• Tidak ada hasil yang ditemukan

Setelah mendapatkan gambaran tentang pola kelekatan Sari dengan orang tua sejak kecil hingga dewasa dan juga melihat alasan di balik kebertahanan Sari dalam lingkaran kekerasan, penulis melihat fenomena ini sebagai satu rangkaian pola sebab-akibat yang berkesinambungan. Bowlby (1983) mengemukakan bahwa pola kelekatan yang terjalin antara anak dan orang tua sebagai figur lekat membentuk internal working models dalam persepsi anak sepanjang hidup terkait respons emosional dan pertimbangan-pertimbangan yang dibuatnya. Untuk dapat melihat dialektika antara keduanya, penulis menguraikan terlebih dahulu tentang karakteristik serupa yang dimiliki oleh ayah dan ibu Sari dengan Doni.

AYAH SARI-DONI IBU SARI-DONI

Ayah Sari dan Doni memiliki karakteristik yang serupa, yakni keduanya melakukan tindak kekerasan terhadap perempuan. Sang ayah melakukan kekerasan pada ibunya, sedangkan Doni melakukan kekerasan terhadap dirinya. Respons yang ditunjukkan Sari kepada Doni dalam situasi kekerasan yang dialaminya juga

Ibu Sari sebagai figur lekat memiliki karakteristik dengan Doni, yakni sifat yang over-protective terhadap Sari. Ibu sejak kecil melarang Sari untuk bermain bersama teman-temannya, bahkan dilarang untuk hadir di acara ulang tahun temannya. Hal kecil seperti pemilihan baju yang hendak dikenakan pun diatur oleh sang ibu. Sari meyakini

serupa dengan respons ibu menanggapi kekerasan oleh sang ayah, yakni diam, tidak ada perlawanan, dan berharap bahwa suatu hari pasangannya pasti berubah. Melihat sang ibu mengalami kekerasan dari ayahnya juga hanya membuat Sari diam, meskipun Sari merasa sangat sedih dan ada keinginan untuk menggantikan posisi ibunya. Kemiripan lainnya ialah sosok kedua laki-laki ini merupakan sosok yang dapat memenuhi kebutuhan finan- sialnya.

Interpretasi:

1.Ayah memberikan model pencetakan (imprint) yang buruk tentang konsep laki-laki yang baik sehingga Sari tidak mendapatkan pemahaman yang benar tentang pemilihan pasangan. 2. Ada rasa bersalah terhadap figur ibu

karena Sari tidak berdaya menolong ibu ketika mengalami kekerasan. Rasa bersalah ini termanifestasi dalam bentuk penerimaan diri sebagai korban kekerasan.

3.Adanya internalisasi terhadap konsep stereotip gender dalam persepsi Sari yang meletakkan perempuan sebagai pihak yang tidak berdaya untuk keluar dari lingkaran kekerasan.

bahwa hal tersebut dilakukan ibunya demi kebaikan dirinya. Sifat tersebut juga ditunjukkan Doni terhadap Sari. Doni melarang Sari untuk bermain dengan teman-teman kuliahnya, dan tidak boleh satu kelompok dengan teman laki-laki dalam mengerjakan tugas kuliah. Sari juga diminta untuk membatasi pergaulannya. Situasi terpisah yang dimunculkan antara relasi Sari dengan ibu maupun Doni membuat Sari merasakan kesedihan yang mendalam dan terbawa dalam perasaan kehilangan.

Interpretasi:

1.Ibu membentuk konsep ‘aman’

dengan perlunya proteksi atau perlindungan yang berlebihan. Proteksi berlebih yang juga diberikan Doni dapat diterima dengan mudah oleh Sari sebagai wujud dari cinta dan perhatian.

2.Sari tidak pernah mendapatkan kesempatan untuk eksplorasi. Tidak ada dukungan eksternal dari para figur lekat bagi Sari untuk dapat mengeksplor lingkungan sekitar. 3.Adanya kecemasan dan sikap depresif

dalam merespons situasi terpisah dengan figur lekat sehingga Sari terus mencari cara untuk mendekatkan diri dengan figur lekat.

Tabel 4.4 Karakteristik Figur Lekat Sari

Dapat dilihat, Doni memiliki kemiripan karakteristik dengan ayah dan ibu Sari, mulai dari perlakuan yang diberikan terhadap Sari hingga respons Sari menghadapi perlakuan tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa relasi lekat yang dijalin oleh Sari dengan kedua orangtuanya di masa lampau hingga saat ini turut membentuk persepsi Sari tentang proses membangun dan mempertahankan relasi dengan Doni. Keserupaan ciri yang dimiliki oleh Doni dengan kedua orangtuanya membuat Sari merasa nyaman berada

dalam relasi pacaran dengan Doni karena melalui relasi tersebut, Sari mendapatkan representasi kehadiran orang tua didekatnya. Dengan kata lain, Sari membentuk proses pembiasaan dengan perlakuan orang tua, khususnya ibu terhadap dirinya dan menjadikannya ‘standar basis aman’ yang harus dimilikinya, meskipun sebenarnya sikap over-protective dan kekangan yang diberikan oleh itu justru berdampak buruk bagi optimalisasi perkembangan kognisi dan afeksi Sari. Sari menjadi cemas jika berhadapan dengan situasi baru karena Sari tidak pernah mendapatkan kesempatan untuk eksplorasi dan membentuk pemahaman subjektif bahwa dunia adalah tempat yang aman untuk bereksplorasi dan mengembangkan diri. Hal ini menyebabkan Sari sulit untuk mengambil keputusan-keputusan penting untuk kebaikan dirinya sendiri karena ‘rasa aman’ hanya dapat dirasakan Sari ketika berada dalam proteksi dan perlindungan ketat dari ibu dan Doni sebagai figur lekat, bukan melalui proses eksplorasi.

Kesulitan dalam pengambilan keputusan membuat Sari juga rentan terhadap kegagalan untuk menghadapi situasi yang sulit, seperti persoalan perkuliahan, pertemanan, dan percintaan. Sari juga menjadi mudah tertekan jika menghadapi situasi terpisah dengan ibu maupun Doni. Hal ini disebabkan karena Sari menganggap ibu dan Doni ialah basis aman yang melindunginya dari berbagai ancaman. Namun, penulis melihat bahwa ‘rasa aman’ yang dirasakan Sari ketika berada dengan figur lekat merupakan bentuk dari rasa ketergantungan yang berlebihan terhadap figur lekat karena jika ditelaah lebih mendalam, tidak ada basis aman (secure base) bagi Sari untuk eksplorasi dan menjadi diri sendiri. Kesedihan mendalam dan sikap depresif yang ditunjukkan Sari sebagai respons menghadapi perpisahan merupakan indikasi kuat bahwa Sari tumbuh menjadi individu yang insecure sehingga Sari merasakan kecemasan untuk keluar dari relasi pacaran yang mengandung unsur kekerasan didalamnya.

Oleh karena sejak kecil Sari tidak pernah diberi kesempatan untuk melakukan eksplorasi, proses adaptasi dan kemampuan mengelola konflik internal (terkait pikiran dan perasaan) maupun eksternal (relasi dengan orang lain dan lingkungan sekitar) juga menjadi tumpul. Ketumpulan ini berimplikasi pada kegagalan untuk mengatasi situasi sulit yang menekan dan menyakitkan. Situasi keterpisahan dengan Doni sebagai figur lekat pengganti juga menimbulkan kecemasan yang mendalam pada diri Sari meskipun Sari menyadari bahwa relasinya dengan Doni yang mengandung kekerasan tidak baik untuk diteruskan. Kecemasan terhadap perpisahan ini tidak dapat dikelola dengan baik oleh Sari sehingga lebih mudah bagi Sari untuk merasionalisasikan kecemasan tersebut menjadi bentuk pengorbanannya dalam mencintai Doni. Disimpulkan bahwa pola kelekatan Sari dengan ibu sebagai figur lekat pertama membuat Sari tumbuh menjadi individu yang insecure dan tidak berdaya untuk keluar dari jerat lingkaran kekerasan yang dialaminya dengan Doni.

e) Pembahasan Kasus Sari

Melalui paparan jerat lingkaran kekerasna yang dialami Sari dan pola kelekatan yang terjalin antara Sari dengan kedua orang tua dari masa anak hingga remaja, berikut ialah rincian dinamika pola kelekatan Sari dengan orang tua dan pacar:

KOMPONEN KELEKATAN