KISAH-KISAH YANG RELEVAN
9. Jinaknya "Binatang Buas”
DICERITAKAN oleh Zainab al-Ghazali-salah seorang tokoh akhwat Ikhwanul Muslimin. Peristiwa nyata itu terjadi pada waktu saya dirawat di rumah sakit penjara. Di sana ada seorang tentara yang bertugas sebagai perawat. Namanya Shalah. Ia bertugas memberikan suntikan kepada orang sakit dan mengawasi sel-sel di rumah sakit itu.
Suatu hari, ketika saya sedang menuju wc, tiba-tiba tirai yang menutupi pintu sel Sayyid Quthb diterbangkan angin tepat ketika saya tiba di muka sel itu. Kejadian itu menimbulkan persoalan besar dan "dosa tak berampun" bagi saya. Zainab al-Ghazali melihat Sayyib Quthb sedang duduk diselnya. Karena itu, si tentara yang bemama Shalah itu melontarkan macam-macam makian. Saat itu pun Shafwat ar-Rubi masuk rumah sakit. Sudah tentu, tentara itu ingin memperlihatkan kepada atasannya bahwa ia telah menjalankan perintah dengan baik, yakni tidak memperbolehkan tahanan melihat saudaranya setahanan meski tak disengaja.
Si Shalah persis seperti binatang buas yang kejam, tidak berperikemanusiaan, tidak punya akal, dan tidakberagama. Al-Ustadz Sayyid Quthb berusaha menjinakkan dan memberitahunya bahwa tirai itu terangkat tanpa disengaja. Ia terus saja dilunakkan dengan kata yang lembut dan manis, hingga Akhirnya binatang buas itu menjadi jinak, lalu diam.
Beberapa hari kemudian, ia datang kepada saya untuk menyampaikan rasa penyesalan seraya berkata, "Saya ingin kembali ke Islam. Apa syarat-syaratnya?" saya bertanya kepadanya, "sanggupkah kau menerima penderitaan seperti penderitaan yang dialami oleh al-lkhwan?"
"Sanggup, jika Islam saya sama dengan Islam mereka. Allah akan menyabarkan dan menguatkan saya. Saya ingin memahami Islam yang sebenamya. Islam yang membuat kalian tahan menderita siksaan dan penganiayaan dengan kesabaran yang luar biasa!" katanya.
"Ucapkan Laa Ilaha illallah, Muhammadar Rasulullah, pinta saya. Lalu ia pun mengucapkan kalimat itu di hadapan saya. "Nah, mulai sekarang, janganlah kau melakukan sesuatu, kecuali apayang diperintahkan Allah kepadamu," terang saya. "Danjangan patuh pada perintah para durjana itu, selama perintah itu bertentangan dengan perintah Allah, " lanjut saya.
Saya memint a agar ia pergi menemui al-Ustadz Sayyid Quthb ketika ia menyuntik beliau, agar pengertiannya tentang Islam semakin mendalam, "Jangan lupa, sampaikan salam saya pada beliau!" kata saya. Sejak itu binatang buas itu pun menjadi jinak. Dan ini adalah kehendak Allah.
Kelembutan itu selalu menjinakkan. Kelembutan merupakan sifat yang mulia jika ditempatkan secara tepat, dan menunjukkan kehalusan akhlak seseorang. Sifat lemah tempat memiliki daya pikat yang tinggi dan kuat. Dengan sikap yang lemah lembut dan penuh hikmah, akan melahirkan daya pikat dan kekuatan tersendiri sebagaimana firman Allah Swt. “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka akan menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (Q.s. Ali ‘Imran/3: 159). Itulah sebabnya, Allah Swt. memerintahkan agar menyeru manusia kepada jalan Allah dengan bijaksana dan tidak kasar sebagai firman-Nya: “Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah (lemah lembut) dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (Q.s. al-Nahl/16: 125). Keadilan dan kebijaksanaan adalah dua hal (sifat) yang membuat manusia berlaku secara seimbang. Keadilan berdampingan dengan kebijaksanaan atau sebaliknya adalah dua sifat yang seimbang sehingga melahirkan stabilitas.
Ayat tersebut sejalan dengan hadis dari ‘Aisyah r.a. Rasulullah Saw. telah bersabda: “Wahai Aisyah, sesungguhnya Allah itu Maha Lembut, Dia mencintai sikap lemah lembut. Allah memberikan pada sikap lemah lembut sesuatu yang tidak Dia berikan pada sikap yang keras dan juga akan memberikan apa-apa yang tidak diberikan pada sikap lainnya.” (H.R. al-Bukhari no. 6024 dan Muslim no. 2165). Berdasarkan hadis ini, sifat lembut itu merupakan anugerah (pemberian) Allah, sebab Allah memiliki sifat Lathif (halus dan lembut).
Pada redaksi yang lain, dari ‘Aisyah r.a. dari Nabi Saw. beliau telah bersabda: “Sesungguhnya sifat lemah lembut itu tidak berada pada sesuatu melainkan dia akan menghiasinya (dengan
kebaikan). Sebaliknya, tidaklah sifat itu dicabut dari sesuatu, melainkan dia akan membuatnya menjadi buruk.” (H.R. Muslim no. 2594). Jika merujuk kepada hadis ini, maka terdapat petunjuk bahwa sifat lemah lembut itu merupakan perhiasan kemuliaan pada diri seseorang yang Allah berikan berikan kepada hamba-hamba-Nya yang dikehendaki kebaikan padanya. Jika Allah menghendaki seseorang menjadi baik dan mulia maka Dia melekatkan sifat itu padanya. Sebaliknya, jika Dia mencabutnya, maka tampaklah keburukannya, yaitu ketika seorang hamba berlaku kasar. Salah satu potensi yang harus dikembangkan dan dipertajam yaitu kehalusan budi pekerti atau kelemah-lembutan. Sifat lemah lembut menghadirkan kedamaian, sedangkan sikap kasar memicu munculnya konflik dan permusuhan.
Lingkungan pendidikan yang kasar sangat berpotensi akan melahirkan generasi yang kasar pula. Sebaliknya, lingkungan pendidikan yang penuh kedamaian dan kasih sayang berpotensi akan membentuk generasi yang damai dan penuh kasih sayang pula. Demi terwujud kedamaian dan kasih sayang, maka lingkungan pendidikan mestinya steril dari perlakuan yang kasar, konflik, dan permusuhan.
BAB II
KEJUJURAN
Kejujuran Menurut Alquran
KEJUJURAN merupakan suatu karakter yang sejalan dengan karakter dasar manusia secara universal. Buktinya, semua orang senang menerima perlakuan yang jujur. Sebaliknya, meski ia terkadang membohongi orang lain atau memperlakukannya secara tidak jujur, namun ia tidak rela menerima kecurangan atau kebohongan. Pembohong tidak sudih dibohongi. Oleh karena itu, dalam kehidupan sehari-hari kita dianjurkan untuk selalu bersikap jujur baik untuk diri sendiri dan juga untuk lingkungan masyarakat. Berperilaku jujur penting dimiliki setiap orang karena dengan jujur maka hidup akan menjadi lebih aman dan nyaman. Adapun sikap jujur ini telah dianjurkan dalam Alquran
Pengertian Kejujuran
Dalam bahasa Arab, jujur merupakan terjemahan dari kata shidiq yang artinya benar, dapat dipercaya. Dengan kata lain, jujur adalah perkataan dan perbuatan sesuai dengan kebenaran. Jujur merupakan induk dari sifat-sifat terpuji (mahmudah). Jujur juga disebut dengan benar, memberikan sesuatu yang benar atau sesuai dengan kenyataan (