• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dialog Dua Dara

Dalam dokumen Membangun Karakter Berbasis Kisah (Halaman 68-73)

KISAH-KISAH YANG RELEVAN

8. Dialog Dua Dara

ARMANUSA adalah putri pejabat tinggi bangsa Qibti Mesir yang tunduk pada kekuasaan Romawi. Ia diasuh oleh Maria, seorang Mesir keturunan Yunani yang cantik jelita. Maria adalah seorang Nasrani taat dan cerdas. Kecantikannya adalah paduan keindahanYunani dan Mesir. Sedang kecerdasannya menurun dari para filosof Yunani.

Suatu masa terjadi peperangan antara tentara Romawi (sebanyak seratus ribu personil dengan persenjataan lengkap) melarvan prajurit muslim (sebanyak dua belas ribu orang) di daerah Balbis. Berita itu tersebar sampai ke Mesir. Tentara Romawi menakuti-nakuti rakyat Mesir dengan menceritakan perangai prajurit muslim yang beringas, memperbudak wanita, biadab, penjagal dan lain sebagainya. Penduduk Mesir pun kalut dan tercekam. Di tengah suasana seperti ilu Maria bersyair:

Telah datang padamu hai domba-domba yang kasihan, empat ribu pedagal yang siap bertugas, akan kau rasakan sakit di pori-pori dan setiap ujung rambutmu, rasa sakit penyembelihan sebelum kau disembelih. Wahai si dara yang kasihan!

Telah datang padamu empat ribu penculik, kau akan mrerasakan empat ribu kematian sebelum kau mati yang sebenamya. . Ya...Tuhan!

Kuatkan hati ini untuk menancapkan pisau di dada ini, untuk menghindarkan diri dari penjagal-penjagal itu.

Ya..Tuhan!

Kuatkan hati dara ini...

Untuk mengawini kematian sebelum dikawini oleh pasukan Arab itu....

Armanusa tertawa mendengar syair Maria. "Maria kau telah melebih-lebihkan khayalanmu. Bukankah ayahku telah mengirimkan Putri Ansina untuk menyelidiki agama dan nabi mereka? Kau tahu apa yang dikatakan Ansina? Dia berkata, "Kaum muslimin adalah kaum yang tumbuh dengan akal dan pemikiran baru. Mereka akan meletakkan perbandingan kebenaran dengan kebatilan di dunia ini. Nabinya lebih bersih dan suci daripada langit. Mereka bangkit dari dorongan agama dan kebajikan, bukan dari hawa nafsu. Mereka menghunus senjata dan memasukannya kembali dengan aturan."

"Kau tahu Maria?" katanya. "Ayahku sendiri pemah berkata bahwa mereka itu tidak memerangi umat ataupun kerajaan-kerajaan lain. Yang mereka perangi hanyalah kezaliman, kerusakan, dan kekafiran. Mereka keluar dari gurm sahara dengan ketinggian iman, seperti gelombang yang tinggi. Tidak ada yang lain, kecuali jiwa yang ingin keluar dari jasmani untuk menghadup tuhannya. Motivasi yang luar biasa. Mereka melangkah di dunia dengan pandangan dan peradaban yang kuat lahir batin. Di balik senjata mereka adalah moral. Dan

moral itulah yang menafasi setiap gerak senjata mereka, " sambung Armanusa.

"Menurut ayah, agama baru ini akan tersebar di muka bumi, seperti wama kehidupan yang tumbuh di pohon-pohon kering. Itu akan terus berlangsung sampai semua dataran di dunia ini menjadi hijau, dapat menjadi pengayom yang bermanfaat. Keluhuran agama mereka akan selalu mewamai setiap amalan lahiriyahnya. Menjadi lapisan, seperti pohon hijau melapisi bumi yang gersang lagi tandus," lanjutnya.

Maria mendengar perkataan Armanusa dengan saksama. Hatinya menjadi agak tenang. Tidak ada yang perlu dikahawatirkan," lanjut Armanusa. "Biarlah mereka memasuki dan menguasai kota ini. Jangan khawatir. Maria! Apu yang terjadi akan memuaskan kita semua. Kaum muslimin tidak seperti kaum Romawi yang kejam, ganas, dan liar. Tidak peduli, mana yang haram dan mana yang halal. Kaum muslimin bergerak berdasarkan halal dan haram, penuh maslahat dan tidak rakus.

Maria tercengang mendengar tuturan Armanusa. "Mengherankan sekali, " katanya. "sokrates, Aristoteles, dan juga Plato serta para filsuf lainnya tidak mampu mengubah manusia. Mereka hanya dapat mewariskan pemikiran dan buku-buku. Mereka tidak pemah mampu menghasilkan sekelompok manusia sempuma, seperti yang engkau sebutkan tadi Armanusa. Sungguh mengherankan! Bagaimana sebenamya sosok nabi mereka itu?" tanya Maria penasaran.

"Aku telah mempelajari al-Masih dengan segala amalannya. Sepanjang umumya, beliau telah berusaha untuk mewujudkan umat semacam itu. Memang berhasil tetapi hanya dalam lingkup kecil. Hanya tertanam dalam jiwa dan hati

murid-muridnya saja. Amalan yang dilakukan barulah permulaan dari sesuatu yang sulit diwujudkan," Maria menambahkan.

"Bukan hanya itu Maria," sela Armanusa. "Ada perbedaan di antara keduanya. Pertama, seperti yang engkau sebutkan. Dan kedua, al-Masih datang hanya membawa satu peribadatan, yakni peribadatan hati.' Sedang Nabi ini, menurut ayahku, membawa tiga peribadatan, yaitu peribadatan jasmani, hati, dan jiwa. Ibadah jasmani mencerminkan kebersihan dan ketertiban. Ibadah hati menghasilkan kesucian dan cinta pada kebaikan. Dan ibadah jiwa menumbuhkan kesucian dan kerelaan berkorban demi kemanusiaan."

"Menurut ayahku, " sambung Armanusa, "dengan ketiga jenis peribadatan itu, mereka akan bergerak menguasai dunia. Bagi mereka, kematian adalah suatu hal yang amat menyenangkan. Perasaan di hati mereka adalah perasaan tir-rggi dan mulia. Padahal, inilah batas terakhir dari falsafah dan hikmah yang ada."

"Alangkah indahnya fitrah yang penuh falsafah itu," potong Maria. "Buku-buku sudah lelah untuk menjinakkan manusia agar meluangkan sedikit waktu untuk mengingat tuhan. Kemudian datang gereja dengan segala keindahannva. Lukisan taman-taman dan burung-burung yang indah dibuat untuk menentramkan hati manusia agar menghormati tuhan, meski hanya sesaat. Mereka seperti penjual arak yang memberi minuman untuk sedikit ketenangan. Siapakah yang sanggup membawa gereja dengan kuda, unta, atau keledainya, seperti kaum muslimin? Gereja ibarat taman, sesuatu yang tidak mampu bergerak. Gereja bisa menenangkan bila berada di dalamnya. Gereja adalah bangunan yang menenangkan bila

orangmau berhenti sejenak di dalamnya. Sementara kaum muslimin sujud di mana saja, seluas dunia, " kata Maria.

Maka bukan hanya ketenangan menyergap di hati Maria dan Armanusa, namun juga harapan. Harapan agar tentara muslimin segera datang ke kota mereka. Sepertinya tak sabar kedua dara ini ingin menjadi muslimah yang memiliki ketinggian iman dan akal, yang sarat dengan motivasi dan kebijaksanaan. Ingin mereka segera menyatu dalam ketinggian gelombang kaum muslimin untuk menghancurkan kebatilan dan menebarkan rahmat untuk seluruh manusia.

Hikmah:

Telah lelah buku, lukisan, dan taman-taman untuk menjinakkan manusia agar meluangkan sedikit waktu untuk mengingat tuhan. Sampai-sampai mereka seperti penjual arak, yang memberi minuman untuk sedikit ketenangan. Hidup ini kita diperhadapkan kebenaran dan kebatilan. Kita pun mempunyai potensi membedakan dengan akal, hati, dan Alquran. Alquran adalah pembeda antara yang hak dan yang batil (al-Furqan). Maka, bacalah, dalamilah, hayatilah, dan amalkanlah dalam hidupmu, nisacaya sinar terangnya akan menerangi perjalanan hidupmu!

Tegakkan kejujuran, gunakan nurani, akal, hati, ilmu, dan petunjuk Alquran. Hal itu sudah cukup memberi jalan terang, selama engkau tidak disilaukan oleh cahaya dunia. Perhatikanlah pesan bijak seorang tokoh sufi dunia al-Syaikh Ibnu Atha’illah as-Sakandri dalam al-Hikam. “Semesta itu seluruhnya gulita. Ia hanya akan diterangi oleh wujud Allah. Siapa yang melihat semesta, tetapi tidak melihat-Nya di sana atau tidak melihat-Nya ketiak, sebelum, atau sesudah melihat semesta, berarti ia

telah disilaukan oleh cahaya-cahaya lain dan terhalang dari surya makrifat karena tertutup olrh tebalnya awan dunia” (Abdullah, 2016). Jika aturan dan pengawasan atasan belum cukup menghalangimu dari kecurangan, maka belajarlah ilmu makrifat agar engkau tahu bahwa yang memerintahkan berlaku adil dan jujur adalah Tuhanmu yang Maha Menatap segalanya! Kecerdasan spritual merupakan salah satu kecerdasan yang paling menentukan kelak para peserta didik mampu berlaku adil secara konsisten.

Dalam dokumen Membangun Karakter Berbasis Kisah (Halaman 68-73)