Konsep Alquran
2. Sakitnya Si Nenek Tua
KETIKA Rasulullah Saw. berdakwah di Mekah dan be{aran melalui lorong-lorong kota, ia selalu mendapat gangguan dari atas loteng sebuah rumah. Terkadang, ia disiram air yang bau menyengat, dijatuhi tanah kotor, dan bebatuan. Rasulullah saw. menerima ujian ini dengan sabar.
Pada suatu hari, Rasulullah saw. melewati tempat yang sama. Namun, ia merasa aneh. Ia dapat lewat dengan mudah tanpa gangguan. Ketika pulang, ia pun tidak melihat nenek tua Quraisy yang biasa mengganggunya. Keesokan harinya, Rasulullah Saw. melewati tempat yang sama. Dan, seperti kemarin, ia tidak melihat nenek tua itu. Akhirnya, Rasulullah Saw. memutuskan untuk menjenguk si nenek tua. Jangan-jangan terjadi sesuatu terhadap si nenek.
Maka setelah usai urusan hari itu, Rasulullah Saw. Pulang lewat lorong yang sama dan mengetuk rumah nenek tua. Rasulullah saw. Mengucapkan salam. Tak ada jawaban. Diulanginya lagi salam itu sampai tiga kali. Setelah salam yang ketiga barulah terdengar suara lemah dari dalam, "Masuklah! Pintu tak terkunci." Rasulullah masuk. Dilihatnya nenek tua yang sering mengganggunya tertidur lemah. Wajahnya Nampak pucat. Suaranya pun lemah.
Rasulullah Saw. pun mendekatinya. Si nenek terkejut ketika mengetahui bahwa yang menjenguknya adalah Rasulullah Saw. yang setiap hari diganggunya. Hatinya sangat terharu. Air mata menetes di pipinya. Sungguh, handai taulan dan sanak saudaranya tidak ada yang menjenguknya, meskipun hanya sejenak. Tak handai taulan dan sanak saudaranya tidak ada yang memberinya makan dan minum. Saudara-saudaranya tak acuh dengan keadaannya. Tetapi, orang yang selalu diganggunya, dimarahinya, dan sering ia lempari dengan barang-barang yang menjijikkan, justru datang menjenguknya. Memberinya makan, minum, menghibur, dan mendoakannya agar segera sembuh. Air matanya mengalir deras karena penyesalan dan terharu akan kemuliaan Rasulullah Saw.
Si nenek berkata, "Wahai Muhammad bin Abdullah, engkau tahu aku selalu mengganggumu ketika engkau lewat di depan rumahku. Engkau pun melihat keadaanku hari ini. Tak ada sanak saudara yang menjengukku, padahal kondisiku sangat lemah. Demi Tuhan Muhammad, hari ini aku ingin memjadi muslim dan mengikuti agama yang engkau bawa. Sungguh, ini adalah agama yang penuh kasih sayang.” Aku selalu mengganggumu, tetap i engkaulah yang menjengukku ketika aku sakit. Sementara saudaraku, tak seorang pun terlihat batang hidungnya. Sungguh, aku akan memeluk agamamu. Hikmah
Tempalah besi ketika besi ketika panas, sentuhlah hati ketika kepekaannya memancar. Salah satu akhlak Rasulullah Saw. adalah memprioritaskan perhtian kepada anak-anak, perempuan, orang miskin, dan orang tua. Beliau berbuat baik kepada orang yang mencemooh dirinya asalkan bukan mencela agama Allah (Islam). Inilah ketinggian akhlak beliau yang memikat kawan dan lawannya. Beliau melindungi anak-anak dan orang tua tanpa membatasi dari segi akidah (agama) dan latar belakang etniknya. Beliau mengemban amanah untuk berlaku adil dan berbuat baik kepada siapapun, sebab agama Islam yang didakwahkannya adalah agama yang mengemban ajaran universal (rahmatan lil ‘alamiin).
Beliau Saw. memahami secara psikologis bahwa memberi pertolongan kepada siapa saja atas dasar kemanusiaan sebagaimana akhlak Allah yang megasihi semua manusia bahwa seluruh makhluk-Nya, baik yang taat maupun yang durhaka. Memberi pertolongan pada saat yang tepat adalah momentum dakwah yang paling efisien dan efektif.
Memperlakukan orang lain secara adil atau memaafkan orang lain saat kita berkuasa untuk membalas kejahatannya menunjukkan akhlak pemaaf yang tinggi.
Inilah antara lain maksud Tociung bahwa “eppa’ gau’na lempu’e: risalaie naddampeng, riparennuangie temmacekko bettuanna risanresi teppabbelleang, temmangoangenngi tenia alona, tennaseng deceng rekko nassamarini pudeceng”. Sifat pemaaf menunjukkan pula pancaran dari sifat jujur yang dimiliki seseorang. Orang-orang tua dan anak-anak serta perempuan justru merupakan komunitas yang dilindungi Rasulullah Saw. Padahal, orang-orang tua, anak-anak, dan perempuan merupakan manusia-manusia yang lemah.
Puncak dari akhlak Rasulullah Saw. yang jarang orang pahami adalah ketika beliau menikahi para janda-janda tua yang gugur dalam membela Islam. Beliau menikahi mereka ketika usia mereka rata-rata sudah tidak produktif, sehingga tidak memiliki keturunan lagi. Padahal, itu tentu menambah beban finansial beliau. Akan tetapi, demi melindungi mereka dengan legal maka beliau menikahi. Pernikahan beliau didasarkan pada orientasi kemanusiaan, bukan orientasi pemenuhan nafsu birahi sebagaimana tuduhan negatif yang dituduhkan oleh orientalis kepada beliau. Substansi poligami Rasulullah Saw. mengajarkan kepada umatnya untuk menjadikan Islam sebagai agama yang humanis. Inilah rahasia kelembutan dan ketinggian akhlak beliau.
Pengendalian diri, pengendalian emosi, dan menolong yang efektif diberikan kepada orang yang tepat. Memberikan pertolongan kepada orang lain adalah wajib, tetapi harus mempertimbangkan ketepatan moment dan penerima pertolongan secra tepat. Pertolongan kecil yang diberikan kepada orang sangat membutuhkan dan pada situasi yang tepat akan lebih efisien dan lebih efektif dibandingkan memberikan pertolongan kepada orang yang tidak “mendesak” membutuhkan. Itulah sebabnya, Islam mengajarkan
pemeluknya untuk menolong kaum yang lemah, yatim, miskin, fakir, dililit hutang, dan sebagainya. Inilah yang harus diajarkan kepada peserta didik untu berbagi kepada anak-anak yatim, panti asuhan, panti jompo, dan kaum termarginal yang sangat membutuhkan, panti jompo yang sangat membutuhkan, tetangga yang sangat membutuhkan pertolongan. Dididik untuk menghindari menyogok, sebab selain dilarang oleh agama, juga akan semakin menjadikan kesenjangan sosial “menganga lebar”. Mengajarkan dan membiasakan anak-anak untuk berbagi sejak usia dini.
Berdasarkan kisah di atas, salah satu kecerdasan yang semestinya diajarkan kepada anak-anak sejak dini adalah kepekaan sosial. Kepekaan sosial dalam konteks ini adalah kemampuan dan kelihaian dalam memanfaatkan komunikasi yang tepat. Mereka dilatih agar peka ketika hendak berkomunikasi dengan seseorang mengenai kepada siapa mereka berkomunikasi, bagaimana bahasa yang tepat dan berterima, bagaimana latar belakang budaya komunikannya. Singkatnya, mereka dilatih dan dididik untuk memahami parnert bicaranya. Hal ini dimaksudkan agar komunikasi yang dilakukan menjadi efektif dan memikat secara positif.