• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur

1. Validitas

Validitas dapat dipahami sebagai sejauh mana kualitas alat tes dalam melakukan pengukuran atribut psikologis yang hendak diukurnya (Supratiknya, 2014).

Penelitian ini menggunakan pendekatan validitas isi (content validity) yang diestimasikan lewat pengujian isi tes dengan analisis rasional atau lewat

professional judgement (Azwar, 1999; 2012). Penyusunan skala penelitian ini

akan dikonsultasikan dengan seseorang yang kompeten, yang dalam penelitian ini peneliti mengkonsultasikannya dengan dosen pembimbing. 2. Reliabilitas

Reliabilitas merupakan konsistensi hasil pengukuran jika prosedur pengetesannya dilakukan secara berulangkali terhadap suatu populasi atau kelompok (Supratiknya, 2014).

Penelitian ini menggunakan estimasi reliabilitas dengan pendekatan konsistensi-internal (internal consistency) yang didasarkan pada hubungan antar skor masing-masing item (Supraktinya, 2014). Hasil estimasi reliabilitas konsistensi internal ini didapatkan melalui prosedur satu kali pengadministrasian tes (single trial administration) (Azwar, 2012). Teknik yang digunakan untuk menentukan apakah suatu instrumen penelitian ini reliabel atau tidak dengan menggunakan teknik cronbach alpha. Dalam teknik ini, suatu instrumen penelitian dapat dikatakan reliabel bila memiliki koefisien reliabilitas > 0,60 (Siregar, 2014).

3. Daya Diskriminasi Item

Daya diskriminasi item atau daya beda item adalah sejauh mana item mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki dan yang tidak memiliki atribut yang diukur (Azwar, 2012). Pengujian daya diskriminasi item dilakukan dengan cara menghitung koefisien korelasi antara distribusi skor item dengan distribusi skor skala itu sendiri yang akan menghasilkan koefisien korelasi item-total (rix) (Azwar, 2012).

Besarnya koefisien korelasi item-total bergerak dari 0,00 – 1,00 dengan tanda positif atau negatif. Bila koefisien korelasi mendekati angka 1,00 maka daya diskriminasi dapat dikatakan semakin baik. Sebaliknya, bila koefisien korelasi mendekati angka 0 atau memiliki tanda negatif maka hal tersebut mengindikasikan bahwa item tersebut tidak memiliki daya diskriminasi (Azwar, 2012). Azwar (2012) menambahkan kriteria pemilihan item berdasar korelasi item total, biasanya menggunakan batasan rix ≥ ,3 . Item yang mencapai koefisien korelasi minimal 0,30 dianggap memiliki daya beda yang memuaskan, sedangkan yang kurang dari 0,30 dianggap memiliki daya beda yang rendah.

G. Pengujian Alat Ukur Penelitian

1. Uji Coba Alat Ukur Penelitian

Penelitian ini menggunakan try out terpakai dimana data yang diperoleh dari hasil uji coba dipakai sebagai data penelitian. Alasan digunakan try out

terpakai karena minimnya akses untuk mendapatkan akses mendapatkan subjek yang memenuhi kriteria penelitian.

Tujuan dilakukannya uji coba alat ukur adalah untuk mengukur taraf reliabilitas alat ukur yang memadai sesuai tujuan penelitian (Supratiknya, 2014). Uji coba ini dilakukan pada total 80 subjek yang terdiri dari 40 subjek pada kelompok menikah serta 40 subjek pada kelompok janda/duda. Subjek didapat dari Ikatan Keluarga PLN (IKPLN) Yogyakarata, Pensiunan Pegawai Telkom (P2TEL) Magelang, Persekutuan Doa BPN & Notaris Yogyakarta, Pensiunan Guru dan Karyawan Kasihan Bantul, dan PWRI Yogyakarta. Subjek diberi skala kesejahteraan psikologis yang terdiri dari 72 item. Penyebaran skala dilakukan dengan terlebih dahulu meminta izin kepada pengurus masing-masing kelompok pensiunan. Pelaksanaan uji coba dilakukan pada tanggal 4 Februari 2016 sampai dengan 6 April 2016.. 2. Hasil Uji Coba Alat Ukur

a. Seleksi Item

Seleksi item dilakukan dengan menggunakan program SPSS for

Windows versi 22. Seleksi item pada penelitian ini dilakukan dengan

menyeleksi item pada setiap dimensi skala kesejahteraan psikologis yang terdiri dari enam dimensi dan berjumlah 72 item dengan melakukan penghitungan korelasi item total (rit). Item yang memiliki nilai rit ≥ ,3 maka item tersebut akan dipertahankan. Namun, jika memiliki nilai rit < 0,30 maka item tersebut akan digugurkan. Setelah dilakukan seleksi item, terdapat 38 item yang memiliki nilai rit<0,30 dan harus digugurkan.

Penelitian ini akan melihat perbedaan tingkat kesejahteraan psikologis serta perbedaan pada tiap dimensi kesejahteraan psikologis dengan melihat nilai

cronbach alpha pada masing-masing dimensi, sehingga penelitian ini

dianggap memiliki enam skala.

Pada dimensi Penerimaan Diri sebelum dilakukan seleksi item, memiliki rentang nilai koefisien rit antara 0,097 sampai dengan 0,524. Pengguguran item dilakukan hingga akhirnya memperoleh delapan item yang memiliki rentang nilai rit 0,305 - 0,431. Selanjutnya, pada dimensi Hubungan Yang Positif Dengan Orang Lain memiliki rentang nilai rit -0,026 sampai dengan 0,629 sebelum dilakukannya seleksi item. Sebanyak lima item pada dimensi ini harus digugurkan. Setelah pengguguran item diperoleh rentang nilai rit 0,395 – 0,659.

Dimensi Otonomi memiliki rentang nilai rit 0,070 sampai dengan 0,277 sebelum dilakukan pengguguran item. Namun, setelah dilakukan pengguguran item dimensi Otonomi mempunyai rentang nilai rit 0,337 sampai dengan 0,459. Pada dimensi Penguasaan Lingkungan, sebelum dilakukan pengguguran item memiliki nilai rit antara 0,187 sampai dengan 0,422. Setelah dilakukan pengguguran lima item diperoleh rentang nilai rit antara 0,319 sampai dengan 0,444.

Nilai rit pada dimensi Tujuan Dalam Hidup sebelum pengguguran item berkisar antara -0,013 sampai dengan 0,476. Setelah dilakukan pengguguran item, dimensi Tujuan Dalam Hidup memiliki rentang nilai rit 0,448 – 0,761. Pada dimensi Pertumbuhan Pribadi, nilai rit berada direntang 0,137 – 0,559

sebelum dilakukan pengguguran item. Namun, setelah peneliti menggugurkan empat item diperoleh nilai rit antara 0,318 sampai dengan 0,583.

Berikut hasil persebaran item pada skala kesejahteraan psikologis setelah dilakukan seleksi item

Tabel 2.

Distribusi Item Skala Kesejahteraan Psikologis setelah seleksi item.

b. Uji Reliabilitas

Reliabilitas mengacu kepada keterpercayaan atau konsistensi hasil ukur, yang mengandung makna seberapa tinggi kecermatan pengukuran (Azwar, 2012). Supratiknya (2014) menjelaskan lebih lanjut bahwa reliabilitas merupakan konsistensi hasil pengukuran jika prosedur pengetesan dilakukan secara berulang pada individu atau kelompok yang berbeda. Pemeriksaan reliabilitas skala kesejahteraan psikologis ini dilakukan dengan melihat hasil estimasi konsistensi internal (internal

No. Dimensi Nomor item Jumlah

Item Favorable Unfavorable

1. Penerimaan Diri 1, 8, 10, 14 44, 57, 58, 68 8

2. Hubungan Yang Positif Dengan Orang lain

20, 25, 29, 42 13, 43, 50 7

3. Otonomi 18, 56, 72 - 3

4. Penguasaan Lingkungan

19, 38, 54, 67 3, 7, 22, 7

5. Tujuan Dalam Hidup 15, 21, 31, 32, 60 - 5

6. Pertumbuhan Pribadi 35, 64 2, 5, 26, 36, 59, 66 8

consistency) melalui penghitungan cronbach alpha menggunakan program

SPSS.

Berikut merupakan hasil penghitungan koefisien reliabilitas setiap dimensi pada skala kesejahteraan psikologis :

Tabel 3.

Hasil Uji Reliabilitas Skala Kesejahteraan Psikologis.

Uji reliabilitas selanjutnya menggunakan penghitungan koefisien alpha berstrata (

α

s). Koefisien alpha berstrata digunakan untuk mengidentifikasi reliabilitas pada pengukuran yang bersifat multidimensional serta mengukur internal konsistensi skala pengukuran yang terdiri dari beberapa subtes (Widhiarso, 2011).

Berikut merupakan rumus yang digunakan untuk melakukan penghitungan koefisien reliabilitas alpha berstrata :

α

strat = 1 - � ∑ �= �� 2 −α � ��2 Keterangan :

�� = varian butir komponen ke-i

α� = realibilitas komponen ke-i

�� = varian skor total tes

No. Dimensi Koefisien Alpha Sebelum Seleksi Item Setelah Seleksi Item 1. Penerimaan Diri 0,654 0,688

2. Hubungan Yang Positif Dengan Orang lain

0,702 0,771

3. Otonomi 0,477 0,602

4. Penguasaan Lingkungan 0,668 0,653

5. Tujuan Dalam Hidup 0,623 0,800

αs = −

{ , − , + , − , + , − ,

+ , − , + , − , + , − , }

, = , 3

Berdasarkan penghitungan koefisien alpha berstrata, skala kesejahteraan psikologis memiliki nilai reliabilitas yang memuaskan yaitu 0,893 (

α

s=0,893).

H. Metode Analisis Data 1. Uji Asumsi

a. Uji Normalitas

Uji normalitas adalah uji yang dilakukan untuk melihat apakah data penelitian yang telah dilakukan berasal dari populasi yang sebarannya normal (Santoso, 2010). Uji asumsi normalitas dapat dilakukan dengan menggunakan analisis Kolmogorov-Smirnov pada program analisis statistik SPSS. Jika nilai p lebih kecil dari pada 0,05 (p<0,05) dapat disimpulkan bahwa data tersebut berbeda secara signifikan dan memiliki sebaran tidak normal, sedangkan jika nilai p lebih besar dari pada 0,05 (p>0,05) maka data tersebut dapat dikatakan tidak berbeda secara signifikan dan memiliki sebaran data yang normal (Santoso, 2010).

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas bertujuan untuk melihat perbedaan antara dua atau lebih kelompok yang berasal dari populasi dengan varian yang sama. Selain itu, uji homogenitas juga dilakukan untuk mengetahui varian dari

kelompok (Santoso, 2010). Asumsi homogenitas dinyatakan dipenuhi jika nilai p lebih besar dari pada 0,05 (p > 0,05) (Santoso, 2010).

2. Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis penelitian ini menggunakan teknik independent

sample t-test untuk mengetahui perbedaan nilai mean pada skor skala

kesejahteraan psikologis dari kelompok menikah dengan kelompok janda/duda. Independent sample t-test ini digunakan jika berdasarkan uji normalitas diperoleh hasil yang menyatakan bahwa persebaran data yang dimiliki sebaran data yang normal. Namun, jika berdasarkan hasil uji normalitas diperoleh hasil yang menunjukkan persebaran data tidak normal, maka untuk uji beda dilakukan dengan analisa non-parametrik mann-whitney

56

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini menggunakan try out terpakai, dimana hasil uji coba skala kesejahteraan psikologis digunakan sebagai data penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 4 Februari 2016 sampai dengan 6 April 2016.

Peneliti melakukan penyebaran skala ke beberapa kelompok pensiunan yang memiliki agenda rutin bulanan untuk berkumpul antara lain Ikatan Keluarga PLN (IKPLN) Yogyakarta, Pensiunan Pegawai Telkom (P2TEL) Magelang, Persekutuan Doa BPN & Notaris Yogyakarta, Pensiunan PGRI Kasihan Bantul, dan PWRI Yogyakarta. Beberapa subjek juga didapatkan dengan menitipkan skala kepada orang-orang yang mempunyai kenalan pensiunan sesuai dengan kriteria penelitian. Subjek dari penelitian ini berjumlah 80 orang dengan rincian 40 subjek pada kelompok pensiunan yang menikah dan masih memiliki pasangan serta 40 subjek pada kelompok pensiunan yang sudah tidak memiliki pasangan karena cerai hukum maupun meninggal (janda/duda).

Kendala yang dihadapi selama proses pengambilan data adalah minimnya akses untuk mendapatkan subjek yang memenuhi kriteria penelitian. Selain itu, kendala lain yang dihadapi adalah kemampuan subjek untuk menyelesaikan pengisian skala.

B. Deskripsi Subjek Penelitian

Penghitungan data demografik subjek bertujuan untuk mengetahui persebaran data subjek berdasarkan jenis kelamin subjek pada kelompok menikah dan janda/duda (tabel ) serta persebaran subjek berdasarkan usia subjek penelitian. Berdasarkan data demografik subjek diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 4.

Persebaran Subjek Berdasarkan Status Pernikahaan dan Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil pada tabel 4, subjek dalam penelitian ini secara keseluruhan berjumlah 80 subjek yang terdiri dari 40 subjek pada kelompok menikah dan 40 subjek pada kelompok janda/duda. Pada kelompok menikah terdiri dari 35 subjek laki-laki dan lima subjek berjenis kelamin perempuan. Kelompok janda/duda terdiri dari 21 subjek berjenis kelamin laki-laki dan 19 subjek berjenis kelamin perempuan. Secara keseluruhan subjek pada penelitian ini terdari 56 subjek berjenis kelamin laki-laki dan 24 subjek berjenis kelamin perempuan.

Status Pernikahan Jenis Kelamin Jumlah Total

Menikah Laki-laki 35 subjek

Perempuan 5 subjek

40 subjek

Janda/Duda Laki-laki 21 subjek

Perempuan 19 subjek

40 subjek

Tabel 5.

Persebaran Subjek Berdasarkan Usia

Berdasarkan hasil pada tabel 5, sebagian besar subjek pada penelitian ini berada pada rentang usia 61 – 65 tahun dengan jumlah sebanyak 30 subjek. Selanjutnya sebanyak 26 subjek berada direntang usia 55 – 60 tahun, 13 subjek berada direntang usia 66 – 70 tahun, dan sisanya sebanya 11 subjek berusia lebih dari 70 tahun. Berdasarkan penghitungan rata-rata dan frekuensi usia subjek (lampiran 6.2), rata-rata usia subjek berada pada usia 63,6 tahun dengan usia termuda 55 tahun dan tertua 78 tahun. Frekuensi terbanyak dari usia subjek adalah delapan subjek berusia 61 tahun dan 65 tahun.

C. Deskripsi Data Penelitian

Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui apakah kesejahteraan psikologis yang dimiliki subjek tergolong pada kategori tinggi, sedang, atau rendah dengan melakukan perbandingan antara nilai mean teoritis dan mean empiris pada variabel kesejahteraan psikologis.

Berikut adalah hasil analisis deskriptif kesejahteraan psikologis :

Usia Jumlah 55 – 60 tahun 26 subjek 61 – 65 tahun 30 subjek 66 – 70 tahun 13 subjek 71 – 75 tahun 6 subjek 76 – 80 tahun 5 subjek Total 80 subjek

Tabel 6.

Hasil Analisis Deskriptif Kesejahteraan Psikologis.

Berdasarkan hasil analisis deskriptif pada tabel 6, variabel kesejahteraan psikologis memiliki nilai mean empiris yang lebih besar dari pada nilai mean teoritis. Hal ini menunjukkan bahwa subjek penelitian memiliki tingkat kesejahteraan psikologis yang tinggi.

Uji t dilakukan untuk melihat lebih lanjut perbedaan signifikan antara mean empiris dengan mean teoritis pada variabel kesejahteraan psikologis.

Berikut hasil uji t variabel kesejahteraan psikologis :

Tabel 7.

Hasil Uji t Kesejahteraan Psikologis

Berdasarkan hasil one sample t-test dapat diketahui bahwa antara mean teoritis dengan mean empiris variabel kesejahteraan psikologis memiliki perbedaan yang signifikan dengan nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 yaitu 0,000 (p < 0,05). Hasil uji t ini menegaskan bahwa subjek penelitian ini memiliki tingkat kesejahteraan psikologis yang tinggi.

Pengukuran

Teoritis Empiris

Kategori

Min Max Mean Min Max Mean SD

Kesejahteraan Psikologis 38 152 95 100 148 118,525 9,0888 Tinggi Test Value = 95 t Df Sig. (2 Tailed) Mean Difference 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper Kesejahteraan Psikologis 23,151 79 0,000 23,5250 21,502 25,548

D. Hasil Analisis Data 1. Uji Asumsi

a. Uji Normalitas

Uji normalitas adalah uji yang dilakukan untuk melihat apakah data penelitian yang telah dilakukan berasal dari populasi yang sebarannya normal (Santoso, 2010). Uji asumsi normalitas dapat dilakukan dengan menggunakan analisis Kolmogorov-Smirnov pada program analisis statistik SPSS. Jika nilai p lebih kecil dari pada 0,05 (p<0,05) dapat disimpulkan bahwa data tersebut berbeda secara signifikan dan memiliki sebaran tidak normal, sedangkan jika nilai p lebih besar dari pada 0,05 (p>0,05) maka data tersebut dapat dikatakan tidak berbeda secara signifikan dan memiliki sebaran data yang normal (Santoso, 2010).

Berikut merupakan hasil uji normalitas pada data penelitian ini :

Tabel 8. Hasil Uji Normalitas

Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Kesejahteraan

Psikologis .148 80 .000 .933 80 .000

Berdasarkan hasil uji normalitas pada tabel 8, diketahui bahwa variabel kesejahteraan psikologis memiliki nilai siginifikansi sebesar 0,000. Hal ini dapat diartikan bahwa data yang didapatkan berbeda secara signifikan dengan data virtual yang normal. Maka dapat disimpulkan bahwa data yang didapat tersebut tidak normal (p < 0,05).

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas bertujuan untuk melihat perbedaan antara dua atau lebih kelompok yang berasal dari populasi dengan variasi yang sama. Selain itu, uji homogenitas juga dilakukan untuk mengetahui varian dari kelompok (Santoso, 2010). Asumsi homogenitas dinyatakan dipenuhi jika nilai p lebih besar dari pada 0,05 (p > 0,05) (Santoso, 2010).

Berikut ini adalah hasil uji homogenitas pada penelitian ini :

Tabel 9.

Hasil Uji Homogenitas

Berdasarkan uji homogenitas pada tabel 9, diperoleh nilai F yang didapat adalah 2,144 dan nilai p = 0,147. Hal ini menunjukkan bahwa asumsi homogenitas dipenuhi (p>0,05), yaitu tidak ada perbedaan varian dalam kedua kelompok tersebut sehingga data dapat diasumsikan homogen.

2. Uji Hipotesis

Berdasarkan hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov, diperoleh hasil yang menyatakan bahwa persebaran data yang dimiliki tidak normal ( p <

Levene's Test for Equality of Variances F Sig. Kesejahteraan Psikologis Equal variances assumed 2.144 .147

Equal variances not assumed

0,05). Santoso (2012) mengatakan metode statistik nonparametrik digunakan jika persebaran data tidak normal.

Uji Mann-Whitney U Test digunakan untuk menguji dua sampel bebas pada stastistik nonparametrik (Santoso, 2012). Santoso (2012) menambahkan, pengujian dengan Mann-Whitney U Test memiliki tujuan yang sama dengan uji t, yaitu untuk mengetahui apakah dua buah sampel bebas berasal dari populasi yang sama atau tidak.

Tabel 10.

Hasil Uji Mann-Whitney U Test.

Syarat yang menunjukkan bahwa ada perbedaan antara dua mean yaitu nilai signifikansi lebih kecil dari taraf signifikansi yaitu 0,05 ( p < 0,05). Berdasarkan hasil dari uji Mann-Whitney U Test menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,467 (p > 0,05).

Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa H0 diterima dan H1 ditolak sehingga dapat diartikan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan kesejahteraan psikologis pada masa pensiun antara kelompok menikah dengan kelompok janda/duda.

Kesejahteraan Psikologis Mann-Whitney U 724.500 Wilcoxon W 1544.500 Z -.728 Asymp. Sig. (2- tailed) .467

E. Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah perbedaan kesejahteraan psikologis pada masa pensiun ditinjau dari status pernikahan. Uji hipotesis pada penelitian ini menggunakan uji analisis non-parametrik mann-whitney u test. Hal ini dikarenakan pada uji normalitas diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa persebaran data yang dimiliki tidak normal (p < 0,05).

Berdasarkan hasil analisis data dengan mann-whitney u test, diperoleh nilai koefisien signifikansi sebesar 0,467 (p > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa H0 diterima dan H1 ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan kesejahteraan psikologis pada masa pensiun antara kelompok menikah dengan kelompok janda/duda.

Kesejahteraan psikologis memberikan dampak dengan tercapainya kebahagiaan, kepuasaan hidup, dan tidak adanya gejala-gejala depresi (Ryff, 1995 dalam Amalia & Fitriana, tanpa tahun). Bagi pensiunan yang akan masuk pada usia lanjut (lansia), kesejahteraan psikologis merupakan hal yang penting untuk mencapai kehidupan yang lebih bahagia dan merasakan kepuasan dalam hidupnya, sehingga mereka dapat terhindar dari kesendirian, ketidakbahagiaan, dan depresi (Amalia & Fitriana, tanpa tahun). Ryff (1988, dalam Amalia & Fitriana, tanpa tahun) berpendapat bahwa mereka yang akan memasuki masa lansia, yang memiliki positive psychological functioning cenderung lebih dapat menerima keadaan mereka, dapat menciptakan lingkungan yang mereka inginkan, dapat mengembangkan diri, memiliki tujuan hidup, memiliki

kemandirian, dan memiliki hubungan positif dengan orang lain dapat mencapai

succesful aging.

Amalia dan Fitriana (tanpa tahun) menjelaskan bahwa succesful aging akan membuat lansia memiliki kepuasan tingkat harapan hidup dan kebahagiaan yang tinggi. Selain itu, succesful aging dapat dicapai juga karena adanya lingkungan sekitar baik keluarga maupun komunitas yang memiliki peranan signifikan dalam menciptakan keterikatan secara emosional. Hal inilah yang memungkinkan bahwa pada penelitian ini, ada atau tidaknya kehadiran pasangan tidak mempengaruhi pensiunan untuk mencapai kesejahteraan psikologis.

Ketidakhadiran pasangan terutama pada kelompok janda/duda dapat digantikan dengan adanya significant others seperti sahabat, orang-orang kepercayaan atau saudara. Marks (1996) mengatakan bahwa memiliki hubungan yang intim dengan orang-orang kepercayaan memberikan kontribusi yang besar terhadap well-being. Kehadiran teman-teman juga menjadi faktor yang penting sebagai bagian dari dukungan orang-orang kepercayaan (Anderson & Stewart, 1994; Oliker, 1989 dalam Marks, 1996). Lebih lanjut lagi, Marks (1996) menjelaskan bahwa kehadiran teman-teman sebagai bentuk dukungan sosial dari orang kepercayaan juga memiliki kontribusi terhadap kesejahteraan psikologis bagi subjek yang tidak memiliki pasangan yang sama baiknya dengan mereka yang memiliki pasangan.

McAdams (2006) menjelaskan bahwa kehadiran orang lain dapat menciptakan kehidupan yang harmonis dan gotong royong. Hal ini sama seperti

masyarakat yang berasal dari budaya kolektif yang lebih mengedepankan kehidupan kelompok daripada kehidupan invidualis sehingga memunculkan nilai-nilai harmonis, gotong royong, solidaritas, dan ketergantungan terhadap satu sama lain (McAdams, 2006). Hal ini juga diperkuat berdasarkan hasil dengan subjek X yang mengatakan kehadiran keluarga, saudara, dan teman- teman para pensiun dirasa mampu membantu mereka mengatasi permasalahan yang dihadapi di masa lanjut usia. Subjek X menambahkan, kebanyakan pensiunan memilih untuk kembali ke daerah asalnya agar lebih dekat dengan keluarga maupun saudara karena kehadiran keluarga dianggap mampu menguatkan dan mampu memberikan dukungan sehingga pensiunan merasa tidak sendirian.

Ryff dan Singer (1996) menambahkan bahwa masyarakat di dalam budaya yang kolektif, memiliki orientasi kepada orang lain. Hal ini berhubungan dengan tingginya tingkat kesejahteraan psikologis terutama pada dimensi hubungan yang positif dengan orang lain (Ryff & Singer, 1996). Selain itu, masyarakat di dalam budaya non-barat cenderung menekankan pada sikap kesalingterkaitan dengan individu lain untuk tetap dapat melakukan tugas normatif utama yaitu menyesuaikan diri untuk menjadi pas dan mempertahankan hubungan dengan orang lain (Matsumoto, 1994). Matsumoto (1994) menambahkan pada masyarakat yang bersifat komunal, kebahagiaan dan emosi positif lainnya seperti perasaan bersahabat akan muncul jika individu berhasil memenuhi tugas- tugas kultural independen seperti menyesuaikan diri dengan seseorang dalam suatu hubungan atau kelompok, memahami orang lain, menjadi invidu yang

simpatik, menempati dan menjalankan peran yang dimiliki, serta bertindak secara pantas sesuai dengan norma. Adanya dorongan untuk memenuhi tugas maupun peran dalam lingkungan disekitar para pensiunan ini dirasa mampu membentuk kesejahteraan psikologis yang dimiliki. Hal ini diperkuat dengan hasil wawancara dengan subjek X yang mengatakan bahwa salah satu cara agar pensiunan dapat mengatasi stres di masa pensiun adalah dengan terlibat dengan kegiatan di lingkungan sekitar. Keterlibatan itu dapat berupa menjadi pengurus RT/RW atau ikut serta dalam kegiatan bidang keagamaan. Hal ini bertujuan agar para pensiunan tetap merasa punya peran dan berarti bagi lingkungan sosialnya.

67

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Uji hipotesis pada penelitian ini menggunakan teknik analisa non- parameterik dikarenakan hasil uji normalitas menunjukkan persebaran data yang dimiliki tidak normal dengan nilai signifikansi 0,000 (p<0,05). Uji analisis non-parametrik yang digunakan adalah mann-whitney u test, yaitu teknik uji analisis non-parametrik yang menguji dua sampel bebas. Berdasarkan hasil mann-whitney u test diperoleh hasil signifikansi sebesar 0,467 (p > 0,05). Hal ini menunjukkan, H0 diterima dan H1 ditolak yang dapat diartikan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara kesejahteraan psikologis pada masa pensiun antara kelompok menikah dengan kelompok janda/duda.

B. Keterbatasan Penilitan

Peneliti menyadari bahwa dengan mempertimbangkan subjek yang sudah berusia lebih dari 55 tahun dan sudah mulai mengalami penurunan dalam segi fisik maupun kognitif, jumlah item skala kesejahteraan psikologis yang diberikan kepada subjek dapat dikatakan terlalu banyak. Hal ini memungkinkan subjek tidak dapat memberikan jawaban secara akurat dan sesuai kondisi yang dialami oleh subjek sehingga berakibat pada peroleh skor

total skala kesejahteraan psikologis subjek maupun hasil uji hipotesis penelitian.

Peneliti juga menyadari adanya kemungkinan measurement errors berupa

instrument bias yang dirasa mempengaruhi hasil penelitian (Widayati, 2009;

Reinchenbacher & Einax, 2011, chap. 2; Widhiarso, 2011). Adanya

measurement errors ini menyebabkan hasil penelitian ini cenderung memiliki

nilai yang tinggi. Peneliti menduga salah satu penyebab adanya measurement

errors dikarenakan tidak semua indikator perilaku pada masing-masing

dimensi kesejahteraan psikologis diaplikasikan ke dalam pembuatan blueprint skala kesejahteraan psikologis.

C. Saran

1. Bagi subjek

Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa para pensiunan yang menjadi subjek penelitian ini memiliki tingkat kesejahteraan psikologis yang tergolong tinggi. Hal ini perlu untuk dipertahankan karena dengan adanya kesejahteraan psikologis, para pensiunan dapat mencapai kepuasaan hidup, kebahagian, dan harapan hidup yang lebih baik.

2. Bagi perusahaan

Dokumen terkait