• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dimana : P i adalah peluang yang dihitung dari persamaan :

x

i

/∑X, dan

∑P

i

= 1

x

1

x

2

x

3

x

4

= X

x

1

/X x

2

/X = 1

Jika matrix terdiri dari baris dan kolom yang cukup banyak, maka persamaan untuk menghitung peluang titik pada kolom ke-i dan baris kej adalah :

Pij=xij/Xij, dimana: i = 1,2,...,p ; j = 1,2,...,q ; Pij = Peluang titik satu kecamatan ; xij = nilai PDRB Satu kecamatan ; Xij = nilai PDRB Total Kabupaten Bogor.

Dalam identifikasi tingkat perkembangan sistem dengan konsep entropi ini berlaku bahwa semakin tinggi nilai entropi maka tingkat perkembangan suatu sistem akan semakin tinggi. Nilai entropi selalu lebih besar atau paling tidak sama dengan 0 (S ≥ 0). Nilai maksimum entropi diperoleh pada saat nilai peluangnya sama dengan 1/n, dimana n adalah jumlah seluruh titik (sektor/ komponen/ jangkauan spasial). Nilai entropi maksimum tersebut akan sama dengan ln (n). Nilai ln(n) maksimum terjadi dalam kondisi seluruh lokasi dan atau aktifitas memiliki nilai sama. Dengan demikian, dapat diartikan bahwa seluruh aktifitas berkembang dengan peluang perkembangan yang sama. Sementara itu nilai minimum sama dengan 0 yang terjadi pada saat seluruh aktifitas dan atau seluruh lokasi sama dengan 0.

23   

Indeks entropi digunakan untuk mengukur perkembangan aktifitas ekonomi di Kabupaten Bogor berdasarkan sebaran (diversitas) PDRB tiap sektor. Analisis entropi wilayah dilakukan terhadap 40 kecamatan yang ada di Kabupaten Bogor. Komponen yang dianalisis adalah nilai PDRB tiap sektor di tiap kecamatan. Data yang digunakan adalah data PDRB 40 Kecamatan di Kabupaten Bogor Tahun 2013 atas dasar harga konstan yang dipublikasikan BPS pada Tahun 2014. Data PDRB yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 1.

Analisis Sektor Ekonomi Basis dan Komoditas Unggulan Pertanian

Untuk menganalisis keunggulan komparatif kecamatan-kecamatan di Kabupaten Bogor dalam penelitian ini digunakan data indikator perkembangan sektor-sektor ekonomi 40 kecamatan di Kabupaten Bogor dengan menggunakan data PDRB berdasarkan harga konstan Tahun 2013. Untuk menganalisis komoditas unggulan pertanian kecamatan-kecamatan di Kabupaten Bogor dalam penelitian ini digunakan data hasil produksi subsektor pertanian di 40 kecamatan di Kabupaten Bogor Tahun 2013 yang terdiri dari pertanian tanaman pangan, tanaman sayuran, tanaman buah – buahan, tanaman perkebunan, peternakan dan perikanan.

1) Analisis Location Quotient (LQ)

Analisis LQ dapat digunakan untuk melihat sektor basis atau non basis pada suatu wilayah perencanaan dan dapat mengidentifikasi sektor basis atau keunggulan komparatif suatu wilayah (Rustiadi et al., 2009). Metode analisis LQ pada penelitian ini. menggunakan data PDRB per sektor dari tiap sub-wilayah. Metode LQ dirumuskan sebagai berikut :

Dimana :

LQij : Indeks kuosien lokasi sub-wilayah i untuk sektor j. Xij : PDRB masing-masing sektor j di sub-wilayah i. Xi. : PDRB total di sub-wilayah i.

X.j : PDRB total sektor j di wilayah. X.. : PDRB total seluruh sektor di wilayah.

Perhitungan nilai indeks LQ menggunakan beberapa asumsi berikut: (1) digali dari kondisi geografis wilayah yang menyebar relatif seragam, (2) pola-pola aktifitas di seluruh unit analisis bersifat seragam, dan (3) produk yang dihasilkan dari setiap aktifitas sama dan diukur dalam satuan yang sama. Implikasi dari asumsi tersebut adalah bahwa seluruh data representasi aktifitas yang diukur dapat dijumlahkan dan nilai penjumlahannya bermakna. Beberapa catatan untuk menginterpretasikan hasil analisis LQ, adalah sebagai berikut:

1. Jika nilai LQij > 1, maka terdapat indikasi konsentrasi aktifitas ke-j di sub wilayah ke-i atau terjadi pemusatan aktifitas ke-j di sub wilayah ke-i. Dapat juga diterjemahkan bahwa wilayah ke-i berpotensi untuk mengekspor

produk aktifitas ke-j ke wilayah lain karena secara relatif produksinya di atas rata-rata produksi di seluruh cakupan wilayah analisis.

2. Jika nilai LQij = 1, maka sub wilayah ke-i mempunyai pangsa aktifitas ke-j setara dengan pangsa sektor ke-j di seluruh wilayah. Jika diasumsikan sistem perekonomian tertutup, dimana pertukaran produk atau perdagangan hanya terjadi dalam wilayah yang dianalisis dan bisa dicukupi secara internal dalam cakupan wilayah tersebut, maka wilayah i secara relatif mampu memenuhi kebutuhan internalnya, namun tidak memiliki surplus produksi yang potensial bisa diekspor ke wilayah lain.

3. Jika LQij < 1, maka sub wilayah ke-i mempunyai pangsa relatif lebih kecil dibandingkan dengan pangsa aktifitas ke-j di seluruh wilayah, atau pangsa relatif aktifitas ke-j di wilayah ke-i lebih rendah dari rataan aktifitas ke-j di seluruh wilayah.

Data yang digunakan dalam analisis LQ adalah data PDRB per- sektor di wilayah seluruh kecamatan di Kabupaten Bogor Tahun 2013.

2) Shift Share Analysis (SSA)

Menurut Rustiadi et al. (2009), untuk melihat potensi pertumbuhan produksi sektoral dari suatu kawasan/ wilayah dapat digunakan Shift Share Analysis (SSA). Saat ini teknik SSA banyak digunakan karena kesederhanaan prosedurnya sehingga mudah dipahami oleh mereka yang mendapatkan pelatihan minimal dalam analisis kuantitatif. SSA sangat bermanfaat untuk membandingkan antara ekonomi regional dengan nasional serta mengidentifikasi sektor yang paling pesat tumbuh atau paling lambat berdasarkan pola nasional.

Shift Share Analysis merupakan salah satu analisis untuk memahami pergeseran struktur aktivitas di suatu lokasi tertentu dibandingkan dengan suatu referensi (cakupan wilayah yang lebih luas) dalam dua titik waktu. Selain itu SSA juga dapat menjelaskan kemampuan berkompetisi (competitiveness) aktivitas tertentu di suatu wilayah tertentu serta menjelaskan kinerja aktivitas tertentu di wilayah tertentu. Gambaran kinerja ini dapat dijelaskan dari 3 komponen hasil analisis, yaitu :

1. Komponen Laju Pertumbuhan Total (komponen regional share). Komponen ini menyatakan pertumbuhan total wilayah pada dua titik waktu yang menunjukkan dinamika total wilayah.

2. Komponen Pergeseran Proporsional (komponen proportional shift). Komponen ini menyatakan pertumbuhan total aktivitas tertentu secara relatif,dibandingkan dengan pertumbuhan secara umum dalam total wilayah yang menunjukkan dinamika sektor/aktivitas total dalam wilayah.

3. Komponen Pergeseran Diferensial (komponen differential shift). Ukuran ini menjelaskan bagaimana tingkat kompetisi (competitiveness) suatu aktivitas tertentu dibandingkan dengan pertumbuhan total sektor/aktivitas tersebut dalam wilayah. Komponen ini menunjukkan (keunggulan/ ketakunggulan) suatu sektor/aktivitas tertentu di sub wilayah tertentu terhadap aktivitas tersebut di sub wilayah lain. Persamaan SSA adalah sebagai berikut :

25   

dimana :

a : Komponen share

b : Komponen proportional shift c : Komponen differential shift

X.. : Nilai total hasil produksi pertanian dalam total wilayah

X.j : Nilai total hasil produksi pertanian tertentu dalam total wilayah

Xij : Nilai total hasil produksi pertanian tertentu dalam unit wilayah tertentu t1 : Titik Tahun 2013

t0 : Titik Tahun 2008

Data yang digunakan dalam analisis SSA adalah data hasil produksi subsektor pertanian di 40 kecamatan di Kabupaten Bogor yang terdiri dari pertanian tanaman pangan, tanaman sayuran, tanaman buah – buahan, tanaman perkebunan, peternakan dan perikanan dalam dua titik tahun yaitu Tahun 2008 dan Tahun 2013.

Analisis Efisiensi Pembangunan Wilayah dan Hirarki Wilayah

Untuk menetapkan prioritas penanganan jaringan jalan, dalam penelitian ini digunakan dua metode analisis yaitu analisis efisiensi wilayah menggunakan DEA (Data Envelopment Analysis) dan analisis hirarki wilayah dengan menggunakan metode skalogram. Analisis DEA digunakan untuk menentukan prioritas penanganan jaringan jalan kecamatan berdasarkan tingkat efisiensi wilayah. Analisis skalogram digunakan untuk menentukan prioritas penanganan jaringan jalan di tiap kecamatan berdasarkan ketersediaan jumlah dan jenis sarana pelayanan.

1) Data Envelopment Analysis (DEA)

Model matematis umum metode DEA yang biasa digunakan dalam mengukur efisiensi relatif suatu DMU dibandingkan DMU sejenis dapat dituliskan sebagai berikut :

Min θ Subject to Keterangan: N : jumlah Kecamatan m : jumlah input s : jumlah output

xij : nilai input ke-I Kecamatan j yrj : nilai output ke-s Kecamatan j

Kanellopoulos et al. (2012) menggambarkan contoh sederhana analisis efisiensi DEA dengan menggunakan satu input dan satu output seperti pada Gambar 3.

Gambar 3 Grafik Representasi Satu Input dan Satu Output DEA

Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa DMU A dan B merupakan DMU yang efisien (skor 1), DMU C efisien tetapi lemah karena membutuhkan input yang besar, sementara DMU D berada dibawah garis frontir sehingga dianggap tidak efisien dibanding DMU lainnya (Skor kurang dari 1). Agar efisien, DMU D bisa direfleksikan ke titik F yang merupakan kombinasi DMU A dan B yang memiliki output yang sama dengan titik D tetapi dengan input yang lebih sedikit. Titik D juga bisa diproyeksikan ke titik H (kombinasi antara DMU B dan C) yang memiliki input sama tapi dengan output yang lebih tinggi. Agar DMU D menjadi efisien, efisiensi berorientasi input dihitung dengan rumus θ–GF/GD. Sementara efisiensi orientasi output dihitung dengan rumus θ–ID/IH.

Menurut Hadinata dan Manurung (2010), pada dasarnya prinsip kerja model DEA adalah membandingkan data input dan output dari suatu organisasi data (Decision Making Unit-DMU) dengan data input dan output lainnya pada DMU yang sejenis. Perbandingan ini dilakukan untuk mendapatkan suatu nilai efisiensi. Model DEA digunakan sebagai perangkat untuk mengukur kinerja dan memiliki keunggulan dibandingkan model lain. Keunggulan tersebut yaitu:

1. Model DEA dapat mengukur banyak variabel input dan variabel output; 2. Tidak diperlukan asumsi hubungan fungsional antara variabel-variabel yang

diukur;

3. Variabel input dan output dapat memiliki satuan pengukuran yang berbeda. Analisis DEA digunakan dengan tujuan untuk melihat wilayah mana yang yang efisien dan wilayah mana yang kurang efisien. DMU (Decision Making Unit) dalam penelitian ini adalah 40 kecamatan di kabupaten Bogor sebagai alternatif unit wilayah yang akan dianalisis dari sisi efisiensinya. Selanjutnya ditetapkan kriteria-kriteria sebagai pembatas dalam menentukan wilayah mana yang memiliki kinerja paling efisien.

Kriteria untuk menentukan efisiensi wilayah digunakan kriteri output berupa hasil capaian pembangunan yaitu capaian PDRB tiap kecamatan. Kriteria input yang digunakan terdiri dari data jumlah, panjang, dan kondisi baik ruas jalan kabupaten yang diperoleh dari Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Bogor Tahun 2013.

27   

2) Analisis Skalogram

Terdapat tiga metode analisis skalogram, yaitu : (1) Metode Gutmann scales, (2) Metode analisis skalogram sederhana, dan (3) Metode skalogram dimodifikasi. Ketiga metode memiliki perbedaan penting dengan kelebihan dan kelemahan masing – masing. Metode Gutmann scales bersifat kualitatif, metode analisis skalogram sederhana bersifat kuantitatif dengan hanya mempertimbangkan jumlah dan jenis sarana pelayanan. Metode skalogram dimodifikasi mempertimbangkan tidak hanya keberadaan fasilitas pelayanan tetapi juga aspek kapasitas layanan, serta akses berdasarkan jarak fisik dan waktu tempuh menuju fasilitas tersebut.

Secara umum ketiga metode tersebut memiliki tujuan sama yaitu dimaksudkan untuk mengidentifikasi ordo atau hirarki relatif di suatu kawasan. Identifikasi hirarki bersifat relatif. Oleh karena itu, indeks hirarki yang dihasilkan dari analisis skalogram di suatu populasi tidak dapat diperbandingkan dengan indeks lain dari populasi yang berbeda kecuali jika dalam proses analisis kedua populasi digabungkan dan dianalisis sebagai suatu kesatuan entitas populasi.

Metode yang banyak digunakan untuk menentukan hierarki wilayah adalah analisis struktural berdasarkan Guttman Scales. Metode ini mengidentifikasi hierarkhi pusat dari fasilitas umum yang dimiliki suatu wilayah. Identifikasi dan perankingan yang dilakukan didasarkan pada tingkat kelengkapan fasilitas yang ada di suatu wilayah dan membandingkannya dengan wilayah lain.

Penyusunan tabel skalogram menggunakan asumsi bahwa masing-masing fasilitas mempunyai bobot dan kualitas yang bersifat indifferent. Proses analisis skalogram didasarkan pada struktur tabel sebagaimana ditampilkan pada Tabel 5. Rumus umum analisis skalogram berdasarkan Indeks Hirarki adalah sebagai berikut:

Tahap-tahap dalam penyusunan skalogram adalah sebagai berikut:

1. Menyusun fasilitas sesuai dengan penyebaran dan jumlah fasilitas di dalam unit-unit wilayah. Fasilitas yang tersebar merata di seluruh wilayah diletakkan dalam urutan paling kiri dan seterusnya sampai fasilitas yang terdapat paling jarang penyebarannya di dalam seluruh unit wilayah. Angka yang dituliskan adalah jumlah fasilitas yang dimiliki setiap unit wilayah.

2. Menyusun wilayah sedemikian rupa dimana unit wilayah yang mempunyai ketersediaan fasilitas paling lengkap terletak di susunan paling atas, sedangkan unit wilayah dengan ketersediaan fasilitas paling tidak lengkap terletak di susunan paling bawah.

3. Menjumlahkan seluruh fasilitas secara horizontal baik jumlah jenis fasilitas maupun jumlah unit fasilitas di setiap unit wilayah.

4. Menjumlahkan masing-masing unit fasilitas secara vertikal sehingga diperoleh jumlah unit fasilitas yang tersebar di seluruh unit wilayah.

5. Dari hasil penjumlahan ini posisi teratas merupakan sub wilayah yang mempunyai fasilitas terlengkap. Posisi terbawah merupakan sub wilayah dengan ketersediaan fasilitas umum paling tidak lengkap.

6. Jika dari hasil penjumlahan dan pengurutan ini diperoleh dua daerah dengan jumlah jenis dan jumlah unit fasilitas yang sama, maka pertimbangan ke tiga adalah jumlah penduduk. Sub wilayah dengan jumlah penduduk lebih tinggi diletakkan pada posisi di atas.

Data yang digunakan dalam analisis skalogram adalah (1) data jumlah penduduk, (2) data fasilitas pendidikan, (3) data fasilitas kesehatan, (4) data fasilitas sosial, (5) data fasilitas ekonomi, (6) data fasilitas Jasa, (7) data aksesibilitas ke fasilitas pendidikan, (8) data aksesibilitas ke fasilitas kesehatan, (9) data aksesibilitas ke fasilitas ekonomi, dan (10) data aksesibilitas ke fasilitas jasa.

 

Arahan Prioritas penanganan Jaringan Jalan

1) Arahan Prioritas Penanganan Jaringan Jalan

Penetapan prioritas penanganan jaringan jalan di Kabupaten Bogor dalam penelitian ini digunakan data hasil analisis. Tujuannya adalah untuk melakukan pemilihan alternatif keputusan terkait arahan penanganan berdasarkan kriteria terbaik dengan menggunakan analiisis MCDM (Multi Criteria Decision Making) dengan metode AHP - TOPSIS. Penentuan pembobotan terhadap kriteria yang telah ditentukan dilakukan dengan menggunakan metode AHP (Analitical Hierarchy Process). Penentuan pembobotan diperoleh dari wawancara/ kuisioner kepada 5 orang responden dari unsur pemerintah daerah Kabupaten Bogor sebagai dasar penyusunan skala kepentingan yang terdiri dari bagian pembangunan Sekretaris Daerah, Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah, Dinas Bina Marga dan Pengairan, Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, serta unsur Kecamatan.

Metode AHP dikembangkan awal tahun 1970-an oleh Thomas L. Saaty, dari Universitas Pittsburg. Metode AHP digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang kompleks atau tidak berkerangka. AHP merupakan metode untuk membuat urutan alternatif keputusan dan memilih yang terbaik pada saat pengambil keputusan memiliki beberapa tujuan atau kriteria untuk mengambil

29   

keputusan tertentu. Peralatan utama AHP adalah hirarki fungsional dengan input utamanya persepsi manusia. Dengan hirarki, suatu masalah kompleks dan tidak terstruktur dipecahkan ke dalam kelompoknya, kemudian kelompok-kelompok tersebut diatur menjadi suatu bentuk hirarki.

TOPSIS pertama kali diperkenalkan oleh oleh Hwang dan Yoon (1981) sebagai metode pengambilan keputusan multi-kriteria (MCDM), yang mengidentifikasi solusi dari pemilihan sejumlah alternatif. TOPSIS menggunakan prinsip bahwa alternatif yang terpilih harus mempunyai jarak terdekat dari solusi ideal positif dan terjauh dari solusi ideal negatif dari sudut pandang geometris dengan menggunakan jarak Euclidean untuk menentukan kedekatan relatif dari suatu alternatif dengan solusi optimal (Zhang, 2011).

Solusi ideal positif didefinisikan sebagai jumlah dari seluruh nilai terbaik yang dapat dicapai untuk setiap atribut, sedangkan solusi ideal negatif terdiri dari seluruh nilai terburuk yang dicapai untuk setiap atribut. TOPSIS mempertimbangkan keduanya, jarak terhadap solusi ideal positif dan jarak terhadap solusi ideal negatif dengan mengambil kedekatan relatif terhadap solusi ideal positif. Berdasarkan perbandingan terhadap jarak relatifnya, susunan prioritas alternatif bisa dicapai.

Metode ini banyak digunakan untuk menyelesaikan pengambilan keputusan secara praktis. Hal ini disebabkan konsepnya sederhana dan mudah dipahami, komputasinya efisien,dan memiliki kemampuan mengukur kinerja relatif dari alternatif-alternatif keputusan. Alternatif – alternatif yang telah diranking kemudian dijadikan sebagai referensi bagi pengambil keputusan untuk memilih solusi terbaik yang diinginkan.

Adapun langkah-langkah dari metode TOPSIS adalah sebagai berikut : 1. Membangun sebuah matriks keputusan. Matriks keputusan A mengacu

terhadap m alternatif yang akan dievaluasi berdasarkan n kriteria. Matriks keputusan X dapat dilihat sebagai berikut :

                    • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • = mn m m n n n X X X X X X X X X X X X X X X X am a a a A 3 2 1 1 3 3 3 3 2 1 3 2 3 2 2 2 1 2 1 3 1 1 2 1 1 3 2 1 Keterangan :

Dokumen terkait