• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDA SAN TEORI

F. Dinamika Pengaruh Iklan Potongan Harga yang Melekat

Kredit

Iklan sebagai suatu proses komunikasi mempunyai kekuatan sangat penting sebagai alat pemasaran untuk membantu menjual barang melalui saluran tertentu dalam bentuk informasi yang persuasif (Liliweri dalam Widyatama, 2005). Secara lebih khusus, iklan didefinisikan sebagai pesan yang menawarkan suatu produk yang ditujukan kepada masyarakat lewat suatu media. Iklan memiliki kecenderungan untuk membujuk orang supaya

membeli (Kasali, 1992). Madjadikara (2004) menambahkan bahwa pesan di dalam iklan berupa ajakan untuk mengubah suatu kebiasaan atau perilaku sehingga terjadi perubahan perilaku dari masyarakat ketika iklan sudah menyebar ke media masa. Kasali (1992) menjelaskan bahwa sasaran iklan adalah mengubah jalan pikiran konsumen untuk membeli. Senada dengan hal tersebut, Bram (2005) menjelaskan bahwa iklan telah menjadi aspek informasi yang penting dalam bisnis. Kegiatan periklanan yang efektif dipandang mampu mempengaruhi kecenderungan mengkonsumsi dalam masyarakat.

Salah satu kegiatan periklanan yang mempengaruhi kecenderungan mengkonsumsi masyarakat adalah adanya iklan potongan harga atau diskon. Potongan harga didefinisikan sebagai pemberian potongan atau pengurangan dari daftar harga (Heidingsfield & Blankenship, 1873). Secara lebih khusus, Kotler (1988) menyatakan jika potongan harga dari harga normal adalah bentuk promosi harga yang masuk akal. Kotler (1989) menambahkan bahwa potongan harga merupakan salah satu bentuk promosi perdagangan. Pihak penjual menggunakan promosi untuk menarik konsumen baru supaya mencoba, memberi imbalan kepada pelanggan setia, dan untuk menaikkan tingkat pembelian ulang pada konsumen yang sesekali menggunakan. Islahuddin (2010) menyatakan jika potongan harga atau diskon dibuat agar seseorang membeli barang yang ditawarkan. Senada dengan hal tersebut, Fitria, Nina, dan Koentjoro (2009) menyatakan bahwa iklan potongan harga memang memberikan daya tarik tersendiri bagi para konsumen. Konsumen

tergiur oleh harga yang ditawarkan dan membeli barang yang sebenarnya tidak mereka rencanakan. Konsumen mengedepankan harga yang murah dan kepuasan saat membeli tanpa memikirkan faktor kegunaan dari barang yang dibeli. Di sisi lain, pada iklan yang tidak menawarkan potongan harga berarti tidak terdapat potongan atau pengurangan dari daftar harga sehingga barang tersebut memiliki harga yang tetap. Dalam hal ini penjual tidak menggunakan potongan harga sebagai alat promosi penjualan.

Iklan potongan harga sebagai salah satu bentuk promosi harga yang dapat mempengaruhi kecenderungan mengkonsumsi masyarakat ini juga menjadi salah satu bentuk inovasi marketing yang ada dalam kartu kredit. Kehadiran kartu kredit sebagai salah satu metode pembayaran sudah mulai merebak di Indonesia. Kartu kredit merupakan salah satu jenis dari kartu plastik yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran transaksi jual beli barang atau jasa di mana pelunasan atau pembayarannya dapat dilakukan sekaligus atau dengan mencicil sejumlah minimum tertentu. Makin memasyarakatnya penggunaan kartu kredit dalam transaksi jual beli berkaitan dengan faktor-faktor yang ditawarkan kartu kredit antara lain keamanan, kenyamanan, kemudahan, dan unsur prestise bagi pemegangnya. (Siamat, 2005). Semakin banyaknya masyarakat Indonesia yang menggunakan kartu kredit ditandai dengan meningkatnya penggunaan kartu kredit dari tahun ke tahun. Peningkatan pertumbuhan kartu kredit yang terjadi di Indonesia juga disertai dengan meningkatnya total transaksi penggunaan kartu kredit setiap tahunnya. Hal tersebut dapat menunjukkan bahwa kartu kredit memiliki andil

yang cukup besar dalam perkembangan perilaku konsumsi, salah satunya perilaku konsumsi yang didasari iklan potongan yang melekat pada kartu kredit.

Iklan potongan harga yang melekat pada kartu kredit ini merupakan salah satu inovasi marketing hasil kerjasama antara penerbit kartu kredit

(issuer) dengan pihak toko atau pedagang (merchant). Para card holder akan

mendapatkan potongan harga atas produk yang dibelinya jika melakukan transaksi pembelian dengan menggunakan kartu kredit terkait pada merchant

yang bersangkutan (yang telah melakukan kerjasama). Tinarbuko (2006) menjelaskan bahwa iklan potongan harga yang ditawarkan memiliki prinsip untuk mengubah perilaku dengan membuat pengguna kartu kredit mengutamakan felt need ketika membeli produk yang ditawarkan daripada membeli kebutuhan yang memang diperlukan (real need).

Adanya diskon atau potongan harga merupakan salah satu hal yang memotivasi pembelian (Virvilaite, Saladience, & Bagdonaite, 2009). Senada dengan hal tersebut, Parboteeah dalam Virvilaite dkk (2009) menjelaskan bahwa harga dari suatu barang menjadi salah satu faktor dari pembelian impulsif. Konsumen akan cenderung impulsif saat ada diskon. Stern (1962) menambahkan bahwa harga yang berkurang atau mendapatkan potongan dapat menyebabkan pembelian impulsif seseorang.

Pembelian impulsif ditandai dengan pembelian yang terjadi secara spontan dan didominasi oleh respon emosional mendorong konsumen untuk melakukan pembelian yang tidak terencana saat itu juga. Pembelian yang

dilakukan tanpa disertai pertimbangan yang matang dan didasari atas kesenangan tanpa peduli bagaimana cara mendapatkannya (Rook, 1987). Senada dengan hal tersebut, Rook dan Fisher (1995) menyatakan bahwa pembelian impulsif merupakan pembelian yang tidak terduga dan relatif kurang perenungan. Secara lebih khusus, Hoch dan Loewenstein; Thompson, Locander, dan Pollio (dalam Rook & Fisher, 1995) menjelaskan bahwa pembelian impulsif juga ditandai oleh terpikat harapan dari kepuasan yang ingin dipenuhi saat itu juga.

Rook (1987) menyatakan bahwa konflik psikologis yang muncul dari konsumen adalah ketika mereka berada pada pilihan untuk menyimpan uang mereka atau mengeluarkan uang untuk pembelian impulsif. Di sisi lain, pembelian impulsif juga melibatkan faktor emosional. Adanya faktor emosional membuat konsumen merasa di luar kontrol ketika melakukan pembelian impulsif (Rook, 1987).

Pembelian impulsif yang melibatkan faktor emosional sejalan dengan kecenderungan respon emosional yang tidak terlepas dari konsumen wanita. Wanita memiliki kecenderungan faktor emosional yang kuat dalam berbelanja (Gasiorowska, 2011). Wanita biasa berbelanja dengan sepenuh hati walaupun untuk barang biasa yang tidak spesial (Dholakia & Underhill, dalam Gasiorowska, 2011). Claimed (dalam Gasiorowska, 2011) menambahkan jika bagi wanita, berbelanja membuat mereka bisa keluar dan menjadi sarana pencegah kesepian atau untuk mengatasi kebosanan dalam kehidupan keluarga. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Underhill (dalam

Gasiorowska, 2011) menyatakan jika wanita memaknai berbelanja sebagai suatu pengalaman untuk mengalami perubahan, sebagai metode untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih ideal, sehingga berbelanja memiliki faktor emosional dan psikologis yang kuat bagi mereka.

Selanjutnya, Gasiorowska (2011) menyatakan bahwa wanita melihat nilai hedonik dan ekonomis sebagai alasan yang menentukan dalam berbelanja. Hal ini dimaksudkan bahwa wanita cenderung berbelanja didasari prinsip bersenang-senang dengan pengeluaran yang tetap ekonomis. Kedua nilai tersebut erat kaitannya dengan keberadaan diskon/ potongan harga yang memungkinkan konsumen untuk membeli banyak barang dengan harga yang tidak terlalu mahal karena barang sudah mengalami pengurangan harga.

Seperti yang sudah dipaparkan bahwa pembelian impulsif berhubungan dengan gender, Parboteeah (dalam Virvilaite dkk, 2009) menyebutkan bahwa pembelian impulsif juga berkaitan dengan usia. Hal tersebut didukung oleh Eysenck dkk (dalam Lin dan Lin, 2005) yang menyatakan bahwa orang yang lebih muda lebih tinggi nilai impulsifnya dibandingkan dengan orang yang lebih tua. Secara khusus dijelaskan oleh Parboteeah (dalam Virvilaite dkk, 2009) bahwa terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa orang muda merasa tidak terlalu beresiko untuk membelanjakan uang. Selain itu, Kahn dkk (dalam Lin dan Chuang, 2005) menjelaskan bahwa remaja cenderung menjadi impulsif dengan melakukan sesuatu pada saat itu juga tanpa memperhitungkan tanggungan resiko. Lin dan

Chuang (2005) menambahkan bahwa berbelanja merupakan suatu keseharian bagi banyak remaja.

Disebutkan oleh Lin dan Lin (2005) bahwa sebagian besar penelitian mengenai pembelian impulsif menggunakan subjek dewasa sebagai sampel sedangkan masih sedikit penelitian yang menggunakan remaja sebagai sampel. Jadi penelitian ini fokus pada remaja dengan gender wanita.

G. Skema Pengaruh Iklan Potongan Harga yang Melekat pada Kartu

Dokumen terkait