• Tidak ada hasil yang ditemukan

5 ANALISIS KEBERLANJUTAN SUMBER DAYA PERIKANAN TANGKAP

5.2 Dimensi Ekonom

Hasil analisis Rapfish Sulawesi Selatan terhadap 9 atribut dimensi ekonomi secara parsial, dihasilkan nilai indeks tingkat keberlanjutan pada dimensi sosial sebesar 63,13 (berada di atas 50,00) berarti cukup berkelanjutan. Hasil analisis keberlanjutan dimensi ekonomi disajikan pada Gambar 25.

Selanjutnya berdasarkan hasil analisis leverage factor diperoleh atribut yang keberadaannya berpengaruh sensitif terhadap peningkatan atau penurunan status keberlanjutan (Gambar 25). Nilai RMS (root means square) semakin besar maka semakin besar pula peranan atribut tersebut terhadap sensitivitas status keberlanjutan. Hasil analisis leverage factor dari dimensi ekologi diperoleh 2 kelompok atribut, yaitu atribut yang berpengaruh sensitif (3 atribut) dan berpengaruh tidak sensitif (6 atribut).

a. Atribut yang berpengaruh sensitif

Diperoleh 3 (tiga) atribut yang berpengaruh terhadap peningkatan atau penurunan status keberlanjutan (nilai indeks keberlanjutan ekonomi) yaitu : (1) Orientasi pasar produk hasil perikanan (RMS = 2,64), (2) Sumber pendapatan perikanan tangkap bagi nelayan (RMS =.2,28), dan (3) Kepemilikan peralatan tangkap (RMS = 0,64).

Gambar 25 Nilai indeks keberlanjutan dimensi ekonomi perikanan tangkap Provinsi Sulawesi Selatan

Gambar 26 Leverage factor pada dimensi ekonomi perikanan tangkap Sulawesi Selatan

1. Orientasi pasar

Pemasaran dapat diartikan sebagai suatu proses untuk menciptakan nilai ekonomi suatu barang. Kotler, 2007 mengatakan bahwa pemasaran merupakan suatu proses sosial dan manajerial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan produk yang bernilai kepada pihak lain. Pemasaran menjadi penghubung antara produsen dan konsumen.

Hasil tangkapan ikan tidak mempunyai nilai ekonomi sampai didistribusikan dan dipasarkan kepada konsumen. Aspek orientasi pasar sangat penting dalam pengembangan perikanan tangkap. Hal ini terkait dengan karakteristik sumberdaya ikan yang relatif cepat mengalami penurunan mutu . Oleh karena itu hasil tangkapan ini harus segera dipasarkan kepada konsumen untuk dikonsumsi atau menjadi bahan baku industri pengolahan. Disamping itu, orientasi pasar memainkan peranan yang besar dalam upaya meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan para pelakunya terutama nelayan. Hasil tangkapan yang dipasarkan dengan baik akan memberikan keuntungan yang besar kepada nelayan yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan.

Namun demikian dalam pelaksanaannya pemasaran hasil tangkapan di Sulawesi Selatan relatif kompleks. Kompleksitas tersebut pertama berkaitan dengan daerah pemasaran yang tidak hanya pemasaran antar daerah di dalam negeri, tetapi yang lebih memungkinkan adalah pemasaran luar negeri dengan pelaku usaha negara tetangga. Kedua, berkaitan dengan pola keterikatan nelayan dengan pihak lain. Orientasi pasar hasil perikanan tangkap di Sulawesi Selatan meliputi pasar lokal, kabupaten, provinsi maupun pasar nasional serta internasional. Ketersediaan pasar produk perikanan tangkap ini mampu mendorong tingkat eksploitasi jenis ikan komersial terutama ikan karang. Produksi ikan karang cenderung terus mengalami kenaikan. Hal ini menunjukkan produksi perikanan tangkap yang cenderung meningkat sesuai dengan tingkat permintaan pasar.

Meskipun keberlanjutan ekonomi ditentukan oleh faktor pengungkit orientasi pasar namun tidak menjamin keberlanjutan ekologi, khusus terhadap sumberdaya ikan. Hal ini disebabkan bahwa kebutuhan pasar dipenuhi oleh suplai ikan yang tidak mempertimbangkan asal tempat hasil penangkapan

(fishing ground). Kebutuhan ikan dapat diperoleh dari berbagai tempat fishing ground dan termasuk juga berasal dari luar Sulawesi Selatan.

Tingginya orientasi pasar ini, hendaknya diikuti dengan sistem kontrol sumberdaya yang baik. Pemanfaatan sumberdaya ikan karang hendaknya juga mempertimbangkan daya dukung pemanfaatan Berdasarkan hal tersebut, maka dalam upaya peningkatan produksi perikanan tangkap untuk memenuhi permintaan pasar, perlindungan terhadap ekosistem tetap diperlukan untuk menjamin ketersediaan stok sumber daya ikan

2. Sumber pendapatan nelayan

Nelayan adalah orang/individu yang aktif dalam melakukan penangkapan ikan dan binatang air lainnya. Tingkat kesejahteraan nelayan sangat ditentukan oleh hasil tangkapannya. Banyaknya tangkapan tercermin juga besarnya pendapatan yang diterima oleh nelayan yang nantinya sebagian besar digunakan untuk konsumsi keluarga. Dengan demikian tingkat pemenuhan kebutuhan konsumsi keluarga sangat ditentukan oleh pendapatan yang diterimanya.

Para nelayan melakukan pekerjaan ini dengan tujuan memperoleh pendapatan untuk melangsungkan kehidupannya. Sedangkan dalam pelaksanaannya dibutuhkan beberapa perlengkapan dan juga dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam guna mendukung keberhasilan kegiatannya. Menurut Salim (1999) faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan meliputi faktor sosial dan ekonomi yang terdiri dari modal, jumlah perahu, pengalaman melaut,jarak tempuh melaut, jumlah tenaga kerja. Pendapatan nelayan berdasarkan besar kecilnya volume tangkapan,masih terdapat beberapa faktor yang lainnya yang ikut menentukan keberhasilan nelayan yaitu faktor sosial dan ekonomi selain tersebut diatas.

Di Selat Makassar hasil tangkapan di pengaruhi oleh musim angin Barat, angin Timur dan musim Pancaroba. Musim angin Barat terjadi sekitar bulan Januari sampai Maret dan biasanya diikuti musim penghujan dengan angin kencang yang dapat menimbulkan gelombang laut yang besar. Musim angin Timur terjadi pada bulan Juli sampai September yang diikuti oleh musim Kemarau dan ditandai dengan kurangnya kecepatan angin, sehingga gelombang laut agak tenang. Musim Pancaroba adalah musim peralihan, terjadi pada bulan April sampai Juni dan antara bulan Oktober sampai bulan Desember. Keadaan laut pada musim Pancaroba tidak dapat diduga karena sewaktu-waktu gelombang laut tenang dan di waktu lain menjadi besar.

Produksi perikanan sangat dipengaruhi oleh musim. Saat musim Barat yang di sebut musim paceklik, nelayan kurang atau bahkan tidak melaut karena besarnya ombak sehingga produksi perikanan pada uumumnya menurun. Sebaliknya, saat musim timur tiba para nelayan sangat bersyukur karena pada musim ini kondisi laut sangat bersahabat, sehingga para nelayan dengan semangat baharinya berbondong-bondong melaut untuk mengkap ikan, sehingga musim timur ini juga di sebut musim ikan karena produksi ikan sangat melimpah. Musim juga sangat mempengaruhi harga jual produk perikanan, pada saat musim barat harga ikan meningkat karena kurangnya aktivitas penangkapan, sedangkan pada musim timur harga ikan menurun akibat hasil yang melimpah.

Peranan penghasilan dari kegiatan perikanan tangkap terhadap ekonomi rumah tangga merupakan penghasilan utama, sehingga nelayan berusaha maksimal untuk memperoleh hasil tangkap yang cenderung berlebih. Nilai ekonomi perikanan tangkap menjadi pendorong utama bagi masyarakat untuk melakukan tangkap ikan, disamping untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga nelayan sendiri.

3. Kepemilikan peralatan tangkap

Kepemilikan usaha perikanan oleh nelayan dianalogkan dengan penguasaan luas areal lahan pada ekonomi rumahtangga pertanian. Usaha perikanan yang dimiliki menyangkut semua asset yang digunakan dalam upaya pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap, seperti : kepemilikan alat tangkap, kapal penangkap ikan, mesin pendorong, alat penunjang dan personil armada penangkapan. Lama kepemilikan alat tangkap tergantung pada umur ekonomis dan daya beli nelayan terhadap alat tangkap yang baru.

Menurut Mulyadi (2007), nelayan bukanlah suatu entitas tunggal, mereka terdiri dari beberapa kelompok. Dilihat dari segi kepemilikan alat tangkap, nelayan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu nelayan buruh, nelayan juragan dan nelayan perorangan. Nelayan buruh adalah nelayan yang bekerja dengan alat milik orang lain. Sebaliknya nelayan juragan adalah nelayan yang memiliki alat tangkap yang dioperasikan oleh orang lain. Adapun nelayan perorangan adalah nelayan yang memiliki alat tangkap sendiri, dan dalam pengoperasiannya tidak melibatkan orang lain. Mengacu pada hal tersebut, nelayan juragan memiliki pendapatan yang lebih baik dibandingkan nelayan yang buruh nelayan dan buruh perorangan. Lebih lanjut, dapat dikatakan kepemilikan alat tangkap berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan nelayan.

Nelayan tradisional pada umumnya hidup di bawah garis kemiskinan. Hal ini disebabkan ciri-ciri yang melekat pada mereka yaitu suatu kondisi yang subsisten, dengan modal yang kecil, teknologi yang digunakan dan kemampuan/skill serta perilaku yang tradisional baik dari segi keterampilan, psikologi dan mentalitas (Susilowati, 1991). Nelayan tradisional menggunakan perahu-perahu layar dalam aktivitasnya di pantai-pantai laut dangkal. Akibatnya, purata produktivitas dan pendapatannya adalah relatif rendah, di samping penangkapan di laut dangkal sudah berlebihan (over-fishing) (Susilowai 2001).

Nelayan yang menjadi sasaran TPI sendiri sepertinya terbatas kepada nelayan tradisional (peasant-fisher) dan post-fisher. Kepemilikan alat tangkap dapat menunjukkan tingkat pendapatan seorang nelayan. Pendapatan yang berbeda akan menghasilkan pola pikir yang berbeda dalam memandang suatu kebutuhan. Amanah et al. (2005) menyatakan bahwa masyarakat pesisir seringkali memiliki kesempatan yang lebih rendah dalam mengakses pemenuhan kebutuhan dasarnya seperti pendidikan, kesehatan dan pemenuhan sarana produksi usahanya sehingga terkadang kondisi sosial ekonominya relatif masih rendah.

b. Atribut yang berpengaruh tidak sensitif

Terdapat 6 (enam) atribut yang tidak berpengaruh terhadap peningkatan atau penurunan status keberlanjutan (nilai indeks keberlanjutan ekonomi), artinya memiiki peranan yang kecil dalam penentuan status keberlanjutan. Atribut yang paling tidak berpengaruh terhadap nilai indeks keberlanjutan ekonomi yaitu : (1) penghasilan nelayan (RMS = 0,12); dan (2) penyerapan tenaga kerja (RMS = 0,10).

1. Penghasilan nelayan

Penghasilan nelayan tradisonal di Sulawesi Selatan utamanya berasal dari kegiatan perikanan tangkap. Meski pada saat tertentu penghasilan yang didapat dari kegiatan perikanan tangkap dapat dijadikan penopang, namun pada saat tertentu dimana nelayan tidak melaut, memerlukan sumber pendapatan lainnya seperti pengolahan ikan dan berdagang ikan yang umumnya dilakukan oleh wanita. Menurut Wahyono et. al (2007), penghasilan usaha tangkap nelayan sangat berbeda dengan jenis usaha lainnya, seperti pedagang atau bahkan petani. Jika pedagang dapat mengkalkulasikan keuntungan yang diperolehnya setiap bulannya, begitu pula petani dapat memprediksi hasil panennya, maka

tidak demikian dengan nelayan yang kegiatannya penuh dengan ketidakpastian (uncertainty) serta bersifat spekulatif dan fluktuatif. Berangkat dari hal tersebut dalam menciptakan keberlanjutan dimensi ekonomi, diversifikasi sumber pendapatan diperlukan untuk meningkatkan penghasilan nelayan yang tidak menentu. Hal ini pula yang menjelaskan dalam perikanan tangkap yang berkelanjutan pada dimensi ekonomi, atribut penghasilan nelayan tidak berpengaruh terhadap naik atau turunnya keberlanjutan perikanan tangkap di Sulawesi Selatan.

2. Penyerapan tenaga kerja

Fenomena kesejahteraan nelayan yang rendah merupakan pemasalahan yang sering terjadi, terutama pada nelayan tradisional sehingga menghambat pembangunan subsektor perikanan khususnya perikanan tangkap. Rendahnya tingkat kesejahteraan nelayan merupakan tantangan dalam mencapai tujuan pembangunan perikanan antara lain meningkatkan kesejahteraan nelayan, petani ikan, dan masyarakat pesisir lainnya (Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No.18/Men/2002). Faktor ekonomi mendasar bagi pengembangan perikanan tangkap di Sulawesi Selatan adalah bagaimana memasarkan hasil perikanan tangkap. Harapannya melalui pemasaran hasil perikanan tangkap yang baik akan terdapat multiplier effect berupa munculnya kegiatan pendamping lainnya yang mendukung perikanan tangkap seperti penyediaan sarana prasarana perikanan tangkap. Munculnya kegiatan pendamping tersebut tentunya berpotensi terhadap penyerapan tenaga kerja di bidang pemasaran hasil perikanan tangkap.