• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

A. Kesejahteraan Psikologis

2. Dimensi Kesejahteraan Psikologis

Ryff memformulasikan konsep kesejahteraan psikologis ke dalam enam dimensi untuk mengungkapkan fungsi psikologis yang positif pada individu (van Dierendonck et al., 2008). Dimensi kesejahteraan psikologis menurut Ryff (1989, 1995, 2014), Ryff dan Singer (1996) antara lain :

a. Penerimaan Diri

Salah satu kriteria agar seseorang dapat dikatakan sejahtera adalah mempunyai penerimaan diri atau menerima dirinya.

Penerimaan diri didefinisikan sebagai ciri utama mental yang sehat seperti halnya karakteristik aktualisasi diri, berfungsi optimal dan

maturity atau kedewasaan. (Ryff, 1995) Teori-teori mengenai life span juga menekankan pada penerimaan diri dan kehidupan masa

lalu (Ryff, 1989).

Individu dengan skor penerimaan diri yang tinggi memiliki karakteristik sikap positif terhadap diri sendiri, mengakui dan menerima beberapa aspek dalam diri termasuk kualitas diri yang baik maupun yang buruk, dan memiliki perasaan positif terhadap kehidupan masa lalunya. Sedangkan, individu yang memiliki skor rendah pada penerimaan diri digambarkan memiliki karakteristik merasa tidak puas dengan dirinya, kecewa dengan apa yang terjadi di kehidupan masa lalunya, memiliki masalah dengan kualitas pribadi, dan ingin menjadi berbeda daripada dirinya sekarang (Ryff, 2014).

b. Hubungan Positif Dengan Orang Lain

Kemampuan untuk mencintai dipandang sebagai komponen utama dari mental yang sehat. Aktualisasi diri digambarkan sebagai memiliki perasaan yang kuat akan rasa empati dan kasih sayang terhadap semua orang dan mampu mencintai, persahabatan yang mendalam, dan lebih memahami orang lain. Kehangatan dengan orang lain sering dihubungkan sebagai bentuk kedewasaan (maturity). Teori fase perkembangan orang dewasa juga

menekankan pada penghargaan terhadap teman kerja (intimasi), bimbingan, dan arahan kepada orang lain (generativity). Hal ini yang ditekankan dalam konsep kesejahteraan psikologis (Ryff, 1989).

Individu yang memiliki hubungan positif dengan orang lain dengan skor yang tinggi digambarkan memiliki karakteristik hubungan yang hangat, menyenangkan, dan percaya pada orang lain; mementingkan kesejahteraan orang lain, memiliki empati, kasih sayang, dan keintiman yang kuat; memahami saling berbagi dalam hubungan. Sedangkan, individu yang mendapat skor rendah digambarkan memiliki karakteristik sedikit kedekatan dan kepercayaan dalam hubungan dengan orang lain; sulit untuk menjadi hangat, terbuka, dan peduli tentang orang lain; terisolasi dan frustrasi dalam hubungan interpersonal; tidak mau membuat kompromi untuk mempertahankan hubungan dengan orang lain (Ryff, 2014).

c. Otonomi

Seseorang yang berfungsi secara utuh digambarkan memiliki lokus evaluasi internal (internal locus of evaluation). Kondisi ini akan membuat individu tidak membutuhkan persetujuan dari orang lain untuk membuat evaluasi yang sesuai dengan standar milik dirinya sendiri. Konsep individuation milik Jung menjelaskan

tentang individu yang bebas dari ketakutan dengan keyakinan kolektifitas, dan memberikan kebebasan dari norma serta peraturan yang mengikat dalam kehidupan sehari-hari (Ryff, 1989; Ryff & Singer, 1996).

Individu yang memiliki skor tinggi pada dimensi otonomi digambarkan cenderung bebas dan dapat menentukan nasibnya, mampu bertahan dari tekanan sosial dengan berpikir dan bertindak sesuai dengan cara yang tepat, mengelola perilaku dari dalam, dan mengevaluasi diri dengan standar. Sedangkan, individu yang memiliki skor rendah cenderung mementingkan harapan dan evaluasi dari orang lain, bergantung pada penilaian orang lain untuk membuat keputusan penting, dan mengikuti tuntutan sosial dalam berpikir serta bertingkah laku (Ryff, 2014)

d. Penguasaan Lingkungan

Karakteristik mental yang sehat didefinisikan sebagai kemampuan individu untuk memilih atau menciptakan lingkungan agar sesuai dengan kondisi psikologis dirinya (Ryff, 1989). Allport menjelaskan bahwa individu yang dewasa membutuhkan keikutsertaan dan keterlibatan dengan kegiatan di luar lingkungan dirinya. Teori perkembangan juga menjelaskan bahwa individu memerlukan kemampuan untuk memanipulasi dan mengatur lingkungan yang komplek (Ryff, 1989). Kedua teori tersebut

menekankan pada kemampuan untuk menguasai dan mengubah lingkungan secara kreatif melalui aktifitas mental maupun fisik. Sedangkan, successful aging menekankan bahwa individu seharusnya dapat mengambil keuntungan dari lingkungannya (Ryff, 1989).

Individu yang memiliki skor yang tinggi pada dimensi penguasaan lingkungan didefinisikan memiliki karakteristik mampu menguasai dan kompeten dalam mengatur lingkungannya, mengontrol aktivitas eksternal yang kompleks, menggunakan kesempatan yang ada di lingkungannya secara efektif, dan mampu untuk membuat atau memilih konteks yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan serta nilai-nilai dirinya sendiri. Sedangkan, individu yang memiliki skor rendah pada dimensi ini didefinisikan sebagai individu yang kesulitan untuk mengelola aktivitas sehari-harinya, merasa tidak mampu untuk mengubah atau memperbaiki lingkungan di sekitarnya, tidak menyadari kesempatan yang ada di sekitarnya, dan kurangnya kemampuan untuk mengontrol dunia luar (Ryff, 2014).

e. Tujuan dalam Hidup

Individu yang sehat secara mental didefinisikan memiliki tujuan dan makna dalam hidupnya. Konsep kedewasaan juga menekankan bahwa karakteristik individu yang sudah dewasa adalah memiliki

tujuan dalam hidupnya. Sedangkan, teori perkembangan melihatnya sebagai perubahan-perubahan dalam tujuan hidupnya, keinginan untuk menjadi lebih produktif, dan menciptakan atau mencapai integritas emosional di kemudian hari (Ryff, 1989).

Karakteristik individu yang memiliki skor tinggi dalam dimensi tujuan dalam hidup digambarkan dengan memiliki tujuan hidup, kemampuan untuk mencapai tujuan tersebut, merasa memiliki makna terhadap kehidupan saat ini dan masa lalunya, memegang keyakinan terhadap tujuan hidupnya, dan memiliki maksud serta tujuan dalam hidupnya. Sedangkan, individu yang memiliki skor rendah pada dimensi tujuan dalam hidup digambarkan memiliki karakteristik kurang memiliki makna terhadap hidupnya, hanya memiliki sedikit cita-cita dan tujuan, kurang memiliki arahan dalam hidupnya, tidak memiliki tujuan dari kehidupan masa lalunya, dan tidak memiliki pandangan atau keyakinan yang dapat membuat munculnya makna dalam hidupnya (Ryff, 2014).

f. Pertumbuhan Pribadi

Pengoptimalan fungsi psikologis membutuhkan tidak hanya satu perkembangan karakteristik di masa lalunya, namun juga potensi yang dapat terus dikembangkan agar tetap tumbuh dan semakin berkembang sebagai manusia (Ryff, 1989). Kebutuhan untuk mengaktualisasi diri dan merealisasikan potensi diri merupakan

salah satu perspektif utama dalam pertumbuhan pribadi. Teori perkembangan juga menekankan untuk menghadapi tantangan atau tugas-tugas baru pada setiap periode kehidupan yang berbeda (Ryff, 1989).

Individu yang memiliki skor tinggi pada dimensi pertumbuhan pribadi digambarkan memiliki perasaan untuk terus berkembang, melihat diri sebagai pribadi yang tumbuh dan berkembang, terbuka terhadap pengalaman baru, menyadari potensi yang dimiliki, melihat peningkatan dalam diri dan perilaku dari waktu ke waktu, dan melakukan perubahan agar tetap mencerminkan pengetahuan tentang diri. Sedangkan, individu yang memiliki skor rendah pada dimensi ini adalah merasa dirinya sebagai pribadi yang tidak dapat melakukan apa-apa lagi untuk mengembangkan dirinya, kurangnya keinginan untuk melakukan perubahan atau perbaikan terhadap dirinya dari waktu ke waktu, merasa bosan dan kurang tertarik dengan kehidupannya, dan merasa tidak dapat berkembang ke sikap atau perilaku yang baru (Ryff, 2014).

Dokumen terkait