• Tidak ada hasil yang ditemukan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 45/PUU-XI/2013 Tentang Persyaratan Pemberhentian Anggota Partai Politik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 45/PUU-XI/2013 Tentang Persyaratan Pemberhentian Anggota Partai Politik"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 45/PUU-XI/2013

Tentang

Persyaratan Pemberhentian Anggota Partai Politik

I. PEMOHON

1. Sefriths E.D. Nau, sebagaiPemohon I; 2. Haeril, S.E., MSi, sebagaiPemohon II; 3. Abady, sebagaiPemohon III;

4. Uksam B. Selan, S.Pi., M.A., sebagaiPemohon IV; 5. Drs. Syarifudin, M.A., sebagaiPemohon V;

6. Jusuf Dominggus Lado, S.E., M.M., sebagaiPemohon VI; 7. Arifin L. Betty, S.TP., sebagaiPemohon VII;

8. Soleman Seu, S.E., sebagaiPemohon VIII; 9. Wa Ode Usnia, S.Sos., sebagaiPemohon IX; 10.Christian Julius Pay, BA, sebagaiPemohon X; 11.Andi Wadeng, sebagaiPemohon XII;

12.H.M Tahir Arifin, S.H., M.M., M.H., sebagaiPemohon XIII. KUASA HUKUM

Marthens Manafe, SH., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 5 April 2013.

II. OBJEK PERMOHONAN

- Pasal 8 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum

- Pasal 16 ayat (1) huruf c dan Pasal 16 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik

III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI

Pemohon menjelaskan, bahwa ketentuan yang mengatur kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji adalah:

1. Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 juncto Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi “Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman yang berperan penting dalam usaha menegakkan konstitusi dan prinsip negara hukum sesuai dengan tugas dan wewenangnya”.

2. Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 juncto Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada

(2)

tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945”.

3. Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut di atas, maka Mahkamah Konstitusi berwenang untuk memeriksa dan mengadili permohonan para Pemohon. IV. KEDUDUKAN PEMOHON (LEGAL STANDING)

Pemohon adalah perseorangan warga negara Indonesia yang masih menjabat sebagai anggota DPRD Tingkat Kabupaten di Provinsi NTT, yang terpilih melalui Pemilihan Umum Tahun 2009 dan berasal dari Partai Politik yang tidak lolos verifikasi Pemilu 2014. Para Pemohon merasa hak-hak konstitusionalnya dirugikan dan atau berpotensi dirugikan dengan berlakunya UU a quo.

Kerugian konstitusional yang dimaksud adalah para Pemohon berpotensi tidak dapat menyelesaikan masa baktinya sampai tahun 2014.

V. NORMA-NORMA YANG DIAJUKAN UNTUK DIUJI A. NORMA MATERIIL

a. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011Pasal 8 ayat (1) huruf c UU 15/2011

Menyusun dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap tahapan Pemilu setelah terlebih dahulu berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah

b. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008Pasal 16 ayat (1) huruf c UU 2/2008

Anggota Partai Politik diberhentikan keanggotaannya dari Partai Politik apabila: (c) menjadi anggota Partai Politik lain.

Pasal 16 ayat (3) UU 2/2008

Dalam hal anggota Partai Politik yang diberhentikan adalah anggota Lembaga Perwakilan Rakyat, pemberhentian dari keanggotaan Partai Politik diikuti dengan pemberhentian dari keanggotaan Di Lembaga perwakilan rakyat sesuai dengan peraturan perundang-undangan

B. NORMA UUD 1945

Norma yang dijadikan sebagai penguji, yaitu :  Pasal 22E UUD 1945

Peserta Pemilihan Umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Partai Politik

(3)

Pasal 28C ayat (2) UUD 1945

Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-Undang

Pasal 28J ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945

1. Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia yang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara 2. Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib

tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan Undang-Undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis

VI. Alasan-alasan Pemohon Undang-Undanga quoBertentangan Dengan UUD 1945:

1. KPU memang memiliki kewenangan untuk memverifikasi syarat formal keanggotaan partai politik bakal calon anggota legislative peserta Pemilu 2014, namun berlebihan ketika kewenangan untuk memverifikasi tersebut diperluas melalui Pasal 21 ayat (1) pedoman teknis a quo sehingga mendeterminasi wewenang Partai Politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011;

2. Materi pedoman teknis a quo juga secara material tidak taat asas sebagaimana dimaksud oleh Pasal 6 huruf g Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012, yaitu tidak mencerminkan asas keadilan;

3. Implementasi kewenangan KPU berdasarkan Pasal 8 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 dalam bentuk Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 07 Tahun 2013 tentang Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota cenderung menitik beratkan perwujudan keadilan prosedural;

4. Wewenang KPU tersebut berpotensi mengeliminasi hak-hak konstitusional para Pemohon;

5. Pasal 16 ayat (1) huruf c juncto Pasal 16 ayat (3) UU Parpol menentukan bahwa para Pemohon hanya dapat memilih salah satu opsi, dan hal tersebut menimbulkan kerugian bagi para konstituen pendukung para Pemohon.

VII. PETITUM

(4)

2. Bahwa Pasal 8 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, bersifat konstitusional bersyarat, yaitu jika satu sisi tidak menghasilkan ketentuan/pedoman teknis yang bersifatultra vires(melampaui kewenangan) dan disisi lainnya menjamin terwujudnya cita hukum kepastian hukum yang adil dan bermanfaat sebagaipolitical problem solving;

3. Bahwa syarat konstitusionalitas Pasal 8 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, yang berbunyi “Tugas dan wewenang KPU dalam penyelenggaraan Pemilu anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerahmeliputi: menyusun dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap tahapan Pemilu setelah terlebih dahulu berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah” diberi kualifikasi pencegah ultra vires, yaitu jika: “ruang lingkup muatan materi yang diatur dalam pedoman teknis tersebut secara kualitatif tidak memperluas dan/atau mengurangi, muatan materi peraturan perundang-undangan yang diatur lebih lanjut melalui pedoman teknis tersebut”;

4. Bahwa Pasal 16 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik yang berbunyi “Anggota Partai Politik diberhentikan dari keanggotaannya dari partai politik apabila menjadi anggota partai lain”. Bersifat konstitusional bersyarat, yaitu jika “perpindahan keanggotaan ke partai politik lain tersebut, berlangsung dari satu partai politik peserta Pemilu lainnya dalam periode Pemilu yang sama”;

5. Bahwa Pasal 16 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik yang berbunyi “dalam hal anggota Partai Politik yang diberhentikan adalah anggota lembaga perwakilan rakyat, pemberhentian dari anggota Partai Politik diikuti dengan pemberhentian dari keanggotaan di lembaga perwakilan rakyat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”,bersifat konstitusional bersyarat, yaitu jika “pemberhentian sebagai anggota Lembaga Perwakilan Rakyat sebagai akibat perpindahan keanggotaan ke partai politik lain tersebut, berlagsung dari satu partai politik peserta Pemilu ke partai politik peserta Pemilu lainnya dalam periode Pemilu yang sama”;

6. Bahwa menyelesaikan masa bakti sebagai Anggota Lembaga Perwakilan Rakyat merupakan kewajiban konstitusional konvensional (sesuai hukum dasar tidak tertulis) dan/atau kewajiban konstitusional spiritual setiap

(5)

anggota lembaga perwakilan rakyat, dan karena itu tidak menyelesaikan masa bakti dimaksud hanya dapat dibenarkan dan diabsahkan berdasarkan alasan-alasan konstitusional pula;

7. Bahwa menjadi anggota partai politik peseta Pemilu 2014 dalam rangka memenuhi Pemilu 2014 sebagaiamana dimaksudkan oleh ketentuan Pasal 51 ayat (1) huruf Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, tidak menyebabkan anggota partai politik non-peserta Pemilu yang sementara menjadi anggota Lembaga Perwakilan Rakyat diberhentikan keanggotaannya dari partai politik asal dan tidak pula mesti berhenti dari keanggotaan di lembaga perwakilan rakyata quo;

8. Bahwa demi efisiensi, maka tanpa harus melaui prosesJudicial Reviewdi Mahkamah agung (MA), sifat konstitusional bersyarat Pasal 8 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum tersebut mutatis mutandisberlaku juga terhadap semua produk hukum KPU yang terkait dengan Pemilu Tahun 2014 yang ditetapkan sebelum Keputusan Mahkamah Konstitusi ini;

9. Bahwa demi efisiensi, maka tanpa harus melalui prosesJudicial Reviewdi Mahkamah Agung (MA), sifat konstitusional bersyarat Pasal 16 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubaha Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik tersebut mutatis mutandis berlaku juga terhadap semua produk hukum KPU yang terkait dengan Pemilu Tahun 2014 yang ditetapkan sebelum keputusan Mahkamah Konstitusi ini;

10. Bahwa demi efesiensi, maka tanpa harus melalui proses Judicial Review di Mahkamah Agung (MA), sifat konstitusional bersyarat Pasal 16 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik tersebut mutatis mutandis berlaku juga terhadap semua produk hukum KPU terkait dengan Pemilu Tahun 2014 yang ditetapkan sebelum keputusan Mahkamah Konstitusi ini;

11. Bahwa Keputusan Mahkamah Konstitusi ini berlaku erga omnes, berlaku tidak hanya terhadap para Pemohon tetapi juga berlaku terhadap semua Anggota Lembaga Perwakilan Rakyat periode 2009-2014 yang pada waktu Pemilu Tahun 2009 diusung oleh Partai Politik yang saat ini tidak lolos verifikasi, sehingga tidak lagi merupakan Partai Peserta Pemilu Tahun 2014, namun berniat untuk sekaligus menyelesaikan masa bakti di

(6)

Lembaga Perwakilan Rakyat sampai tahun 2014 dan mencalonkan diri untuk mengikuti Pemilu Tahun 2014.

Referensi

Dokumen terkait

Seluruh kecamatan di Kabupaten Lima Puluh Kota memiliki BP3K, dan keseluruhannya tentu menjalankan tugas serta fungsinya mengacu pada peraturan yang berlaku

Manfaat langsung yang diperoleh dari pembangunan jembatan Suramadu ada- lah berupa nilai waktu yang pada dasar- nya merupakan penghematan waktu perjalanan yang

Dari penilaian seluruh parameter indeks SCORAD terlihat pada kelompok usia < 1 tahun dijumpai rerata indeks SCORAD pada kelompok vitamin D SB 25,06 dan plasebo

Cara Perhitungan Indikator : Jumlah kebijakan yang sesuai dengan potensi, inovasi dan kreasi yang sesuai dengan kebijakan pusat dan daerah dibandingkan dengan jumlah kebijakan

17 Mampu menjelaskan teknik- teknik analitik modern (analisis termal, analisis injeksi alir, analisis radiokimia, analisis berbasis fluida superkritis, dan analisis

- Pasal 33 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor

Putusan Pengadilan Negeri Pengadilan Negeri Pematang Siantar Nomor: 177/Pid.Sus/2016/PN-PMS tanggal 17 Januari 2017 mengenai pidana badan terhadap terdakwa SRI

Daya tahan anaerobik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan pesilat melakukan aktivitas secara anaerobik dengan intensitas tinggi (80%-100%), dengan tes lari