• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

DESKRIPSI UMUM DAERAH DAN PEUBAH PENELITIAN

Gambaran Umum Daerah Penelitian

Kabupaten Cianjur

Kabupaten Cianjur merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Barat di wilayah selatan dan beribukota di Cianjur. Kabupaten Cianjur memiliki luas wilayah 3.501,48 km2

atau 350.148 hektar. Secara administratif kabupaten ini memiliki batas-batas sebagai berikut:

Sebelah utara : Kabupaten Bogor dan Kabupaten Purwakarta Sebelah timur : Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Garut Sebelah barat : Kabupaten Sukabumi

Sebelah selatan : Samudra Hindia

Ibukota kabupaten Cianjur dilintasi jalan Negara yang menghubungkan Jakarta-Bogor-Bandung, serta jalur kereta api Jakarta-Bogor-Sukabumi-Cianjur. Perjalanan ke Cianjur biasanya ditempuh melalui jalan darat, jika dari Jakarta bisa melewati jalur Puncak, jalur Sukabumi atau jalan alternatif melalui Jonggol. Secara administratif Kabupaten Cianjur terdiri atas 32 Kecamatan, 342 Desa dan 6 Kelurahan.

Topografi. Dari segi topografi wilayah, sebagian besar wilayah Cianjur adalah pegunungan, kecuali di sebagian pantai selatan berupa dataran rendah yang sempit. Lahan-lahan pertanian tanaman pangan dan hortikultura, peternakan, perikanan, perkebunan dan kehutanan merupakan sumber kehidupan bagi masyarakat. Keadaan itu ditunjang dengan banyaknya sungai besar dan kecil yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber daya pengairan tanaman pertanian. Sungai terpanjang di Cianjur adalah Sungai Cibuni, yang bermuara di Samudra Hindia.

Penggunaan Lahan. Dari luas wilayah Kabupaten Cianjur 350.148 hektar (Tabel 14), pemanfaatan lahan yang utama adalah untuk pertanian lahan kering dan tegalan yang mencapai 97.227 Ha (27,8 persen), hutan produktif dan konser- vasimeliputi 83.034 Ha (23,7 persen), pertanian sawah yang mencapai 58.101 Ha (16,6 persen), dan 57.735 Ha (16,5 persen) digunakan untuk perkebunan.

Tabel 14. Jenis penggunaan lahan, luas dan persentasenya di Kabupaten Cianjur (tahun 2012).

Jenis Penggunaan Lahan Luas

(ha)

Persentase (%)

Pemukiman/pekarangan 25.261 7,2

Pertanian lahan basah 58.101 16,6

Pertanian lahan kering dan tegalan 97.227 27,8

Hutan produktif dan konservasi, 83.034 23,7

Perkebunan 57.735 16,5

Tanah dan penggembalaan/pekarangan, 3.500 0,1

Tambak/kolam 1.239 0,1

Penggunaan lain-lain 24.051 7,0

Total 350.148 100,0

Sumber: www.kabupatencianjur.co.id.

Sebagaimana daerah beriklim tropis, maka di wilayah Cianjur utara tumbuh subur tanaman sayuran, teh dan tanaman hias. Di wilayah Cianjur Tengah tumbuh dengan baik tanaman padi, kelapa dan buah-buahan. Wilayah Cianjur Selatan banyak tumbuh tanaman palawija, perkebunan teh, karet, aren, cokelat, kelapa serta tanaman buah-buahan. Pandan Wangi merupakan satu-satunya beras wangi beraroma pandan yaitu beras yang merupakan satu-satunya beras terbaik yang tidak ditemukan di daerah lain dan menjadi khas Cianjur. Rasanya enak (pulen) dan harganya pun relatif lebih tinggi dari beras biasa. Di Cianjur sendiri, pesawahan yang menghasilkan beras asli Cianjur ini hanya di sekitar Kecamatan Warungkondang, Cugenang dan sebagian Kecamatan Cianjur. Luasnya sekitar 10.392 Ha (10,30 persen) dari luas lahan persawahan di Kabupaten Cianjur. Produksi rata-rata per hektar 6,3 ton dan produksi per tahun 65.089 ton. Kecamatan Pacet dan Cipanas menghasilkan sayur-sayuran antara lain: wortel, bawang daun, brocoli, buncis, kol, terung, aneka cabe, kailan, bit, paprika merah & hijau, jagung manis, tomat, poling, jamur, slada, timun Jepang dan lain lain.

Demografi. Kabupaten Cianjur, menurut Sensus Penduduk 2000, ber- penduduk 1.931.480 jiwa, terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 982.164 jiwa dan perempuan 949.676 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 2,2 persen. Pada

tahun 2007 jumlah penduduknya berkembang menjadi 2.149.121 jiwa. Tingkat kepadatan penduduknya sebesar 626 jiwa/km2. Persebaran penduduknya relatif tidak merata dan lebih terkonsentrasi di wilayah utara dimana 63,90 persen penduduk berdomisili di wilayah dengan luas 30,8 persen. Di wilayah tengah dengan luas wilayah 28,3 persen jumlah penduduknya sebanyak 19,2 persen. Wilayah selatan merupakan wilayah yang penduduknya relatif jarang, dimana dengan luas wilayah 40,7 persen jumlah penduduknya hanya sebanyak 17,1 persen. Kabupaten Cianjur dikenal sebagai masyarakat yang religius dengan mayoritas penduduknya memeluk agama Islam yang mencapai 98 persen, sedangkan penduduk non muslim mencapai 2 persen (Kristen, Hindu dan Budha).

Ekonomi. Lapangan pekerjaan penduduk Kabupaten Cianjur di sektor pertanian yaitu sekitar 63,0 persen. Sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yaitu sekitar 42,8 persen. Sektor lainnya yang cukup banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor perdagangan dan jasa yaitu sekitar 14,6 persen dan pengiriman pembantu 30 persen.

Kelembagaan Penyuluhan. Kelembagaan penyuluhan di Kabupaten Cianjur telah memiliki sejarah yang panjang dan menyesuaikan dengan perkembangan politik nasional dan daerah. Sebelum otonomi daerah diberlakukan, sejak tahun 1997 kelembagaan penyuluhan di Kabupaten Cianjur bernama Balai Penyuluhan dan Informasi Pertanian (BIPP) yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati serta sejajar dengan Dinas-dinas teknis daerah.

Sejak diberlakukan otonomi daerah tahun 2001, BIPP dihapuskan dan penyuluhan bernaung di bawah Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura berbentuk Sub Dinas Penyuluhan Pertanian. Sejak tahun 2010, sesuai dengan amanat UU No. 16/2006 tentang SP3K, dibentuk kelembagaan penyuluhan yang terpisah dengan Dinas teknis, dengan nama BP4K (Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan yang dikepalai seorang penyuluh ahli, berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati dan sejajar dengan Dinas teknis. Di tingkat kecamatan dibentuk BPP

(Balai Penyuluhan Pertanian, masih nama lama) dan dikelola oleh seorang Koordinator Penyuluh. Pembentukan BP4K Kabupaten Cianjur baru diatur dengan Peraturan Bupati Tahun 2010 dan secara operasional sehari-hari masih bergabung dengan Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura serta belum mendapatkan penganggaran pada APBD Kabupaten Cianjur untuk pelaksanaan kegiatannya. Pada saat ini, penyuluh di Kabupaten Cianjur berdasarkan statusnya terdiri dari penyuluh PNS (penyuluh ahli dan penyuluh trampil), THL-P2BN, THL-TBPP. Penyuluh lapangan rata-rata memegang wilayah dua-tiga desa. Dalam waktu sampai 10 tahun ke depan, sebagian besar penyuluh PNS akan memasuki usia pensiun.

Kabupaten Karawang

Kabupaten Karawang adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat, yang termasuk wilayah Pantura (Pantai Utara). Ibukotanya adalah Karawang. Kabupaten Karawang dilalui jalan negara yang menghubungkan Jakarta Sura- baya. Wilayah ini juga dilalui jalan tol Cikampek yang menghubungkan Jakarta Cikampek dan tol Cipularang yang menghubungkan Cikampek/ Karawang dengan Bandung. Kabupaten Karawang juga dilalui oleh jalur utama kereta yang menghubungkan Jakarta dengan Jawa Tengah/Jawa Timur dan Jakarta-Bandung. Secara administrasi, kabupaten Karawang memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:

Sebelah barat : Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Bogor Sebelah timur : Kabupaten Subang

Sebelah selatan : Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Purwakarta Sebelah utara : Laut Jawa

Kabupaten Karawang memiliki luas wilayah 173.753 hektar dan terbagi ke dalam 30 wilayah kecamatan dan 309 desa/kelurahan. Kabupaten Karawang berpenduduk 2.125.234 jiwa (sensus 2010) yang berarti berkepadatan 1.223 jiwa per km2. Kabupaten Karawang termasuk salah satu wilayah sentra produksi beras Jawa Barat serta merupakan bagian dari kawasan Bodetabek yang berbatasan dengan Jakarta, serta merupakan lokasi banyak pabrik serta berbagai aktivitas industri lainnya. Kabupaten Karawang memiliki luas lahan sawah 94.311 hektar.

Sebagai daerah pengembangan industri sekitar jalan tol Cikampek, lahan yang diperuntukkan sebagai lahan industry seluas 19.055 hektar diantaranya seluas 5.838 hektar sebagai kawasan industry khusus. Dalam mengembangkan wilayahnya, Kabupaten Karawang mempunyai visi Karawang sejahtera berbasis pertanian dan industri .

Pertumbuhan ekonomi Jakarta telah turut meningkatkan pesatnya pembangunan perumahan dan lonjakan penduduk di kabupaten ini. Kabupaten Karawang merupakan lokasi dari beberapa kawasan industri, antara lain Karawang International Industry City (KIIC), Kawasan Surya Cipta, Kawasan Bukit Indah City (BIC) di jalur Cikampek (Karawang). Salah satu industri strategis milik negara juga memiliki fasilitasnya di deretan kawasan industri tersebut, yaitu Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri) yang mencetak uang kertas, uang logam, maupun dokumen-dokumen berharga seperti paspor, pita cukai, materai dan lain sebagainya.

Topografi. Wilayah Kabupaten Karawang sebagian besar dataran pantai yang luas, terhampar di bagian pantai utara dan merupakan endapan batuan sedimen yang dibentuk oleh bahan bahan lepas terutama endapan laut dan aluvium vulkanik. Wilayah bagian tengah terdapat kawasan perbukitan yang sebagian besar terbentuk oleh batuan sedimen, sedang di bagian Selatan terdapat Gunung Sanggabuana dengan ketinggian ± 1.291 m di atas permukaan laut.

Sesuai dengan bentuk morfologinya Kabupaten Karawang terdiri dari dataran rendah yang mempunyai temperatur udara rata-rata 270C dengan tekanan udara rata-rata 0,01 milibar, penyinaran matahari 66 persen dan kelembaban nisbi 80 persen. Curah hujan tahunan berkisar antara 1.100 3.200 mm/tahun. Pada bulan Januari sampai April bertiup angin Muson Laut dan sekitar bulan Juni bertiup angin Muson Tenggara. Kecepatan angin antara 30 35 km/jam, lamanya tiupan rata-rata 5 7 jam.

Hidrografi. Kabupaten Karawang dilalui oleh aliran sungai yang melandai ke arah utara, yaitu: (1) Sungai Cibe'et yang mengalir dari selatan Karawang menuju sungai Citarum yang juga menjadi batas antara Kabupaten

Karawang dan Bekasi, (2) Sungai Citarum, yang merupakan pemisah Kabupaten Karawang dari Kabupaten Bekasi, dan (3) Sungai Cilamaya, yang merupakan batas wilayah dengan Kabupaten Subang. Selain sungai, terdapat juga tiga buah saluran irigasi yang besar yaitu Saluran Induk Tarum Utara, Saluran Induk Tarum Tengah dan Saluran Induk Tarum Barat yang dimanfaatkan untuk pengairan sawah, tambak, dan pembangkit tenaga listrik.

Curah hujan di suatu tempat dipengaruhi oleh keadaan iklim, keadaan orografi dan perputaran/pertemuan arus udara. Oleh karena itu, jumlah curah hujan sangat beragam menurut bulan. Catatan rata-rata curah hujan di Kabupaten Karawang selama tahun 2005 mencapai 2.534 mm dengan rata-rata curah hujan per bulan sebesar 127 mm, lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata curah hujan pada tahun 2004 yang mencapai 1.677 mm dengan rata-rata curah hujan per bulannya mencapai 104 mm.

Di bidang pertanian, Karawang terkenal sebagai lumbung padi Jawa Barat. Kabupaten Karawang memiliki lahan pertanian seluas 94.311 hektar. Dari luas lahan tersebut, seluas 81.895 hektar berupa sawah berpengairan teknis, dan sisanya berupa lahan sawah berpengairan setengah teknis, pengairan sederhana, dan sawah tadah hujan. Pada tahun 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 produksi gabah di Kabupaten Karawang mencapai 673.004 ton dan produktivitas mencapai 7,431 ton/hektar (Distanhutbunak Karawang 2012).

Kelembagaan Penyuluhan. Kelembagaan penyuluhan di Kabupaten Karawang telah memiliki sejarah yang panjang dan menyesuaikan dengan perkembangan politik nasional dan daerah. Sebelum otonomi daerah diberlakukan, sejak tahun 1997 kelembagaan penyuluhan di Kabupaten Karawang bernama Balai Penyuluhan dan Informasi Pertanian (BIPP) yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati serta sejajar dengan Dinas-dinas teknis daerah.

Sejak diberlakukan otonomi daerah tahun 2001, BIPP dihapuskan dan penyuluhan bernaung di bawah Dinas Pertanian, Kehutanan dan Perkebunan (Distanhutbun) berbentuk Kelompok Jabatan Fungsional. Sejak tahun 2010,

sesuai dengan amanat UU No. 16/2006 tentang SP3K, dibentuk kelembagaan penyuluhan yang terpisah dengan Dinas teknis, dengan nama BP4K (Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan yang dikepalai seorang penyuluh ahli, berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati dan sejajar dengan Dinas Pertanian, Kehutanan, Perkebunan, dan Peternakan (Distanhutbunak). Di tingkat kecamatan dibentuk BP3K (Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan) dan dikepalai oleh seorang penyuluh ahli. Pembentukan BP4K Kabupaten Karawang sudah dikukuhkan dengan Perda Nomor 3 Tahun 2010 dan sudah mendapatkan penganggaran pada APBD Kabupaten Karawang untuk pelaksanaan kegiatannya disamping penganggaran dari pemerintah pusat. Pada saat ini, jumlah penyuluh di Kabupaten Karawang sebanyak 258 orang baik yang bertugas di tingkat kabupaten, kecamatan maupun di lapangan/desa. Komposisi penyuluh berdasarkan statusnya adalah 109 orang PNS (penyuluh ahli dan penyuluh trampil) dan 30 orang diantaranya sedang melanjutkan kuliah S1 dengan dana APBD kabupaten, 68 orang THL-P2BN, dan 81 orang THL-TBPP. Jumlah desa/kelurahan di Kabupaten Karawang sebanyak 309. Penyuluh lapangan rata-rata memegang wilayah dua desa. Dalam waktu sampai 10 tahun ke depan, sebagian besar penyuluh PNS akan memasuki usia pensiun.

Karakteristik Sosial Ekonomi Responden

Karakteristik Umum Responden

Petani sebagai sosok individu memiliki karakteristik tersendiri secara individu yang dapat dilihat dari perilaku yang nampak dalam menjalankan kegiatan usahatani. Karakteristik tersebut mendasari tingkah laku seseorang dalam situasi kerja maupun situasi lainnya (Rogers, 2003). Karakteristik sosial ekonomi petani yang diamati sebagaimana yang tercantum pada kerangka pemikiran, meliputi: umur, pengalaman berusahatani, tingkat pendidikan formal, skala usahatani, tingkat kekosmopolitan, dan intensitas pendidikan non formal. Karakteristik sosial ekonomi petani disajikan pada Tabel 15-20.

Karakteristik umur responden berada pada selang 18-81 tahun, dengan rataan umur 52 tahun dan sebagian besar (64,0 persen) berada pada selang umur 40-61 tahun dan termasuk dalam kategori umur produktif. Pengalaman ber- usahatani berada pada selang 1-67 tahun, dengan rataan 25 tahun dan persentase terbesar (48,9 persen) pada selang 1-23 tahun. Tingkat pendidikan formal berada pada selang 0-18 taun, dengan rataan 6,9 tahun, dan mayoritas (71,5 persen) berpendidikan tamat SD ke bawah. Mayoritas responden (86,2 persen) bermatapencaharian utama sebagai petani. Pendidikan non formal petani (sekolah lapangan/yang relevan) sebagian besar (80,3 persen) berada pada kategori rendah (2-20 jam) dengan rataan 19,4 jam. Secara rinci penjelasan masing-masing karakteristik sosial ekonomi petani diuraikan lebih lanjut.

Umur Petani

Umur sebagian besar responden (64,0 persen) berada pada umur madya (40-61 tahun) dan sisanya temasuk berumur tua (20,5 persen) dan umur muda (15,5 persen) (Tabel 15). Dengan mengacu pada batasan produktif 15-65 tahun (Rusli, 1995) maka petani di kedua kabupaten termasuk umur produktif.

Tabel 15. Sebaran, rataan dan hasil uji beda responden di Jawa Barat berdasarkan peubah umur petani (tahun 2012).

Peubah Pengukuran Karawang

(%) Cianjur (%) Total Sig (Uji t)1 Umur Petani (Tahun) Muda (18-39) Madya (40-61) Tua (62-81) 10,0 69,2 20,8 21,0 58,8 20,2 15,5 64,0 20,5 Rataan 53,3 52,1 52,2 0,879

Keterangan: 1)* nyata pada P<0,05 dan ** sangat nyata pada P<0,01 n Karawang = 120, Cianjur = 119, Total = 239

Menurut Klausmeier dan Goodwin (1966), usia merupakan salah satu karakteristik penting yang berkaitan dengan efisiensi dan efektivitas belajar. Hal ini mengandung arti bahwa individu yang berada pada usia produktif akan lebih mudah menerima perubahan, ide-ide dan inovasi. Oleh karena itu, dilihat dari faktor usia para petani merupakan aset sumberdaya manusia yang perlu diperhatikan untuk dikembangkan. Hal ini mengingat bahwa pengelolaan

usahatani padi secara lestari memerlukan sumberdaya manusia yang produktif sehingga mampu mengelola lahan sawah dengan baik.

Jika dilihat dari rataan usia antara petani di kedua kabupaten, terlihat bahwa petani di Karawang rataan usia berada pada usia 53,3 tahun dan Cianjur pada usia 52,1. Tidak terdapat perbedaan nyata usia petani di dua kabupaten tersebut. Keberadaan petani yang dominan berusia antara 40-61 tahun disusul petani berusia lebih dari 61 tahun, lebih banyak disebabkan para generasi muda cenderung mencari pekerjaan di bidang lain di luar pertanian seperti menjadi tukang ojek, buruh bangunan, bekerja di pabrik, pedagang, baik di wilayah kedua kabupaten maupun dengan merantau ke kota besar seperti Jakarta dan Bandung.

Pengalaman Berusahatani

Pengalaman responden mengelola usahataninya berkisar dari 1-67 tahun. Pada Tabel 16 dapat dilihat sebaran petani menurut pengalaman usahatani mayoritas berada pada kategori baru dan sedang. Jika dilihat per kabupaten, responden petani di Cianjur mayoritas memiliki pengalaman usahatani kurang dari 23 tahun, sementara di Karawang persentase terbesar berada pada rentang 24- 46 tahun. Jika dilihat dari rataan tahun pengalaman berusahatani yaitu 25 tahun, maka dapat dikatakan bahwa pengalaman berusahatani responden telah berlangsung cukup lama. Meskipun petani di Karawang memiliki pengalaman berusahatani yang relatif lebih lama, lamanya berusahatani antara responden di kedua kabupaten tidak berbeda nyata.

Tabel 16. Sebaran, rataan dan hasil uji beda responden di Jawa Barat berdasarkan karakteristik pengalaman berusahatani (tahun 2012).

Peubah Pengukuran Karawang

(%) Cianjur (%) Total Sig (Uji t)1 Pengalaman Berusahatani (Tahun) Baru (1-23) Sedang (24-46) Lama (47-67) 45,8 49,2 5,0 52,1 39,5 8,4 49,0 44,3 6,7 Rataan 25,2 24,9 25,0 0,879

Keterangan: 1)* nyata pada P<0,05 dan ** sangat nyata pada P<0,01 n Karawang = 120, Cianjur = 119, Total = 239

Kondisi tersebut sejalan dengan sebaran petani menurut umur, yang memiliki rataan umur 52 tahun. Lamanya pengalaman berusahatani tersebut ikut

membentuk perilaku dan kemampuan petani dalam mengelola usahataninya. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan oleh Sarwono (2002) bahwa pengalaman memiliki pengaruh terhadap perilaku individu. Apa yang dialami oleh petani selama mengelola usahataninya, akan menjadi bekal dalam membentuk dan memberikan kontribusi psikologis bagi seseorang untuk merespons berbagai stimulus yang datang kepadanya. Pengalaman dalam mengelola usahatani, dengan kata lain, berkaitan dengan pola perilaku petani terhadap lahan sawahnya yang pada akhirnya akan menentukan tingkat kemampuan/keberdayaan petani dalam mengelola usahataninya.

Tingkat Pendidikan Formal

Lamanya mengikuti pendidikan formal responden berkisar dari 0-18 tahun, dengan rataan 6,7 tahun (setara dengan kelas 7 SMP tidak selesai). Berdasarkan sebarannya, sebagian besar responden (71,6 persen) mempunyai pendidikan antara 0-6 tahun. Sisanya berpendidikan tamat SMP dan SLA, dan ada satu responden yang berpendidikan magister (Tabel 17). Hal tersebut menunjuk- kan bahwa tingkat pendidikan formal responden termasuk pada kategori rendah. Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi respons petani terhadap inovasi (Rogers, 2003). Rendahnya tingkat pendidikan responden dapat menjadi penyebab rendahnya kemampuan petani dalam pengelolaan usahataninya, yang dapat menjadi penghambat bagi peningkatan produksi usahatani padi dan pengelolaan pertanian yang berkelanjutan.

Tabel 17. Sebaran, rataan dan hasil uji beda responden di Jawa Barat berdasarkan karakteristik tingkat pendidikan formal (tahun 2012).

Peubah Pengukuran Karawang

(%) Cianjur (%) Total Sig (Uji t)1 Tingkat Pen- didikanFormal (Tahun) Rendah (0-6) Sedang ((7-13) Tinggi (14-18) 65,0 30,0 4,2 78,2 20,2 1,7 71,6 25,5 2,9 Rataan Tahun 6,9 6,5 6,7 0,279

Keterangan: 1)* nyata pada P<0,05 dan ** nyata pada P<0,01 n Karawang = 120, Cianjur = 119, Total = 239

Jika dilihat rataan pendidikan antar kabupaten, responden di Karawang memiliki rataan pendidikan sedikit lebih tinggi (6,9 tahun) dibandingkan Cianjur

(6,5 tahun), namun hal ini tidak menunjukkan perbedaan nyata lamanya pendi- dikan antara responden di kedua kabupaten.

Skala Usahatani

Sebaran responden menurut skala usahatani disajikan pada Tabel 18. Skala usahatani responden memiliki rentang luasan yang cukup luas, yaitu mulai dari 0,1 hektar hingga lebih dari 7 hektar. Sebagian besar (73,6 persen) responden menguasai lahan usahatani antara 0,1-1,33 hektar, sisanya masing-masing sekitar 13 persen menguasai lahan usahatani 1,34-2,72 hektar dan lebih dari 2,72 hektar. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden menguasai lahan yang relatif sempit. Penguasaan lahan ini lebih dari 90 persen adalah hak milik. Sisanya dapat diperoleh melalui sistem sewa, sakap, dan gadai. Harga sewa lahan yang umum adalah Rp. 12 juta/tahun untuk satu bahu (1 bahu = 0,7 ha). Sistem sakap yang umum adalah dengan sistem hasil panen dibagi dua setelah dikurangi biaya untuk sarana produksi pertanian (saprotan).

Tabel 18. Sebaran, rataan dan hasil uji beda responden di Jawa Barat berdasarkan karakteristik skala usahatani (tahun 2012).

Peubah Pengukuran Karawang

(%) Cianjur (%) Total Sig (Uji t)1 Skala Usahatani (Hektar) Sempit (0,1-1,33) Sedang (1,34-2,72) Luas (2,73 ke atas) 52,5 23,3 24,2 95,0 2,5 2,5 73,6 13,0 13,4 Rataan 2,1 0,6 1,3 0,000**

Keterangan: 1)* nyata pada P<0,05 dan ** sangat nyata pada P<0,01 n Karawang = 120, Cianjur = 119, Total = 239

Jika dipilah menurut kabupaten maka dapat dilihat bahwa penguasaan lahan yang sempit lebih banyak terdapat pada responden di Cianjur. Responden di Cianjur yang menguasai lahan pertanian 0,1-1,33 ha mencapai 95,0 persen, sementara di Karawang sebanyak 52,5 persen. Hampir 50 persen petani di Karawang menguasai lahan lebih dari 1,33 hektar. Hal ini menunjukkan bahwa penguasaan lahan di Karawang lebih luas dari Cianjur. Dari uji beda menunjukkan perbedaan nyata penguasaan lahan.

Tingkat Kekosmopolitan

Sebaran responden menurut tingkat kekosmopolitannya (Tabel 19), menunjukkan bahwa sebagian besar responden (64,9 persen) berada pada kategori rendah dan yang termasuk kategori tinggi hanya sebesar 8,8 persen. Tingkat kekosmopolitan responden secara total memiliki rataan 54 dan berada pada kategori rendah, yang berarti lebih mencirikan tipe lokalit. Interaksi petani responden yang berkaitan dengan masalah pertanian, terutama lebih banyak dilakukan dengan sesama petani dalam satu desa. Petani kemudian baru menghubungi penyuluh atau petani dari lain desa jika ingin mencari informasi yang berkaitan dengan masalah pertanian yang dihadapinya jika masih belum menemukan pemecahannya atau mencari informasi lain terkait dengan perkem- bangan teknologi pertanian. Hanya sebagian kecil petani yang mencoba mencari informasi di media massa (koran atau televisi), menghubungi petugas dinas pertanian, peneliti di balai penelitian, ataupun mencari informasi di internet. Tabel 19. Sebaran, rataan dan hasil uji beda responden di Jawa Barat berdasarkan

karakteristik tingkat kekosmopolitan (tahun 2012).

Peubah Pengukuran Karawang

(%) Cianjur (%) Total Sig (Uji t)2 Tingkat Ke- kosmopolitan (Skor)1) Lokalit Agak Kosmopolit Kosmopolit 85,8 12,5 1,7 43,7 40,3 16,0 64,8 26,4 8,8 Rataan skor1) 47,0 61,0 54,0 0,000**

Keterangan: n Karawang = 120, Cianjur = 119, Total = 239

1)

Rataan skor indeks: Lokalit = 0-59, Agak Kosmopolit = 60-79, Kosmopolit = 80-100

2)

* nyata pada P<0,05 dan ** sangat nyata pada P<0,01

Jika dipilah menurut kabupaten, maka dapat dilihat bahwa tingkat kekosmopolitan responden petani Cianjur memiliki tingkat kekosmopolitan yang lebih tinggi. Responden petani Cianjur yang termasuk kategori lokalit dan agak kosmopolit relatif seimbang, yaitu berada pada kisaran 40 persen, sebaliknya di Karawang lebih dari 80 persen termasuk kategori lokalit. Hal ini menunjukkan perbedaan tingkat kekosmopolitan responden di kedua kabupaten. Hal ini diperkuat dengan menggunakan uji beda, yang menunjukkan adanya perbedaan nyata tingkat kekosmopolitan responden petani di kedua wilayah.

Pendidikan Non Formal

Pendidikan non formal yang pernah diikuti responden berkisar antara 2-92 jam pelajaran (jpl), dengan rataan 19,4 jpl (Tabel 20). Dengan demikian lama pendidikan non formal termasuk pada kategori rendah. Dilihat dari sebaran responden berdasarkan lamanya pendidikan non formal yang pernah diikuti, sebagian besar responden (80,3 persen) mempunyai lama pendidikan non formal antara 2-30 tahun dan kurang dari 20 persen yang memiliki lamanya pendidikan non formal lebih dari 30 jam.

Tabel 20. Sebaran, rataan dan hasil uji beda responden di Jawa Barat berdasarkan karakteristik intensitas pendidikan non formal (tahun 2012).

Peubah Pengukuran Karawang

(%) Cianjur (%) Total Sig (Uji t)2 Pendidikan Non Formal (Jam) Sedikit (2-30) Sedang (31-61) Lama (62-92) 76,7 20,8 2,5 84,1 10,9 5,0 80,3 15,9 2,5 Rataan 19,8 19,0 19,4 0,706

Keterangan: 1)* nyata pada P<0,05 dan ** sangat nyata pada P<0,01 n Karawang = 120, Cianjur = 119, Total = 239

Salah satu upaya mengembangkan sumberdaya manusia petani adalah melalui pelatihan, yang dikenal dengan sekolah lapangan (BPLP 1993, Dilts 1992). Melalui sekolah lapangan petani dilatih untuk mengambil keputusan usahataninya berdasarkan pengamatan di lapang dan materinya sesuai dengan

Dokumen terkait