• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Sosial Ekonomi Nelayan

3 METODE PENELITIAN

4.4 Karakteristik Sosial Ekonomi Nelayan

Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air. Orang yang hanya melakukan pekerjaan seperti membuat jaring, mengangkut alat-alat perlengkapan ke dalam perahu/kapal, tidak dimasukkan sebagai nelayan. Tetapi ahli mesin dan juru masak yang bekerja di atas kapal penangkap ikan dimasukkan sebagai nelayan, walaupun mereka tidak secara langsung melakukan penangkapan. Karakteristik nelayan meliputi asal daerah, pendidikan nelayan, jumlah anggota keluarga nelayan, usia nelayan, pengalaman nelayan, dan status nelayan.

4.4.1 Tingkat Pendidikan Nelayan

Tingkat pendidikan nelayan di wilayah provinsi Sulawesi Selatan terdiri dari 19 kabupaten yaitu Kabupaten Selayar, Bulukumba, Bantaeng, Janeponto, Takalar, Gowa, Sinjai, Maros, Pangkajene Kepulauan, Barru, Bone, Wajo, Pinrang, Luwu, Luwu Utara, Luwu Timur, Kota Makasar, Kota Pare-Pare, dan Kota Palopo. Karakteristik pendidikan nelayan Sulawesi Selatan berdasarkan pengambilan contoh di 3 kabupaten (Kabupaten Bulukumba 36 orang atau 31.9%, Kabupaten Pangkep 37 orang atau 32.7%, dan Kabupaten Takalar 40 orang atau 35.4%). Pendidikan nelayan adalah jenjang pendidikan formal yang telah diselesaikan nelayan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan nelayan berdasarkan pengambilan sample,di wilayah perairan sulawasi selatan pada umumnya paling banyak adalah lulusan SD (76.1%) dan peringkat kedua terbanyak adalah tidak tamat SD (14.2%). Karakteristik pendidikan akhir nelayan di wilayah penelitian ditampilkan pada Gambar 18.

Tingkat pendidikan nelayan merupakan salah satu permasalahan pembangunan perikanan yang juga terkait dengan rendahnya kualitas sumberdaya manusia. Rata-rata tingkat pendidikan nelayan adatah tamat sekolah dasar. Rendahnya tingkat pendidikan merupakan kendala pembangunan perikanan yang akan mengakibatkan keterbatasan dalam proses adopsi teknologi, penerimaan dan penyebaran informasi, kesadaran menjaga kelestarian [ingkungan dan kualitas kesehatan, dan kemampuan mengakses permodalan. Faktor budaya tampaknya merupakan alasan yang dapat

dikemukakan mengapa nelayan umumnya berpendidikan rendah. Nelayan pada umumnya cendrung memandang pendidikan bukan merupakan kebutuhan pokok untuk mengubah nasib. Pendidikan merupakan salah satu parameter yang dapat menentukan perkembangan dan kemajuan dari suatu usaha yang dikembangkan oleh nelayan pengolah ikan. Semakin tinggi tingkat pendidikannya, maka akan semakin besar pula pengaruh teknologi dalam pengembangan usaha. Tingkat pendidikan nelayan pengolah masih rendah, karena pendidikan yang ditempuh oleh nelayan pengolah hanya hingga tamat SD (sekolah dasar) yaitu sekitar 76.1 % (Gambar 18). Kondisi ini akan menyebabkan nelayan di Sulawesi Selatan tidak mudah dalam menerima pembaruan dan teknologi yang terus berkembang dalam memajukan usaha

Gambar 18. Karakteristik pendidikan akhir nelayan

4.4.2 Jumlah Anggota Keluarga Nelayan

Jumlah anggota keluarga nelayan dapat dikategorikan menjadi: 1) Keluarga kecil terdiri dari (≤ 4 orang anggota keluarga); (2) Keluarga sedang

terdiri dari (5 sampai 6 orang anggota keluarga); (3) Keluarga besar terdiri dari (≥ 7 orang anggota keluarga). Gambar 15 menunjukkan sebaran jumlah anggoa keluarga nelayan Sulawesi Selatan, berdasarkan pengambilan data sampling, didominasi oleh keluarga kecil (70,8%), lainnya adalah keluarga sedang (20,40%), dan keluarga besar (8,8%)

Mengacu pada kondisi tersebut, nelayan di Sulawesi Selatan umumnya memiliki tanggungan keluarga 4 orang. Tanggungan keluarga adaiah banyaknya anggota keluarga yang menjadi tanggungan kepala keluarga, yaitu istri, anak dan anggota keluarga lainnya. Saputra (2009) menjelaskan, jumlah tanggungan

keluarga secara langsung tidak mempengaruhi tingkat produksi, namun akan mempengaruhi produksi yang dilakukan..

Gambar 19. Sebaran jumlah anggota keluarga nelayan

4.4.3 Usia Nelayan

Usia nelayan dikategorikan ke dalam tiga kelompok, yaitu dewasa muda (26-38 tahun), dewasa madya (39-50 tahun), dan dewasa lanjut (≥51 tahun). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 42.5% nelayan dengan usia dewasa muda (26-38 tahun), 41.6% dengan usia dewasa madya (39-50 tahun), dan sisanya 15.9% dengan usia dewasa lanjut (≥ 51 tahun). Adapun proporsi sebaran jumlah nelayan berdasarkan kategori usia, ditampilkan pada Gambar 16. Usia akan mempengaruhi kemampuan seseorang dalam mempelajari, memahami dan menerima pembaharuan. Selain itu juga berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas kerja yang akan dilakukan seseorang. Keadaan usia nelayan pengolah berdasarkan kelompok kerja dapat dilihat pada Tabel 20. Pada tabel terlihat sebagian besar nelayan berada dalam usia produktif yaitu sekitar 42.5%, dan sangat produktif (41.6%). Kondisi ini menunjukkan umur nelayan hampir dihabiskan untuk kegiatan perikanan tangkap. Hal ini nelayan lakukan karena faktor keluarga (keturunan) yang menjadi alasan menjadi nelayan sebagai sumber mata pencaharian sampai umur mereka mencapai 50 tahun keatas. Selain itu terkait keahlian, mereka tidak ingin meninggalkan kegiatan penangkapan ikan.

Tabel 8 Sebaran jumlah nelayan berdasarkan kategori usia Kategori Jumlah Orang % 1. Dewasa Muda (26-38 thn) 48 42.5 2. Dewasa Madya (39-50 thn) 47 41.6 3. Dewasa Lanjut (>= 51 thn) 18 15.9 Total 113 100

Sumber : DKP, Provinsi Sulawesi Selatan, 2011

Gambar 20. Sebaran usia nelayan

4.4.4 Pengalaman Nelayan

Pengalaman nelayan dikategorikan ke dalam tiga kelompok, yaitu kelompok pertama (4 -16 tahun), kelompok kedua (17 - 28 tahun) dan kelompok

ketiga (≥ 29 tahun). Berdasarkan Tabel 9 sebagian besar pengalaman nelayan

di seluruh wilayah penelitian berada pada kelompok pertama (4 -16 tahun). Tabel 9 Sebaran jumlah nelayan berdasarkan kategori pengalaman

Kategori Jumlah

Orang %

1. 4-16 tahun 57 50.44

2. 17-28 tahun 40 35.40

3. lebih dari 29 tahun 16 14.16

Total 113 100

Sumber : DKP, Provinsi Sulawesi Selatan, 2011

Pengafaman kerja nelayan pengolah dapat diartikan bahwa lamanya nelayan dalam melakukan kegiatan usaha penangkapan ikan. Menurut Saputra (2009) pengalaman berusaha akan mempengaruhi pengetahuan dan kemampuan nelayan dalam mengalokasikan faktor-faktor produksi serta penerapan teknologi baru. Nelayan di Sulawesi Selatan umumnya sudah memiliki pengalaman kerja lebih dari 4 – 16 tahun.

Gambar 21. Sebaran pengalaman nelayan

4.4.5 Status Nelayan

Status nelayan dikategorikan ke dalam tiga kelompok, yaitu anak buah juragan dan sendiri. Nelayan juragan adalah nelayan pemilik perahu dan alat tangkap ikan yang mampu mengupah para nelayan pekerja sebagai pembantu dalam usahanya menangkap ikan di laut. Nelayan pekerja adalah nelayan yang tidak memiliki alat produksi dan modal tetapi memiliki tenaga yang dijual kepada nelayan juragan untuk membantu menjalankan usaha menangkap ikan di laut. Nelayan pemilik adalah nelayan yang kurang mampu serta hanya memiliki perahu kecil.

Masyarakat nelayan di Sulawesi Selatan, jumlah nelayan didominasi oleh nelayan pekerja sebanyak 57.52%, nelayan juragan sebanyak 40.71% dan nelayan pemilik sebanyak 1.77%. Hal ini menunjukkan bahwa pemilik modal yang memiliki peralatan tangkap laut menguasai pemanfaatan sumberdaya ikan di Sulawesi Selatan. Kelompok lainnya yang sangat bergantung sumberdaya ekonominya maupun akses pemasaran maupun keperluan pasokan perlengkapan tangkapan pada kelompok juragan.

Tabel 10 Sebaran jumlah nelayan berdasarkan status nelayan

Kategori Jumlah Orang % 1. Nelayan Pekerja 65 57.52 2. Nelayan Juragan 46 40.71 3. Nelayan Pemilik 2 1.77 Total 113 100

Gambar 22. Sebaran status nelayan