• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.4. Dinamika Populasi Mikroba Tanah 1. Total Mikroba

Perkembangan jumlah mikroba dalam tanah tergantung pada keadaan tanah seperti persediaan makanan, suhu, kelembaban, aerasi, persediaan oksigen dan sifat bahan organik (Soepardi, 1983). Populasi total mikroba dari awal tanam hingga akhir tanam disajikan pada Gambar 3. Dapat dilihat pada gambar tersebut bahwa populasi total mikroba dari awal tanam ke pertengahan tanam mengalami penurunan pada semua teknik budidaya padi. Penurunan populasi mikroba tanah yang paling tajam yaitu pada budidaya padi konvensional, sedangkan penurunan populasi total mikroba terendah yaitu pada budidaya S.R.I. organik.

Kondisi anaerob pada budidaya konvensional menekan pertumbuhan mikroba tanah, sedangkan pada budidaya S.R.I. organik, dengan adanya penambahan bahan organik maka suplai energi bagi pertumbuhan mikroba tetap tersedia dan kondisi tanah mendukung bagi kehidupan mikroba. Anwar dan Sudadi (2004) mengatakan bahwa jika tanah digenangi, dalam waktu kurang dari sehari suplai oksigen turun mendekati nol. Mikroba aerob dengan cepat mengkonsumsi oksigen yang tersisa dan akhirnya dorman atau mati.

0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 Konvensional S.R.I. Anorganik

S.R.I. Organik S.R.I. Semi-Organik P opu las i ( x 10 6 SP K/ g B KM ) Awal Tengah Akhir

Gambar 3. Dinamika Populasi Total Mikroba pada Budidaya Konvensional, S.R.I. Anorganik, S.R.I. Organik dan S.R.I. Semi-Organik

Populasi total mikroba dari pertengahan tanam hingga akhir tanam pada budidaya konvensional terus menurun, sedangkan pada budidaya S.R.I. baik secara anorganik, organik maupun semi-organik mengalami peningkatan pada akhir tanam. Populasi total mikroba tertinggi saat akhir tanam yaitu pada budidaya

S.R.I. semi-organik dan terendah pada budidaya konvensional. Hasil penelitian Simarmata (2005) menyatakan bahwa penambahan bahan organik sangat efektif untuk meningkatkan aktivitas mikroba tanah heterotrof, yaitu bakteri yang menggunakan senyawa organik sebagai sumber karbonnya atau sumber energi. Selain itu penambahan bahan organik juga meningkatkan aktivitas aktinomisetes dan jamur yang berperan penting dalam proses agregasi partikel tanah (struktur tanah).

Populasi mikroorganisme tanah yang tinggi menggambarkan adanya suplai makanan atau energi yang cukup ditambah lagi dengan temperatur yang sesuai, ketersediaan air yang cukup, dan kondisi ekologi lain yang menyokong perkembangan mikroorganisme pada tanah tersebut. Jumlah total mikroorganisme sangat berguna dalam menentukan tempat mikroorganisme dalam hubungannya dengan sistem perakaran, sisa bahan organik dan kedalaman profil tanah. Data ini juga berguna dalam membandingkan keragaman iklim dan pengolahan tanah terhadap aktivitas organisme di dalam tanah (Anas, 1989).

4.4.2. Total Fungi

Fungi merupakan bagian dari kelompok organotrophs yang sangat responsif terhadap proses dekomposisi residu bahan organik. Gambar 4 menunjukkan dinamika populasi total fungi pada budidaya padi konvensional, S.R.I. anorganik, S.R.I. organik dan S.R.I. semi-organik.

-0.5 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 P o pul as i ( x 10 4 SP K/ g B KM ) Awal Tengah Akhir Konvensional S.R.I. Organik S.R.I. Anorganik S.R.I. Semi-Organik

Gambar 4. Dinamika Populasi Total Fungi pada Budidaya Konvensional, S.R.I. Anorganik, S.R.I. Organik dan S.R.I. Semi-Organik

Gambar tersebut menunjukkan bahwa populasi total fungi dari awal tanam hingga pertengahan tanam mengalami penurunan pada budidaya konvensional, S.R.I. anorganik dan S.R.I. semi-organik sedangkan pada S.R.I. organik populasi total fungi meningkat pada pertengahan tanam. Hal ini dikarenakan sumber bahan organik pada budidaya S.R.I. organik saat pertengahan tanam masih cukup banyak yang berfungsi sebagai sumber energi.

Populasi total fungi saat akhir tanam meningkat pada semua budidaya S.R.I., sedangkan pada budidaya konvensional populasinya terus menurun. Pemberian kompos dan bio-organik fertilizer pada metoda S.R.I. mampu meningkatkan populasi total fungi dibandingkan dengan metode konvensional. Peningkatan populasi total fungi saat akhir tanam pada perlakuan S.R.I. anorganik, S.R.I. organik dan S.R.I. semi-organik dikarenakan zona perakaran yang terbentuk pada budidaya S.R.I. sangat luas dan menyebar, sedangkan pada budidaya konvensional zona perakaran yang terbentuk sedikit dan tidak menyebar, sehingga pada budidaya S.R.I. aktifitas fungi pun meningkat dan populasinya lebih tinggi dibandingkan dengan budidaya konvensional.

Sebagian fungi membentuk spora lebih cepat di dalam tanah dari media buatan. Perhitungan koloni fungi yang berkembang pada agar cawan belum tentu mencerminkan secara kuantitatif kegiatan fisiologi atau kepentingannya bagi contoh tanah (Anas, 1989).

4.4.3. Azotobacter

Azotobacter merupakan bakteri yang mampu menambat nitrogen dari udara bebas dan hidup bebas di sekitar perakaran tanaman. Azotobacter merupakan bakteri aerob obligat yang membutuhkan oksigen untuk kelangsungan hidupnya. Untuk mengetahui populasi Azotobacter dilakukan isolasi dengan menggunakan media Nitrogen Free Manitol (NFM). Adanya Azotobacter ditandai dengan terbentuknya koloni berwarna bening, putih sampai keruh dengan bentuk cembung seperti titik air. Gambar 5 menunjukkan dinamika populasi Azotobacter

saat awal tanam hingga akhir tanam pada budidaya padi konvensional, S.R.I. anorganik, S.R.I. organik dan S.R.I. semi-organik.

-0.5 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 Konvensional S.R.I. Anorganik

S.R.I. Organik S.R.I. Semi-Organik P opul as i ( x 10 4 SP K/ g B KM ) Awal Tengah Akhir

Gambar 5. Dinamika Populasi Azotobacter pada Budidaya Konvensional, S.R.I. Anorganik, S.R.I. Organik dan S.R.I. Semi-Organik

Dari gambar di atas terlihat bahwa populasi Azotobacter dari awal hingga pertengahan tanam mengalami penurunan pada budidaya padi konvensional, S.R.I. anorganik dan S.R.I. semi-organik, sedangkan pada S.R.I. organik populasinya meningkat. Populasi Azotobacter terus mengalami penurunan yang cukup signifikan pada budidaya konvensional dari pertengahan tanam hingga akhir tanam, hal ini dikarenakan kondisi konvensional yang tergenang menyebabkan populasi Azotobacter menurun. Hingga saat panen populasi

Azotobacter tetap menurun pada perlakuan konvensional walaupun kondisi tanah sudah kering dan tidak tergenang, hal ini dikarenakan penggunaan pupuk anorganik tanpa dilakukan penambahan bahan organik ke dalam tanah juga mengganggu keseimbangan mikroba fungsional tersebut.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Purwani et al. (1998) yang menyatakan bahwa pemberian pupuk kimia sesuai takaran rekomendasi, lama kelamaan akan menekan populasi Azotobacter. Hal ini dikarenakan dengan pemupukan kimia saja kelembaban tanah akan lebih rendah sedangkan dengan pemberian kompos akan menjaga kelembaban tanah. Untuk kelangsungan hidup mikroorganisme perlu kelembaban tertentu, kemungkinan pada perlakuan pemupukan kimia saja kelembaban tanah sudah tidak mendukung kehidupan mikroorganisme terutama Azotobacter.

Populasi Azotobacter terus meningkat pada perlakuan S.R.I. organik, sedangkan pada perlakuan S.R.I. anorganik dan S.R.I. semi-organik walaupun

populasi Azotobacter menurun pada saat pertengahan tanam, namun populasi tersebut meningkat kembali saat akhir tanam. Perlakuan dengan metode S.R.I. tanpa atau dengan penambahan bahan organik nyata meningkatkan populasi

Azotobacter dibandingkan dengan metode konvensional.

Faktor-faktor pengendali kehadiran dan melimpahnya Azotobacter dalam tanah yaitu reaksi pada tanah, melimpahnya bahan organik, konsentrasi elemen-elemen mineral tertentu terutama fosfat, dan ketiadaan perantara-perantara yang antagonistik atau yang menyainginya. Selain itu keberadaan Azotobacter dalam tanah sangat dipengaruhi oleh penanaman dan perlakuan-perlakuan pemupukan (Sutedjo, 1991).

4.4.4. Mikroba Pelarut Fosfat

Mikroba pelarut fosfat meliputi fungi dan bakteri. Tumbuhnya mikroba pelarut fosfat ditandai dengan terbentuknya zona bening disekeliling koloni pada medium Pikovskaya, MPF melarutkan P pada media Pikovskaya yang bersumber dari Ca3(PO4), semakin lebar zona bening yang terbentuk maka kelarutan P semakin tinggi. Gambar 6 menunjukkan dinamika populasi mikroba pelarut fosfat pada budidaya padi konvensional, S.R.I. anorganik, S.R.I. organik dan S.R.I. semi-organik. -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 P opul as i ( x 10 5 SP K/ g B KM ) Awal Tengah Akhir Konvensional S.R.I. Organik S.R.I. Anorganik S.R.I. Semi-Organik

Gambar 6. Dinamika Populasi Mikroba Pelarut Fosfat pada Budidaya Konvensional, S.R.I. Anorganik, S.R.I. Organik dan S.R.I. Semi-Organik

Populasi mikroba pelarut fosfat saat awal tanam hingga pertengahan tanam mengalami penurunan pada budidaya konvensional dan S.R.I. anorganik. Pada budidaya S.R.I. organik dan S.R.I. semi-organik populasi mikroba pelarut fosfat meningkat. Hal ini selaras dengan penelitian Hamzah et al. (1998) yang menyatakan pemberian pupuk anorganik tanpa dibarengi pemberian pupuk kandang, bokashi, maupun biofosfat cenderung menurunkan populasi mikroba pelarut fosfat.

Populasi mikroba pelarut fosfat saat pertengahan hingga akhir tanam menurun pada perlakuan konvensional dan S.R.I. semi-organik sedangkan pada budidaya S.R.I. anorganik dan S.R.I. organik populasinya meningkat saat akhir tanam. Populasi mikroba pelarut fosfat tertinggi saat akhir tanam yaitu pada budidaya S.R.I. organik dan populasi terendah pada budidaya konvensional. Penambahan bahan organik dapat meningkatkan populasi mikrob pelarut fosfat karena bahan organik berperan dan bertindak sebagai sumber makanan dan energi.

Dokumen terkait