• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV: PEMBAHASAN

C. Dinamika Psikologis

Keputusan Santiago untuk menjadi gembala berkaitan erat dengan keinginannya untuk berfungsi secara otonom, kebutuhan privasi dan independensi yang tinggi, juga keinginan untuk berkelana ke tempat-tempat baru. Hal ini berlawanan dengan keinginan orangtuanya yang menginginkannya menjadi seorang pastur. Dalam budaya Santiago, pastur yang lahir dari keluarga petani yang miskin akan mengangkat nama keluarga tersebut. Namun, Santiago memilih tidak menjadi pemenuh kebutuhan penghargaan dalam keluarganya karena ia

ingin memuaskan metamotivation dalam dirinya. Ia bertindak sesuai dengan potensi dan keinginan dalam dirinya.

Sebagai gembala yang tiap hari melewati rute baru, Santiago tahu bahwa apa yang ia hadapi setiap hari pasti akan berbeda dan beresiko. Ini membuatnya tidak pernah bosan menjalani kehidupan. Apresiasi yang selalu segar ini membuatnya mampu memaknai setiap hal rutin yang terjadi setiap hari, sehingga kapasitasnya untuk menjalani aktifitas setiap hari selalu baik. Apresiasi yang selalu segar ini membantu Santiago untuk memaknai setiap hal yang ia lalui dalam hidup sehingga ia mampu merasakan pengalaman mistik dengan baik.

Pengalaman mistik yang berkaitan dengan alam tidak lepas dari hidup Santiago yang dekat dengan alam. Ia terbiasa membaca membaca tanda-tanda di alam untuk mencari air bagi kawanan dombanya, melihat cuaca dan arah angin. Kepekaan terhadap alam sehingga memungkinkan Santiago berkomunikasi dengan alam merupakan penguasaan Santiago terhadap Bahasa Buana yang memungkinkan semua ciptaan Tuhan di dalam dunia berkomunikasi.

Santiago pernah mengenyam pendidikan di Seminari dan mempunyai kegemaran membaca. Latar belakang ini membuatnya mempunyai B-Cognition yang baik. Kemampuan ini memungkinkan Santiago untuk mengamati realitas secara efisien dan memiliki kreatifitas yang membantunya dalam proses perwujudan mimpinya.

Pada saat Santiago memutuskan untuk mengejar mimpinya ke Afrika, ia melakukan keputusan yang berat, karena ia harus meninggalkan pekerjaannya sebagai gembala. Namun, dengan keyakinan diri bahwa dulu ia telah memutuskan

menjadi gembala yang pada akhirnya tidak ia sesali, maka ia memutuskan untuk melakukan perjalanan ke Afrika. Keputusan ini juga didukung oleh kegemaran Santiago melihat negeri asing dan bagaimana orang-orang disana hidup.

Keputusan Santiago untuk melakukan perjalanan ke Afrika adalah sebuah Progression Choice, sebuah pilihan maju yang mengarah ke perwujudan aktualisasi diri. Keputusan melakukan perjalanan ke Afrika adalah pembuka jalan bagi Santiago untuk mewujudkan mimpinya. Pada tahap ini Santiago berani keluar dari kebiasaan dan rutinitas yang ia hadapi sehari-hari. Ia lepas dari bahasa yang ia gunakan sehari-hari, makanan yang biasa ia makan, dan lepas dari domba- dombanya. Ia keluar dari area nyaman yang telah biasa ia tempati.

Pada saat Santiago mengalami perubahan drastis dalam hidupnya, yaitu dimana ia dirampok dan kelaparan di negeri asing yang tidak ia mengerti bahasanya, Santiago mengalami perubahan kebutuhan dari B-Needs ke D-needs. Semangat untuk menemukan harta dengan uang di tangan yang akan membantunya melintasi gurun hilang dengan sekejap berganti dengan kebutuhan bertahan hidup yang paling dasar yaitu mendapatkan makanan. Santiago tidak kehabisan akal. Karakterisrtik pengaktualisasi diri yang ada dalam dirinya membantunya menemukan cara agar kebutuhan fisiologisnya terpenuhi. Kepercayaan diri yang tinggi, kemampuan melihat peluang pada sebuah toko kristal yang pemiliknya menguasai bahasa Spanyol, kreatifitas untuk membersihkan etalase yang kotor membuatnya mendapatkan makanan yang benar-benar ia butuhkan pada saat itu.

Satu kebutuhan terpenuhi membuat kebutuhan yang lain muncul. Santiago tahu ia harus mendapatkan rasa aman dengan pekerjaan dan tempat tinggal. Maka ia bekerja di toko kristal selama setahun dengan tekun meskipun ia tidak menyukai pekerjaanya itu. Hal ini tidak hanya membuat kebutuhan akan rasa aman pada dirinya terpenuhi, juga secara otomatis ia mendapat penghargaan dengan uang yang ia dapat, kemampuan berdagang kristal, dan kemampaun berbahasa Arab. Pada tahap ini, santiago bisa kembali ke Spanyol dengan kebanggaan, bahkan ia bisa memilih apakah ingin menjadi Gembala atau berdagang kristal. Kedua profesi ini akan membuatnya menjadi orang yang sukses. Namun, pertanda yang selalu mengingatkan akan tujuan awalnya datang ke Afrika terus ada, dan Santiago belum kehilangan kemampuannya membaca pertanda. Pada akhirnya ia sadar bahwa ia harus melakukan perjalanan melintasi gurun karena kesempatan itu sudah ada di depan mata sementara ia bisa menjadi gembala kapan saja. Ia mencoba melakukan sesuatu yang ia inginkan meskipun untuk itu ia harus melalui jalan yang asing dan berbahaya. Tindakan yang tidak mudah ini dibantu oleh karakteristik-kerakteristik pengaktualisasi diri yang telah melekat pada dirinya juga potensi dirinya. Keputusan untuk menantang dirinya, melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya, mengembangkan potensi dirinya, bukan terus berada dalam area nyaman yang biasa ia tekuni, kembali membuat Santiago bergerak pada tahapB-Needs.

Santiago adalah individu yang mampu menerima kelebihan dan kekurangan dirinya. Ia sangat percaya diri dengan kemampuannya sebagai gembala dan dengan kemampuan dirinya untuk hidup sendiri sebagai pengelana.

Namun, ia juga menerima kecenderungan dirinya untuk tidak sabar, dan berusaha untuk mengendalikannya. Ada kalanya ia menjadi takut dan pesimis, namun setelah merenung dan menguatkan dirinya sendiri melalui usaha menerima dirinya sebagai manusia, ia mampu mengambil keputusan yang tepat.

Selain mampu menerima kodratnya sebagai manusia biasa, Santiago juga menerima kodrat orang lain. Kemampuan ini membuatnya memiliki struktur watak yang demokratis, sehingga mampu menerima perbedaan pendapat dengan orang lain, menerima saran dan bimbingan dari orang lain, juga mengakui keunggulan orang lain dari dirinya. Minat sosial yang baik juga dipengaruhi oleh penghargaan Santiago atas orang-orang di sekitarnya. Meskipun bukan orang yang menghabiskan waktu di tengah masyarakat, ia mampu berbuat baik, menghargai dan menolong sesamanya.

Pada saat Santiago mencapai B-Love yang memungkinkannya menjadi lebih baik dengan cinta yang ia rasakan pada pasangannya, Santiago harus berperang dengan dirinya sendiri. Hubungan antar pribadi yang mendalam antara dirinya dan Fatima, membuatnya harus menghapuskan egonya, yang menghendaki untuk segera menikahi Fatima dan hidup makmur sebagai penasihat oasis, sehingga melupakan harta yang menunggunya di Mesir.

Penerimaan Santiago yang baik atas dirinya membuatnya sangat menyukai keindahan. Nilai estetika dalam dirinya tidak jarang bangkit begitu melihat sesuatu yang menurutnya indah. Meskipun kemampuan ini membuat perhatiannya teralih sehingga mengalami kemalangan, pada saat tertipu di pasar, kemampuan ini membantunya saat mengetahui bahwa etalase kristal yang bersih, ditata dengan

baik, dan dipajang di luar toko akan menarik pembeli. Nilai estetika dan kreatifitas dalam dirinya mampu ide-ide cemerlang untuk memajukan toko kristal tempatnya bekerja, termasuk menjual teh jahe dalam gelas kristal.

Santiago juga memiliki hasrat untuk mengetahui dan memahami segala sesuatu untuk memuaskan rasa ingin tahunya. Hasrat ini muncul pada saat ia mengalami mimpi yang sama kemudian mencari tahu artinya melalui wanita Gipsi peramal mimpi. Selain itu Santiago juga sangat tertarik dengan kemampuan kerja para alkemis, yang ia tunjukkan dengan membaca buku-buku tentang alkemi, bahkan sampai memiliki keinginan untuk mampu mengubah logam menjadi emas seperti yang mereka lakukan. Pada saat Fatima menghendaki Santiago terus mengejar hartanya, dan meninggalkan wanita yang ia cintai itu di gurun, Santiago juga mencari tahu jawabnya melalui gurun. Hasrat untuk mengetahui dan memahami yang tumbuh dalam diri Santiago dapat dipuaskan didukung olehB- Cognition yang baik dalam dirinya. Kemampuan ini membuatnya mampu mengamati realitas secara efisien, memiliki penalaran yang baik, dan membuat kesimpulan yang tepat, bahkan untuk hal yang paling tidak dikenal sekalipun.

Santiago beberapa kali hampir kehilangan nyawanya dalam perjalanan mengaktualisasikan dirinya. Sebagai manusia biasa ia mengalami ketakutan saat berhadapan dengan situasi itu. Namun, ia mampu melewati semuanya dengan baik. Kemampuan ini didasari oleh sikap pasrahnya ketika menghadapi maut. Santiago yakin bahwa apa yang ia lakukan demi sesuatu yang benar sehingga jika harus ditebus dengan nyawanya ia tidak menyesal. Keyakinan ini yang

membuatnya mampu terus berjuang dan mengambil resiko, termasuk nyawanya sendiri.

Santiago memiliki sifat sebagai orang yang individualis, namun juga peduli dengan lingkungan sosialnya. Pada saat ia membutuhkan waktu untuk dirinya sendiri, ia akan sangat terganggu dengan kehadiran orang lain, namun ia masih memiliki tata krama sehingga tidak begitu saja bertindak kasar untuk menunjukkan ketidaksukaannya. Kepedulian terhadap lingkungan sosialnya yang bahkan baru tampak saat ia menyelamatka oasis dari serangan suku yang sedang berperang. Ia mampu menjadi orang yang beradaptasi dengan lingkungannya tanpa kehilangan identitas dirinya yang menyukai kesunyian. Bentuk adaptasi yang juga dilakukan Santiago dapat dilihat dari kemauannya belajar bahasa Arab, mengenakan pakaian Arab, menghormati adat-istiadat di sana, meskipun sekali waktu ia pernah melanggarnya untuk menemui Fatima di malam hari. Tindakan yang mengarah pada resistensi terhadap inkulturasi ini dapat terjadi karena pada ia berada pada tahap B-Love, yang memungkinkannya melakukan tindakan yang akan menguatkan dirinya untuk mengaktualisasikan diri.

Kemampuan Santiago untuk mengubah dirinya menjadi angin merupakan puncak dari pengalaman mistik yang selama ini ia alami. Penguasaan B- Languange yang memungkinkannya berkomunikasi dengan semua ciptaan Tuhan mengantarnya pada Jiwa Buana yang tidak lain penggerak kehidupan di dunia. Pada saat Santiago mampu memaknai apa tujuan dari penciptaan dunia dan isinya termasuk manusia, ia mampu mengalami keadaan melampaui dirinya sendiri. Ia menjadi satu dengan Tuhan sehingga mampu merasakan kehadiran Tuhan dalam

dirinya. Keyakinan ini membuat Santiago sadar sebagai manusia biasa ia mampu melakukan keajaiban-keajaiban.

D. Kritik Terhadap Teori Maslow

Maslow menyatakan bahwa orang-orang yang mengaktualisasikan diri biasanya berumur enam puluh tahun atau lebih karena sudah sampai pada kematangan diri dan statis (Maslow dalam Goble, 1987). Usia Santiago sebagai subyek dalam penelitian ini memang tidak disebutkan dengan jelas, namun dari cerita yang ditampilkan dapat diambil kesimpulan usianya belum enam puluh tahun, melainkan masih dalam usia muda. Santiago telah mengaktualisasikan dirinya dalam usia yang muda. Keberhasilan ini terjadi karena ia telah mengetahui apa yang ia inginkan dari saat ia anak-anak dan terus memperjuangkannya. Santiago muda mengenal dirinya sendiri dengan baik, apa cita-citanya, dan potensi-potensi diri yang mendukung cita-citanya tersebut. Selain itu Santiago melakukan tindakan nyata untuk mewujudkan mimpinya, meskipun itu berarti ia meninggalkan orangtuanya, hidup sendiri di alam, kelaparan di negeri asing, berkelana di gurun yang kejam, dan beberapa kali hampir kehilangan nyawanya. Apa yang membuat Santiago berhasil mewujudkan cita-citanya dalam usia muda adalah ia selalu tahu apa yang ia inginkan dan hanya melakukan apa yang benar- benar sesuai dengan keinginannya dalam hidupnya. Ia memiliki otonomi diri yang tinggi, kebutuhan independensi yang juga tinggi, dan fokus pada apa yang sedang ia lakukan.

Maslow memandang aktualisasi diri sebagai keadaan akhir, bukan sebagai suatu proses dinamis yang terus aktif sepanjang hidup (Maslow dalam Goble, 1987), dengan kata lain bahwa jika sudah sampai pada aktulisasi dirinya individu akan tetap berada di situ dan tidak berkembang lagi. Aktualisasi diri adalah sebuah kebutuhan hidup manusia yang berada dalam tahap B-Needs, dimana individu melakukannya untuk memenuhi potensi diri dan mengembangkannya. Pada saat Santiago memutuskan untuk menjadi gembala karena ia tahu profesi itu sesuai dengan keinginannya dan dengan menjadi gembala ia akan berkembang, pada tahap itu Santiago sudah mengaktualisasikan dirinya. Menjadi gembala berarti mengembangkan kemampuan dirinya, membuat dirinya bahagia, dan ini juga berarti Santiago sudah berada dalam tahap B-Needs. Namun, hidup terus berjalan, akan ada motivasi baru, tantangan baru yang tidak akan berhenti memberi sinyal untuk segera diwujudkan. Mimpi berulang mengenai harta terpendam di Mesir adalah motivasi Santiago untuk kembali mengaktualisasikan dirinya ke tingkat yang lebih tinggi. Tantangan baru dengan tingkat kesulitan yang lebih akan terus ada dan menggoda untuk diaktualisasikan. Tentu saja semua tantangan itu tidak akan melebihi potensi individu yang bersangkutan untuk melakukannya. Oleh karena itu akan selalu ada aktualisasi diri yang menanti dalam hidup manusia, meskipun sebelumnya ia telah mencapai tahap itu.

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

1. Pencapaian aktualisasi diri Santiago dapat terjadi karena ia berani melakukan progression choice, yaitu meninggalkan kemapanan yang ia dapat dari pekerjaannya sebagai gembala. Pada saat ia menjadi gembala, Santiago sudah berada dalam tahap B-Needs, karena ia melakukannya atas dasar metamotivation. Pada saat ia memutuskan mengikuti ramalan mimpi untuk melakukan perjalanan ke Mesir, ia harus menjual domba-dombanya dan pergi ke daerah yang asing. Mimpi yang ia alami adalah motivasi yang mendorongnya melakukan perjalanan yang mengantarnya ke perwujudan aktualisasi diri. Santiago keluar dari zona aman yang selama ini ia tempati, meskipun menjadi gembala sudah merupakan perjuangan tersendiri bagi dirinya karena menentang keinginan orangtuanya. Selain berani melakukan progression choice, Santiago mampu bertahan pada saat ia mengalami perubahan drastis dari B-Needs ke D-Needs. Ia mampu bertahan, kembali memenuhi tiap kebutuhan dalam D-Needs secara bertahap sampai pada akhirnya harus memutuskan apakah akan kembali berjuang mengaktualisasikan dirinya atau tidak. Keputusan ini sangat berat karena dengan materi yang ia dapat dari bekerja setahun di toko kristal ia bisa kembali menjadi gembala dengan kawanan domba yang lebih banyak atau pedagang kristal yang sukses di Spanyol. Keputusan untuk kembali mengaktualisasikan diri adalah sebuahprogression choice, keputusan untuk

kembali berjuang, keluar dari area amannya untuk mengembangkan potensi dan keinginan dalam dirinya. Santiago berani memilih kembali berjuang daripada menikmati kemapanan yang sudah ia dapat.

2. Karakteristik-karakteristik pengaktualisasi diri sudah muncul pada saat Santiago memutuskan untuk menjadi gembala. Karakteristik-karakteristik tersebut adalah berfungsi secara otonom, kebutuhan privasi dan independensi, apresiasi yang senantiasa segar, pengalaman mistik, dan resistensi terhadap inkulturasi. Munculnya karakteristik-karakteristik pengaktualisasi diri pada tahap ini menunjukkan bahwa karakteristik pengaktualisasi diri adalah bagian dari dalam diri Santiago, dan sudah ada sebelum ia menemukan harta terpendamnya di Mesir. Dari keseluruhan karakteristik pengaktualisasi diri pengalaman mistiklah yang mendukung Santiago untuk menemukan hartanya karena memungkinkannya untuk menguasaiB-Languange dan memaknai simbol. Karakteristik-karakteristik pengaktualisasi diri tidak berdiri sendiri-sendiri melainkan saling terkait antara satu dengan yang lain. Pengalaman mistik Santiago didukung oleh apresiasinya yang senantiasa segar dan penghargaannya terhadap alam. Santiago adalah seorang individualis, namun ia belajar bahwa dalam usaha mengaktualisasikan dirinya, ia dibantu oleh banyak orang, mulai dari wanita Gipsi, Melchizedek, pedagang kristal, ahli kimia Inggris, Fatima, dan sang alkemis. Ia belajar untuk menerima keunggulan orang lain, menerima perbedaan pendapat dan cara fikir dengan mereka, dan menerima masukan dari mereka. Minat sosial yang mulai muncul dalam diri Santiago ini tidak

membuatnya kehilangan idividualitasnya. Pada saat kebutuhan aktualisasi diri turun sampai pada kebutuhan fisiologis, Santiago tidak kehilangan karakteristik pengaktualisasi diri. Karakteristik-karakteristik ini justru membantunya untuk kembali memenuhi kebutuhan yang telah hilang. Berdasarkan jumlah dan intensitas pengalaman mistik yang dialami oleh Santiago, ia termasuk dalam Peakers yang hidup dalam B-Living.Hal ini didasari oleh Santiago yang dekat dengan kehidupan agama, peka terhadap keindahan, dan sering mengalami pengalaman mistik yang bersifat pribadi. Tidak semua karakteristik pengaktualisasi diri muncul dalam diri Santiago, yaitu humor yang filosofis. Hal ini dilatarbelakangi oleh sifat Santiago yang penyendiri, jarang bergaul dan jarang berinteraksi dengan orang lain.

B. Saran

1. Novel adalah sebuah produk sastra yang diminati banyak orang. Diharapkan para penulis mampu menghasilkan karya yang mendorong pembacanya untuk berjuang meraih apa yang diinginkan dan menjadi lebih baik, tentu saja dengan alur cerita, gaya bahasa, dan tema yang berbeda.

2. Bagi para peneliti selanjutnya diharapkan menguasai materi dan teori yang digunakan sebelum melakukan penelitian sehingga hasil yang didapat sesuai dengan tujuan awal penelitian.

3. Bagi para penikmat karya sastra khususnya novel Sang Alkemis, diharapkan mampu menyadari bahwa novel adalah cerminan kehidupan nyata, sehingga

bukanlah tidak mungkin jika keberhasilan dan kebahagiaan yang dialami oleh tokoh di dalamnya juga bisa dialami oleh pembacanya.

Daftar Pustaka

Anggraeni, Diah Helena. (2004). The Influence of Minor Characters on Santiago’s Personality Development in Paulo Coelho’s The Alchemist. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.

Boeree, George. (2006). Personality theories, Abraham Maslow 1908-1970.

Diakses pada 2 Oktober 2006 dari

http://www.ship.edu/%7Ecgboeree/maslow.html

Chaplin, JP. (2002). Kamus lengkap psikologi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Coelho, Paulo. (2004).Sang Alkemis. Jakarta : AlvaBet.

Crapps W, Robert. (1993). Dialog psikologi dan agama sejak William James hingga Gordon W Allport.Yogyakarta : Kanisius.

Critical acclaims and critisims. (2006). Diakses pada 3 Oktober 2006 dari http://en.wikipedia.org/wiki/Paulo_Coelho

Danim, Sudarwan. (2002). Menjadi peneliti kualitatif. Ancangan metodologi, presentasi, dan publikasi hasil penelitian untuk mahasiswa dan peneliti pemula bidang ilmu-ilmu sosial, pendidikan, dan humaniora. Bandung : Penerbit Pustaka Setia.

Goble, Frank G. (1987). Mazhab ketiga. Psikologi humanistik Abraham Maslow. Yogyakarta : Kanisius.

Handoko, Martin. (1992). Motivasi daya penggerak tingkah laku. Yogyakarta : Kanisius.

Hardjana, Andre. (1981).Kritik sastra: sebuah pengantar.Jakarta : PT Gramedia. Koeswara, E. (1989). Motivasi, teori dan penelitiannya. Bandung : Penerbit

Angkasa.

Martin, Patricia. (2002).Paulo Coelho’s biography. Diakses pada 2 Oktober 2006 dari http://www.paulocoelho.com/rume/bio.shtml

Maslow, Abraham H. (1968). Toward a psychology of being. New York : Van Nostrand Reinhold Company.

Maslow, Abraham H. (1969).The healthy personality readings. New York : Van Nostrand Reinhold Company.

Maslow, Abraham H. (1971).The farther reachers of human nature. New York : Penguin Books.

Maslow, Abraham H. (1984). Motivasi dan kepribadian. Teori motivasi dengan ancangan hirarki kebutuhan manusia.Jakarta : PT. Gramedia.

Miles, M.B. dan Huberman, A.M. (1992). Analisis data kualitatif. Buku sumber tentang metode-metode baru. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia (UI- Press).

Misiak, H. dan Sexton, V.S. (1988). Psikologi fenomenologi eksistensial dan humanistik.Bandung : PT. Eresco.

Moleong, L.J. (2006).Metodologi penelitian kualitatif. Edisi revisi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Paulo Coelho’s titles. (2006). Diakses pada 28 Agustus 2006 dari http://www.santjordi-asociados.com/titles.html

Poerwandari, Kristi. (2001).Pendekatan kualitatif dalam psikologi. Jakarta : UI. Pradopo, Rachmat Djoko. (1994). Prinsip-prinsip kritik sastra. Yogyakarta :

Gadjah Mada University Press.

Recent interviews. (2004). Diakses pada 3 Oktober 2006 dari http://www.paulocoelho.com/rume/bio.shtml

Strauss, A. dan Corbin, J. (2003).Dasar-dasar penelitian kualitatif. Tatalangkah dan teknik-teknik teoritisasi data. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Sari, Rintha Helena. (2004). A psychological study of Santiago in Coelho’s The Alchemist: Logic in relation with intelligence and learning as a part of human development.Skripsi. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma. Satyadharma, Yudhistira. (2003). The meaning of hope as the philosophical

teaching ini Paulo Coelho’s The Alchemist. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.

Shultz, Duane. (1991). Psikologi pertumbuhan. Model-model kepribadian sehat. Yogyakarta : Kanisius

Dokumen terkait