• Tidak ada hasil yang ditemukan

Digitalisasi adalah proses yang mengubah sinyal analog menjadi bentuk digital dari sinyal tersebut (Pendit, 2007). Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), digitalisasi adalah proses pemberian atau pemakaian sistem digital (pusatbahasa.diknas.go.id). Implementasinya di perpustakaan, digitalisasi adalah proses mengubah dokumen tercetak menjadi digital.

Digitalisasi sangat diperlukan terutama untuk alih media koleksi tercetak, karena:

1. Bahan-bahan pustaka seperti buku, skripsi, tesis, disertasi, jurnal, ataupun artikel yang ada sangat memungkinkan untuk didigitalkan atau tersedia dalam format digital (bukan kertas).

2. Dapat menghemat penyimpanan.

3. Bahan pustaka lebih aman dari kerusakan sehingga lebih tahan lama.

4. Jika dipasang dalam website dapat diakses oleh masyarakat luas dimanapun dan kapanpun.

Manfaat di atas menunjukkan bahwa digitalisasi ini bertujuan membuat arsip dokumen bentuk digital (salinan dokumen asli), menyelamatkan kandungan informasi atau kandungan intelektualnya. Dalam dunia pendidikan, digitalisasi ini sangat bermanfaat bagi penyebaran ilmu pengetahuan secara meluas, tanpa dibatasi pengakses, ruang akses, dan waktu akses. Hal yang sangat penting lagi adalah, untuk konservasi atau melestarikan bahan pustaka seperti bahan pustaka yang bernilai historis, sehingga lebih tahan lama.

Sebelum melakukan proses digitalisasi, hal yang perlu diperhatikan adalah masalah kebijakan. Dalam pembuatan kebijakan digitalisasi, perlu diperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan urgensi dan nilai dari suatu dokumen. Kebijakan ini mulai dari seleksi koleksi yang akan didigitalkan hingga kebijakan mengupload

materi apa saja yang perlu dipublikasikan dan bagaimana hasil digital yang diinginkan, tampilannya bagaimana, dalam bentuk file apa, ukurannya bagaimana, dan sebagainya sehingga mudah dibaca pengguna.

Hal lain yang perlu diperhatikan dalam mengambil kebijakan digitalisasi ini adalah, copyright dokumen yang akan didigitalkan. Perpustakaan harus membuat perjanjian secara tertulis dengan penulis mengenai ijin alih media dan publikasi hasil digital tersebut. Selain itu, mengenaistorage, tempat penyimpanan hasil digital. Perpustakaan perlu mempersiapkan tempat penyimpanan yang memadai, misalkan hardisk dengan kapasitas besar.

Dalam melaksanakan proses digitalisasi, ada tiga kegiatan utama, yaitu: 1. Proses scanning, kegiatan ini proses memindai (men-scan) dokumen tercetak

dan mengubahnya dalam bentuk berkas digital. Berkas yang dihasilkan dapat berupa PDF, JPEG, dan GIF.

2. Editing, yaitu proses mengolah berkas digital di komputer dengan cara memberikan password, cropp pages (menggunting halaman yang kurang rapi), catatan kaki, bookmark (membuat daftar isi), dan sebagainya yang intinya adalah hasilscanningdapat dibaca dengan medah dan sesuai aslinya. 3. Uploading, yaitu proses pengisian (input) metadata dan meng-upload berkas

digital yang telah melalui proses editing.

Dalam melakukan proses digitalisasi, perpustakaan perlu mempersiapkan beberapa peralatan yang dibutuhkan dalam digitalisasi repository. Peralatan yang umum dipakai dalam digitalisasi adalah: komputer, scanner, CD-RW CD-R printer dan tentunyasoftwareyang sesuai.

2.2.4 Materi Digital

Setiap perpustakaan atau lembaga induk yang menaunginya, pasti memiliki berbagai macam bentuk aset digital. Aset digital ini ada yang memang born digital ada juga yang bersumber dari bahan non-digital. Born digital atau istilah lainnya terlahir sudah dalam bentuk digital seperti sebuah tulisan karya ilmiah dengan word processor, foto digital, games yang ada di komputer, video, musik, dan film yang dihasilkan dalam bentuk digital. Menurut Pendit (2008), istilahborn digitaldigunakan untuk membedakan materi ini dengan yang lainnya, yaitu: 1) materi digital yang merupakan hasil konversi dari materi analog, misal buku yang dipindai untuk dijadikan buku elektronik; 2) materi dibuat sebagai materi digital tetapi kemudian dicetak di atas kertas atau bentuk-bentuk lain.

Sedangkan koleksi digital yang berasal dari aset non-digital adalah yang berbentuk tercetak (kertas) dan ada pula yang berbentuk elektronik. Seperti buku, jurnal ilmiah, artikel, kaset, CD, dan bentuk elektronik lainnya. Aset non-digital akan menjadi koleksi digital setelah melalui proses alih media menjadi digital.

2.2.5 Institutional Repository

Lynch dalam Luarte (2006:5) mengatakan bahwa institusional repository merupakan simpanan kelembagaan yang diperoleh dari menghimpun dan

melestarikan hasil karya intelektual suatu komunitas. Pada perpustakaan perguruan tinggi atau lembaga induknya itu sendiri (universitasnya) tentu memiliki institutional repository ini, yang juga merupakan aset digital. Koleksi tersebut dapat berupa:

1. karya ilmiah seperti tugas akhir, skripsi, tesis, disertasi, dan makalah dosen. 2. koleksi foto digital yang benilai sejarah seperti foto kegiatan universitas. 3. publikasi universitas seperti jurnal ilmiah, prosiding

seminar/workshop/lokakarya, pidato rektor, dan buletin universitas. 4. buku langka atau manuskrip yang didigitalkan

5. rekaman video atau audio

6. program atau bahan simulasi data statistik penelitian

2.2.6 Digital Repository

Reese (2008) mendefinisikan digital repositori sebagai koleksi sumber digital baik itu peralihan format analog seperti kertas atau born digitalseperti file dalam bentuk dokumen word. Menurut Hayes (2005), pengertian digital repositoryadalah,

A digital repository is where digital content, assets, are stored and can be searched and retrieved for later use. A repository supports mechanisms to import, export, identify, store and retrieve digital assets.Putting digital content into a repository enables staff and institutions to then manage and preserve it, and therefore derive maximum value from it. Digital repositories may include research outputs and journal articles, theses, elearning objects and teaching materials or research data.

Definisi tersebut menjelaskan bahwa digital repository merupakan aset digital yang disimpan dan dapat ditemukan kembali. Digital repository ini mencakup semua hasil penelitian, artikel jurnal, tesis, objek e-learning, materi pengajaran, dan data penelitian.

Digital repository sangat penting bagi perguruan tinggi, karena dengan begitu dapat menghimpun dan mengelola aset intelektual yang merupakan bagian dari strategi informasi. Karena digital repository mampu menjembatani berbagai macam tujuan dan beragam pengguna seperti dapat mendukung penelitian, pembelajaran, dan proses administrasi. Bagaimanapun kebijakan digital pada repository ini sangat relevan dengan kebutuhan pengguna akan akses informasi secara terbuka. Bagi staff akademik dan mahasiswa pun, membutuhkan digital repository ini sebagai penyimpanan hasil karya intelektual mereka. Dimana konten-konten nya dikelola agar dapat diakses kembali secara mudah.

Menurut The Association of Research Libraries (ARL) (2009), kini digital repository ini banyak dikembangkan dengan tujuan untuk meningkatkan layanan digital repository. Dengan demikian, dapat dikatakan juga bahwa, digital repository ini dapat dijadikan salah satu layanan untuk menyimpan koleksi lokal konten dari sivitas akademika dalam bentuk digital. Dengan layanan ini diharapkan akan memberikan manfaat dalam penyebaran informasi bagi sivitas akademika juga masyarakat luas. Dalam mempersiapkan repositori ini, Johnson

dalam Luarte (2006) mengatakan ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan sebelum membuat repositori, yaitu:

• aksesibiltas dan aspek hukum termasuk hak cipta dan kepemilikan

• standars termasuk metadata, format, dan jenis dokumen

• keberlanjutan, pengarsipan jangka panjang dan pelestarian

• dana yang tersedia untuk mempertahankan repositori.

2.2.7 Metadata

Metadata menurut Rowley (2000) adalah data tentang data, khususnya digunakan dalam konteks data pada sumber digital. Menurut Task Force on Metadata CC:DA (committee on cataloging: description and access) dari ALA (American Library Association) dalam Pendit (2007), metada adalah,

Metadata are structured, encoded, data that describe characteristics of information bearing entities to aid in the identification, discovery, assessment, and management of the described entities.

Definisi di atas menjelaskan bahwa, metadata adalah data yang terstruktur, ditandai dengan kode agar dapat diproses oleh komputer, mendeskripsikan ciri- ciri satuan-satuan pembawa informasi, dan membanti identifikasi, penemuan, penilaian, dan pengelolaan satuan pembawa informasi tersebut.

Secara garis besar, metadata dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu: 1. Metadata deskripsi, data ini mengidentifikasi sumber informasi sehingga

mempercepat proses penemuan kembali dan seleksi. Data ini meliputi unsur pengarang, judul, tahun terbit, tajuk subjek, kata kunci dan informasi lain yang biasa dilakukan pada katalogisasi tradisional.

2. Metadata administratif, data ini memberikan informasi untuk pengelolaan sumber informasi, kapan dan bagaimana diciptakan, tipe berkas, data teknis, siapa pemiliknya, serta siapa yang berhak mengaksesnya.

3. Metadata struktural, data ini menjelaskan bagaimana suatu objek digital terstruktur sehingga dapat digabungkan menjadi satu kesatuan logis. Metadata ini diperlukan untuk mengetahui hubungan antara berkas fisik dan halaman, halaman dengan bab, bab dengan buku.

2.2.8 Aspek Legal

Digitalisasi di era keterbukaan informasi, akan berkaitan dengan undang- undang yang mengatur kewajiban publikasi dan batasannya. Pengelolaan dan penyebaran dokumen digital ini bersinggungan dengan undang-undang:

a. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan b. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 Tentang Kearsipan c. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta

d. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

e. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik

Dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan yang telah disebutkan pada latar belakang penelitian ini, bahwa pada intinya, perpustakaan berkewajiban menjamin ketersediaan keragaman koleksi perpustakaan dengan terus mengembangkan layanan yang berbasis teknologi informasi.

Dalam undang-undang kerasipan disebutkan bahwa, penyelenggaraan kearsipan bertujuan salah satunya adalah menjamin terciptanya arsip dari kegiatan yang dilakukan oleh lembaga pendidikan. Kearsipan ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan serta pemanfaatan arsip yang autentik dan terpercaya (pasal 3). Penyelenggaraan kearsipan dilaksanakan berdasarkan pada asas kepentingan umum (pasal 4). Perguruan tinggi sebagai penyelenggara kearsipan mempunyai tanggung jawab untuk melaksanakan dan membina lembaga kearsipannya.

Undang-Undang Hak Cipta melindungi ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra (pasal 12). Dan tidak dianggap melanggar hak cipta apabila pengambilan ciptaan baik seluruhnya maupun sebagian dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap. Tidak melanggar hak cipta, penggunaan ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta. Termasuk perbanyakan suatu ciptaan selain program komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apa pun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi yang non komersial semata- mata untuk keperluan aktivitasnya.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 11 tahun 2008 disebutkan bahwa iformasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. Transaksi elektronik disebutkan dalam undang-undang ini adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi. Sementara itu, dokumen elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui komputer atau sistem elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi, yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.

Sistem elektronik yang dimaksudkan dalam undang-undang ini adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi, memepersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan informasi elektronik. Pasal 4 dalam undang-undang ini dinyatakan bahwa, “pemanfaatan teknologi informasi

dan transaksi elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk: (a) mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia. Kaitannya dengan digitalisasi, undang-undang ini pun menjamin akan hak kekayaan intelektual. Ini dinyatakan dalam pasal 25, yaitu informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang disusun menjadi karya intelektual, situs internet, dan karya intelektual yang ada di dalamnya dilindungi sebagai hak kekayaan intelektual berdasarkan ketentuan perundang-undangan.

Lebih jauh lagi kita lihat undang-undang nomor 14 tahun 2008 mengenai keterbukaan informasi publik, yang merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan badan publik lainnya dan segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan umum. Informasi menurut undang-undang ini adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-tanda yang mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta maupun pejelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara elektronik maupun nonelektronik. Informasi publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan undang-undang ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik. Badan publik adalah lembaga eksekutif,legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah, atau organisasi non pemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.

Informasi publik yang disampaikan menurut undang-undang ini adalah bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap pengguna informasi publik dengan cepat dan tepat waktu, biaya ringan, dan cara sederhana. Ini tentu sejalan dengan format digitalisasi yang membuka akses seluas-luasnya bagi masyarakat. Dalam undang-undang ini pun disebutkan bahwa, undang-undang ini bertujuan untuk (f) mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa; dan/atau (g) meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan badan publik untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas.

Dari tinjauan aspek legal kedua undang-undang tersebut (UU nomor 11 tahun 2008 dan UU nomor 14 tahun 2008) nampak disebutkan bahwa kedua undang-undang tersebut disusun dengan tujuan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan ini sejalan dengan pembentukan undang-undang perpustakaan yaitu, mencerdaskan kehidupan

bangsa sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan adanya sistem elektronik, merubah format tampilan informasi yang disajikanmelalui sistem elketronik. Data digital baik itu teks, suara, gambar, video, merupakan dokumen elektronik yang wajib disebarluaskan atau dipublikasikan kepada masyarakat terlebih denga status perguruan tinggi yang merupakan badan layanan publik, karena menerima anggaran pendapatan dan belanja negara.

Informasi dan/atau dokumen elektronik publik tentu akan bersinggungan dengan hak kekayaan intelektual. Dan untuk hal ini, kedua undang-undang ini pun menjamin akan hak kekayaan intelektual. Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang disusun menjadi karya intelektual, situs internet, dan karya intelektual yang ada di dalamnya dilindungi sebagai hak kekayaan intelektual berdasarkan ketentuan perundang-undangan.

Dokumen terkait