• Tidak ada hasil yang ditemukan

Meristem Tip Dan Kemoterapi Untuk Eliminasi Virus Onion Yellow Dwarf Virus (Oydv) Pada Bawang Merah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Meristem Tip Dan Kemoterapi Untuk Eliminasi Virus Onion Yellow Dwarf Virus (Oydv) Pada Bawang Merah"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

KULTUR

MERISTEM TIP

DAN KEMOTERAPI UNTUK

ELIMINASI VIRUS

Onion yellow dwarf virus

(OYDV) PADA

BAWANG MERAH

AQLIMA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kultur Meristem Tip dan Kemoterapi untuk Eliminasi Virus Onion yellow dwarf virus (OYDV) pada Bawang Merah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

AQLIMA. Kultur Meristem Tip dan Kemoterapi untuk Eliminasi Virus Onion yellow dwarf virus (OYDV) pada Bawang Merah. Dibimbing oleh DINY DINARTI dan BAMBANG SAPTA PURWOKO.

Bawang merah merupakan tanaman hortikultura yang umumnya dibiakkan secara vegetatif menggunakan umbi bibit. Sistem perbanyakan yang demikian dapat menjadi jalur penyebaran virus melalui penanaman umbi bibit yang terinfeksi virus dan kemudian terbawa pada generasi selanjutnya. Berbagai kultivar bawang merah lokal saat ini telah ditemukan terinfeksi virus Onion yellow dwarf virus (OYDV). Infeksi virus menyebabkan kualitas dan kuantitas umbi menurun, sehingga mengurangi produktivitas dan kualitas hasil. Eliminasi virus sangat diperlukan untuk menghasilkan tanaman bebas virus dan mengoptimalkan produktivitas. Kultur meristem tip merupakan metode eliminasi virus yang dilakukan dengan mengisolasi bagian kubah apikal beserta satu atau dua primordia daun dan dikulturkan pada media yang sesuai agar pertumbuhannya optimal. Eliminasi virus juga dapat dilakukan menggunakan metode kemoterapi, dengan mengaplikasikan senyawa ribavirin secara in vitro.

Percobaan 1 bertujuan untuk mendapatkan media dengan penambahan zat pengatur tumbuh (ZPT) yang paling baik untuk pertumbuhan tunas meristem tip bawang merah secara in vitro dan mengevaluasi potensi kultur meristem tip dalam mengeliminasi virus OYDV. Percobaan ini menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) dengan 3 ulangan. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa media tanpa penambahan ZPT merupakan media yang paling efisien untuk pertumbuhan tunas meristem tip. Tunas utama tumbuh tanpa disertai pembentukan kalus. Hasil analisis RT-PCR menunjukkan bahwa seluruh sampel yang dideteksi masih terinfeksi virus OYDV.

Percobaan 2 bertujuan untuk mengetahui pengaruh ribavirin terhadap pertumbuhan shoot tip dan mendapatkan konsentrasi ribavirin yang paling sesui untuk mengeliminasi virus OYDV pada dua ukuran shoot tip. Percobaan menggunakan menggunakan RKLT dengan 4 ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi ribavirin secara nyata menghambat pemanjangan tunas cv. Bima Brebes, waktu muncul daun, pemanjangan tunas, dan jumlah daun cv. Tiron. Ukuran shoot tip yang lebih besar (2.1 - 3.0 mm) meningkatkan persentase eksplan tumbuh dan mempercepat waktu muncul daun cv. Bima Brebes dan Tiron. Konsentrasi ribavirin yang diaplikasikan pada percobaan ini belum dapat mengeliminasi virus OYDV pada dua ukuran shoot tip kedua kultivar.

(5)

ditemukan pada tanaman kultur meristem tip, umbi, dan biji, masing-masing 6.7%, 60%, dan 40%. Tanaman yang berasal dari bahan tanam biji yang terinfeksi OYDV berdasarkan hasil deteksi DIBA sebesar 80%, sedangkan tanaman yang berasal dari kultur meristem tip dan umbi 100%.

Berdasarkan hasil dari percobaan yang dilakukan, media MS tanpa penambahan ZPT cukup efisien untuk pertumbuhan tunas meristem tip. Aplikasi metode kultur meristem tip dan kemoterapi yang diberikan pada dua ukuran shoot tip menunjukkan kedua metode tersebut belum efektif mengeliminasi OYDV, sehingga efektivitas eliminasi virus dapat ditingkatkan dengan menggunakan metode kultur meristem tip yang dikombinasikan dengan metode lainnya yang lebih efisien dalam mengeliminasi virus.

(6)

SUMMARY

AQLIMA. Meristem Tip Culture and Chemotherapy for Elimination of Onion yellow dwarf virus (OYDV) in Shallot. Under Supervision of DINY DINARTI as Chairman and BAMBANG SAPTA PURWOKO as Member of the Advisory Committee.

Shallot is horticulture crop propagated through vegetative means using seed bulb. The propagation method is prone to virus spreading in infected seed bulb and then it is brought to the next generation of bulb. Many of local shallot cultivars has been detected to be infected by Onion yellow dwarf virus (OYDV). The virus decreases bulb quality and quantity and thus decrease the crop yield. Virus elimination is desirable to get virus free plant and to improve yield. Meristem tip culture is virus elimination method by isolation of apical dome with one or with two leaf primordia and then it is cultured on suitable media to get optimum growth. Chemotherapy can also eliminate virus by application of ribavirin in vitro.

The aims of Experiment 1 were to determine the best media with plant growth regulators (PGRs) for meristem tip growth of cv. Bima Brebes and Tiron and to determine the potential of meristem tip culture in elimination of OYDV. The experiment was arranged in completely randomized block design with 3 replications. The result showed that media without PGR was the most efficient for meristem tip growth. Primary shoot was growing without callusing. RT-PCR analysis showed that all of the tested samples were still infected by OYDV. It indicated that meristem tip culture method did not eliminate OYDV.

The aims of Experiment 2 were to evaluate the effect of ribavirin to shoot tip growth and to determine the suitable ribavirin concentration for OYDV elimination in both shoot tip sizes. The experiment was arranged in completely rendomized block design with 4 replications. The result showed that increasing ribavirin concentrations inhibited the time of leaf to emege, leaf length, and leaf number of cv. Tiron. It also suppressed the leaf length of cv. Bima Brebes. Increasing shoot tip size (2.1 - 3.0 mm) influenced percentage of explant growth and speed the time of leaf emergence of cv. Bima Brebes and Tiron. Ribavirin concentrations used in this treatment did not eradicate OYDV in both shoot tip sizes of two the cultivars.

The aims of Experiment 3 were to evaluate the shallot growth originating from 3 different propagules (meristem tip culture, bulb, and seed) and to determine the percentage of OYDV infection in different propagules. This experiment was arranged in completely randomized block design with 3 kind of different shallot propagules (plant originated from meristem tip culture, bulb, and seed) and 3 replications. The result showed that plant originated from meristem tip culture, bulb, and seed, exhibited less growth and development. During the observation, it was found that the shallot showed symptoms like wrinkle leaves and yellow spot. The percentage of wrinkle leaf symptom was found in plant planted from meristem tip culture, bulb, and seed, respectively 6.7%, 60%, and 40 %. The percentage of plant from seed infected of OYDV detected by DIBA was 80%, whereas those from meristem tip and bulb were 100%.

(7)
(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

KULTUR

MERISTEM TIP

DAN KEMOTERAPI UNTUK

ELIMINASI VIRUS

Onion yellow dwarf virus

(OYDV) PADA

BAWANG MERAH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)
(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah dengan judul “Kultur Meristem Tip dan Kemoterapi untuk Eliminasi Virus Onion yellow dwarf virus (OYDV) pada Bawang Merah" berhasil diselesaikan. Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB. Terima kasih penulis ucapkan kepada:

1. Dr Ir Diny Dinarti MSi dan Prof Dr Ir Bambang Sapta Purwoko MSc selaku komisi pembimbing atas segala pengarahan dan bimbingan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian, serta penulisan tesis

2. Ditjen DIKTI atas Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negri (BPPDN) yang penulis terima pada tahun 2013-2015

3. Dr Ir Yudiwanti Wahyu EK, MS selaku ketua Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman serta sebagai dosen penguji luar komisi atas saran dan perbaikan dalam penyempurnaan tesis

4. Prof Dr Ir Sri Hendrastuti Hidayat MSc atas izin dan bimbingan yang diberikan selama penulis melakukan penelitian di Laboratorium Virologi Tumbuhan dan Prof Dr Ir Muhammad Syukur MSi atas izin peminjaman kotak kasa di Laboratorium Pemuliaan Tanaman

5. Ibu Siti Kholifah dari Laboratorium Kultur Jaringan 3, Sari Nurulita SP MSi dari Laboratorium Virologi Tumbuhan, dan teknisi Kebun Percobaan Leuwikopo IPB atas arahan dan bantuannya selama penulis melalukan penelitian

6. Staf dan pegawai Pascasarjana khususnya Departemen Agronomi dan Hortikultura atas segala bantuan dan dukungannya

7. Dr Ani Kurniawati SP MSi selaku wakil ketua Program Studi Agronomi dan Hortikultura

8. Teman-teman yang melaksanakan penelitian di Laboratorium Kultur Jaringan 3, Laboratorium Virologi Tumbuhan, dan Laboratorium Pemuliaan Tanaman atas bantuan dan dukungannya

9. Teman-teman “Baju Daerah” (Ratna, Yudia, Ami, Budi, Eni, Umi, Arin), keluarga besar Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman 2013 dan keluarga WM atas bantuan dan dukungannya

10.Orang tua tercinta, Ayahanda Hasanuddin Abbas (alm.) dan Ibunda Husna Yusuf, Abang (Zulkarnaen), Adik (Safwan, Nurfitriana), serta keluarga besar atas kasih sayang, pengertian, dukungan, dan doanya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(13)

DAFTAR ISI

1.4 Ruang Lingkup Penelitian 4

2 TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1 Kultur Meristem Tip 5

2.2 Media Kultur dan Zat Pengatur Tumbuh 6

2.3 Kemoterapi 6

2.4 Virus pada Bawang Merah 8

2.5 Virus Onion yellow dwarf virus (OYDV) 8

2.6 Deteksi Virus 9

2.7 Serologi 9

2.8 Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) 10 3 KULTUR MERISTEM TIP UNTUK ELIMINASI VIRUS OYDV PADA

BAWANG MERAH 11

Abstract 11

Abstrak 11

3.1 Pendahuluan 12

3.2 Bahan dan Metode 12

3.3 Hasil dan Pembahasan 17

3.4 Kesimpulan 22

4 KEMOTERAPI UNTUK ELIMINASI VIRUS OYDV PADA BAWANG

MERAH 23

Abstract 23

Abstrak 23

4.1 Pendahuluan 24

4.2 Bahan dan Metode 25

4.3 Hasil dan Pembahasan 26

4.4 Kesimpulan 32

5 PERTUMBUHAN TANAMAN BAWANG MERAH ASAL IN VITRO,

UMBI, DAN BIJI 33

Abstract 33

Abstrak 33

5.1 Pendahuluan 34

5.2 Bahan dan Metode 34

5.3 Hasil dan Pembahasan 36

(14)

LAMPIRAN 49

(15)

DAFTAR TABEL

1. Komposisi media untuk pertumbuhan tunas meristem tip bawang

merah. 14

2. Komposisi bahan RT-PCR untuk volume reaksi (10 µL). 16 3. Komposisi bahan PCR untuk volume satu reaksi (25 µL). 16 4. Primer yang digunakan untuk amplifikasi virus OYDV pada bawang

merah menggunakan metode PCR. 16

5. Waktu muncul daun pada eksplan bawang merah cv. Bima Brebes dan

Tiron. 18

6. Respon eksplan (meristem tip) bawang merah cv. Bima Brebes dan Tiron

terhadap perlakuan ZPT. 19

7. Persentase tumbuh dua ukuran shoot tip bawang merah cv. Bima Brebes dan Tiron pada lima taraf konsentrasi ribavirin. 26 8. Pengaruh konsentrasi ribavirin terhadap waktu muncul daun pada dua

ukuran shoot tip bawang merah cv. Bima Brebes dan Tiron. 27 9. Pengaruh konsentrasi ribavirin terhadap jumlah daun, jumlah tunas,

jumlah akar, serta tinggi tunas bawang merah cv. Bima Brebes dan

Tiron. 29

10.Persentase kejadian penyakit dan hasil uji DIBA pada tiga bahan tanam

bawang merah. 37

DAFTAR GAMBAR

1. Alur penelitian kultur meristem tip dan kemoterapi untuk eliminasi virus

OYDV pada bawang merah. 3

2. Meristem tip dengan primordia daun pada tanaman: A. Bawang putih (Pramesh dan Baranwal 2015); B. Anyelir (Ashnayi et al. 2012). 5 3. Ribavirin beranalog dengan ribonukleotida adenosin dan guanosin

dengan memutar rantai C3 - C6. 7

4. Persentase eksplan tumbuh dua kultivar bawang merah pada 3 MST. 17 5. Persentase eksplan berdaun dan abnormal pada eksplaan bawang merah

cv. Bima Brebes dan Tiron. 18

6. Persentase planlet berakar pada bawang merah cv. Bima Brebes. 20 7. Kondisi aklimatisasi umbi mikro bawang merah di dalam kotak kasa

(kiri) dan persentase tumbuh umbi mikro selama dua minggu aklimatisasi

(kanan). 21

8. Hasil deteksi awal sampel bawang merah cv. Tiron dengan metode DIBA. B (buffer); P (kontrol positif); N (kontrol negatif); 1 - 6 (sampel daun). 21 9. Amplifikasi fragmen DNA sampel bawang merah dengan RT-PCR

menggunakan spesifik primer OYDV. M (1 kb DNA Ladder); P (kontrol positif); N (kontrol negatif); 1 - 3 (sampel komposit hasil kultur meristem

tip). 22

10.Rata-rata jumlah daun planlet bawang merah cv. Bima Brebes (A) dan

(16)

11.Persentase Eksplan hyperhyrdric, eksplan bertunas, dan eksplan berdaun

pada bawang merah cv. Bima Brebes dan Tiron. 30

12.Gejala yang muncul pada tanaman bawang merah cv. Bima Brebes 2 minggu setelah aklimatisasi. (a) bercak kuning, (b) daun berlakuk, dan

(c) bercak hijau. 30

13.Elektroforesis agarose gel hasil deteksi RT-PCR menggunakan spesifik primer OYDV. a (shoot tip 1.1 - 2.0 mm); b (shoot tip 2.1 - 3.0 mm); 1 - 11 (sampel daun yang teramplifikasi fragmen DNA 601 bp); M (1 kb DNA Ladder); P (kontrol positif); N (kontrol negatif). 31 14.Rata-rata jumlah daun, jumlah tunas, dan tinggi tanaman bawang merah

yang berasal dari bahan tanam kultur meristem tip, umbi, dan biji. 36 15.Hasil deteksi sampel daun bawang merah yang berasal dari bahan tanam

yang berbeda terhadap virus OYDV dan penentuan intensitas signal reaksi DIBA pada membran nitroselulosa. B (buffer); P (kontrol positif); N (kontrol negatif); 1 - 8 (kultur meristem tip); 9 - 23 (umbi); 24 - 38

(biji). 39

DAFTAR LAMPIRAN

1. Data iklim bulanan selama penelitian di Dramaga, Bogor (di luar

(17)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bawang merah merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki arti penting bagi masyarakat Indonesia. Komoditas ini telah lama dikembangkan secara intensif oleh petani di berbagai wilayah produksi (Sumarni dan Hidayat 2005). Umumnya perbanyakan bawang merah dilakukan secara vegetatif melalui umbi bibit. Cara ini lebih disukai petani dan produsen benih karena lebih praktis (Gunaeni et al. 2011).

Salah satu faktor yang menentukan kualitas umbi bibit adalah ada tidaknya penyakit tular umbi yang disebabkan oleh virus. Penyakit ini dapat terjadi karena umbi yang digunakan untuk perbanyakan bawang merah telah terinfeksi virus, sehingga umbi tersebut akan tumbuh menjadi inokulum bagi tanaman sehat lainnya (Gunaeni et al. 2011). Sastry dan Zitter (2014) menyatakan bahwa virus dan penyakit yang ditularkan secara vegetatif merupakan sumber utama infeksi.

Kelompok virus yang umumnya menginfeksi tanaman bawang-bawangan adalah Onion yellow dwarf virus (OYDV) dan Leek yellow stripe virus (LYSV) dari kelompok Potyvirus, Garlic common latent virus (GarCLV) dan Shallot latent virus (SLV) dari kelompok Carlavirus, Garlic virus D (GarV-D), Garlic virus B (GarV-B) dan Garlic virus C (GarV-C) dari kelompok Allexivirus (Shahraeen et al. 2008). OYDV merupakan salah satu virus yang dapat mengakibatkan infeksi parah pada tanaman bawang, yang berdampak terhadap penurunan ukuran umbi, memperpendek masa dormasi dan menyebabkan kehilangan hasil panen yang dapat mencapai 60% (Brewster 2008).

Infeksi OYDV pada tanaman bawang bombay dilaporkan dapat mengurangi 41.8% bobot umbi. Selain itu, infeksi virus juga menurunkan hasil panen bawang putih kultivar Baladi dan Seds 40 di wilayah Giza (Elnagar et al. 2009). OYDV juga telah ditemukan menginfeksi berbagai kultivar bawang merah yang ada di Indonesia, berdasarkan hasil deteksi terhadap 13 kultivar bawang merah asal Jawa Barat dan Jawa Tengah, dan hampir seluruh kultivar tersebut ditemukan terinfeksi OYDV (Gunaeni et al. 2011).

Bawang merah kultivar Bima Brebes dan Tiron merupakan dua kultivar lokal yang telah dilepas Kementerian Pertanian sebagai bawang merah unggul nasional. Kedua kultivar memiliki produksi tinggi dan berumur genjah (Basuki 2009; Warintek 2015). Masalah yang sekarang dihadapi dalam pengembangan bawang merah ini adalah hasil deteksi virus yang dilakukan pada kultivar Bima Brebes (Gunaeni et al. 2011) dan Tiron (Swari et al. 2015) menunjukkan bahwa kedua kultivar tersebut telah terinfeksi Potyvirus.

(18)

2

deteksi virus pada berbagai tanaman, diantaranya pada tanaman cabai (Opriana 2009), Cucurbita (Ali et al. 2012) dan padi (Chen et al. 2012).

Kultur meristem tip merupakan isolasi meristem apikal yang disertai dengan satu atau dua primordia daun, yang bertujuan untuk eradikasi patogen (Kane 2005). Metode ini umum digunakan untuk mengeliminasi virus pada berbagai tanaman dan telah diaplikasikan oleh Taşkin et al. (2013) untuk mengeliminasi virus OYDV dan Leek yellow stripe virus (LYSV) pada tanaman bawang putih. Menurut Salomon (2002) sel yang bersifat meristematik tersebut bebas atau hampir terbebas dari virus, sehingga ketika beregenerasi akan tumbuh menjadi tanaman yang bebas virus.

Pemilihan jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh (ZPT) pada kultur meristem tip bergantung pada jenis dan ukuran eksplan yang digunakan (Bhojwani dan Dantu 2013). Pemberian NAA dan GA3 pada konsentrasi 0.3 mg L-1 mampu

mempercepat pertumbuhan tunas meristem tip bawang putih (Ma et al. 1994). GA3

juga dilaporkan mampu menginduksi pertumbuhan tunas yang normal tanpa adanya multiplikasi pada tanaman anyelir (Ashnayi et al. 2012). Pada umumnya, sitokinin digunakan dalam kultur meristem tip, aplikasi sitokinin (2ip, BAP, dan kinetin) pada konsentrai tinggi dengan kisaran 0.5 - 2.0 mg L-1 dilaporkan dapat menginduksi terjadinya multiplikasi tunas pada meristem tip bawang putih, baik pemberian dalam bentuk kombinasi auksin-sitokinin ataupun sitokinin tunggal (Roksana et al. 2002; Taşkin et al. 2013). Oleh karena itu, optimasi media dilakukan untuk memperoleh kombinasi ZPT yang optimal untuk pertumbuhan tunas meristem tip bawang merah.

Neelamathi et al. (2014) menyatakan bahwa kultur meristem yang dikombinasikan dengan kemoterapi dapat meningkatkan persentase eliminasi virus. Fletcher et al. (1998) mengulturkan shoot tip bawang merah kultivar Mikor dan Jermor pada media MS yang mengandung 50 mg L-1 ribavirin, tingkat eliminasi virus mencapai 60-62%. Sidaros et al. (2005) berhasil mendapatkan tiga kultivar bawang putih bebas virus dengan persentase 100% dengan mengkulturkan tunas pucukberukuran 3 mm pada media Murashige dan Skoog (MS) yang mengandung 50 mg L-1 ribavirin (1-β-D-ribofurasonil-1,2,4-triazole-3-carboxamide).

Berdasarkan uraian diatas, aplikasi metode kultur meristem tip dan kemoterapi diharapkan dapat menghasilkan tanaman bebas virus, sehingga mampu meningkatkan kualitas bibit bawang merah. Alur penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mendapatkan kombinasi ZPT yang paling baik untuk pertumbuhan tunas meristem tip bawang merah secara in vitro dan mengevaluasi potensi kultur meristem tip dalam mengeliminasi OYDV.

2. Mengetahui pengaruh ribavirin terhadap pertumbuhan shoot tip dan mendapatkan konsentrasi ribavirin yang paling sesuai untuk mengeliminasi virus OYDV pada dua ukuran shoot tip.

(19)

3

Keterangan : output yang diharapkan

1.3 Hipotesis Penelitian

1. Terdapat paling sedikit satu jenis kombinasi ZPT yang paling baik dalam menginduksi pertumbuhan tunas meristem tip bawang merah dan kultur meristem tip berpotensi dalam mengeliminasi OYDV.

2. Ribavirin berpengaruh terhadap pertumbuhan shoot tip dan terdapat konsentrasi ribavirin yang efektif untuk mengeliminasi virus OYDV pada dua ukuran shoot tip.

Gambar 1 Alur penelitian kultur meristem tip dan kemoterapi untuk eliminasi virus OYDV pada bawang merah.

1. Aplikasi metode kultur meristem tip dan kemoterapi dapat menghasilkan tanaman bebas virus

2. Peningkatan kualitas bibit bawang merah

In vivo In vitro

(20)

4

3. Terdapat perbedaan pertumbuhan antara tanaman bawang merah asal kultur meristem tip dan tanaman yang berasal dari umbi serta biji.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

(21)

5

2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kultur Meristem Tip

Kultur meristem tip merupakan isolasi meristem apikal yang disertai dengan satu atau dua primordia daun, yang bertujuan untuk mengeliminasi patogen (Kane 2005) seperti bakteri, fungi dan virus (Bhojwani dan Dantu 2013). Ukuran meristem tip bervariasi bergantung pada kelompok tanaman (Kane 2005). Pada tanaman pisang diameter meristem tip kurang dari 1 mm dan panjangnya 0.2 mm (Lassois et al. 2013), sedangkan pada bawang putih (Gambar 2) dilaporkan berukuran 0.5 - 1.0 mm (Pramesh dan Baranwal 2015). Meristem tip dinyatakan sebagai daerah yang mengandung sedikit konsentrasi virus dan bahkan terbebas dari virus. Hal ini dikuatkan oleh beberapa alasan, yaitu (i) penyebaran virus melalui jaringan vaskular sangat cepat, sementara itu jaringan pada meristem belum mengalami diferensiasi. Penyebaran virus pada daerah non vaskular terjadi melalui plasmodesmata yang cenderung lebih lambat, (ii) daerah meristem kemungkinan dilindungi oleh “virus inactivating system”, yang dapat mencegah meristem dari infeksi, (iii) level auksin endogen yang tinggi pada daerah tersebut diperkirakan dapat menghambat multiplikasi virus, dan (iv) tingginya aktivitas metabolisme pada daerah meristematik dapat menekan terjadinya multiplikasi virus (Wang dan Hu 1980).

Dalam kultur meristem, ukuran eksplan merupakan salah satu faktor penting yang berpengaruh terhadap keberhasilan eliminasi virus dan berperan dalam menentukan eksplan tersebut dapat tumbuh selama masa pengulturan. Umumnya eksplan dengan ukuran yang lebih besar dapat meningkatkan keberhasilan kultur (Wang dan Hu 1980) dan memberikan respon pertumbuhan yang lebih cepat (Kane 2005), namun tingkat eliminasi virus menjadi menurun. Sementara itu, ukuran eksplan yang sangat kecil mendukung untuk eliminasi virus, akan tetapi kemampuan regenerasinya menurun (Bhojwani dan Dantu 2013). Verbeek (1995) melaporkan bahwa eksplan bawang putih yang dikulturkan dengan ukuran lebih kecil dari 0.4 mm, memiliki persentase regenerasi tanaman yang rendah. Taşkin et al. (2013) menyatakan bahwa metode kultur meristem tip berhasil mengeliminasi virus OYDV dan LYSV dan menghasilkan tanaman bawang putih bebas virus. Teknik kultur meristem juga digunakan secara rutin untuk memperoleh tanaman bawang putih bebas virus, akan tetapi bagi virus-virus yang sulit untuk dieliminasi, maka teknik ini akan dikombinasikan dengan perlakuan panas dan pemberian ribavirin (AVRDC 2001).

(22)

6

2.2 Media Kultur dan Zat Pengatur Tumbuh

Media dasar yang umum digunakan untuk kultur meristem tip adalah media Murashige and Skoog (MS). Media juga memerlukan penambahan zat pengatur tumbuh (ZPT) yang berguna untuk mendukung perkembangan meristem tip yang optimal (Bhojwani dan Dantu 2013). Pemilihan ZPT dan konsentrasi yang digunakan akan bergantung pada jenis tanaman dan ukuran eksplan meristem yang digunakan (Wang dan Hu 1980).

Sitokinin merupakan jenis ZPT yang dapat menstimulasi pembelahan sel dan pembentukan tunas meristem apikal (Gaba 2005). Sidaros et al. (2005) melaporkan bahwa media MS + 0.5 mg L-1 BA dapat meningkatkan persentase eksplan hidup dibandingkan dengan MS + 0.1 mg L-1 NAA pada tiga kultivar bawang putih. Pada bawang merah cv. Sumenep yang dikulturkan oleh Karjadi dan Buchory (2008), penambahan BAP pada konsentrasi 1 mg L-1 dan 2 mg L-1 dapat meningkatkan jumlah daun, akan tetapi pertumbuhan akar terlihat lebih baik dikulturkan pada media MS tanpa ZPT atau dengan penambahan pada konsentrasi yang sangat rendah. Hal ini juga didukung Gaba (2005) yang menyatakan bahwa sitokinin pada konsentrasi yang tinggi dapat menghambat perkembangan akar. Umumnya aplikasi sitokinin (2ip, BA, BAP dan kinetin) pada kultur meristem tip dengan konsentrai tinggi (0.5 - 2.0 mg L-1) dilaporkan dapat menginduksi multiplikasi tunas pada bawang putih, yang dapat diberikan dalam bentuk kombinasi auksin-sitokinin maupun sitokinin tunggal (Roksana et al. 2002; Taşkin et al. 2013).

Auksin merupakan ZPT yang dapat merangsang pemanjangan sel dan bersama dengan sitokinin dapat menstimulasi diferensiasi dari xilem dan floem. Kombinasi auksin-sitokinin dapat memberikan pengaruh yang berbeda pada pertumbuhan eksplan, bergantung pada konsentrasi ZPT yang digunakan (Gaba 2005). Ma et al. (1994) menyatakan bahwa konsentrasi NAA yang tinggi dapat menghambat pertumbuhan tunas dan menyebabkan primordia daun memanjang dan mengeriting. Sementara itu, aplikasi auksin dengan konsentrasi yang rendah dikombinasikan dengan sitokinin yang tinggi (1:10) akan mengarah pada proliferasi dan pertumbuhan tunas. Tunas yang dihasilkan tebal dan pendek, serta menurunkan tingkat multiplikasi tunas.

GA3 merupakan ZPTyang penggunaannya dalam kultur biasanya ditujukan

untuk menstimulasi pemanjangan tunas ataupun merangsang pembentukan tunas. Ma et al. (1994) mengulturkan eksplan bawang putih pada media MS yang mengkombinasikan giberelin dan auksin (0.3 mg L-1 NAA + 0.3 mg L-1 GA3).

Kombinasi ZPT tersebut menyebabkan pemanjangan primordia daun dan membentuk tunas. Ashnayi et al. (2012) juga menambahkan bahwa pertumbuhan tunas yang dikulturkan pada media dengan kandungan GA3 terlihat normal dan

persentase planlet yang mengalami vitrifikasi rendah.

2.3 Kemoterapi

(23)

7 penyebaran atau gejala yang ditimbulkan dari serangan virus, memiliki aktivitas spektrum yang luas dalam mengeliminasi sejumlah virus penyebab penyakit. Sejumlah senyawa telah teridentifikasi memiliki kemampuan dalam mengeliminasi virus (Sastry dan Zitter 2014).

Ribavirin (1-β-D-ribofuranosil-1,2,4-trizole-3-carboxamide) merupakan senyawa yang memiliki kemampuan aktifitas antiviral, yang dapat menghambat proses sintesis RNA dan DNA virus (Streeter et al. 1973). Hal ini dikarenakan senyawa ini mampu menyerupai bentuk purin nukleotida, baik guanosin maupun adenosin dengan cara memutar rantai C3 - C6 180o (Gambar 3). Kemampuan ribavirin memutar rantai C memungkinkannya untuk menargetkan virus dan enzim inang yang berikatan dengan ribonukleotida ataupun nukleotida purin, yang meyebabkan ribavirin memiliki kemampuan sebagai antiviral spektrum luas. Ribavirin atau disebut juga dengan virazole mulai ditemukan pada tahun 1969, yang disintesis dari nukleotida showdomycin dan pyrazomycin. Kedua nukleotida tersebut diisolasi dari kultur bakteri, dan memperlihatkan aktivitas antiviral pada sejumlah virus (Wu et al. 2003). Penggunaan senyawa kimia antiviral secara in vitro dapat memberikan efek fitotoksik pada eksplan yang diberi perlakuan. Oleh karena itu, hal ini menjadi penting untuk mempertimbangkan pemilihan konsentrasi yang efektif dalam mengeliminasi virus dan persentase tanaman yang mampu beregenerasi (Verma et al. 2005).

Penggunaan senyawa ribavirin sebagai kemoterapi yang dikombinasikan dengan teknik kultur meristem dalam mengeliminasi virus secara in vitro sudah banyak dilakukan pada berbagai tanaman dan telah berhasil mendapatkan tanaman bebas virus. Kombinasi dari kedua teknik ini juga dapat meningkatkan persentase bebas virus pada tanaman tebu (Neelamathi et al. 2014).

Lassois et al. (2013) menyatakan bahwa ketersediaan tanaman bebas virus sangatlah bergantung pada teknik yang dikembangkan dalam mengeliminasi virus, dan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih teknik eliminasi adalah karakteristik virus, tipe jaringan yang diberikan perlakuan, dan jenis tanaman yang digunakan. Dewi dan Slack (1994) menambahkan bahwa efisiensi protokol yang digunakan untuk mengeliminasi virus akan menurun jika eksplan yang digunakan

(24)

8

mengandung konsentrasi virus yang tinggi atau telah terinfeksi oleh berbagai jenis virus.

Ribavirin dapat memberikan pengaruh yang berbeda terhadap tanaman, bergantung pada konsentrasi dan genotipe tanaman (Oana et al. 2009). Neelamathi et al. (2014) menyatakan meristem tip tebu yang dikulturkan pada konsentrasi ribavirin yang rendah (2.5, 5.0, dan 7.5 mgL-1) tidak mengakibatkan penghambatan pertumbuhan dan multiplikasi eksplan, akan tetapi konsentrasi tersebut tidak mampu mengeliminasi virus. Ribavirin dengan konsentrasi yang tinggi dapat menimbulkan efek fitotoksik terhadap pertumbuhan eksplan berupa penghambatan pertumbuhan dan multiplikasi. Andriani et al. (2013) berhasil memperoleh tebu yang telah bebas dari virus Sugarcane mosaic virus (SCMV) melalui kultur meristem tip yang dikombinasikan dengan ribavirin 30 mg L-1 dan 40 mg L-1 selama 6 minggu.

2.4 Virus pada Bawang Merah

Virus pada tanaman Allium dapat tersebar dari satu tanaman ke tanaman lainnya melalui kutu daun, thrip, dan tungau. Virus yang menginfeksi Allium biasanya memiliki kisaran inang yang sempit, terutama sekali terbatas pada tanaman bawang-bawangan. Penyebaran virus juga dapat terjadi akibat proses perbanyakan tanaman yang dilakukan secara vegetatif, dan bahkan bawang merah biasanya dapat terinfeksi oleh lebih dari satu jenis virus (Brewster 2008). Gunaeni et al. (2011) melaporkan bahwa persentase insiden gejala virus yang muncul antar varietas maupun pada varietas yang sama dapat bervariasi. Hal ini diduga akibat varietas yang dibudidayakan berbeda-beda, asal daerah dimana benih diperoleh, dan berapa generasi suatu varietas tersebut telah dibudidayakan.

Kelompok virus yang ditemukan menginfeksi tanaman Allium merupakan kelompok Potyvirus yaitu Onion yellow dwarf virus (OYDV) dan Leek yellow stripe virus (LYSV). Virus dari Kelompok Carlavirus diantaranya adalah Garlic common latent virus (GarCLV) dan Shallot latent virus (SLV), sedangkan dari kelompok Allexivirus yaitu Garlic virus D (GarV-D), Garlic virus B (GarV-B) dan Garlic virus C (GarV-C) (Shahraeen et al. 2008). Virus yang telah dilaporkan menyerang tanaman bawang merah di Indonesia yaitu OYDV, Shallot yellow stripe virus (SYSV) (Gunaeni et al. 2011) dan SLV (Duriat dan Sukarna 1990).

2.5 Virus Onion yellow dwarf virus (OYDV)

OYDV merupakan virus yang tergolong dalam genus Potyvirus. Virus jenis ini menyerang berbagai jenis bawang, termasuk bawang merah. Infeksi dari virus ini dapat menyebabkan terjadinya penurunan rata-rata hasil per tanaman (Elnagar et al. 2009), bahkan tercatat kehilangan hasil mencapai 60%. Umbi yang tanamannya terinfeksi juga berukuran lebih kecil dan masa dormansinya lebih pendek bila dibandingkan dengan tanaman yang sehat (Brewster 2008).

(25)

9 dapat menyebabkan penyakit yang serius pada tanaman (Brewster 2008). Gejala yang ditimbulkan dari infeksi OYDV pada bawang merah berupa garis-garis kuning tak beraturan pada bagian daun dan bahkan hampir seluruhnya menguning. Daun melengkung ke bawah, memipih dan mengeriting. Gejala yang ditimbulkan juga akan semakin parah jika infeksi dari virus ini disertai dengan virus lainnya (Diekmann 1997).

2.6 Deteksi Virus

Pendeteksian dan identifikasi suatu virus yang dilakukan hanya berdasarkan pada gejala yang ditimbulkan oleh penyakit merupakan suatu hal yang masih belum pasti, karena gejala penyakit akibat infeksi virus dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, dan gejala penyakit yang muncul dapat disebabkan oleh infeksi satu atau beberapa jenis virus. Pada penyakit yang disebabkan oleh infeksi campuran, hal ini dapat menyulitkan proses pengidentifikasian virus (Hull 2002). Saat ini berbagai metode analisis untuk deteksi dan identifikasi virus telah dikembangkan, diantaranya yaitu menggunakan metode serologi dan molekuler (Salomon 2002).

2.7 Serologi

Uji serologi merupakan metode yang memanfaatkan reaksi antara antigen dan antibodi (molekul yang berikatan dengan antigen yang dikenal) sehingga dapat menghasilkan antiserum. Antiserum terdiri atas dua jenis, yaitu poliklonal dan monoklonal. Antiserum monoklonal bekerja lebih spesifik dibandingkan jenis poliklonal karena antibodinya bekerja pada antigen tertentu dan dapat digunakan pada strain berbeda dari banyak patogen (Hull 2002). Metode ini memiliki banyak kegunaan dan umum digunakan dalam pendeteksian virus, diantaranya yaitu untuk mengidentifikasi virus penyebab penyakit, mengukur virus yang terkandung dalam tanaman, identifikasi virus yang tidak memperlihatkan adanya gejala penyakit pada tanaman, dan dapat digunakan untuk memurnikan virus (Agrios 2005).

Dot-immunobinding assay (DIBA) merupakan salah satu pengembangan dari prosedur serologi yang telah digunakan untuk mendeteksi berbagai virus tanaman, seperti virus ChiVMV dan WSMV dari kelompok Potyvirus (Mahmood et al. 1997; Asniwita 2013). DIBA mampu mendeteksi virus ChiVMV pada tanaman cabai sampai batas pengenceran 1 : 1 000 dengan waktu yang efisien dan penggunaan antiserum yang lebih sedikit (Opriana 2009). DIBA juga digunakan untuk mendeteksi virus dengan antibodi spesifik untuk virus OYDV, SLV dan GCLV pada sampel umbi dan daun tanam bawang yang diperoleh dari growing on test (Wulandari 2016). Kadwati (2013) menyatakan bahwa tingkat sensitivitas DIBA dalam mendeteksi Potyvirus cukup sensitif, yang mampu mendeteksi pengenceran antigen virus mencapai 10-2 sedangkan pengenceran antibodi hingga

10-1 dan 10-2. Mahmood et al. (1997) juga menambahkan metode ini juga cukup sensitif untuk diaplikasikan dan memiliki kesamaan sensitivitas dengan ELISA, akan tetapi lebih sulit dilakukan kuantifikasi.

(26)

10

akan berikatan dengan nitrocellulose dan menghasilkan suatu reaksi enzim dalam bentuk tak terlarut (Hibi dan Saito 1985). Prinsip kerja ELISA adalah antigen (patogen) pada sampel pengujian akan terperangkap secara khusus dan terkunci oleh fase padat dari spesifik antibodi. Antibodi spesifik kemudian akan bereaksi dengan antigen yang telah terkunci, sedangkan antibodi yang tidak bereaksi selanjutnya akan dibersihkan atau dikeluarkan. Antibodi yang telah berikatan kemudian diuji dengan pemberian substrat yang sesuai dan akan memberikan warna yang menunjukkan ada atau tidaknya antigen pada sampel yang diujikan sebagai bentuk pengujian secara kualitatif (Clark 1981).

2.8 Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR)

PCR merupakan metode deteksi yang menggunakan spesifik primer dan lebih sensitif dibandingkan dengan metode serologi dan metode ini umum digunakan dalam pendeteksian virus. Pada virus RNA, PCR dilakukan dengan transkripsi RNA menjadi cDNA yang disebut juga dengan reverse transcription PCR atau RT-PCR. RNA virus bisa didapatkan dengan cara mengekstrak bagian tanaman yang telah terinfeksi virus. Asam nukleat yang terdapat pada virus dapat dikeluarkan melalui proses pemanasan dan dilanjutkan dengan reverse transcription, sehingga cDNA yang didapat nantinya bisa diamplifikasi dan menghasilkan dsDNA (Mahy dan van Regenmortel 2010).

Hal yang dianggap penting pada aplikasi metode RT-PCR adalah ketelitian dalam interpretasi suatu hasil dan positif, internal, dan negatif kontrol yang digunakan sangat penting dalam analisis PCR. Selain itu, sampel yang digunakan juga dapat terkontaminasi selama pengerjaan (Mahy dan van Regenmortel 2010). Pemilihan primer sangat bergantung pada sekuens yang ingin dianalisis dan primer yang mengandung nukleotida dengan posisi yang spesifik dapat digunakan untuk membedakan strain suatu virus (Hull 2002). Primer menjadi hal yang penting karena terkait keakuratan selama proses PCR dan berpengaruh terhadap efisiensi kerja (Salomon 2002).

Pada tanaman Allium aplikasi RT-PCR telah banyak digunakan untuk deteksi keberadaan virus. Arya et al. (2006) mendeteksi adanya OYDV pada tanaman bawang putih dan bawang bombay, primer spesifik yang digunakan didisain berdasarkan gen

RNA-dependent RNA polimerase. Mahmoud et al. (2007) mendeteksi OYDV pada

(27)

11

3

KULTUR

MERISTEM TIP

UNTUK ELIMINASI VIRUS

OYDV PADA BAWANG MERAH

Abstract

The purposes of this study were to determine the best media with PGR for meristem tip growth and to evaluate meristem tip culture potential for OYDV elimination in shallot. This study used combination of PGRs 0.25 mg L-1 GA3, 0.25

mg L-1 (2-ip, BAP, kinetin) with or without 0.1 mg L-1 IAA and media without PGR.

This research was conducted saparately in two shallot cultivars (Bima Brebes and Tiron). The research was arranged in completely randomized block design with 8 combination of media levels and 3 replications. The result showed that media without PGR was the most efficient for meristem tip growth. Primary shoot was growing without callusing. RT-PCR analysis showed that all the tested samples were still infected by OYDV. It indicated that meristem tip culture method did not eliminate OYDV. It is suggested that this method must be combined with other methods in order to eliminate virus effectively.

Keywords: in vitro, PGR, RT-PCR.

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan media dengan kandungan ZPT yang paling baik untuk pertumbuhan meristem tip dan untuk mengevaluasi potensi kultur meristem tip dalam mengeliminasi virus OYDV pada tanaman bawang merah. Penelitian ini menggunakan 0.25 mg L-1 GA

3, 0.25 mg L-1 (2-ip, BAP,

kinetin) dengan penambahan atau tanpa 0.1 mg L-1 IAA serta media tanpa ZPT. Percobaan dilakukan secara terpisah pada cv. Bima Brebes dan Tiron yang disusun menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak dengan 8 komposisi media dan 3 ulangan. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa media tanpa penambahan ZPT paling efisien untuk pertumbuhan meristem tip. Tunas utama yang tumbuh tanpa diikuti pembentukan kalus. Analisis RT-PCR menunjukkan bahwa seluruh sampel yang dianalisis masih terinfeksi OYDV. Hal ini menunjukkan bahwa kultur meristem tip masih belum dapat mengeliminasi virus OYDV, sehingga metode ini perlu dikombinasikan dengan metode lainnya agar dapat mengeliminasi virus secara efektif.

(28)

12

3.1 Pendahuluan

Virus merupakan salah satu masalah yang dianggap penting karena berdampak terhadap menurunnya kualitas dan kuantitas hasil panen (Elnagar et al. 2009). Virus dapat menyebar dengan mudah melalui perbanyakan tanaman yang dilakukan secara vegetatif, yaitu menggunakan benih yang terinfeksi virus dan selanjutnya umbi yang tumbuh dapat menjadi inokulum bagi tanaman sehat lainnya (Gunaeni et al. 2011). Onion yellow dwarf virus (OYDV) merupakan virus yang dianggap berbahaya bagi tanaman bawang (Brewster 2008). Infeksi OYDV dapat mengurangi bobot umbi dan menurunkan hasil panen yang dapat mencapai 60%. Dampak infeksi menjadi lebih parah apabila terdapat infeksi gabungan dengan virus lainya seperti Leek yellow stripe virus (Lot et al. 1998). Namun permasalahan tersebut dapat diatasi, salah satunya yaitu dengan cara penggunaan bahan tanam bebas virus (Agrios 2002). Penggunan bahan tanam bebas virus dapat meningkatkan hasil panen dan mengurangi dampak negatif dari penanaman umbi yang telah terinfeksi virus kronis (Conci et al. 2003).

Kultur meristem tip merupakan metode yang umum digunakan untuk mendapatkan tanaman bebas virus. Hal ini didasari oleh asumsi bahwa bagian kubah apikal bebas dari infeksi virus atau mengandung sedikit konsentrasi virus (Wang dan Hu 1980). Metode ini telah diaplikasikan oleh Verbeek et al. (1995) dan

Taşkin et al. (2013) pada bawang putih dan berhasil mendapat tanaman yang bebas dari OYDV.

Kultur meristem tip membutuhkan penambahan zat pengatur tumbuh (ZPT) agar meristem tip dapat tumbuh dengan optimal. ZPT yang umum digunakan untuk kultur meristem tip, yaitu auksin, sitokinin maupun giberelin (Bhojwani dan Dantu 2013). Aplikasi sitokinin (2-ip, BAP, dan kinetin) dengan konsentrasi 0.5 - 2.0 mg L-1 dilaporkan dapat menginduksi terjadinya multiplikasi tunas pada meristem tip bawang putih, baik pemberian dalam bentuk kombinasi auksin-sitokinin ataupun

sitokinin tunggal (Taşkin et al. 2013 ; Gull et al. 2014). Penggunaan GA3 dilaporkan

menghasilkan pada pertumbuhan tunas anyelir yang normal tanpa disertai multiplikasi (Ashnayi et al. 2012). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan media dengan kandungan ZPT yang paling baik untuk pertumbuhan tunas meristem tip bawang merah secara in vitro dan mengevaluasi potensi kultur meristem tip dalam mengeliminasi OYDV.

3.2 Bahan dan Metode 3.2.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan 3 dan Labroraturium Mikroteknik, Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB serta Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman IPB, pada bulan Juni 2015 hingga Juni 2016.

3.2.2 Deteksi Awal Virus terhadap Umbi Bawang Merah

(29)

13 awal menggunakan umbi Tiron yang diperoleh dari pengiriman ke 2 dari penangkar bawang merah di Kabupaten Bantul. Penanaman umbi dilakukan dengan cara mengambil 100 umbi secara acak dari 2 ikat benih umbi (satu ikat benih beratnya ± 2 kg). Ujung umbi dipotong sekitar 1/3 bagian umbi yang bertujuan untuk mempercepat perkecambahan. Selanjutnya umbi ditanam pada media air selama 2 minggu dengan bantuan styrofom yang telah dilubangi sebagai penyangga umbi. Pengambilan sampel daun dari umbi yang ditanam dilakukan secara acak, yaitu sebanyak 49 dari 100 umbi yang ditanam.

Metode DIBA dilakukan berdasarkan metode Mahmood et al. (1997) yang dimodifikasi. Jaringan daun tanaman digerus dalam Tris buffer saline (TBS) (TBS: Tris-HCl 0.02 M dan NaCl 0.15 M, pH 7.5) dengan perbandingan 1 : 10 (b/v). Cairan daun tersebut kemudian diteteskan pada membran nitroselulosa sebanyak 2

μL. Setelah tetesan sampel mengering, membran direndam dalam 10 mL larutan Blocking non fat milk 2% dalam TBS yang mengandung Triton X-100 dengan konsentrasi akhir 2%. Selanjutnya membran diinkubasi pada suhu ruang sambil digoyang dengan kecepatan 50 rpm selama 2 jam menggunakan EYELA Multi shaker MMS. Membran kemudian dicuci 5 kali dengan dH2O, setiap pencucian

berlangsung 5 menit sambil digoyang dengan kecepatan 100 rpm. Selanjutnya membran direndam dalam 2 mL TBS yang mengandung antibodi OYDV 2 μL di tambah Non fat milk dengan konsentrasi akhir 2%, membran diinkubasi semalam pada suhu kamar sambil digoyang dengan kecepatan 50 rpm. Membran kemudian dicuci sebanyak 5 kali dengan Tween 0.05% dalam TBS (TBST), setiap pencucian berlangsung 5 menit sambil digoyang dengan kecepatan 100 rpm. Membran

direndam dalam 2 mL TBS yang mengandung konjugat 2 μL Goat anti rabbit-IgG (Sigma, USA) ditambah Non fat milk dengan konsentrasi akhir 2%, selanjutnya membran diinkubasi selama 2 jam sambil digoyang dengan kecepatan 50 rpm, yang dilanjutkan pencucian membran dengan TBST sebanyak 5 kali, setiap pencucian berlangsung 5 menit sambil digoyang dengan kecepatan 100 rpm. Membran direndam dalam larutan campuran Nitro blue tetrazolium (NBT) 66 μL dan Bromo chloro indolil phosphate (BCIP) 30 μL yang dicampur dengan 10 mL Buffer substrat (Tris-HCl 0.1 M, NaCl 0.1 M dan MgCl2 5 mM) selama 5 - 30 menit.

Reaksi positif akan ditandai dengan terjadinya perubahan warna putih menjadi ungu pada membran nitroselulosa yang telah ditetesi cairan daun tanaman dan reaksi dapat dihentikan dengan mencuci membran dengan dH2O, dan selanjutnya

dikeringkan.

Menurut Kadwati (2013), persentase infeksi virus dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

jumlah sampel terinfeksi

Persentase infeksi virus = --- x 100% jumlah sampel yang diuji

3.2.3 Rancangan Penelitian

(30)

14

kombinasi ZPT yang terdiri atas 8 kombinasi (Tabel 1). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali, sehingga terdapat 24 satuan percobaan. Satu satuan percobaan terdiri atas 4 tabung kultur dan masing-masing tabung ditanam satu eksplan, sehingga setiap kultivar terdapat 96 satuan pengamatan.

Tabel 1 Komposisi media untuk pertumbuhan tunas meristem tip bawang merah.

Kode Komposisi ZPT

3.2.4 Persiapan Eksplan, Media dan Kondisi Kultur

Persiapan eksplan diawali dengan membuang kulit terluar dan mencuci bersih umbi bawang merah, selanjutnya disterilisasi menggunakan deterjen selama 7 menit sebanyak 2 kali, dan dibilas dengan air mengalir. Umbi direndam dalam larutan 0.04% streptomisin sulfat dan 0.16% mankozeb selama semalam, dan dibilas dengan akuades steril sebanyak 2 - 3 kali. Umbi disterilisasi dengan 1.05% NaOCl selama 20 menit. Tahapan selanjutnya dilakukan di Laminar air flow (LAF). Umbi dikupas 1 hingga 2 lapisan, kemudian disterilisasi dengan 0.525% NaOCl selama 25 menit. Eksplan dipotong hingga berukuran 0.5 - 1.0 cm dan dikulturkan pada media MS serta diinkubasi selama 1 hari (24 jam). Eksplan yang sudah dikulturkan pada media MS disterilisasi kembali menggunakan 0.263% NaOCl selama 5 menit. Isolasi eksplan meristem tip berukuran kurang dari 1 mm dilakukan di bawah mikroskop binokular dengan bantuan pinset dan jarum diseksi. Eksplan dikulturkan pada media perlakuan (Tabel 1) yang mengandung zat pengatur tumbuh (ZPT) dan tanpa ZPT (kontrol) serta dengan penambahan 30 g L-1 sukrosa dan 2 g L-1 Gelrite dengan pH5.8 - 6.0. Eksplan diinkubasi di ruang kultur dengan intensitas cahaya ± 2000 lux selama 24 jam pada suhu 25 ± 1 oC.

Setelah perlakuan media selama 3 minggu, eksplan dipindahkan ke media multiplikasi tunas berupa media MS + 2 mg L-1 2-ip + 0.3 mg L-1 GA3 dan disimpan

di ruang kultur dengan kondisi yang sama. Subkultur dilakukan 3-4 minggu sekali sebanyak 3 kali. Tunas yang tumbuh selanjutnya dipindahkan ke media induksi umbi mikro (Dinarti 2012), yaitu media MS + vitamin B5 + sukrosa 120 g L-1 dan diinkubasi di ruang kultur dengan intensitas cahaya ± 2000 lux selama 24 jam pada suhu 30 ± 1 oC selama 8 minggu.

(31)

15

3.2.5 Pengamatan dan Analisis Data

Pengamatan dilakukan setiap minggu hingga 3 minggu setelah tanam (MST). Peubah yang diamati dari percobaan ini meliputi persentase keberhasilan tumbuh eksplan, persentase eksplan berdaun, persentase eksplan berakar, jumlah akar, jumlah tunas, jumlah daun, waktu muncul daun dan tinggi eksplan. Data penelitian dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA) untuk mengetahui pengaruh antar perlakuan. Perlakuan yang berpengaruh nyata selanjutnya diuji lanjut menggunakan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada tingkat kepercayaan 95%.

3.2.6 Deteksi Virus dengan Metode RT-PCR

Metode RT-PCR pada penelitian ini digunakan untuk mendeteksi virus OYDV pada tanaman bawang merah cv. Bima Brebes dan Tiron hasil kultur in vitro yang telah diaklimatisasi. Tahapan metode RT-PCR meliputi tahapan ekstraksi RNA, sintesis complementary DNA (cDNA), amplifikasi cDNA, dan visualisasi hasil amplifikasi.

3.2.6.1 Ekstrasi RNA Total

Ekstraksi RNA secara manual mengikuti metode CTAB (Doyle dan Doyle 1987) dengan sedikit modifikasi. Sebanyak 0.1 g sampel daun digerus dengan nitrogen cair, kemudian ditambahkan 500 µl Buffer ekstraksi yang mengandung 1% 2-β merkaptoetanol. Hasil gerusan dimasukkan ke dalam tabung mikro 2 mL dan diinkubasi dalam penangas air dengan suhu 65 oC selama 30 menit dan setiap 10 menit sekali dibolak-balik untuk membantu proses lisis. Setelah selesai, tabung diangkat dan didiamkan pada suhu ruang selama 2 menit, kemudian ditambahkan 500 μL campuran kloroform : isoamilalkohol (24 : 1). Campuran kemudian divortek dengan kecepatan tinggi selama 5 menit agar menjadi homogen, lalu disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 11 000 rpm. Supernatan yang terbentuk diambil sekitar 400 μL dan dipindah ke tabung baru, kemudian ditambahkan isopropanol sebanyak 267 μL (2/3 bagian dari campuran). Campuran supernatan selanjutnya dapat disimpan selama semalam atau 1-2 jam pada suhu -80 oC. Setelah itu, campuran supernatan disentrifugasi kembali dengan kecepatan 11 000 rpm selama 15 menit. Supernatan dibuang, dan pelet yang terbentuk ditambahkan dengan etanol 70 % sebanyak 500 μL lalu disentrifugasi selama 5 menit dengan kecepatan 8 000 rpm. Supernatan dibuang, pelet yang terbentuk dikeringkan selama 15 menit, selanjutnya ditambahkan Buffer TE sebanyak 50 μL.

3.2.6.2 Sintesis Complementary DNA (cDNA)

(32)

16

dan 70 oC (10 menit). Produk transkripsi balik berupa cDNA selanjutnya digunakan

untuk tahapan amplifikasi.

Tabel 2 Komposisi bahan RT-PCR untuk volume reaksi (10 µL).

Komponen Volume untuk 1 reaksi (μL)

Tahapan amplifikasi cDNA diawali dengan menyiapkan semua bahan dalam tabung mikro 1.5 ml (Tabel 3 dan 4). Untuk kontrol positif digunakan cDNA dari tanaman yang terinfeksi virus.

Tabel 3 Komposisi bahan PCR untuk volume satu reaksi (25 µL).

Komponen Volume untuk 1 reaksi (µL)

dH20 9.5

Tabel 4 Primer yang digunakan untuk amplifikasi virus OYDV pada bawang merah menggunakan metode PCR.

Keterangan : *) R : primer Reverse; F : primer Forward

Amplifikasi dilakukan sebanyak 1 siklus pada 94 oC selama 3 menit, selanjutnya 35 siklus dengan tahapan denaturasi pada 94 oC selama 30 detik, annealing pada 52 oC selama 1 menit, dan sintesis pada 72 oC selama 1 menit, kemudian khusus untuk siklus terakhir ditambah tahapan sintesis 72 oC selama 7

menit. Amplifikasi DNA target dilakukan menggunakan mesin Veriti® thermal cycler (Applied biosystem).

3.2.6.4 Visualisasi DNA

(33)

17 Visualisasi DNA dilakukan di bawah UV Transluminator dan didokumentasikan dengan kamera digital.

3.3 Hasil dan Pembahasan

Pertumbuhan awal meristem tip pada 1 MST menunjukkan adanya respon pertumbuhan berupa pemanjangan primordia daun dan pembengkakan pada bagian cakram umbi (basal plate).Keberhasilan tumbuh eksplan dilihat dari kemampuan eksplan untuk tumbuh dan membentuk daun. Persentase tumbuh eksplan Bima Brebes yang paling tinggi diperoleh dari perlakuan kinetin (M4) serta kombinasi 2-ip dan IAA (M5), dengan persentase tumbuh yang mencapai 100% (Gambar 4). Sementara itu, persentase tumbuh eksplan yang paling rendah (58%) terdapat pada perlakuan GA3 (M3) serta kombinasi kinetin dan IAA (M7). Persentase eksplan

tumbuh yang paling tinggi pada Tiron yaitu 91% terdapat pada perlakuan BAP (M2) dan kombinasi kinetin dengan IAA (M7).

Rata-rata persentase eksplan Bima Brebes dan Tiron yang mengalami gagal tumbuh masing-masing sebesar 19% dan 28%. Kegagalan pertumbuhan eksplan yang diisolasi dari meristem tip (0.6 - 1.0 mm) bawang putih sebesar 29% juga dilaporkan Verbeek et al. (1995). Gagalnya eksplan yang tumbuh tidak disebabkan oleh media, akan tetapi dipengaruhi oleh kontaminasi, perlukaan akibat isolasi eksplan, maupun akibat proses sterilisasi.

Eksplan yang tumbuh rata-rata mulai terbentuk daun pada 1 hingga 2 MST (Tabel 5). Waktu munculnya daun yang paling cepat terlihat pada eksplan Tiron yang dikulturkan pada media tanpa ZPT (kurang dari 2 minggu). Pembentukan daun dapat dipengaruhi oleh aktivitas sitokinin dalam menginduksi pembelahan sel. Eksplan meristem tip yang dikulturkan diduga memiliki sitokinin endogen yang cukup untuk dapat menginduksi pembelahan sel dan menginisiasi pembentukan daun pada meristem. Sementara itu, eksplan yang mengalami defisiensi sitokinin saat pertumbuhan meristem akan memberikan pengaruh yang sebaliknya dan menyebabkan terhentinya diferensiasi sel daun (Werner et al. 2003).

Eksplan Bima Brebes berhasil tumbuh dan dapat membentuk daun, sedangkan persentase berdaun eksplan Tiron 13% lebih rendah dari Bima Brebes (Gambar 5). Analisis statistik terhadap kultivar Tiron menunjukkan bahwa perlakuan ZPT tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase eksplan berdaun.

Gambar 4 Persentase eksplan tumbuh dua kultivar bawang merah pada 3 MST.

0

Bima Brebes Tiron M0 = Kontrol

(34)

18

Selama tiga minggu pengamatan ditemukan eksplan dengan morfologi yang tidak normal seperti vitrifikasi maupun klorosis pada cv. Tiron. Persentase eksplan abnormal antara 0 - 22%. (Gambar 5). Sebagian besar eksplan mengalami vitrifikasi atau disebut juga dengan hyperhidricity mempelihatkan morfologi daun yang tembus cahaya. Eksplan cenderung mengalami pertumbuhan yang lambat dan bahkan tidak mampu bertahan hidup. Wu et al. (2009) menyatakan bahwa tanaman yang mengalami hyperhydric memiliki kandungan air yang lebih tinggi, sehingga menyebabkan kandungan oksigen, protein dan klorofil pada tanaman rendah.

Respon pertumbuhan eksplan Bima Brebes dan Tiron terhadap perlakuan media menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada jumlah daun dan jumlah tunas. Perlakuan memberikan pengaruh yang nyata pada tinggi tunas cv. Tiron yang ditunjukkan pada Tabel 6. Eksplan yang dikulturkan pada media tanpa ZPT (kontrol) memiliki tinggi tunas yang nyata lebih tinggi dibandingkan dengan eksplan pada media yang mengandung 2-ip + IAA dan BAP + IAA, namun tinggi tunas eksplan kontrol tidak berbeda nyata dengan eksplan yang dikulturkan pada media yang diberi 2-ip, BAP, GA3, kinetin, dan kombinasi kinetin + IAA. Gull et al. (2014) melaporkan bahwa meristem tip bawang putih yang dikulturkan pada MS tanpa ZPT tetap dapat tumbuh dan membentuk tunas. Haque et al. (2003) juga melaporkan bahwa eksplan memperlihatkan pertumbuhan yang lebih baik dan tingkat regenerasi tunas yang lebih tinggi dibandingkan dengan ekspan yang dikulturkan pada media yang mengandung ZPT. Bhojwani dan Dantu (2013)

Gambar 5 Persentase eksplan berdaun dan abnormal pada eksplan bawang merah cv. Bima Brebes dan Tiron.

0

Eksplan berdaun (Bima Brebes) Eksplan berdaun (Tiron) Eksplan abnormal (Tiron) M0 = Kontrol

Tabel 5 Waktu muncul daun pada eksplan bawang merah cv. Bima Brebes dan Tiron.

No. Media Waktu muncul daun (MST)

(35)

19 menyatakan eksplan dapat tumbuh dan berkembang menjadi planlet disebabkan oleh meristem tip memiliki 1 - 2 primordia daun yang dapat mensuplai auksin dan sitokinin untuk mendukung pertumbuhan eksplan yang normal.

Tinggi tunas Bima Brebes pada semua perlakuan ZPT tidak berbeda nyata. Penambahan IAA dalam kombinasi ZPT diperkirakan dapat menghambat pemanjangan tunas (Tabel 6). Ma et al. (1994) menyatakan bahwa pemberian auksin dengan konsentrasi rendah pada kombinasi auksin-sitokinin pada bawang putih dapat mendukung pertumbuhan tunas, akan tetapi menyebabkan tunas menjadi pendek dan tebal.

Eksplan yang diberi perlakuan media dengan komposisi ZPT yang berbeda mampu menginduksi pertumbuhan tunas utama tanpa diikuti proses pembentukan kalus. Ashnayi et al. (2012) melaporkan bahwa aplikasi GA3 0.5 mg L-1 pada kultur meristem tip tanaman anyelirdapat mempercepat pertumbuhan tunas dan tunas yang dihasilkan tumbuh normal tanpa disertai multiplikasi, diduga karena konsentrasi ZPT yang diberikan cukup rendah. Menurut Gull et al. (2014), aplikasi sitokinin berpotensi menginduksi multiplikasi tunas pada konsentrasi 0.5 mg L-1.

Eksplan Bima Brebes yang dikulturkan pada media perlakuan memperlihatkan pertumbuhan akar yang tidak merata (Gambar 6). Pembentukan akar terlihat pada eksplan yang diberi sitokinin dan GA3 (M1-M4), begitu juga

dengan kombinasi kinetin + IAA (M7). Hal yang sama juga dilaporkan oleh Gull et al. (2014), bahwa akar pada planlet bawang putih terbentuk pada MS yang mengandung sitokinin dan bahkan dilaporkan bahwa kombinsi kinetin dan IAA memiliki respon yang paling baik. GadEl-Hak et al. (2011) menambahkan bahwa kombinasi tersebut dapat meningkatkan jumlah akar per eksplan. Hal yang sebaliknya didapat dari penelitian ini, bahwa eksplan yang dikulturkan pada media tanpa ZPT (M0) memperlihatkan persentase berakar yang paling tinggi

(36)

20

dibandingkan dengan media lainnya. Sementara itu, Tiron memperlihatkan respon yang berbeda, pembentukan akar tidak terlihat selama 3 minggu pengamatan.

Sitokinin dan auksin merupakan hormon yang aktivitasnya dapat mempengaruhi perkembangan akar (Gaba 2005). Aktivitas sitokinin selama perkembangan awal primordia daun dapat menghambat pertumbuhan akar (Werner et al. 2003) karena menekan produksi auksin. Namun selama perkembangan primordia daun dan tunas menyebabkan auksin terakumulasi (Aloni et al. 2003). Auksin selanjutnya menginduksi pembentukan dan pemanjangan akar (Gaba 2005). Pembentukan akar pada eksplan bawang merah yang dikulturkan pada media M0 diduga karena konsentrasi auksin endogen eksplan cukup tinggi pada Bima Brebes.

3.3.1 Aklimatisasi

Aklimatisasi planlet umbi mikro dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya ukuran umbi mikro, media, dan wadah tanam, pencahayaan serta intensitas penyiraman. Planlet yang berbentuk umbi mikro memiliki tingkat persentase keberhasilan aklimatisasi yang cukup tinggi, seperti yang dinyatakan oleh Dinarti (2012), sehingga pada penelitian ini planlet yang diaklimatisasi dalam bentuk umbi mikro. Ukuran umbi mikro yang besar cenderung akan menghasilkan diameter daun yang besar, begitu juga sebaliknya.

Busuk pada bagian pangkal batang dan umbi mikro merupakan hal yang sering terjadi saat aklimatisasi. Umbi mikro dan pangkal batang rentan dengan kondisi penanaman yang terlalu lembab, karena dapat memicu terjadinya kebusukan. Kondisi yang demikian dapat dihindari dengan mengatur intesitas penyiraman, yang dapat dilakukan 2 - 3 hari sekali. Penyiraman dapat dilakukan seperlunya tanpa membuat kondisi media tanam terlalu lembab. Tanaman aklimatisasi juga membutuhkan cahaya matahari agar dapat tumbuh dengan baik dan berfotosintesis. Penanaman dapat dilakukan di dalam kotak kasa dengan kondisi pencahayaan matahari secara tidak langsung atau ternaungi.

Planlet umbi mikro Bima Brebes dan Tiron yang diaklimatisasi masing-masing berjumlah 20 dan 10. Keberhasilan aklimatisasi planlet umbi mikro pada penelitian ini cukup baik. Tingkat keberhasilan tumbuh planlet Tiron pada minggu pertama dan kedua mencapai 100%, sementara itu planlet Bima Brebes pada minggu pertama keberhasilannya 90% dan minggu kedua menurun menjadi 85% (Gambar 7).

Gambar 6 Persentase planlet berakar pada bawang merah cv. Bima Brebes.

(37)

21

3.3.2 Deteksi Virus

Pengujian awal virus menggunakan metode DIBA bertujuan untuk mengetahui persentase sampel tanaman yang terinfeksi. Hasil pendeteksian virus terhadap sampel daun bawang merah cv. Tiron yang ditanam menggunakan metode growing on test menunjukkan bahwa infeksi virus OYDV 100% (Gambar 8). Pendeteksian awal pada penelitian ini tidak dilakukan pada Bima Brebes, karena kultivar ini diasumsikan telah terinfeksi OYDV dengan persentase yang tinggi (100%) berdasarkan hasil deteksi yang dilaporkan Wulandari (2016).

Hasil deteksi virus terhadap sampel daun bawang merah cv. Tiron menunjukkan bahwa infeksi virus OYDV mencapai 100%. Deteksi virus terhadap tanaman hasil kultur in vitro menggunakan RT-PCR dikarenakan memiliki tingkat sensitivitas yang tinggi, sehingga dapat mendeteksi jaringan tanaman dengan konsentrasi virus yang sedikit. Hasil RT-PCR tanaman yang terinfeksi oleh OYDV ditunjukkan oleh amplifikasi pita yang panjangnya 601 bp. Sampel daun yang digunakan untuk deteksi virus berasal dari tanaman kultur in vitro yang telah diaklimatisasi. Pendeteksian virus dilakukan pada cv. Bima Brebes dan Tiron dan setiap kultivar diambil tiga sampel daun komposit, yang masing-masing komposit mewakili 3 tanaman. Hasil deteksi memperlihatkan adanya pita DNA pada sampel yang dianalisis (Gambar 9), yang mengindikasikan adanya virus OYDV.

Hasil ini menunjukkan bahwa metode kultur meristem tip masih belum dapat mengeliminasi virus OYDV pada cv. Bima Brebes maupun Tiron, bagian meristem tip yang digunakan pada penelitian ini diduga masih mengandung virus. Ayabe dan Sumi (2001) menyatakan bahwa virus yang telah menginfeksi sel dapat menyebar ke sel lainnya melalui plasmodesmata, seperti yang dilaporkan oleh

Gambar 7 Kondisi aklimatisasi umbi mikro bawang merah di dalam kotak kasa (kiri) dan persentase tumbuh umbi mikro selama dua minggu

(38)

22

Pramesh dan Baranwal (2015). Wang et al. (2008) menyatakan bahwa virus tidak terdeteksi pada sel muda yang belum mengalami diferensiasi yang terdapat pada kubah apikal, sedangkan pada sel yang lebih berkembang telah memiliki plasmodesmata. Namun, Taşkin et al. (2013) melaporkan bahwa 100% tanaman bawang putih bebas virus berhasil diperoleh melalui kultur meristem tip.

Keberhasilan eliminasi virus dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti ukuran meristem tip (Verbeek et al. 1995; Ashnayi et al. 2012; Hu et al. 2012), konsentrasi virus di dalam jaringan tanaman (Pramesh dan Baranwal 2015), genotipe tanaman, metode eliminasi (Bhojwani dan Dantu 2013), dan jenis ZPT yang digunakan pada kultur in vitro (Ashnayi et al. 2012). Oleh karena itu, efisiensi eliminasi virus menggunakan kultur meristem tip dapat ditingkatkan dengan mengkombinasikan beberapa metode, agar dapat mengeliminasi OYDV secara efektif pada tanaman yang terinfeksi.

3.4 Kesimpulan

Media tanpa penambahan ZPT merupakan media yang paling efisien untuk pertumbuhan tunas meristem tip. Tunas utama yang tumbuh tanpa disertai pembentukan kalus. Hasil analisis RT-PCR menunjukkan bahwa seluruh sampel yang dideteksi masih terinfeksi virus OYDV. Hal ini menunjukkan bahwa kultur meristem tip belum dapat mengeliminasi virus OYDV, sehingga metode kultur meristem tip perlu dikombinasikan dengan metode lainnya agar dapat mengeliminasi virus secara efektif.

(39)

23

4

KEMOTERAPI UNTUK ELIMINASI VIRUS OYDV PADA

BAWANG MERAH

Abstract

The objectives of the experiment were to evaluate the effect of ribavirin on shoot tip growth and to determine the suitable ribavirin concentration for OYDV elimination in both shoot tip sizes. The experiment was cunducted at Tissue Culture Laboratory 3, Agronomy and Horticulture Department and Plant Virology Laboratory, Department of Plant Protection of IPB from October 2015 until June 2016. Experiment was arranged in a completely randomized block design with two factors and four replications. Each experimental unit consisted of four bottles with one explant in it. The first factor was ribavirin concentrations, i.e. 0, 5, 10, 15, and 20 mg L-1 and the second factor was shoot tip sizes, i.e. 1.1 - 2.0 mm and 2.1 - 3.0 mm. The result showed that increasing ribavirin concentration inhibited the time of leaf to emerge, leaf length, and leaf number of cv. Tiron. It also suppressed the shoot length of cv. Bima Brebes. Increasing shoot tip size (2.1 - 3.0 mm) influenced percentage of explant growth and speed the time of leaf emergence of cv. Bima Brebes and Tiron. Ribavirin concentrations used in this treatment did not eradicate OYDV in both shoot tipe sizes of the two cultivars.

Keywords: in vitro, ribavirin, RT-PCR, shoot tip.

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ribavirin terhadap pertumbuhan shoot tip dan mendapatkan konsentrasi ribavirin yang paling sesuai untuk mengeliminasi virus OYDV pada dua ukuran shoot tip. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan 3, Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB dan Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman IPB, sejak bulan Oktober 2015 hingga Juni 2016. Rancangan percobaan yang digunakan adalah kelompok lengkap teracak faktorial, dengan dua faktor dan empat ulangan. Setiap unit percobaan terdiri atas empat tabung kultur yang ditanam satu eksplan. Percobaan dilakukan secara terpisah pada dua kultivar bawang merah, yaitu Bima Brebes dan Tiron. Faktor pertama adalah konsentrasi ribavirin, yaitu 0, 5, 10, 15 dan 20 mg L-1. Faktor kedua adalah ukuran eksplan (shoot tip), yaitu 1.1 - 2.0 mm dan 2.1 - 3.0 mm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi ribavirin secara nyata menghambat pemanjangan tunas cv. Bima Brebes, waktu muncul daun, pemanjangan tunas, dan jumlah daun cv. Tiron. Ukuran shoot tip yang lebih besar (2.1 - 3.0 mm) meningkatkan persentase eksplan tumbuh dan mempercepat waktu muncul daun cv. Bima Brebes dan Tiron. Konsentrasi ribavirin yang diaplikasikan pada percobaan ini belum dapat mengeliminasi virus OYDV pada dua ukuran shoot tip kedua kultivar.

(40)

24

4.1 Pendahuluan

Bawang merah merupakan tanaman hortikultura unggulan Indonesia setelah kubis dan kentang dengan produksi pada tahun 2014 mencapai 1 233 989 ton. Bawang merah dibudidayakan hampir di seluruh provinsi di Indonesia. Sentra produksi utama bawang merah berada di pulau Jawa, yaitu Jawa Tengah (BPS 2016). Masalah yang saat ini dihadapi adalah berbagai kultivar bawang merah yang dibudidayakan telah terinfeksi virus (Gunaeni et al. 2011; Swari et al. 2015; Wulandari 2016). Sistem perbanyakan vegetatif menggunakan umbi bawang merah yang selama ini dilakukan petani menyebabkan akumulasi virus pada generasi berikutnya (Gunaeni et al. 2011). Pengujian virus yang dilakukan oleh Wulandari (2016) menunjukkan bahwa kultivar Bima Brebes 100% terinfeksi Onion yellow dwarf virus (OYDV), sedangkan Tiron dilaporkan telah terinfeksi Potyvirus (Swari et al. 2015). Berdasarkan hasil pengamatan ditemukan bahwa insiden gejala infeksi virus pada Bima Brebes di lapangan 100% (Gunaeni et al. 2011). OYDV merupakan virus yang termasuk kelompok Potvirus dan berkontribusi terhadap kehilangan hasil panen yang dilaporkan mencapai 60% (Brewster 2008).

Protokol eliminasi virus pada tanaman Allium telah banyak dilaporkan dan berhasil mendapatkan tanaman bebas virus secara in vitro, akan tetapi secara umum metode yang digunakan berupa kultur meristem tip yang dikombinasikan dengan

metode lainnya. Taşkin et al. (2013) menyatakan bahwa isolasi bagian meristem tip merupakan hal yang sulit dilakukan, membutuhkan banyak waktu dan keahlian khusus. Oleh karena itu, pada penelitian ini metode yang digunakan berupa kultur tunas pucuk (shoot tip culture) yang dikombinasikan dengan metode kemoterapi dengan tujuan untuk mendapatkan persentase eliminasi virus yang tinggi.

Kemoterapi merupakan aplikasi penggunaan senyawa kimia yang bertujuan untuk menghentikan infeksi pada tanaman yang terinfeksi virus (Sastry dan Zitter 2014). Ribavirin (1-β-D-ribofuranosil-1,2,4-trizole-3-carboxamide) merupakan senyawa yang memiliki kemampuan aktivitas antiviral yang dapat menghambat proses sintesis RNA dan DNA virus (Streeter et al. 1973). Penggunaan senyawa kimia antiviral secara in vitro dapat memberikan efek fitotoksik pada eksplan yang diberi perlakuan. Oleh karena itu, diperlukan konsentrasi yang paling efektif dalam mengeliminasi virus dan mendapatkan eksplan yang mampu bertahan hidup (Verma et al. 2005).

Gambar

Gambar 1  Alur penelitian kultur meristem tip dan kemoterapi untuk eliminasi virus
Gambar 3  Ribavirin beranalog dengan ribonukleotida adenosin dan guanosin
Tabel 6  Respon eksplan (meristem tip) bawang merah cv. Bima Brebes dan Tiron terhadap perlakuan ZPT
Gambar 7  Kondisi aklimatisasi umbi mikro bawang merah di dalam kotak kasa
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada tugas akhir ini, digunakan uji perbedaan rata-rata dua sampel independen untuk menganalisis ada tidaknya kemungkinan tendensi tren kenaikan kurs di sekitar

Ada perbedaan stres kerja pada anggota polisi sabhara antara kelompok eksperimen yang diberi perlakuan berupa pelatihan efikasi diri dengan kelompok kontrol yang tidak diberi

Strategi yang digunakan dalam penelitian ini merupakan strategi yang bersifat deskriptif, yaitu dengan menggambarkan karakteristik atau status secara sistematis,

dilakukan oleh Badan Amil Zakat yang dibentuk oleh pemerintah dan lembaga amil zakat yang dibentuk oleh masyarakat dan dikukuhkan oleh pemerintah, Badan Amil Zakat

yang tersedia belum lengkap dan memadai, alat yang digunakan belum menggunakan teknologi terbaru (mutakhir), dan ruang radiologi (ruang tunggu) yang belum

Penelitian dari Mirhaghjou, Niknami, Moridi, Pakseresht dan Kazemnejad (2016) pada 675 wanita menopause di Iran menunjukkan wanita yang menikah memiliki kualitas hidup

KATA PENGANTAR Pertama penulis ingin memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat-Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul Perancangan

Setelah melakukan pembimbingan, telaahan, arahan dan koreksi terhadap penelitian skripsi berjudul :UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATA PELAJARAN PENDIDIKAN