menghubungkan konsep yang sedang dipelajari dengan konsep yang diperoleh sebelumnya. Berbeda dengan pendekatan sistemik, penggunaan peta konsep pada pendekatan

Kekuatan Asam-Basa Sifat Periodisitas Unsur Ikatan Kimia Sifat Elektrolit Non-elektrolit Derajat Pengionan

18

pengorganisasian konsep cenderung linier dan hanya menghubungkan antar konsep yang ada dalam materi pembelajaran, yang disusun dari konsep umum ke khusus. Adapun perbedaan representasi peta konsep linier dan sistemik dapat dilihat pada Gambar 3.

(A) (B)

Gambar 3. Perbedaan representasi konsep sistemik (A) dan konsep linier (B) Menurut Fahmy (2014), pendekatan sistemik dalam pembelajaran kimia merupakan pembelajaran mengenai susunan konsep kimia melalui sistem berinteraksi sehingga setiap hubungan antar konsep kimia menjadi lebih jelas dan mudah dipahami. Hal ini tentu akan mempermudah peserta didik dalam memahami materi secara utuh sebagai ingatan jangka panjang, sehingga proses pembelajaran menjadi lebih bermakna. Menurut Ausubel dalam Dahar (2006: 95), pembelajaran bermakna (meaningful learning) didefinisikan sebagai suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep yang relevan yang terdapat dalam struktur kognitif peserta didik.

Pendekatan sistemik diimplementasikan dengan meminta peserta didik untuk membuat diagram siklis yang menggambarkan keterkaitan antar materi kimia. Hal ini tentu akan mendorong peserta didik untuk berpikir sistemik

(systemic thinking). Berpikir sistemik (systemic thinking) adalah sebuah cara

19

tersebut untuk kemudian mengetahui pola hubungan yang terdapat di dalamnya dengan mengkombinasikan dua kemampuan berpikir yaitu, kemampuan berpikir analitis (analytical thinking) dan berpikir sintesis (Hendrawati, 2012).

Aplikasi pendekatan sistemik dalam pembelajaran kimia selain mengingatkan peserta didik pada materi sebelumnya secara utuh, juga dapat meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap materi pelajaran kimia yang sedang diajarkan. Jika peserta didik mempelajari dasar dari proses sistemik dalam konteks pembelajaran kimia, mereka akan mendapatkan dua keuntungan sekaligus dengan mempelajari kimia dan belajar melihat semua subjek dalam suatu konteks yang lebih baik (Fahmy, 2013).

5. Berpikir Analitis

Berpikir analitis sesuai dengan prinsip belajar dari Gestalt bahwa belajar dimulai dari keseluruhan menuju ke bagian-bagian, keseluruhan memberikan makna kepada bagian-bagian begitu pula sebaliknya (Maghfiroh & Sugianto, 2011). Jonassen menyatakan bahwa kemampuan berpikir analitis (analytical

thinking) termasuk problem solving skills yang sangat dibutuhkan untuk

menyelesaikan masalah baik yang terstruktur maupun yang tidak terstruktur (Priadi, Sudarisman, & Suparmi, 2012). Saat menyelesaikan masalah kimia, peserta didik diminta menggabungkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya dan mengkonstruksi pengetahuan atau konsep barunya. Sehingga kemampuan berpikir analitis yang dikembangkan dapat membantu peserta didik meningkatkan prestasi belajarnya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Oscarson & Oseberg (2010) yang menyatakan bahwa keterampilan berpikir, termasuk

20

kemampuan berpikir analitis berkorelasi signifikan terhadap prestasi kognitif peserta didik pada materi kimia.

Mengembangkan kemampuan berpikir analitis sangat penting dalam proses belajar siswa, sehingga mereka dapat mengembangkan proses pembelajaran yang bermakna. Kemampuan berpikir analitis merupakan salah satu High Order

Thinking Skills (HOTS). Menurut Bloom, kemampuan menganalisis dapat

diklasifikasikan menjadi tiga bagian:

1) menganalisis suatu unsur adalah kemampuan untuk mengklasifikasikan dan menganalisis suatu unsur secara signifikan, yaitu menemukan ringkasan isi untuk membedakan fakta dan opini, persamaan dan perbedaan serta penyebab dan efek;

2) menganalisis hubungan yaitu kemampuan untuk menghubungan konsep dan alasan, yaitu membandingkan dan menganalisis atau informasi yang bertentangan atau tidak rasional;

3) menganalisis prinsip-prinsip organisasi adalah kemampuan untuk mencari prinsip-prinsip hubungan antar informasi, yaitu mengidentifikasi hal-hal kunci dengan memperhatikan relevansi cerita dan mampu merangkum informasi ke dalam satu konsep (Areesophonpichet, 2013).

Menurut Maghfiroh & Sugianto (2011), berpikir analitis peserta didik dapat dilatih pada keseluruhan rangkaian pembelajaran melalui kebiasaan bertanya dan menjawab pertanyaan, mengidentifikasi pola-pola, membuat prediksi, mengorganisasikan bagian-bagian sampai dengan belajar mengambil keputusan. Pemberian pertanyaan-pertanyaan dalam bentuk lembar kerja peserta

21

didik (LKPD) merupakan alternatif untuk melatih kemampuan berpikir analitis peserta didik lebih berkembang. Pada penelitian ini, indikator kemampuan berpikir analitis yang digunakan adalah indikator berpikir tingkat tinggi menurut Bloom. Menurut Anderson & Krathwohl indikator berpikir tingkat tinggi yaitu meliputi kemampuan menganalisis (analyze-C4), mengevaluasi (evaluate-C5), dan mencipta (create-C6) (Istiyono, Mardapi, & Suparno, 2014).

Meningkatnya kemampuan berpikir analitis menjadikan peserta didik dapat

berfikir secara menyeluruh mengenai konsep-konsep yang ada di dalam kimia, tanpa melupakan bagian-bagian kecil dari konsep yang sudah ia miliki sebelumnya. Selain itu, meningkatnya kemampuan berpikir analitis dapat membantu

peserta didik untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada dalam kimia dengan mudah. Menurut Ramos, Dolipas, & Villamor (2013), pengetahuan yang diperoleh melalui proses berpikir tingkat tinggi, termasuk kemampuan berpikir analitis lebih mudah untuk diterima, sehingga siswa dengan pemahaman konseptual yang mendalam akan jauh lebih mungkin untuk menerapkan pengetahuan yang mereka punya dalam memecahkan masalah yang dihadapinya. Jika kemampuan memecahkan masalah siswa meningkat maka prestasi belajarnya juga akan meningkat.

6. Prestasi Belajar Kimia

Pembelajaran dikatakan baik, apabila peserta didik belajar dengan pengalaman langsung, ikut berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran, serta mendapatkan sebuah pengalaman dari proses pembelajaran tersebut salah satunya berupa prestasi belajar yang baik. Prestasi belajar menurut Gagne & Briggs adalah

22

kemampuan-kemampuan yang dimiliki peserta didik sebagai akibat perbuatan belajar dan dapat diamati melalui penampilan peserta didik (learner’s

performance) (Suprihatiningrum, 2013: 37). Adapun prestasi belajar menurut

Sugihartono (2007: 130) merupakan hasil pengukuran yang berupa angka ataupun pernyataan yang mencerminkan tingkat penguasaan materi pelajaran bagi peserta didik. Berdasarkan urain tersebut, prestasi belajar kimia dapat didefinisikan sebagai tinggi rendahnya hasil belajar peserta didik setelah mengikuti serangkaian kegiatan pembelajaran kimia.

Prestasi belajar merupakan hasil dari proses pembelajaran kimia. Hasil tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam proses pembelajaran, salah satunya adalah pemilihan pendekatan pembelajaran yang digunakan. Prestasi belajar kimia peserta didik dapat diukur pada akhir kegiatan pembelajaran sebagai indikator ketercapaian tujuan pembelajaran kimia, yang didahului dengan mengukur kemampuan berpikir peserta didik melalui uji kepahaman atau pemberian soal-soal dalam bentuk lembar kerja sebagai pengukuran hasil belajar.

Dokumen terkait