• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM DAN KORELASI INDEPENDENS

C. PENGAWAS HAKIM KONSTITUSI

4. DEWAN ETIK HAKIM KONSTITUSI

104

Konstitusi mengevaluasi juga struktur pengawasan terhadap Hakim Konstitusi. Akhirnya Mahkamah Konstitusi membentuk komponen dari Mahkamah Konstitusi yang baru yaitu Dewan Etik Hakim Konstitusi melalui Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2 tahun 2013 tentang Dewan Etik Hakim Konstitusi yang selanjutnya disebut PMK No.2/2013. Pasal 1 angka 2 PMK No.2/2013 mendefinisikan, “Dewan Etik Hakim Konstitusi adalah perangkat yang dibentuk oleh Mahkamah Konstitusi untuk menjaga dan menegakan kehormatan, keluhuran martabat dan perilaku Hakim Konstitusi, serta Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Konstitusi (Sapta Karsa Hutama)”, lebih lanjut pada Pasal 2 ayat (1) PMK No. 2/2013 menyatakan “Dewan Etik bersifat tetap”.

Dewan Etik ini memiliki tugas yang diatur pada Pasal 3 PMK No. 2/2013 menyatakan sebagai berikut :

a. menjaga dan menegakan kehormatan, keluhuran martabat dan perilaku Hakim, serta Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Konstitusi supayan Hakim tidak melakukan pelanggaran;

b. (penjabaran bentuk-bentuk pelanggaran sebagaimana yang dimaksud pada huruf a);

c. melakukan pengumpulan, pengolahan, dan penelaahan laporan dan informasi tentang perilaku Hakim;

d. memeriksa Hakim Terlapor atau Hakim yang diduga melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada huruf a;

e. menyampaikan laporan dan informasi yang telah dikumpulkan, diolah, dan ditelaah tentang perilaku Hakim Terlapor atau Hakim yang diduga melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada huruf a dalam siding Majelis Kehormatan;

f. menyampaikan laporan pelaksanaan tugas secara tertulis setiap bulan kepada Mahakamah.

Dewan Etik untuk melaksanakan tugasnya mempunyai wewenang yang diatur pada Pasal 4 PMK No. 2/2013 sebagai berikut :

a. memberikan pendapat secara tertulis atas pertanyaan Hakim mengenai suatu perbuatan yang mengandung keraguan sebagai pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a;

b. memanggil dan memeriksa Hakim Terlapor atau Hakim yang Diduga melakukan pelanggaran, pelapor, serta pihak lain yang berkaitan;

c. memberikan teguran lisan atau tertulis kepada Hakim Terlapor atau Hakim yang diduga telah melakukan pelanggaran ringan terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a;

d. mengusulkan pembentukan Majelis Kehormatan untuk memeriksa dan mengambil keputusan terhadap Terlapor atau Hakim yang diduga telah melakukan pelanggaran berat terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, serta dalam hal Hakim Terlapor atau Hakim yang diduga melakukan pelanggaran telah mendapat teguran lisan dan/atau tertulis sebanyak 3 (tiga) kali.

Dewan Etik memiliki Struktur Keanggotaan yang diatur pada Pasal 6 PMK No. 2/2013 terdiri atas :

a. 1 (satu) orang mantan Hakim Konstitusi; b. 1 (satu) orang akademisi; dan

c. 1 (satu orang tokoh masyarakat.

Lebih lanjut Pasal 9 ayat (1) dan (2) PMK No. 2/2013 mengatur, “struktur keanggotaan Dewan Etik tersebut yang dipilih oleh Panitia Seleksi yang bersifat independen dan Panitia Seleksi ini terdiri atas 3(tiga) orang anggota yang dipilih dalam Rapat Pleno Hakim Konstitusi”.

Pada 12 Desember 2013, Hamdan Zoelva menyampaikan keanggotaan Pansel Dewan Etik Hakim Konstitusi yang terdiri dari Laica Marzuki sebagai koordinator dengan Slamet Effendy Yusuf serta Aswanto sebagai anggota. Pansel Dewan Etik Hakim Konstitusi yang telah terbentuk ini memilih tiga dari 37 calon yang mendaftarkan diri maupun diusulkan oleh masyarakat. Dewan Etik Hakim Konstitusi yang yang dipilih oleh Panse untuk periode 2013 – 2016, yakni Abdul Mukthie Fadjar dari unsur mantan Hakim Konstitusi, Zaidun dari unsur

akademisi, serta A. Malik Madani dair unsur tokoh masyarakat.105

Permasalahan pertama, mengenai waktu pembentukan dari Dewan Etik Hakim Konsitutsi ini, kenapa baru di tahun 2013 Dewan Etik untuk Hakim

Sebagaimana yang diatur pada Pasal 10 PMK No. 2/2013, “Dewan Etik dibantu oleh sekretariat yang ditetapkan oleh Sekretaris Jenderal Mahkamah”

Dewan Etik ini juga memiliki hubungan yang erat dengan keberadaan dari Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi, Pasal 18 ayat (1) PMK No. 2/2013 mangatur Dewan Etik dapat mengusulkan pembentukan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi kepada Mahkamah Konstitusi dalam hal :

a. Dewan Etik berpendapat hakim terlapor atau hakim yang diduga melakukan pelanggaran berat;

b. Hakim terlapor atau hakim yang diduga telah mendapatkan teguran lisan dan/atau tertulis sebanyak 3 (tiga) kali.

Mekanisme selanjutnya Pasal 18 ayat (2) PMK No. 2/2013 menyatakan, “Pembentukan Majelis Kehormatan tersebut ditetapkan dengan Keputusan Ketua Mahkamah paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya usul Dewan Etik.”

Walaupun langkah reaktif dari Mahkamah Konstitusi dengan membentuk Dewan Etik ini patut diapresiasi namun keberadaan Dewan Etik Hakim Konstitusi yang dibentuk oleh Mahkamah Konstitusi ini pada kenyataannya menimbulkan pro dan kontra di masyarakat, ada beberapa hal yang membuat masyarakat mempertanyakan keberadaan dari Dewan Etik Hakim Konstitusi yang keberadaanya baru muncul setelah dipicu sebuah preseden buruk.

105

Mahkamah Konstitusi, “Dewan Etik MK Resmi

Bekerja”<http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=web.Berita&id=9731> [diakses 2 Juni 2014]

Konstitusi ini dibentuk dan siapa yang jadinya menegakan peraturan tentang Kode Etik dan Tingkah Laku Hakim Konstitusi selama 10 tahun sebelumnya yang seharusnya pengawasan dilakukan secara terus-menerus sebagai langkah preventif bukan hanya pengawsan dalam bentuk represif penindakan. Tidaklah mengeharankan terjadi Operasi Tangkap Tangan kepada Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar pada tahun 2013 karena memang pada sistem struktur selama ini tidak ada institusi yang secara permanen melakukan upaya prevensi untuk menegakan Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi.

Permasalahan kedua, Problematika ini berlanjut dengan munculnya berbagai stigma negatif di masyarakat yang berpandangan pembentukan Dewan Etik merupakan reaksi terhadap dibentuknya P perbaikan sistem pengawasan hakim konstitusi melalui Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi yang dipermanenkan. Seperti pendapat yang disampaikan Komisioner Komisi Yudisial Taufiqurrahman Syahuri mengatakan, “Seharusnya MK tidak bersikap defensif dengan kondisi Mahkamah Konstitusi saat ini. Ikuti saja aturan Perppu tentang Mahkamah Konstitusi ”106 Sementara hal berbeda disampaikan Pengamat Hukum Tata Negara, Irman Putra Sidin mengatakansetiap lembaga negara berwenang membuat lembaga etik untuk internalnya untuk mencegah kejahatan internal. “Ini bentuk early warning system, sistem pencegahan dini,”107

106

Hukum Online, Komisi Yudisial Belum Satu Suara Tanggapi Dewan Etik MK

<http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt52727d6af06e6/ky-belum-satu-suara-tanggapi- dewan-etik-mk> [diakses 2 Juni 2014]

107

Ibid.

Bagaimanapun dengan dihilangkanya kembali Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi tersebut maka saat ini masyarakat harus

mempercayakan pengawasan Hakim Konstitusi kepada Dewan Etik Hakim Konstitusi ini bersama dengan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi.

Dari berbagai hukum normatif diatas dapat dikaji bahwa karakteristik dari Dewan Etik Hakim Konstitusi sebagai pengawas Hakim Konstitusi, antara lain : a. Diatur pada tingkat Peraturan Mahkamah Kosntitusi yaitu PMK No. 2/2013; b. Kewenanganya bersifat preventif merespon pelaporan pelanggaran dan

memberikan pendapat terhadap pertanyaan Hakim Konstitusi serta tindakan represif terhadap pelanggara; ringan;

c. Bersifat permanen, melakukan pengawasan secara terus-menerus, merespon laporan pelanggaran, dan memberikan tindakan terhadap pelanggaran ringan; d. Unsur keanggotaan dan panitia seleksi dari eksternal Hakim Konstitusi namun

penentuan panita seleksi ditentukan Hakim Konstitusi;

e. Saat ini status hukum kewenangan institusi pengawas ini mengawasi Hakim Konstitusi masih berwenang dalam sistem ketatanegaraan Indonesia

Dokumen terkait