• Tidak ada hasil yang ditemukan

x i = Atribut di mana performansi alternatif diukur

TOTAL Tanaman

Pangan Buah - Buahan Sayuran Perkebu nan Rakyat Perikanan Peternakan Nanggung 1 3 0 2 1 7 14 Leuwiliang 1 3 3 2 1 6 16 Leuwisadeng 2 1 1 1 1 6 12 Pamijahan 1 7 3 1 1 1 14 Cibungbulang 2 3 0 0 1 8 14 Ciampea 1 2 2 0 1 1 7 Tenjolaya 0 2 0 0 0 6 8 Dramaga 4 3 3 1 1 1 13 Ciomas 3 4 8 2 1 3 21 Tamansari 2 2 3 1 1 7 16 Cijeruk 0 3 1 1 0 5 10 Cigombong 4 5 8 2 1 3 23 Caringin 3 10 6 3 1 5 28 Ciawi 3 0 6 2 0 8 19 Cisarua 2 1 1 3 0 8 15 Megamendung 0 0 2 3 1 7 13 Sukaraja 1 5 3 2 1 2 14 Babakan Madang 3 9 0 0 1 8 21 Sukamakmur 2 3 1 3 1 7 17 Cariu 2 2 0 2 1 3 10 Tanjungsari 2 0 1 1 1 7 12 Jonggol 1 1 4 0 1 4 11 Cileungsi 1 2 3 0 1 10 17 Klapanunggal 1 6 2 0 1 2 12 Gunung Putri 2 5 1 0 1 2 11 Citeureup 0 1 0 0 1 6 8 Cibinong 1 1 1 0 1 3 7 Bojonggede 0 2 0 0 1 1 4 Tajurhalang 3 1 0 1 1 1 7 Kemang 3 4 0 2 2 4 15 Rancabungur 1 2 4 0 1 4 12 Parung 3 1 2 0 1 2 9 Ciseeng 3 1 5 1 1 2 13 Gunung Sindur 0 4 1 1 1 1 8 Rumpin 1 3 0 1 1 3 9 Cigudeg 1 3 0 4 0 6 14 Sukajaya 1 0 0 3 1 6 11 Jasinga 3 0 0 1 0 4 8 Tenjo 2 0 1 2 1 5 11 Parung Panjang 2 5 2 1 0 3 13 Regional Share 0.05 - 0.17 2.79 -0.19 2.55 0.43

a. Subsektor Tanaman Pangan

Kecamatan Dramaga dan Cigombong merupakan kecamatan dengan jumlah komoditas unggulan subsektor tanaman pangan terbanyak di Kabupaten Bogor, yaitu sebanyak 4 komoditas unggulan yang terdiri dari komoditas talas, kacang tanah, ubi kayu, dan ubi jalar. Kecamatan Tenjolaya, Cijeruk, Megamendung, Citeureup, Bojong Gede, dan Gunung Sindur tidak memiliki komoditas unggulan subsektor tanaman pangan yang menjadi komoditas unggulan. Padi Sawah merupakan komoditas tanaman pangan yang menjadi komoditas unggulan di Kabupaten Bogor, karena jumlah komoditas unggulan tanaman padi sawah paling banyak menyebar di 19 kecamatan.

b. Subsektor Tanaman Buah - buahan

Kecamatan Caringin merupakan kecamatan dengan jumlah komoditas unggulan subsektor tanaman buah - buahan terbanyak di Kabupaten Bogor, yaitu sebanyak 10 komoditas unggulan yang terdiri dari komoditas buah alpukat, durian, jambu biji, jambu air,jeruk keprok, jeruk besar, salak, sawo, sirsak, dan sukun. Kecamatan Megamendung, Tanjungsari, Sukajaya, Jasinga dan Tenjo tidak memiliki komoditas unggulan subsektor tanaman buah - buahan yang menjadi komoditas unggulan. Jambu biji merupakan komoditas tanaman buah - buahan yang menjadi komoditas unggulan di Kabupaten Bogor, karena jumlah komoditas unggulan tanaman jambu biji paling banyak menyebar di 12 kecamatan.

c. Subsektor Tanaman Sayuran.

Kecamatan Ciomas dan Cigombong merupakan kecamatan dengan jumlah komoditas unggulan subsektor tanaman sayuran terbanyak di Kabupaten Bogor, yaitu sebanyak 8 komoditas unggulan pertanian. Komoditas sayur sawi, cabe besar, cabe rawit, tomat, terong, buncis, kangkung, dan bayam di Kecamatan Ciomas, serta di Kecamatan Cigombong terdapat komoditas sayur sawi, kacang panjang, cabe besar, cabe rawit, tomat, terong, buncis, ketimun. Kecamatan Nanggung, Cibungbulang, Tenjolaya, Babakan Madang, Cariu, Citeureup, Bojong Gede, Tajurhalang, Kemang, Rumpin, Cigudeg, Sukajaya, dan Jasinga tidak memiliki komoditas unggulan subsektor tanaman sayuran yang menjadi komoditas unggulan. Kacang Panjang merupakan komoditas tanaman sayuran yang menjadi komoditas unggulan di Kabupaten Bogor, karena jumlah komoditas unggulan tanaman kacang panjang paling banyak menyebar di 11 kecamatan. d. Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat.

Kecamatan Cigudeg merupakan kecamatan dengan jumlah komoditas unggulan subsektor tanaman perkebunan rakyat terbanyak di Kabupaten Bogor, yaitu sebanyak 4 komoditas unggulan yang terdiri dari komoditas perkebunan pala, karet, aren, dan lada. Kecamatan Cibungbulang, Ciampea, Tenjolaya, Babakan Madang, Jonggol, Cileungsi, Klapanunggal, Gunung Putri, Citeureup, Cibinong, Bojong Gede, Rancabungur, dan Parung tidak memiliki komoditas unggulan subsektor tanaman perkebunan rakyat yang menjadi komoditas unggulan. Tanaman Pala merupakan komoditas tanaman perkebunan rakyat yang menjadi komoditas unggulan di Kabupaten Bogor, karena jumlah komoditas unggulan tanaman pala paling banyak menyebar di 13 kecamatan.

51   

e. Subsektor Perikanan.

Kecamatan Kemang merupakan kecamatan dengan jumlah komoditas unggulan subsektor perikanan terbanyak di Kabupaten Bogor, yaitu sebanyak 2 komoditas unggulan yang terdiri dari komoditas ikan kolam air tenang dan ikan kolam jaring apung. Kecamatan Tenjolaya, Cijeruk, Ciawi, Cisarua, Cigudeg, dan Jasinga tidak memiliki komoditas unggulan subsektor perikanan yang menjadi komoditas unggulan. Ikan kolam air tenang merupakan komoditas subsektor perikanan yang menjadi komoditas unggulan di Kabupaten Bogor, karena jumlah komoditas unggulan ikan kolam air tenang paling banyak menyebar di 24 kecamatan.

f. Subsektor Peternakan

Kecamatan Cileungsi merupakan kecamatan dengan jumlah komoditas unggulan subsektor peternakan terbanyak di Kabupaten Bogor, yaitu sebanyak 10 komoditas unggulan yang terdiri dari komoditas ternak kambing, sapi potong, domba, anjing Peliharaan, anjing liar, kelinci, kuda, kucing, kerbau, dan ayam buras. Kecamatan Pamijahan, Ciampea, Dramaga, , Bojong Gede, Tajurhalangdan Gunung Sindur hanya memiliki 1 komoditas unggulan subsektor peternakan yang menjadi komoditas unggulan. Ayam buras merupakan komoditas subsektor peternakan yang menjadi komoditas unggulan di Kabupaten Bogor, karena jumlah komoditas unggulan ayam buras paling banyak menyebar di 20 kecamatan.

Efisiensi Pembangunan Wilayah dan Hirarki Wilayah

Perencanaan pembangunan wilayah khususnya penanganan jaringan jalan harus dijalankan dengan memegang asas prioritas. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan anggaran, sumberdaya manusia, sumberdaya alam serta hambatan geografis sehingga pemerintah perlu menetapkan wilayah-wilayah mana yang perlu mendapatkan prioritas untuk di bangun dan dikembangkan. Penetapan prioritas tersebut sebaiknya sejalan dengan potensi wilayah yang bersangkutan serta tingkat perkembangan dari wilayah tersebut termasuk ketersediaan infrastruktur dan sarana pelayanan. Hal ini sejalan dengan pendapat Riyadi dan Bratakusumah (2005) bahwa perencanaan pembangunan wilayah dalam hubungannya dengan suatu daerah sebagai wilayah pembangunan harus memiliki orientasi yang bersifat menyeluruh, lengkap, namun tetap berpegang pada asas prioritas.

Dalam kaitannya dengan strategi pengembangan wilayah, perlu diidentifikasi wilayah-wilayah yang menjadi pusat pertumbuhan yang mampu menggerakan ekonomi wilayah di sekitarnya. Melalui pendekatan konsep wilayah nodal, dapat diketahui wilayah yang menjadi pusat-pusat (inti) dan wilayah yang menjadi pendukung (hinterland). Identifikasi terhadap wilayah inti dan hinterland penting dilakukan untuk menentukan prioritas wilayah pembangunan. Fokus pembangunan pada pusat-pusat pertumbuhan yang menjadi inti wilayah akan memudahkan dalam penetapan prioritas wilayah pembangunan dimana pelaksanaan pembangunan pada wilayah inti diharapkan dapat memberikan multiplier effect terhadap perkembangan wilayah-wilayah di sekitarnya.

Selain dilihat dari ketersediaan fasilitas pelayanan, perencanaan pengembangan wilayah juga bisa didekati melalui analisis efisiensi wilayah. Tujuannya adalah untuk menganalisis seberapa efisien pemanfaatan sarana prasarana jalan di Kabupaten Bogor dalam mendorong pencapaian PDRB.

Efisiensi Pembangunan Wilayah

Analisis dilakukan dengan menggunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA). DEA digunakan dengan tujuan untuk melihat wilayah mana yang yang efisien dan wilayah mana yang kurang efisien. Dari analisis ini dapat ditentukan wilayah-wilayah mana yang efisien dan perlu diprioritaskan dalam pembangunan dengan harapan dapat berpengaruh pada wilayah sekitarnya. Metode analisis DEA dipilih karena metode ini mampu menentukan efisiensi dari suatu DMU (Decision Making Unit) berdasarkan beragam kriteria input yang memiliki satuan pengukuran yang berbeda.

Untuk melihat efisiensi secara positif capaian PDRB berdasarkan ketersediaan jumlah sarana prasarana jalan, digunakan data jumlah ruas jalan, panjang jalan dan persentase jalan dalam kondisi baik di Kabupaten Bogor. Struktur data DEA disajikan pada lampiran 10.

Tabel 15, dapat diketahui bahwa hasil perhitungan dengan orientasi input dan asumsi Constant Return to Scale (CRS) dari sisi jumlah sarana prasarana jalan, hampir semua kecamatan di Kabupaten Bogor menunjukan nilai efisiensi (efficiency summary) tidak mencapai tingkat efisiensi maksimum 100% secara positif. Hal ini mengindikasikan bahwa secara umum keberadaan jumlah dan kondisi sarana prasarana yang ada di tiap kecamatan belum efisien secara positif mendorong peningkatan PDRB. Hal tersebut dimungkinkan terjadi karena kelengkapan jumlah dan kondisi prasarana jalan di kecamatan tersebut tidak sebanding dengan capaian PDRB. Hampir di semua Kecamatan memiliki sarana prasarana jalan yang cukup memadai, tetapi PDRB yang dihasilkan tidak sebanding dengan jumlah sarana prasarana yang ada. Artinya jumlah sarana prasarana yang ada belum mampu secara efisien mendorong peningkatan PDRB sesuai yang diharapkan. Selain dipengaruhi oleh kondisi prasarana jalan yang ada, efisiensi pembangunan wilayah juga dipengaruhi oleh aktivitas perekonomian di wilayah tersebut.

Kecamatan Gunung Putri dengan kondisi prasarana jalanya yang baik serta aktivitas perekonomiannya yang bertumpu pada sektor sekunder dan tersier, merupakan satu – satunya kecamatan di Kabupaten Bogor yang mencapai nilai efisiensi maksimum 100% secara positif. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah dan kondisi sarana prasarana jalan di kecamatan tersebut sudah secara efisien mendorong peningkatan PDRB.

Dari bobot input yang dimiliki, seharusnya 39 Kecamatan yang nilai efisiensi nya belum mencapai 100% dapat menghasilkan output yang lebih tinggi sesuai hasil dari analisis yang dilakukan. Misalnya kecamatan Nanggung dari output PDRB yang diperoleh sesuai data yang ada sebesar 696.271 seharusnya bisa menghasilkan output PDRB sebesar 5.854.524. Untuk gambaran nilai output kecamatan lainnya dapat dilihat pada Tabel 15. Kecamatan Nanggung dengan kondisi prasarana jalanya yang kurang baik serta aktivitas perekonomiannya yang bertumpu pada sektor primer, merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Bogor yang nilai efisiensi positifnya masuk dalam kategori sangat kurang.

53   

Hasil summary of peers analisis DEA menunjukan bahwa untuk meningkatkan efisiensi positif sarana prasarana jalan terhadap capaian nilai PDRB di setiap Kecamatan, harus mengacu pada Kecamatan Gunung Putri yang memiliki nilai efisiensi maksimum 100% Secara positif. Peta tingkat efisiensi positif sarana prasarana jalan terhadap capaian nilai PDRB di Kabupaten Bogor disajikan pada Gambar 8.

Tabel 15. Efisiensi jumlah sarana prasarana jalan terhadap capaian PDRB Kecamatan di Kabupaten Bogor

Kecamatan  Efficie ncy  Input  (Jumlah  Ruas  Jalan)  Input  (Panjang  Ruas  Jalan)  Input  (Persenta se Jalan  Baik)  Output (PDRB)  Peers  Data  Hasil  Analisis  Nanggung  0.119  16  75.683  59.5   696,271    5,854,524   25  Leuwiliang  0.075  14  59.234  59.11   438,552    5,816,150   25  Leuwisadeng  0.040  6  18.4  92.03   136,371    3,432,138   25  Pamijahan  0.030  15  55.47  87.43   257,807    8,602,706   25  Cibungbulang  0.034  13  40.69  90.91   256,405    7,589,874   25  Ciampea  0.054  15  45.856  98.91   459,504    8,554,231   25  Tenjolaya  0.027  8  25.012  98.8   124,210    4,665,096   25  Dramaga  0.050  15  34.085  88.56   318,803    6,358,782   25  Ciomas  0.109  12  21.185  98.58   431,036    3,950,689   25  Tamansari  0.033  17  41.518  92.77   259,104    7,744,694   25  Cijeruk  0.037  12  31.548  98.73   217,584    5,884,997   25  Cigombong  0.035  20  41.177  93.69   269,362    7,681,274   25  Caringin  0.069  20  51.75  63.38   428,494    6,236,298   25  Ciawi  0.101  14  37.576  90.69   706,655    7,009,769   25  Cisarua  0.084  14  32.4  90.43   510,460    6,043,547   25  Megamendung  0.057  11  37.72  86.48   401,838    7,035,883   25  Sukaraja  0.144  17  44.545  88.1   1,193,368    8,309,877   25  Babakan Madang  0.130  9  34.425  75.89   837,424    6,420,336   25  Sukamakmur  0.026  13  80.572  61.24   157,109    6,025,732   25  Cariu  0.030  6  32.403  78.09   166,578    5,558,944   25  Tanjungsari  0.016  8  49.67  77.15   122,238    7,411,926   25  Jonggol  0.041  9  45.05  79.02   317,176    7,775,201   25  Cileungsi  0.939  11  32.615  61.83   5,712,096    6,083,785   25  Klapanunggal  0.627  5  30.965  53.98   2,904,922    4,632,453   25  Gunung Putri  1.000  10  49.67  94.16   9,264,907    9,264,907   25  Citeureup  0.619  11  42.775  91.35   4,938,315    7,977,855   25  Cibinong  0.366  27  56.135  91.27   3,286,529    8,980,544   25  Bojonggede  0.054  8  40.822  74.28   392,394    7,308,807   25  Tajurhalang  0.023  10  39.52  95.45   169,255    7,371,635   25  Kemang  0.049  12  27.92  97.85   256,930    5,207,896   25  Rancabungur  0.015  7  28.25  91.15   78,282    5,269,451   25  Parung  0.088  11  36.3  90.5   597,002    6,771,011   25  Ciseeng  0.048  8  31.497  76.39   282,547    5,875,671   25  Gunung Sindur  0.099  14  44.823  90.59   827,276    8,360,240   25  Rumpin  0.074  16  73.249  42.03   305,441    4,135,557   25  Cigudeg  0.062  16  57.13  47.05   285,626    4,629,502   25  Sukajaya  0.016  6  47.85  61.62   86,984    5,558,944   25  Jasinga  0.026  19  75.13  86.65   225,035    8,525,958   25  Tenjo  0.011  11  46.54  86.76   91,303    8,536,781   25  Parung Panjang  0.046  8  51.755  71.79   327,014    7,063,803   25  MEAN  0.138         

Gambar 8. Peta tingkat efisiensi positif sarana prasarana jalan terhadap capaian nilai PDRB 40 kecamatan di Kabupaten Bogor Berdasarkan Gambar 8, dapat diperoleh penjelasan sebagai berikut :

a. Efisiensi positif pembangunan kecamatan di Kabupaten Bogor dengan nilai (0,75 – 1,00), secara umum termasuk ke dalam kategori baik dan masih di atas rata-rata nilai efisiensi (0,138) berjumlah 2 kecamatan, yaitu kecamatan Gunung Putri dan Cileungsi.

b. Efisiensi positif pembangunan kecamatan di Kabupaten Bogor dengan nilai (0,50 – 0,75), secara umum termasuk ke dalam kategori cukup dan masih di atas rata-rata nilai efisiensi (0,138) berjumlah 2 kecamatan, yaitu kecamatan Klapanunggal dan Citeureup.

c. Efisiensi positif pembangunan kecamatan di Kabupaten Bogor dengan nilai (0,25 – 0,50), secara umum termasuk ke dalam kategori Kurang dan masih di atas rata-rata nilai efisiensi (0,138) berjumlah 1 kecamatan, yaitu kecamatan Cibinong.

d. Efisiensi positif pembangunan kecamatan di Kabupaten Bogor dengan nilai (<0,25), secara umum termasuk ke dalam kategori sangat kurang berjumlah 35 kecamatan, yaitu kecamatan Sukaraja, Babakan madang, Gunung Sindur, Ciawi, Nanggung, Leuwiliang, Ciampea, Dramaga, Ciomas, Caringin, Cisarua, Megamendung, Jonggol, Bojong Gede, Parung, Rumpin, Parung panjang, Leuwisadeng, Pamijahan, Cibungbulang, Tenjolaya, Tamansari, Cijeruk, Cigombong, Sukamakur, Cariu, Tanjungsari, Tajurhalang, Kemang, Rancabungur, Ciseeng, Cigudeg, Sukajaya, Jasinga, dan Tenjo

55   

Hirarki Wilayah

Analisis hirarki wilayah Kabupaten Bogor dikaji dengan analisis skalogram. Analisis skalogram dibangun untuk mengetahui tingkat perkembangan suatu wilayah berdasarkan aktivitas sosial, ekonomi, serta mengidentifikasi tingkat kesejahteraan, luas wilayah dan aksesibilitas penduduk ke pusat-pusat pelayanan. Ketersediaan fasilitas tidaklah seragam di seluruh kecamatan. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hirarki wilayah kecamatan yang ada di Kabupaten Bogor.

Terdapat 30 variabel yang digunakan dalam analisis skalogram, yang terbagi menjadi 9 indeks, yaitu: (1) Indeks jumlah penduduk, (2) Indeks fasilitas pendidikan, (3) Indeks fasilitas kesehatan, (4) Indeks fasilitas sosial, (5) Indeks fasilitas ekonomi, (6) Indeks fasilitas Jasa, (7) Indeks aksesibilitas ke fasilitas pendidikan, (8) Indeks aksesibilitas ke fasilitas kesehatan, (9) Indeks aksesibilitas ke fasilitas ekonomi, dan (10) Indeks aksesibilitas ke fasilitas jasa.

Pada analisis skalogram, tingkat perkembangan wilayah dapat dicerminkan oleh nilai Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK), semakin tinggi nilai IPK maka semakin berkembang/maju wilayah tersebut dibandingkan dengan wilayah lainnya, sehingga wilayah tersebut dapat menjadi pusat pelayanan bagi wilayah- wilayah disekitarnya atau bagi wilayah-wilayah yang memiliki nilai IPK lebih rendah. Hasil analisis hirarki wilayah ditampilkan pada Tabel 16 dan Tabel 17.

Hasil analisis skalogram tahun 2013 menunjukkan bahwa, nilai IPK rata- rata berkisar 39,879 dan nilai Standar Deviasi sebesar 9,654. Wilayah dengan IPK tertinggi pada tahun 2013 adalah kecamatan Cibinong. Secara umum tingkat hirarki wilayah Kabupaten Bogor tahun 2013 masih banyak kecamatan yang berada pada hirarki III. Sebanyak 57,5 persen (23 kecamatan) di Kabupaten Bogor masih berada di hirarki III (kurang maju). Hal ini dapat dilihat dari masih minimnya jumlah fasilitas sarana prasarana masyarakat yang tinggal di daerah tersebut. Disamping itu juga ditandai dengan masih sulitnya aksesibilitas/ kemudahan pencapaian dalam memanfaatkan fasilitas sarana prasarana tersebut. Kecamatan yang berada pada hirarki II sebanyak 32,5 persen (13 kecamatan) dan kecamatan yang berada pada hirarki I sebanyak 10 persen (4 kecamatan).

Perkembangan wilayah Kabupaten Bogor tahun 2013 secara spasial dapat disajikan pada Gambar 9. Pada Gambar 9 dapat terlihat bahwa, wilayah yang secara geografis berbatasan dengan Kota Bogor memiliki tingkat hirarki wilayah yang cukup baik, seperti: Kecamatan Cibinong dengan tingkat Hirarki I, Kecamatan Ciawi, Caringin, Ciomas, Dramaga, Citeureup dan Bojong gede dengan tingkat Hirarki II. Selain Kecamatan Cibinong, Wilayah di Kabupaten Bogor yang memiliki tingkat hirarki I berada di wilayah bagian barat berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Lebak yaitu Kecamatan Leuwiliang, dan wilayah bagian timur yang berbatasan dengan Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Karawang yaitu Kecamatan Cileungsi dan Kecamatan Cariu. Kecamatan dengan tingkat Hirarki III sebagian besar berada pada wilayah Kabupaten Bogor bagian barat.

Tabel 16. Hirarki Wilayah Kabupaten Bogor Tahun 2013

No  Kecamatan  IPK  Hirarki Wilayah 

1  Cibinong 67.681 Hirarki 1  2  Cariu 67.249 Hirarki 1  3  Cileungsi 57.356 Hirarki 1  4  Leuwiliang 52.081 Hirarki 1  5  Kemang 48.917 Hirarki 2  6  Jasinga 46.945 Hirarki 2  7  Citeureup 46.954 Hirarki 2  8  Ciawi 46.918  Hirarki 2  9  Caringin 46.255 Hirarki 2  10  Jonggol 44.320 Hirarki 2  11  Dramaga 43.607 Hirarki 2  12  Tenjolaya 42.832 Hirarki 2  13  Tanjungsari 42.222 Hirarki 2  14  Cisarua 40.958  Hirarki 2  15  Parung 40.849 Hirarki 2  16  Ciomas 40.550 Hirarki 2  17  Bojonggede 40.392 Hirarki 2  18  Cibungbulang 39.480 Hirarki 3  19  Rancabungur 39.280 Hirarki 3 

20  Babakan Madang 38.695 Hirarki 3 

21  Cigombong 38.639 Hirarki 3 

22  Megamendung 38.397 Hirarki 3 

23  Gunung Sindur 36.366 Hirarki 3 

24  Pamijahan 36.126 Hirarki 3 

25  Cigudeg 35.842 Hirarki 3 

26  Rumpin 35.806 Hirarki 3 

27  Tenjo 35.549 Hirarki 3 

28  Ciseeng 35.355 Hirarki 3 

29  Parung Panjang 34.758 Hirarki 3 

30  Nanggung 34.633 Hirarki 3 

31  Ciampea 34.584 Hirarki 3 

32  Klapanunggal 34.242 Hirarki 3 

33  Sukaraja 33.706 Hirarki 3 

34  Gunung Putri 32.370 Hirarki 3 

35  Leuwisadeng 30.885 Hirarki 3  36  Tajurhalang 30.768 Hirarki 3  37  Sukamakmur 30.460 Hirarki 3  38  Cijeruk 29.624 Hirarki 3  39  Sukajaya 23.979 Hirarki 3  40  Tamansari 19.547 Hirarki 3  Rataan IPK  39.879  st Deviasi  9.654 

57   

Tabel 17. Persentase Hirarki Wilayah Kabupaten Bogor Tahun 2013

Kriteria

Jumlah 

Kecamatan  Persentase (%)  Rataan IPK  StDev IPK 

Hirarki I 4  10  61.091  7.67 

Hirarki II 13 32.5  43.978  2.945 

Hirarki III 23 57.5  33.874  4.799 

Sumber: BPS (2014) diolah dari hasil analisis Skalogram

Secara spesifik hirarki wilayah menurut ketersediaan sarana dan prasarana serta fasilitas pelayanan umum berdasarkan perhitungan skalogram di Kabupaten Bogor adalah sebagai berikut:

1. Wilayah yang termasuk pada hiraki I merupakan wilayah/kecamatan- kecamatan yang memiliki tingkat hirarki wilayah yang lebih maju dibandingkan dengan kecamatan lainnya. Kecamatan yang termasuk pada kategori ini hanya sebesar 10 persen dari total kecamatan di Kabupaten Bogor. Wilayah nya meliputi kecamatan: Cibinong (IPK 67,681), Cariu (IPK 67,249), Cileungsi (IPK 57,356), Leuwiliang (IPK 52,081). Kecamatan yang berada pada kategori hirraki I ini memiliki kelengkapan jumlah dan jenis dari prasarana/fasilitas dasar di lokasi tersebut. Selain itu, kecamatan yang termasuk pada kategori ini memiliki aksesibilitas yang lebih baik dibandingkan dengan wilayah lainnya. Wilayah yang termasuk pada kategori ini dapat menjadi pusat pelayanan dan penyedia fasilitas bagi wilayah disekitarnya. Wilayah hirarki I, dengan aspek pelayanan masyarakat yang cukup baik dapat mempengaruhi peningkatan nilai efisiensi positif pembangunan wilayahnya. Kecamatan Cileungsi dengan nilai efisiensi pembangunan wilayahnya sebesar 93% dan masuk dalam kategori baik, merupakan wilayah kecamatan yang berada pada tingkat hirarki I.

2. Wilayah yang termasuk kedalam hirarki II merupakan wilayah/kecamatan yang memiliki tingkat hirarki wilayah sedang. Ciri-ciri yang menonjol pada kategori wilayah ini adalah jumlah dan jenis prasarananya tidak selengkap wilayah yang berada di hirarki I. Itulah sebabnya wilayah ini tidak dapat dijadikan sebagai pusat aktivitas maupun pusat pelayanan bagi kecamatan - kecamatan disekitarnya, melainkan hanya berfungsi sebagai hinterland. Pada tahun 2013, sebanyak 32,5 persen (13 kecamatan) dari jumlah kecamatan di Kabupaten Bogor dikategorikan sebagai wilayah sedang. Kecamatan yang berada pada kategori wilayah sedang adalah: Kemang (IPK 48,917), Jasinga (IPK 46,945), Citeureup (IPK 46,954), Ciawi (IPK 46,918), Caringin (IPK 46,225), Jonggol (IPK 44,320), Dramaga (IPK 43,607), Tenjolaya (IPK 42,832), Tanjungsari (IPK 42,222), Cisarua (IPK 40,958), Parung (IPK 40,849), Ciomas (IPK 40,550), Bojonggede (IPK 40,392).

3. Wilayah/kecamatan yang termasuk kedalam hirarki III merupakan wilayah yang memiliki tingkat hirarki wilayah yang paling rendah. Wilayah yang berada pada kategori inilah yang paling banyak tersebar di Kabupaten Bogor. Pada tahun 2013 sebanyak 57,5 persen dari total wilayah yang ada di Kabupaten Bogor termasuk pada kategori wilayah ini, yaitu kecamatan: Cibungbulang (IPK 39,480), Rancabungur (IPK 39,280), Babakan Madang (IPK 38,695), Cigombong (IPK 38,639), Megamendung (IPK 38,397), Gunung

Sindur (IPK 36,366), Pamijahan (IPK 36,126), Cigudeg (IPK 35,842), Rumpin (IPK 35,806), Tenjo (IPK 35,549), Ciseeng (IPK 35,355), Parung Panjang (IPK 34,758), Nanggung (IPK 34,633), Ciampea (IPK 34,584), Klapanunggal (IPK 34,242), Sukaraja (IPK 33,706), Gunung Putri (IPK 32,370), Leuwisadeng (IPK 30,885), Tajurhalang (IPK 30,768), Sukamakmur (IPK 30,460), Cijeruk (IPK 29,624), Sukajaya (IPK 23,979), Tamansari (IPK 19,547), Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 15.

Gambar 9. Peta Hirarki Wilayah Kabupaten Bogor Tahun 2013

Wilayah hirarki I, dengan aspek pelayanan masyarakat yang cukup baik dapat mempengaruhi peningkatan nilai efisiensi positif pembangunan wilayahnya. Kecamatan Cileungsi dengan nilai efisiensi pembangunan wilayahnya sebesar 93% dan masuk dalam kategori baik, merupakan wilayah kecamatan yang berada pada tingkat hirarki yang paling tinggi (Hirarki I). Sebaliknya, Wilayah dengan aspek pelayanan masyarakat yang kurang baik dapat mempengaruhi penurunan nilai efisiensi positif pembangunan wilayahnya. Kecamatan Tenjo dengan nilai efisiensi pembangunan wilayahnya hanya sebesar 1,1% dan masuk dalam kategori sangat kurang, merupakan wilayah kecamatan yang berada pada tingkat hirarki yang paling rendah (Hirarki III).

Kecamatan dengan tingkat hirarki I, yaitu Kecamatan Cibinong, Cariu, Cileungsi, dan Leuwiliang merupakan kecamatan yang termasuk dalam Rencana struktur ruang wilayah kabupaten Bogor meliputi pembagian wilayah pengembangan, rencana sistem pusat kegiatan dan rencana sistem jaringan sarana dan prasarana. Pembagian wilayah pengembangan tersebut dibagi kedalam 3 Wilayah Pengembangan.

59   

Kecamatan Cibinong Masuk ke dalam wilayah pengembangan tengah dengan arahan fungsi pengembangan kegiatan pusat pemerintahan, perdagangan dan jasa, pusat pelayanan sosial, pusat komunikasi, pusat permukiman perkotaan, Pariwisata dan budaya, Industri ramah lingkungan. Kecamatan Leuwiliang Masuk ke dalam wilayah pengembangan barat dengan arahan fungsi Pengembangan kegiatan pertanian, pertambangan, kehutanan, perkebunan, pariwisata dan budaya, industri, jasa dan permukiman. Kecamatan Cileungsi dan Kecamatan Cariu Masuk ke dalam wilayah pengembangan timur dengan arahan fungsi Pengembangan kegiatan perdagangan dan jasa, pertanian, pertambangan, pariwisata, industri manufaktur, pusat permukiman perkotaan.

Kecamatan Cibinong, Leuwiliang, dan Cileungsi juga masuk ke dalam rencana pengembangan pusat kegiatan di Kabupaten Bogor. Sistem pusat kegiatan terbagi atas sistem perkotaan dan sistem pedesaan. Sistem perkotaan disusun secara berhirarkis sesuai dengan ukuran dan fungsi perkotaan sesuai dengan skala pelayanan yang ditentukan. Pembagian struktur pusat kegiatan dalam sistem perkotaan ditetapkan sebagai berikut:

1. Pusat Kegiatan Nasional (PKN), yaitu Kawasan Perkotaan Bodebek;

2. Pusat Kegiatan Wilayah Promosi (PKWp) yaitu Perkotaan Cibinong yang merupakan pusat dari Sub Wilayah Pengembangan (SWP) Cibinong;

3. Pusat Kegiatan Lokal Promosi (PKLp) yaitu perkotaan Cileungsi, Cigudeg, Parungpanjang, dan Jonggol;

4. Pusat Pelayanan Kawasan (PPK), yaitu perkotaan Parung, Leuwiliang, Jasinga, Cigombong, Ciawi, Ciomas dan Ciampea; dan

5. 29 Pusat Pelayanan Lingkungan Kota (PPLk) yang tersebar di 22 kecamatan yang merupakan pemusatan aktivitas pelayanan di skala lingkungan permukiman pada wilayah perkotaan.

Terkait dengan pengembangan pusat kegiatan diatas fokus pengembangan diprioritaskan pada pengembangan Cibinong Raya sebagai Pusat Kegiatan Wilayah yang dipromosikan (PKWp) dengan mendorong Cibinong Raya sebagai Pusat Pemerintahan, Pelayanan Sosial dan Ekonomi, Permukiman, Industri, Riset & Teknologi yang memiliki Skala Provinsi dan antar Kabupaten/Kota. Hal ini terkait dengan pengembangan twin metropolitan Bodebekkarpur sebagai Metropolitan mandiri dengan sektor unggulan industri manufaktur, jasa, keuangan, serta perdagangan, hotel, dan restoran.

Transportasi Asal Tujuan

Sebagai salah satu aspek utama dalam perancangan sistem transportasi adalah prediksi kebutuhan pergerakan dapat menentukan tingkat efektifitas dan efisiensi pembangunan/pengembangan sistem transportasi. Makin baik prediksi yang dilakukan dalam tahap perencanaannya, maka semakin efektif dan efisien implementasinya. Prediksi kebutuhan pergerakan pada dasarnya merupakan proses yang rumit serta sulit untuk memperoleh hasil yang baik, mengingat banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan kebutuhan pergerakan khususnya. Selain metode prediksi yang sesuai, kualitas data juga sangat menentukan kualitas prediksi yang dihasilkan. Apabila diinginkan kualitas prediksi kebutuhan pergerakan yang baik, diperlukan sumberdaya yang besar. Hasil keluaran dari perhitungan bangkitan dan tarikan lalulintas berupa jumlah kendaraan, orang, atau angkutan barang per satuan waktu, misalnya

kendaraan/jam. Jumlah orang atau kendaraan yang masuk atau keluar dari suatu luas tanah tertentu dalam satu hari (atau satu jam) mudah dihitung untuk mendapatkan bangkitan dan tarikan pergerakan.

Pergerakan dapat dikalsifikasikan berdasarkan 3 hal penting, yaitu : 1. Berdasarkan Tujuan Pergerakan

Pergerakan dengan tujuan bekerja dan pendidikan disebut sebagai tujuan pergerakan utama yang merupakan keharusan untuk dilakukan oleh setiap orang setiap hari, sedangkan tujuan pergerakan lain seperti ke tempat belanja, kepentingan sosial, dan rekreasi sifatnya hanya pilihan dan tidak rutin dilakukan.

Perjalanan terbentuk karena adanya aktivitas yang dilakukan bukan di tempat tinggal sehingga pola sebaran tata guna lahan suatu kota akan sangat mempengaruhi pola perjalanan orang. Dalam hal ini pola penyebaran spasial yang sangat berperan adalah sebaran spasial dari daerah industri, perkantoran, dan permukiman. Pola sebaran spasial dari ketiga jenis tata guna lahan ini sangat berperan dalam menentukan pola perjalanan orang, terutama perjalanan dengan maksud bekerja. Tentu saja sebaran spasial untuk pertokoan dan areal pendidikan juga berperan. Tetapi, mengingat porsi keduanya tidak begitu signifikan, pola sebaran pertamalah yang sangat mempengaruhi pola perjalanan orang.

Jika ditinjau lebih jauh terlihat bahwa makin jauh dari pusat kota,

Dokumen terkait