• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III REMAJA DAN DINAMIKA PERKEMBANGAN SEKSUALNYA

E. Dinamika Perkembangan Seksual Remaja

Terjadinya peningkatan perhatian remaja terhadap kehidupan seksual ini sangat dipengaruhi oleh faktor perubahan-perubahan fisik selama periode pubertas. Terutama kematangan organ-organ seksual dan perubahan-perubahan hormonal, mengakibatkan munculnya dorongan seksual dalam diri remaja. Dorongan seksual remaja ini sangat tinggi, dan bahkan lebih tinggi dari dorongan seksual orang dewasa. Sebagai anak muda yang belum memiliki pengalaman tentang seksual, tidak jarang dorongan-dorongan seksual ini menimbulkan ketegangan fisik dan psikis.

Remaja mencoba mengekspresikan dorongan seksualnya untuk melepaskan diri dari ketegangan seksual tersebut dalam berbagai bentuk perilaku seksual menyimpang, mulai dari melakukan aktivitas pacaran,

berkencan, bercumbu, sampai dengan melakukan kontak seksual. Dari sekian banyak bentuk tingkah laku seksual yang diekspresikan remaja, salah satunya yang paling sering dilakukan adalah masturbasi (Desmita, 2010: 222).

Sebuah investigasi yang dilakukan oleh Haas (1979) dalam Desmita (2010: 223) ditemukan bahwa, masturbasi sudah merupakan aktivitas seksual yang biasa di kalangan remaja di negara barat. Lebih dari sepertiga remaja laki-laki dan satu setengah remaja perempuan melakukan masturbasi satu kali seminggu atau lebih. Penelitian Jones dan Barlow (1990) dalam Desmita (2010: 223) juga menyatakan bahwa frekuensi masturbasi remaja laki-laki lebih sering daripada remaja perempuan, sebagaimana tabel berikut:

Tabel Frekuensi Masturbasi

Frekuensi Laki-laki (%) Perempuan (%)

Setiap hari 0 0

Seminggu dua kali 26,5 4,3

Seminggu satu kali 18,4 10,6

Dua minggu sekali 14,3 4,3

Sebulan sekali 12,2 8,5

Sebulan lebih dari sekali 12,2 25,5

Tidak pernah 16,3 46,8

Sumber: diadaptasi dari Dacey & Kenny (1997) dalam Desmita (2010)

Berdasarkan survei kesehatan reproduksi yang dilakukan Badan Kesehatan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) 2010, remaja yang berpacaran dan saling berpegangan tangan sekitar 92%, 82% saling berciuman, dan sebanyak 63% tidak malu untuk saling meraba (petting)

bagian tubuh yang seharusnya tabu untuk dilakukan (Evi dkk, 2013: 3). Ada perbedaan gaya pacaran remaja sekarang dengan dulu. Remaja saat ini lebih permisif untuk melakukan apa pun demi keseriusan pada pasangannya. Semua aktivitas itu yang akhirnya mempengaruhi niat untuk melakukan seks lebih jauh.

Belakangan ini, sebagai dampak dari perubahan-perubahan norma- norma budaya, aktivitas seksual remaja terlihat semakin meningkat sejumlah data penelitian menunjukkan bahwa remaja mempunyai angka terbesar dalam melakukan aktivitas seksual. Fenomena ini jelas sangat mengkhawatirkan orang tua dan masyarakat. Sebab, meskipun seksualitas merupakan sesuatu yang normal, tetapi perilaku seksual tersebut disertai resiko-resiko yang tidak hanya ditanggung oleh remaja itu sendiri melainkan juga oleh orang tua dan masyarakat (Desmita, 2010: 223).

Perilaku remaja cenderung agresif yang menyebabkan pergaulan bebas dan mengakibatkan kehamilan diluar nikah hingga aborsi, membunuh atau membuang bayi yang baru dilahirkan, hingga muncul tindak pelecehan seksual seperti sodomi dan incest, pemerkosaan yang

disertai tindakan sadis seperti penganiayaan dan pembunuhan. Hampir

disetiap media massa mengemukakan adanya kejahatan remaja yang dilatar belakangi oleh nafsu seksual yang tidak terkendali.

Menurut Roqib (2009: 210), sebuah hasil penelitian sempat mengguncang kota Yogyakarta. Penelitian tersebut menemukan bahwa 97,05% mahasiswi di Yogyakarta telah kehilangan keperawanannya. Nyaris 100% atau secara matematis bisa disepadankan dengan 10 dari 11 gadis sudah tidak perawan, yang diakibatkan oleh hubungan seksual. Meskipun hasil penelitian ini masih diperdebatkan kebenarannya. Fenomena tersebut paling tidak bisa menggambarkan perilaku seks bebas generasi muda bangsa ini.

Perilaku remaja juga nampak dari bebagai hasil penelitian, survei, poling dan sejenisnya. Berikut dikutip dari Sriyanti (2009: 4-5):

“Dilaporkan bahwa pada Januari 2001 rata-rata 5 remaja putri hamil setiap hari, sebulan rata-rata 150 remaja putri di usia SLTA kelas II hingga mahasiswa telah hamil. Umumnya dari mereka sudah melakukan usaha aborsi dengan minum pil ramuan.”

“Laporan Evaluasi Kegiatan Kerja Plan Internasional Pacitan yang memaparkan data tentang pendapat remaja usia SLTA/SLTP bahwa ciuman dalam berpacaran merupakan hal biasa, ada juga siswa yang bersedia melakukan aktivitas seksual karena cinta dan takut diputus pacar. Ditemukan siswa yang pernah melakukan aktivitas seksual dengan lebih dari satu pasangan.”

“Studi kasus terhadap 20 responden yang melakukan aborsi, ternyata 15 %-nya dilakukan oleh remaja yang belum menikah dengan tipe kriminal.”

Temuan-temuan data tersebut sangat mengejutkan berbagai pihak, sehingga perlu dikaji bersama mengapa hal tersebut bisa terjadi. Maraknya

seks bebas dikalangan remaja bisa disebabkan karena minimnya informasi yang diketahui. Anggapan tabu dalam membicarakan soal seksual membuat remaja sering kali mencari informasi dari sumber yang tidak tepat bahkan cenderung menyesatkan. Hal ini membuat remaja berperilaku serampangan dan kurang perhitungan. Tentu masalah ini menimbulkan terjadinya penyimpangan seksual yang kini semakin marak dilakukan oleh remaja.

Data Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI), menemukan sekitar 4,5% remaja laki-laki dan 0,7% remaja perempuan usia 15-19 tahun yang mengaku pernah melakukan seks pranikah. Sedangkan survei PKBI pada tahun 2015 menemukan bahwa 63% remaja di beberapa kota besar telah melakukan seks pranikah.

Data KTD (kehamilan tidak diinginkan) dari PILAR PKBI Jawa Tengah juga setiap tahun mengalami peningkatan, pada tahun 2014 sebanyak 67 remaja yang datang konseling meningkat dari tahun 2013 sebanyak 63 remaja.

Mini survey tahun 2015 dilakukan terhadap 2.843 responden

remaja SMA di kota Semarang, hampir 50% remaja sudah melakukan perilaku seksual. Sekitar 39,6% remaja SMA mempunyai status pacaran dan sekitar 73,3% remaja masih SMP mempunyai status pacaran. (Puspitaningrum dkk, 2016: 65).

Data-data tersebut memang terbilang mecengangkan publik. Terkait hal ini perlu diberikan pencegahan secara preventif sejak dini oleh

orang-orang sekitar. Dorongan seksual pada remaja hakikatnya bersifat alami, hal ini dikarenakan munculnya hormon seksualitas. Untuk menyalurkan dorongan tersebut, remaja cenderung melakukan hal-hal menyimpang seperti perbuatan seksual menyimpang yang tidak dibenarkan oleh aturan. Pada masa ini, remaja mengalami masalah- masalah yang sangat pelik ditengah kondisi psikologis yang masih labil. Sangat wajar apabila masalah-masalah tersebut begitu merepotkan. Masalah berawal perkembangan seksualitas dan akan dapat meluas, sehingga menimbulkan masalah baru yang begitu kompleks dan mengganggu keseimbangan hidupnya.

Dokumen terkait