• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dinamika Kelompok Perumusan Kesepakatan

PENDAMPINGAN SOSIAL

B. MENGENAL FASILITASI

2. Dinamika Kelompok Perumusan Kesepakatan

Bagi seorang fasilitator yang hendak mendampingi kelompoknya dalam upaya mencapai pembuatan keputusan secara partisipatif, pemahaman tentang dinamika kelompok merupakan kompetensi inti (Kaner et al., 2007). Berikut ini akan dijelaskan konsep dinamika kelompok yang diformulasi oleh Kaner et al. (2007). Meskipun konsep dinamika kelompok Kaner et al. dibuat dalam kerangka pembuatan keputusan secara partisipatif, sampai tahap tertentu konsepnya dapat diterapkan dalam konteks pendampingan sosial bagi kelompok atau komunitas secara umum.

Sebelum uraian konsep dinamika kelompok, selaku fasilitator kelompok atau komunitas, pendamping harus memahami nilai-nilai partisipatif yang harus dipegang. Tabel 2.2 dapat menjadi panduan bagi para pendamping terkait sejumlah karakteristik penting yang membedakan pendekatan partisipatif dari pendekatan konvensional dalam suatu kelompok atau komunitas.

24 PELATIHAN DASAR PENDAMPINGAN SOSIAL Tabel 2.2. Perbedaan pendekatan partisipatif dan konvensional dalam fasilitasi kelompok

Kelompok Partisipatif Kelompok Konvensional

Setiap orang berpartisipasi, tidak hanya yang vokal-vokal saja

Pemikir tercepat dan paling pandai bicara akan lebih banyak diberi kesempatan Setiap orang diberi ruang untuk

bertukar-pikiran

Orang terbiasa saling menginterupsi untuk hal-hal yang umum

Pandangan berbeda diperbolehkan Perbedaan pendapat dianggap sebagai konflik yang mesti dihindari atau “diselesaikan”

Saling menegaskan dengan pertanyaan suportif: “Jadi ini yang Anda maksud?”

Bertanya dipandang seperti menantang, seakan-akan orang yang ditanya telah melakukan kekeliruan

Setiap orang berupaya memperhatikan orang yang sedang bicara

Jika orang yang sedang bicara tidak meminta perhatian, orang ngobrol seenaknya, cuek, atau melihat jam

Semua dapat saling bertukar ide secara bebas karena mereka tahu bahwa idenya juga didengar

Orang sulit untuk saling mendengarkan atau memahami gagasan karena masing-masing sibuk memikiran apa yang ingin mereka katakan

Setiap anggota dapat mengungkapkan hal-hal yang kontroversial. Setiap orang tahu posisi pendapat/dukungan masing-masing

Sebagian cenderung menghindari

kontroversi, sehingga tidak ada yang tahu dimana posisi pendapat/dukungan masing-masing

Semua dapat mewakili pandangan yang lain – meski terkadang tidak sejalan

Orang jarang dapat mewakili pandangan atau alasan kelompok lain yang tidak sejalan Tidak ada yang komplain atau ngedumel di

belakang di luar pertemuan

Karena merasa tidak bebas mengutarakan pendapat langsung dalam pertemuan, orang lebih suka bicara di belakang

Meskipun berbeda pendapat dengan pimpinan kelompok, orang tetap berani menyatakan apa yang mereka yakini

Orang yang tidak sejalan atau punya

pandangan berbeda sendiri umumnya kurang didukung untuk menyatakan pendapat Suatu masalah belum dianggap selesai

sebelum semua yang terpengaruh oleh keputusan memahami alasannya

Suatu masalah dianggap selesai begitu orang-orang pandai telah menemukan jawaban. Yang lain diharapkan menyesuaikan saja tanpa melihat apakah dia paham alur pikir keputusannya.

Ketika semua menyetujui, diasumsikan bahwa keputusan telah mencerminkan seluruh pendapat

Ketika tercapai kesepakatan, semua dianggap memiliki pemikiran/pendapat yang sama

Modul 6 Fasilitasi dalam Pendampingan Sosial 25

Kaner et al. (2007) menggambarkan dinamika kelompok dalam pertemuan pengambilan keputusan secara sederhana dengan memakai gambar diagram. Diagram dalam setiap gambar memotret proses pengambilan keputusan dari awal hingga pertemuan berakhir. Ragam ide/gagasan yang muncul dalam diskusi dan perkembangannya sampai akhir divisualkan dalam diagram sehingga dinamikanya dapat mudah dimengerti.

Gambar 2.3 memotret proses pengambilan keputusan dalam sebuah kelompok. Setiap lingkaran kecil mewakili satu ide/gagasan atau usulan. Tanda panah menunjukkan arah pikiran kemana perkembangannya selama diskusi. Diagram tersebut juga dapat menggambakan dimensi ragam usulan (secara vertikal) dan dimensi waktu (secara horisontal). Dimensi waktu ditunjukkan dengan awal mula pertemuan ketika membahas suatu topik baru (new topic) sampai akhi pertemuan dimana keputusan dapat diambil (decision point).

Gambar 2.3. Potret dinamika kelompok dalam pengambilan keputusan Sumber: Kaner et al. (2007: 4)

Seperti tampak pada Gambar 2.3, proses pertemuan kelompok dalam pengambilan keputusan menunjukkan perkembangan yang diharapkan karena pemikiran yang berkembang dari suatu topik mengarah ke satu kesepakatan. Di sini ide yang berkembang tidak sampai liar, kelompok pertemuan tidak sampai membuat frustrasi, dan keputusan pun berhasil dibuat bersama-sama.

Kaner et al. (2007) mengatakan kenyataannya sering berbeda. Kelompok diskusi dalam rangka pengambilan keputusan tidak berjalan seperti yang diharapkan.

26 PELATIHAN DASAR PENDAMPINGAN SOSIAL

Gambar 2.4 menunjukkan bahwa kelompok kehilangan fokus tema diskusi sehingga tidak menghasilkan keputusan. Kalaupun fasilitator dan beberapa orang berupaya keras agar diskusi tetap fokus dan sesuai jalur, namun mereka tidak bisa mengubah fakta bahwa anggota kelompok adalah individu-individu yang memiliki cara pandang berbeda-beda.

Gambar 2.4. Potret dinamika pengambilan keputusan dalam kenyataan Sumber: Kaner et al. (2007: 5)

Gambar 2.5. Dua proses berpikir dalam dinamika pengambilan keputusan Sumber: Kaner et al. (2007: 6)

Modul 6 Fasilitasi dalam Pendampingan Sosial 27

Namun demikian, Kaner et al. (2007) juga membuat model diagram yang dianggap lebih mendekati kenyataan. Gambar 2.5 menunjukkan adanya dua proses pemikiran yang umum dalam diskusi pengambilan keputusan, yaitu pemikiran divergen dan pemikiran konvergen. Pada saat-saat tertentu, anggota kelompok butuh mengekspresikan pandangan mereka (proses berpikir divergen). Namun di saat-saat yang lain, mereka juga ingin mempersempit perbedaan dan berupaya mengarahkan diskusi ke kesimpulan (proses berpikir konvergen).

Kaner et al. (2007) mengangkat empat contoh perbedaan antara proses berpikir divergen dan konvergen. Perhatikan Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Perbedaan antara dua proses berpikir dalam pengambilan keputusan

Divergen Konvergen

Menumbuhkembangkan ide-ide vs. Mengelompokkan ide-ide dalam kategori Diskusi bebas terbuka vs. Menyimpulkan poin-poin kunci

Mencari ragam pandangan vs. Menuju ke arah kesepakatan Menahan/menghindari penilaian vs. Menerapkan penilaian Sumber: Kaner et al. (2007: 6)

Selanjutnya Kaner et al. (2007) menentukan bentuk dari dinamika proses pengambilan keputusan yang dianggap ideal. Menurut mereka, dalam teori sebuah kelompok yang memiliki komitmen untuk menyelesaikan masalah sulit pasti akan melangkah secara hati-hati. Langkah pertama, kelompok akan menggali ide-ide sehingga muncul berbagai ragam ide. Berikutnya, mereka akan berupaya melakukan konsolidasi pemikiran menuju satu usulan kesepakatan. Kemudian mereka akan menggodok lagi usulan tersebut hingga mencapai keputusan final yang sekiranya dapat mencerminkan ragam ide-ide yang pernah muncul. Langkah-langkah ini tergambar pada diagram Gambar 2.6.

Namun, lagi-lagi dalam kehidupan nyata tidaklah semulus langkah-langkah sesuai teori. Pasti ada sesuatu yang harus dilalui dan dilakukan pada kenyataannya. Karena pada praktiknya, kebanyakan orang sulit mengubah dari keinginan selalu mengungkapkan pendapat pribadi ke arah upaya memahami pendapat orang lain.

28 PELATIHAN DASAR PENDAMPINGAN SOSIAL

Sebagian merasa sering disalahpahami sehingga mengulang-ulang pendapatnya. Ada yang ingin cepat selesai. Kadang sebagian sibuk ngobrol dengan teman di sampingnya. Masing-masing ingin pendapatnya didengar. Kondisi seperti ini dapat membuat orang menjadi bingung, terganggu, frustrasi, tidak sabar, dan sebagainya. Pertemuan bahkan mengarah pada kebuntuan (deadlock). Parahnya, kadang pemimpin pertemuan berusaha menghilangkan kebuntuan dengan cara membuat keputusan sepihak.

Gambar 2.6. Bentuk ideal dinamika proses pengambilan keputusan

Sumber: Kaner et al. (2007: 13)

Kaner et al. (2007) menyatakan bahwa dinamika di atas menggambarkan bahwa proses berpikir konvergen tidak otomatis terjadi setelah proses berpikir divergen dilewati. Menurut Kaner et al. ada langkah penting yang terlewat oleh kelompok. Langkah yang dimaksud adalah mengenali adanya zone tidak nyaman yang membuat anggota pertemuan merasa resah, tertekan, dan putus asa. Kaner et al. (2007) menamainya dengan Groan Zone atau bisa terjemahkan sebagai Zona Kritis. Saat melewati zone ini, anggota pertemuan mengulang-ulang pandangannya, tidak sensitif, saling defensif mempertahankan pendapat, emosi mudah meletup, dan seterusnya. Sayangnya, kebanyakan justru tidak mengerti betul apa yang terjadi.

R A G A M ID E WAKTU PENDAPAT UMUM RAGAM PANDANGAN PENYATUAN PEMIKIRAN PEMBULATAN

Modul 6 Fasilitasi dalam Pendampingan Sosial 29

Untuk mengenali dan melewati Zona Kritis, Kaner et al. (2007: 20) menawarkan suatu model yang dinamakan dengan Diamond of Participatory

Decision-Making bagi para fasilitator (Gambar 2.7). Tim Pe-PP (2007) menerjemahkannya

sebagai “Teori Berlian Fasilitasi Proses Kesepakatan.” Seperti tampak pada Gambar 2.7, Groan Zone berada di tengah-tengah antara zona divergen dan zona konvergen. Di awal zona divergen ada proses pengambilan keputusan yang sifatnya instan karena tidak melalui proses-proses divergensi dan konvergensi. Justru tipikal pertemuan seperti ini umum terjadi (business as usual) yang biasanya dilakukan oleh kelompok konvensional, bukan partisipatif. Sedangkan di ujung proses pertemuan dinamakan sebagai zona penutup (closure zone) dimana kesepakatan berhasil dibuat.

Gambar 2.7. Model/Teori Berlian Fasilitasi Proses Kesepakatan Sumber: Kaner et al. (2007: 20)

Lebih jauh Kaner et al. (2007) menjelaskan bahwa Zona Kritis merupakan konsekuensi dari kebhinekaan dalam kelompok. Kesalahpahaman dan miskomunikasi adalah hal yang normal dan alamiah dalam proses pengambilan keputusan partisipatif. Ketika melewati fase sulit ini, fasilitator harus mampu mengatasi kesalahpahaman dan miskomunikasi demi mencapai kesepakatan yang lestari dan kolaborasi yang mantap. Caranya adalah dengan mencari kesepahaman dan

30 PELATIHAN DASAR PENDAMPINGAN SOSIAL

kesamaan. Persamaan dan kesamaan dalam gagasan atau pandangan di antara anggota kelompok menjadi prasyarat bagi proses berpikir yang cerdas dan kreatif dalam pengambilan keputusan.

Ada empat nilai utama dalam pengambilan keputusan partisipatif (Kaner et al., 2007):

a. Partisipasi penuh

Seluruh anggota kelompok didorong untuk bersuara mengungkapkan isi kepala mereka.

b. Pemahaman bersama

Untuk mencapai kesepakatan yang langgeng, antar anggota saling memahami dan menerima kebutuhan dan tujuan masing-masing.

c. Solusi inklusif

Solusi yang mampu mengakomodir semua kepentingan merupakan bentuk kebijaksanaan kelompok yang muncul dari hasil penyatuan pandangan dan kebutuhan setiap orang.

d. Tanggung jawab bersama

Dalam kelompok partisipatif, semua anggota sadar bahwa pelaksanaan hasil keputusan merupakan tanggung jawab bersama, bukan hanya sebagian orang. Dengan kesadaran itu, mereka akan sepenuh hati untuk terliba penuh dalam pembuatan kesepakatan sebelum diputuskan.

Keempat nilai inti tersebut sekaligus menjadi domain seorang fasilitator kelompok untuk memainkan perannya. Dalam proses pengambilan keputusan yang bersifat partisipatif, fasilitator berperan untuk menggalang partisipasi penuh semua anggota, mempromosikan kesepahaman bersama, memperjuangkan solusi yang dapat mengakomodir semua pandangan atau kebutuhan, dan menanamkan rasa tanggung jawab bersama di kalangan anggota.

Tujuan dan manfaat yang diharapkan dari peran-peran seorang fasilitator dengan nilai-nlai partisipatif tersebut dapat membentuk (Kaner et al., 2007: 29):

a. individu-individu anggota yang lebih kuat  peningkatan skill kepemimpinan

Modul 6 Fasilitasi dalam Pendampingan Sosial 31

 daya nalar yang lebih kuat  lebih percaya diri

 lebih berkomitmen

 keterampilan komunikasi yang lebih baik

 peningkatan kemampuan mengemban tanggung jawab yang lebih luas dan berat

b. kelompok yang lebih kuat

 peningkatan kemampuan mendayagunakan berbagai talenta  mampu mengakses lebih banyak jenis informasi

 membangun rasa hormat dan atmosfer yang saling mendukung  memiliki prosedur lebih jelas dalam menghadapi dinamika kelompok  peningkatan kapasitas mengatasi masalah rumit

c. kesepakatan yang lebih kuat  lebih banyak ide

 ide-ide yang lebih brilian dan berkualitas

 pemecahan yang mengakomodir tujuan setiap anggota  kesepakatan yang lebih bijak

 pelaksanaan hasil kesepakatan secara lebih bertanggung jawab

Dokumen terkait