• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAWANG MERAH Abstract

5.3.1 Deteki Virus

Pengambilan sampel daun bawang merah dilakukan pada umur 8 MST untuk selanjutnya dilakukan pengujian virus menggunakan metode DIBA. Hasil pendeteksian virus memperlihatkan reaksi positif lemah, signal warna yang dihasilkan terlihat lebih lemah bila dibandingkan dengan kontrol positif dan pengujian awal virus menggunakan sampel daun cv.Tiron yang yang dikoleksi 2 minggu setelah penanaman umbi menggunakan metode growing on test. Lemahnya signal warna yang muncul diduga karena rendahnya konsentrasi virus pada jaringan daun, yang disebabkan oleh pengambilan sampel daun dilakukan pada 8 MST dengan kondisi pertumbuhan daun yang mulai menurun. Dovas et al. (2002) melaporkan bahwa daun muda tanaman bawang putih yang pertumbuhannya aktif ditemukan memiliki konsentrasi virus OYDV yang tinggi. Konsentrasi virus selanjutnya menurun pada kondisi daun yang telah menua, sehingga hal ini dapat menjadi acuan dalam penentuan waktu pengambilan sampel daun.

Hasil deteksi DIBA terhadap sampel daun ditampilkan pada Gambar 15. Penentuan infeksi virus pada sampel daun dilakukan dengan pemberian skor terhadap intensitas signal rekasi DIBA yang muncul pada membran nitroselulosa. Hal ini dikarenakan terjadi kontaminasi pada larutan buffer dan signal warna yang dihasilkan sampel lemah, sehingga untuk mempermudah perhitungan terhadap persentase infeksi virus dilakukan scoring. Skor yang digunakan, yaitu 1, 2, dan 3. Berdasarkan nilai skor terhadap signal warna, maka dapat ditentukan bahwa persentase tanaman yang berasal dari bahan tanam kultur meristem tip dan umbi yang memiliki skor 2, yaitu 100%, sedangakan pada tanaman yang berasal dari

39 penanaman biji 80%. Persentase tersebut mengindikasikan bahwa tingkat infeksi OYDV pada bahan tanam biji masih lebih rendah dibandingkan dengan bahan tanam hasil kultur meristem tip dan umbi yang seluruhnya telah terinfeksi oleh OYDV. Persentase tanaman asal biji terlihat paling rendah dikarenakan beberapa sampelnya memiliki signal warna yang sangat lemah (skor 1) dan diperkirakan warna yang muncul tersebut akibat buffer yang telah terkontaminasi.

5.4 Kesimpulan

Tanaman yang berasal dari kultur meristem tip, umbi, dan biji memperlihatkan pertumbuhan yang kurang maksimal. Selama pengamatan ditemukan bahwa tanaman bawang memperlihatkan gejala daun berkerut dan bercak kuning. Persentase tanaman dengan gejala daun berkerut ditemukan pada tanaman kultur meristem tip, umbi, dan biji, masing-masing 6.7%, 60%, dan 40% dan gejala tersebut terdeteksi mengandung OYDV. Tanaman yang berasal dari bahan tanam biji yang terinfeksi OYDV berdasarkan hasil deteksi DIBA sebesar 80%, sedangkan tanaman yang berasal dari kultur meristem tip dan umbi 100%.

Gambar 15 Hasil deteksi sampel daun bawang merah yang berasal dari bahan tanam yang berbeda terhadap virus OYDV dan penentuan intensitas signal reaksi DIBA pada membran nitroselulosa. B (buffer); P (kontrol positif); N (kontrol negatif); 1 - 8 (kultur meristem tip); 9 - 23 (umbi); 24 - 38 (biji).

40

6

PEMBAHASAN UMUM

Bawang merah merupakan tanaman hortikultura yang sangat diminati petani karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi, sehingga budidaya bawang merah dilakukan secara intensif (Sumarni dan Hidayat 2005) hampir di seluruh provinsi di Indonesia (BPS 2016). Pada umumnya, sistem budidaya bawang merah yang diterapkan oleh petani dan penangkar menggunakan umbi bibit, karena dianggap lebih efisien. Namun, hal ini berdampak terhadap menurunnya kualitas umbi yang disebabkan akumulasi virus di dalam umbi bibit dan selanjutnya menjadi inokulum bagi tanaman sehat lainnya (Gunaeni et al. 2011). Berbagai kultivar bawang merah yang saat ini dibudidaya di Jawa Tengah, seperti Tiron dan Bima Brebes ditemukan telah terinfeksi virus OYDV (Swari et al. 2015; Wulandari 2016), yaitu virus diketahui menyebabkan menurunnya bobot dan ukuran umbi serta memperpendek masa dormansi umbi, sehingga mengakibatkan kualitas dan kuantitas umbi menjadi rendah (Brewster 2008). Hal ini yang selanjutnya membuktikan, bahwa setelah eliminasi virus dilakukan pada tanaman yang terinfeksi maka proses eliminasi virus berpotensi meningkatkan hasil panen (Conci et al. 2003).

Metode yang dikembangkan untuk mengeliminasi virus sangat bervariasi, namun kultur meristem tip merupakan metode yang paling umum digunakan (Bhojwani dan Dantu 2013). Pecobaan zat pengatur tumbuh (ZPT) yang diaplikasi terhadap kultur meristem tip pada penelitian ini menunjukkan bahwa ZPT tidak memberikan pengaruh terhadap persentase tumbuh eksplan, waktu muncul daun, dan persentase eksplan berdaun. Namun, berdasarkan hasil ini didapati bahwa rata- rata persentase eksplan yang mengalami gagal tumbuh 19 - 28%, eksplan mulai membentuk daun pada 1 - 2 MST dan pembentukan daun juga terlihat cukup cepat pada eksplan yang dikulturkan pada media tanpa ZPT. Rata-rata eksplan Bima Brebes yang berhasil membentuk daun 100%. Eksplan Tiron 13% lebih rendah dibandingkan Bima Brebes dan beberapa diantaranya memperlihatkan morfologi yang abnormal, seperti vitrifikasi maupun klorosis dengan persentase 0 - 22%.

Eksplan yang diberi perlakuan ZPT tidak memperlihatkan pengaruh yang nyata terhadap jumlah tunas dan jumah daun, perlakuan ZPT berpengaruh nyata terhadap tinggi tunas Tiron. Eksplan yang dikulturkan pada media tanpa ZPT (kontrol) memiliki tinggi tunas yang tidak berbeda nyata dengan eksplan yang dikulturkan pada media dengan penambahan 2-ip, BAP, kinetin, GA3, dan

kombinasi kinetin + IAA. Media tanpa ZPT juga terlihat paling efisien untuk pertumbuhan meristem tip. Bhojwani dan Dantu (2013) menyatakan hal ini dikarenakan primordia daun yang terdapat pada meristem mampu mensuplai auksin dan sitokinin untuk pertumbuhan eksplan. Selain itu, pada penelitian ini juga didapati bahwa tunas utama tumbuh tanpa diikuti oleh pembentukan kalus.

Kemoterapi merupakan eliminasi virus menggunakan senyawa kimia yang bertujuan untuk menghentikan infeksi pada tanaman yang telah terinfeksi virus (Sastry dan Zitter 2014). Pengujian ribavirin pada dua ukuran shoot tip memperlihatkan bahwa perlakuan ribavirin tidak berpengaruh nyata terhadap persentase tumbuh eksplan, akan tetapi lebih dipengaruhi oleh jenis ukuran eksplan yang dikulturkan. Ukuran eksplan yang lebih besar (2.1 - 3.0 mm) memiliki persentase tumbuh yang nyata lebih tinggi dibandingkan dengan eksplan yang lebih kecil. Eksplan berukuran lebih besar juga memiliki pertumbuhan yang nyata lebih

41 cepat dibandingkan dengan yang kecil. Konsentrasi ribavirin juga mempengaruhi pertumbuhan ekspan, semakin tinggi konsentrasi ribavirin yag diberikan (10 - 20 mg L-1), maka waktu muncul daun menjadi semakin lama.

Peningkatan konsentrasi ribavirin juga dapat menghambat pembentukan daun. Jumlah helaian daun semakin menurun setelah penambahan ribavirin 5 - 20 mg L-1. Tunas Bima Brebes dan Tiron yang tumbuh pada media Ribavirin 20 mg L-1 memiliki jumlah daun masing-masing 36% dan 34% lebih rendah dibandingkan kontrol. Konsentrasi ribavirin juga secara nyata menghambat pemanjangan tunas. Tinggi tunas Bima Brebes secara nyata menurun setelah penambahan ribavirin 10 - 20 mg L-1, sedangkan pertumbuhan tunas Tiron mulai terhambat pada penambahan ribavirin 5 - 20 mg L-1. Penghambatan pertumbuhan tunas terjadi

karena ribavirin merupakan senyawa kimia dengan struktur yang dapat beranalog dengan nukleotida purin, sehingga ribavirin dapat menargetkan virus dan enzim inang yang berkaitan dengan nukleotida purin (Wu et al. 2003), serta menggantikan nukleotida inang. Mekanisme kerja ribavirin yang demikian dapat mengakibatkan efek fitotoksik terhadap tanaman (Parker 2005).

Percobaan eliminasi virus menggunakan metode kemoterapi juga didukung dengan suhu inkubasi eksplan yang tinggi (37 ± 2 oC). Suhu yang tinggi diduga

menghambat pembentukan dan regenerasi tunas, serta rendahnya kemampuan tunas membentuk akar. Suhu tinggi juga menyebabkan tunas menjadi hyperhydric, yang memperlihatkan pertumbuhan dan morfologi tanaman yang abnormal. Persentase tanaman yang mengalami hyperhidric antara 37 - 46% pada Bima Brebes dan 28 - 55% pada Tiron.

Pengujian virus pada tanaman hasil kultur meristem tip menggunakan metode RT-PCR memperlihatkan bahwa seluruh sampel tanaman yang berasal dari cv. Bima Brebes dan Tiron masih terinfeksi virus OYDV. Hasil ini menunjukkan bahwa kultur meristem tip belum dapat mengeliminasi virus. Eksplan meristem tip berukuran kurang dari 1 mm yang digunakan pada penelitian ini diduga masih mengandung virus. Meristem tip merupakan bagian tanaman yang aktif membelah dan belum memiliki jaringan pembuluh yang menjadi jalur cepat penyebaram virus pada tanaman (Wang dan Hu 1980). Namun, virus dapat menginvasi sel melalui plasmodesmata yang terdapat pada sel-sel meristem tip (Ayabe dan Sumi 2001). Oleh karena itu, agar virus yang terdapat pada meristem tip dapat dirusak atau dihambat penyebarannya maka dibutuhkan kombinasi metode eliminasi virus.

Termoterapi merupakan metode yang cukup efisien digunakan untuk eliminasi virus. Pramesh dan Baranwal (2015) melaporkan bahwa eradikasi virus pada tanaman bawang putih berhasil dilakukan. Eliminasi virus tidak hanya terbatas pada virus OYDV, akan tetapi juga pada GarCLV, SLV, dan GarV-X. Termoterapi yang digunakan, yaitu aplikasi udara panas pada suhu 42oC selama 21 hari ataupun aplikasi panas matahari yang dipaparkan secara langsung pada umbi selama 10 hari, kemudian dilanjutkan dengan kultur meristem tip. Bhojwani dan Dantu (2013) menyatakan bahwa aplikasi termoterapi secara in vivo berguna untuk menekan replikasi virus, menghambat sintesis coat protein (CP) dan bagian virus yang mengkode movement protein pada virus, yang berguna untuk pergerakan virus dari sel ke sel.

Pengujian virus yang dilakukan pada tanaman hasil kemoterapi memperlihatkan bahwa seluruh tanaman dari cv. Bima Brebes dan Tiron masih mengandung virus OYDV. Hasil deteksi virus tersebut menunjukkan bahwa

42

konsentrasi ribavirin (5 - 20 mg L-1) yang diaplikasikan pada dua jenis ukuran shoot tip selama 4 minggu dan didukung dengan suhu inkubasi 37 ± 2 oC belum mampu mengeliminasi virus OYDV pada tanaman. Sistem kerja ribavirin yang mampu menghambat multiplikasi virus pada tanaman diduga menyebabkan konsentrasi OYDV pada jaringan tanaman menurun, sehingga untuk mengetahui besarnya konsentrasi virus pada tanaman dibutuhkan metode deteksi virus yang sesuai, seperti metode ELISA (Budiarto et al. 2011) ataupun Real-time PCR (Taşkinet al. 2013). Tanaman stok hasil kemoterapi yang masih dikulturkan secara in vitro selanjutnya dapat dilakukan isolasi bagian meristem tip dan dikulturkan pada media induksi tunas. Pengujian virus kemudian dilakukan pada tanaman hasil kultur meristem tip, dengan dua tahapan eliminasi virus tersebut diharapkan dapat menghasilkan tanaman-tanaman bebas virus.

Penelitian yang mengkaji pengaruh infeksi virus terhadap penurunan hasil panen tanaman bawang putih sejauh ini telah banyak dilakukan (Conci et al. 2003; Elnagar et al. 2009; Perotto et al. 2010). Namun penelitian yang mengkaji pengaruh infeksi virus terhadap tanaman bawang merah masih sangat terbatas. Pada percobaan ini, evaluasi terhadap tanaman yang berasal dari kultur meristem tip, umbi, dan biji selama di lapangan memperlihatkan bahwa gejala penyakit yang muncul pada tanaman tidak terlihat jelas dan beragam seperti yang diamati oleh Gunaeni et al. (2011) dan Kadwati (2013). Gejala yang ditemukan selama pengamatan berupa bercak kuning dan daun berlekuk. Persentase gejala daun berlekuk ditemukan pada tanaman asal kultur meristem tip, umbi, dan bijimasing- masing sebesar 6.7%, 60%, dan 40%. Pengujian virus OYDV secara kualitatif menggunakan metode DIBA pada tanaman bawang merah menunjukkan bahwa persentase tanaman yang berasal dari bahan tanam biji yang terinfeksi OYDV mencapai 80%, sedangkan pada tanaman asal kultur meristem tip dan umbi mencapai 100%. Pengujian virus pada percobaan ini sebaiknya dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif, sehingga dapat diketahui dan dibandingkan konsentrasi virus dari masing-masing bahan tanam. Selain itu deteksi virus juga perlu dilakukan pada virus lainnya, yaitu Shallot latent virus (SLV) dan Leek yellow stripe virus (LYSV). Hal ini bertujuan untuk mengetahui adanya infeksi virus lain pada tanaman yang berasal dari bahan tanaman yang berbeda, karena infeksi virus lain juga dapat mempengaruhi gejala infeksi yang muncul dan juga berguna mengetahui perbedaan virus yang menginfeksi pada bahan tanaman yang berbeda.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, belum dapat diketahui pengaruh infeksi virus terhadap produksi tanaman bawang merah disebabkan oleh pertumbuhan tanaman yang belum optimal. Conci et al. (2010) menyatakan bahwa dengan mengetahui persentase virus yang menginfeksi tanaman, selanjutnya dapat diketahui seberapa besar pengaruh infeksi terhadap hasil panen.

43

7 SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Perlakuan ZPT pada kultur meristem tip menunjukkan bahwa media tanpa penambahan ZPT paling efisien untuk pertumbuhan meristem tip. Tunas utama yang tumbuh tanpa diikuti pembentukan kalus. Aplikasi kemoterapi yang dikombinasikan dengan ukuran shoot tip menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi ribavirin secara nyata menghambat pemanjangan tunas cv. Bima Brebes, waktu muncul daun, pemanjangan tunas, dan jumlah daun cv. Tiron. Ukuran shoot tip yang lebih besar (2.1 - 3.0 mm) meningkatkan persentase eksplan tumbuh dan mempercepat waktu muncul daun cv. Bima Brebes dan Tiron. Berdasarkan percobaan yang dilakukan, maka diketahui bahwa metode kultur meristem tip dan kemoterapi masih belum dapat mengeliminasi virus OYDV. Evaluasi terhadap tanaman bawang merah memperlihatkan gejala daun berkerut dan bercak kuning. Persentase tanaman dengan gejala daun berkerut ditemukan pada tanaman kultur meristem tip, umbi, dan biji, masing-masing 6.7%, 60%, dan 40%. Tanaman yang berasal dari bahan tanam biji yang terinfeksi OYDV berdasarkan hasil deteksi DIBA sebesar 80%, sedangkan tanaman yang berasal dari kultur meristem tip dan umbi 100%.

7.2 Saran

Dalam upaya pengembangan tanaman bebas virus, diperlukan pengujian mengenai efektivitas eliminasi virus menggunakan kultur meristem tip yang dikombinasikan dengan metode lain yang efisien dalam mengeliminasi virus, seperti termoterapi. Selain itu, pengujian virus terhadap tanaman hasil eliminasi virus membutuhkan metode yang tepat dan pendeteksian virus sebaiknya dilakukan pada masing-masing tanaman, agar hasil yang didapat menjadi lebih jelas dan akurat.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi gejala penyakit selama di lapangan adalah pertumbuhan tanaman yang optimal, penanganan dan penyungkupan tanaman. Sementara itu, hal yang dapat mempengaruhi hasil pengujian virus adalah waktu pengambilan sampel daun dan metode pendeteksian virus. Hal tersebut merupakan faktor penting yang harus diperhatikan selama proses evaluasi terhadap tingkat kejadian penyakit dan pengujian virus terhadap tanaman di lapang.

44

Dokumen terkait