• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II: LANDASAN TEOR

B. Konsep Psikologi Humanistik Maslow

2. Teori Hirarki Kebutuhan

Maslow membagi kebutuhan dalam hidup manusia ke dalam dua bagian. Hal ini dilakukan berdasarkan pada kebutuhan paling dasar, yang muncul sejak manusia lahir, yaitu berdasarkan perkembangan umur sehingga yang dibutuhkan selalu meningkat. Kebutuhan ini dimulai dengan kebutuhan yang paling dasar yang membuat manusia bertahan hidup, yaitu kebutuhan fisiologis. Setelah itu beranjak ke kebutuhan yang membuat manusia merasa aman dengan keberadaannya di dunia. Tahap kebutuhan selanjutnya adalah cinta yang membuat manusia memiliki tempat di hati orang lain, kemudian kebutuhan akan penghargaan yang memungkinkan manusia merasa berarti di dunia.

Manusia lahir dengan berbagai kebutuhan dalam dirinya sejak dilahirkan. Bayi yang baru dilahirkan membutuhkan ASI tidak membutuhkan pembelajaran untuk dapat menyusu dari ibunya. Beranjak dari kebutuhan fisiologis, anak mulai menyadari bahwa ia membutuhkan perlindungan dari orangtua sehingga akan menangis jika ditinggal oleh orangtuanya. Ketika beranjak dewasa manusia mulai menyadari adanya dorongan dari dalam diri untuk mencintai dan dicintai. Kebutuhan ini kemudian beranjak menjadi kebutuhan untuk mendapatkan penghargaan baik itu dari lingkungan maupun dirinya sendiri. Semua kebutuhan ini muncul dari dalam diri secara otomatis, dalam bentuk dorongan-dorongan. Menurut Maslow (1984), doronganlah yang mengelompokkan dirinya dalam sebuah hirarki namun tidak terpisah karena manusia adalah satu kesatuan.

Maslow menetapkan hirarki kebutuhan pokoknya menjadi dua bagian yaitu Deficiency needs (D-needs) dan Being needs (B-needs). D-needs adalah kebutuhan-kebutuhan yang terkait dengan kebutuhan untuk bertahan hidup dan dipenuhi berdasarkan kekurangan. Yang termasuk dalam D-needs adalah kebutuhan-kebutuhan fisiologis, rasa aman, cinta, dan penghargaan. Kebutuhan ini juga terkait dengan homeostatis, yaitu sistem keseimbangan tubuh. Tubuh manusia dengan sendirinya akan memberi tanda jika mengalami kekurangan. Dalam keadaan lapar tubuh akan meminta makanan, jika sudah kenyang maka tubuh tidak akan meminta makanan lagi. Kebutuhan-kebutuhan pada tahap ini terkait dengan insting karena tubuh individu sendiri yang memintanya. Kepuasan yang muncul dari pemenuhan D-needsberasal dari luar diri individu, oleh karena itu maka sangat penting bagi individu untuk beradaptasi dengan lingkungan yang merupakan sumber pemuasD-needs. Setiap kebutuhan dalam D-needs dilalui per tahap berdasarkan perkembangan umur biologis. Individu yang baru lahir sangat membutuhkan pemuasan kebutuhan fisiologisnya. Setelah itu yang dibutuhkan adalah rasa aman, dan kemudian sadar bahwa ia membutuhkan cinta dan perhatian dari orang lain. Ini semua dirasa belum cukup jika individu belum mendapatkan penghargaan, terutama dari orang lain di sekitarnya (Maslow dalam Boeree, 2004).

Pada D-needs sangat dimungkinkan individu yang sudah memenuhi kebutuhannya pada tahap penghargaan melalui pekerjaan yang sekarang ia tekuni akan kembali pada tahap kebutuhan fisiologis. Ini terjadi jika kebutuhan fisiologis yang biasa didapat tiba-tiba menghilang. Kejadian ini membuat

individu tersebut akan melakukan apa saja untuk mendapatkannya, bahkan mengabaikan pekerjaannya yang selama ini membuatnya mendapatkan penghargaan sebagai orang yang sukses. Ini disebut regresi ke tingkat kebutuhan yang lebih rendah, dikarenakan kebutuhan yang biasanya terpuaskan hilang keberadaannya (Maslow, 1984).

Bagian kebutuhan selanjutnya disebut Being needs (B-needs). Kebutuhan- kebutuhan pada bagian ini sangat berbeda dengan D-needs. Kebutuhan ini tidak dipenuhi untuk menyeimbangkan homeostatis tubuh. Kebutuhan ini meliputi hasrat dan dorongan yang berkesinambungan untuk memenuhi potensi yang ada dalam diri individu (Maslow dalam Boeree, 2004). Individu akan terus menerus melakukan sesuatu untuk memenuhi dorongan yang membuat dirinya menjadi lebih baik, sesuai dengan apa yang ia inginkan. Kebutuhan ini membuat individu menjadi lengkap dan sepenuhnya, menjadi individu yang mengaktualisasikan diri.

Berdasarkan fokus penelitian yang meneliti proses pencapaian aktualisasi diri, berikut akan dipaparkan hirarki kebutuhan pokok Maslow dari puncak hirarki kebutuhan sampai kebutuhan yang paling dasar, yaitu (Schultz,1991): a. Aktualisasi Diri

Ini adalah puncak dari hirarki kebutuhan yang dikemukakan oleh Maslow, yaitu sebagai perkembangan yang paling tinggi dan penggunaan semua bakat individu, pemenuhan semua kualitas dan kapasitas individu. Pada tahap ini, individu akan didorong oleh Being Motivation (B- Motivation) atau Metamotivation, yang berarti ia akan bertindak

berdasarkan dorongan karena pertumbuhan bukan karena kekurangan. Orang-orang yang mengaktualisasikan diri tidak berjuang, mereka berkembang. Mereka terus mengeksplorasi semua kemampuan yang mereka miliki dan mengembangkannya, demi mencapai apa yang mereka cita-citakan. Cita-cita yang dapat mereka wujudkan akan meningkatkan kegembiraan dalam hidup mereka (Maslow dalam Schutz,1991).

Individu yang memiliki metamotivationakan merasa aman, memiliki jati diri, dan merasa dicintai. Metamotivation mendorong individu mengaktualisasikan diri untuk memenuhimetaneeds atau B-Values, yaitu keadaan-keadaan pertumbuhan yang mengarahkan ke arah mana pengaktualisasi-pengaktualisasi diri bergerak sesuai dengan nilai-nilai kebutuhan yang ada dalam dirinya. Akan tetapi jika terjadi kegagalan dalam pemenuhan Metaneeds maka akan menyebabkan Metapatologi, yaitu pengurangan tenaga atau hambatan pertumbuhan dan perkembangan manusia yang penuh (Maslow, 1971; Maslow dalam Crapps, 1993; Maslow dalam Schultz, 1991).

Bagaimanapun individu memilih prioritas tingkat kebutuhan hidupnya sebagai seseorang yang ingin berfungsi secara penuh, ia akan bergerak ke arah pengembangan seluruh potensi dirinya, yaitu aktualisasi diri. Karakteristik pengaktualisasi diri didapat dari penelitian Maslow terhadap teman-teman, tokoh-tohoh publik dan sejarah yang menggunakan dan mengeksploitasi penuh bakat, kapasitas dan potensinya. Selain itu semua subyek memiliki perasaan aman, dicintai dan mencintai, juga

mampu menentukan sikap hidup mereka (Maslow, 1984). Berdasarkan hasil penelitian yang ia lakukan ia menemukan ada kesamaan karakteristik dalam diri subyek.

Pada saat ia menemukan adanya karakteristik yang terdapat dalam diri setiap orang yang sukses, maka Maslow menyimpulkan ada karakteristik yang mendukung orang tersebut untuk mengaktualisasikan diri. Dalam Kamus Lengkap Psikologi (Chaplin, 2002), karakter adalah satu kualitas atau sifat tetap terus-menerus dan kekal yang dapat dijadikan ciri untuk mengidentifikasikan seorang pribadi. Berdasarkan hal ini maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik-karakteristik ini tidak hanya muncul pada saat individu tersebut akan mulai berjuang mengaktualisasikan dirinya, tapi sudah merupakan bagian dari kepribadiannya. Hal ini juga berarti pada tahap-tahap sebelumnya ia pun sudah memiliki karakter tersebut, yaitu (Maslow dalam Schultz, 1991) : 1) Mengamati Realitas Secara Efisien

Pengaktualisasi-pengaktualisasi diri memiliki B-Cognition atau Being Cognition yang membuat mereka mengamati objek-objek dan orang-orang di sekitarnya secara objektif. Mereka juga mampu melihat realitas yang tersembunyi. Kemampuan ini didukung oleh sifat mereka yang tidak hanya bergantung pada hal-hal yang mereka kenal, tetapi juga sifat mereka yang tidak begitu saja mengabaikan hal-hal yang tidak mereka ketahui dengan berusaha mempelajarinya dan tidak terburu-buru mengambil kesimpulan. Kemampuan persepsi

mereka lebih tepat dibandingkan kebanyakan orang karena lebih sedikit dicemari oleh hasrat-hasrat, kecemasan, ketakutan, harapan, optimisme palsu ataupun pesimisme. Ini membuat mereka memiliki pengertian yang jelas mengenai mana yang benar dan mana yang salah. Pandangan mereka akan masa depan juga lebih tepat dikarenakan pemahaman mereka tentang apa yang sekarang tengah terjadi dan apa akibat yang akan ditimbulkan dimasa depan (Maslow dalam Goble,1987; dalam Koeswara,1989; Maslow,1984; Maslow dalam Schultz,1991).

2) Penerimaan Umum atas Alam, Kodrat Orang-orang Lain dan Diri Sendiri

Orang-orang yang mengaktualisasikan diri menerima diri mereka apa adanya tanpa mengeluh, baik itu kelemahan-kelemahan dan kekuatan-kekuatan mereka. Penerimaan diri yang baik membuat mereka menampilkan diri mereka apa adanya, tanpa kepura-puraan, sifat defensif, maupun bersembunyi di belakang peranan sosial (Maslow dalam Schultz,1991). Apabila mereka melakukan kesalahan- kesalahan, mereka menerima dan mengakuinya dengan lapang hati. 3) Spontanitas, Kesederhanaan, dan Kewajaran

Pengaktualisasi-pengaktualisasi diri adalah individu yang bertingkah laku terbuka dan langsung tanpa berpura-pura. Mereka dapat memperlihatkan emosi mereka dengan jujur. Kejujuran mereka

disertai dengan kebijaksanaan, sehingga apa yang mereka ungkapkan tidak melukai perasaan orang lain (Maslow dalam Schultz,1991). 4) Fokus pada Masalah-masalah di Luar Diri Mereka

Orang-orang yang mengaktualisasikan diri pada umumnya sangat dipusatkan pada persoalan-persoalan di luar diri mereka sendiri, atau terpusat pada persoalan dan bukan pada ego. Mereka menyadari akan adanya tugas atau misi yang harus dijalankan dalam kehidupan, dimana untuk melaksanakannya, mereka harus mengerahkan seluruh energi yang dimiliki. Pekerjaan adalah sesuatu yang ingin mereka lakukan. Mereka mencintai pekerjaannya dan tahu bahwa pekerjaan itu adalah pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan mereka. Dilakukan tidak semata-mata untuk mendapatkan penghasilan, popularitas, atau kekuasaan, tetapi karena pekerjaan itu memuaskan metakebutuhan-metakebutuhan, menantang dan mengembangkan kemampuan-kemampuan mereka (Maslow,1984;Maslow dalam Schultz,1991).

5) Kebutuhan akan Privasi dan Independensi

Orang-orang yang mengaktualisasikan diri membutuhkan privasi dan independensi untuk menentukan sikap dan tindakan apa yang harus dilakukan. Ketidaktergantungan pada orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya membuat mereka sedikit menjauhkan diri dari orang lain dan memberi kesan sebagai orang yang tidak ramah dan sombong. Namun, ini semua bukan berarti mereka adalah

orang yang sengaja menghindari keberadaan orang lain, tetapi mereka hanya tidak memiliki suatu kebutuhan yang kuat akan orang-orang lain. Independensi mereka juga tampak dari tanggung jawab yang muncul dari setiap pilihan yang mereka buat (Maslow,1984;Maslow dalam Schultz, 1991).

6) Berfungsi secara Otonom

Motivasi orang-orang yang mengaktualisasikan diri tidak tergantung pada dunia luar untuk kepuasan mereka karena pemuasan datang dari dalam diri sendiri. Mereka lebih bergantung pada potensi dan sumber-sumber daya yang terpendam dalam diri sendiri bagi perkembangan dan kelangsungan pertumbuhan dirinya masing- masing. Mereka memandang diri sebagai orang yang berkompeten, mampu menentukan nasib sendiri, aktif, dan bertanggung jawab. (Maslow dalam Koeswara,1989;Maslow dalam Schultz,1991).

7) Apresiasi yang Senantiasa Segar

Pengaktualisasi-pengaktualisasi diri senantiasa menghargai pengalaman-pengalaman tertentu dengan perasaan terpesona dan kagum, meskipun pengalaman-pengalaman itu terulang setiap hari dan bahkan tidak diperhatikan oleh kebanyakan orang. Ini membuat mereka tidak menjadi puas atau bosan oleh pengalaman-pengalaman hidup sebagaimana pengalaman hidup sehari-hari itu membosankan bagi orang lain (Maslow dalam Schultz,1991).

Menurut Maslow (1984), hal ini juga termasuk mensyukuri nikmat yang didapat sekarang, meskipun itu adalah hal yang sering kita tidak sadari keberadaannya, seperti kehadiran teman dan orang tua, kesehatan fisik, kebebasan politik dan kesehjateraan ekonomi. 8) Pengalaman-pengalaman Mistik atau Puncak

Menurut Maslow (1971) pengalaman puncak adalah penyamarataan untuk moment terbaik dari manusia, moment yang paling membahagiakan dalam hidup, pengalaman kegembiraan yang meluap-luap dan rasa terpesona. Orang-orang yang mengaktualisasikan diri mengalami pengalaman-pengalaman mistik atau puncak pada saat mereka berada dalam kondisi terbaiknya, dimana timbul perasaan tenang, kebahagiaan yang mendalam, dan ketentraman. Momen-momen yang menandai pengalaman puncak dialami sebagai hasil dari penyatuan, penemuan, dan pemahaman terhadap alam. Pengalaman ini tidak selalu berupa pengalaman keagamaan atau pengalaman spiritual, melainkan bisa dialami melalui buku, musik, kegiatan-kegiatan intelektual, dan dari kegiatan berhubungan dengan sesama. Pengalaman puncak membuat individu lebih tegas dan kuat, mampu menetapkan tujuan dalam hidupnya, menumbuhkan keyakinan diri sehingga mampu menghadapi tantangan yang dihadapi. Pengalaman puncak tidak hanya membawa efek positif bagi yang mengalaminya, tetapi juga membawa efek positif bagi

lingkungannya (Maslow dalam Goble,1987; Maslow dalam Koeswara,1989).

Dalam pengalaman puncak terdapat B-Languange atau Being Languange, yaitu komunikasi pada level mistik. Komunikasi ini penuh arti dan mengarah ke transendensi, yaitu keadaan melampaui (Maslow, 1969). Sama seperti pengalaman puncak yang sukar diterjemahkan dalam kata-kata maka bagaimana wujud bahasa yang digunakan dalam B-languangepun sulit dijabarkan.

Berdasarkan jumlah dan intensitas pengalaman puncak yang dialami oleh orang-orang yang mengaktualisasikan diri, maka mereka dapat dikelompokan dalam dua tipe yaitu pengaktualisasi yang “bukan pemuncak” atau nonpeakers dan “pemuncak” atau peakers (Maslow,1984; Maslow dalam Schultz,1991).

Nonpeakers cenderung menjadi orang-orang yang praktis dan efektif berinteraksi dengan dunia nyata, dan kurang dengan B-living yang lebih tinggi. Mereka menggunakan kapasitas dan potensi mereka untuk menjadi pelaku yang efektif dan pragmatis yang bekerja menggunakan kemampuan kognitif mereka seperti politisi, pekerja sosial, pembaharu dan pejuang (Maslow,1984; Maslow dalam Schultz,1991).

Peakers hidup dalam B-living, dekat dengan kehidupan agama, nilai-nilai hidup yang bersifat mistik juga pribadi. Ini membuat mereka menjadi lebih mistik, puitis, saleh dan lebih tanggap terhadap

keindahan sehingga punya potensi untuk menjadi pembaharu dan penemu, penulis syair dan musik (Maslow,1984;Maslow dalam Schultz,1991).

9) Minat Sosial

Pengaktualisasi-pengaktualisasi diri memiliki rasa keterikatan yang mendalam dengan sesama. Minat sosial yang sangat besar ini membuat mereka merasa menjadi bagian dari umat manusia di seluruh dunia. Ini ditunjukkan dengan perasaan empati, sikap penuh belas kasih dan hasrat yang tulus untuk membantu sesamanya (Maslow, 1984).

Kesadaran diri mereka akan kemampuan untuk berfungsi pada suatu tingkat yang lebih tinggi membuat mereka memposisiskan diri sebagai saudara yang lebih tua, sehingga sama seperti seseorang dapat mencintai dan berfihak pada saudaranya yang lebih muda, demikian juga pengaktualisasi-pengaktualisasi diri mencintai kemanusiaan (Maslow dalam Schultz, 1991).

10) Hubungan Antarpribadi

Hubungan antarpribadi orang-orang yang mengaktualisasikan diri adalah hubungan yang mendalam dan kuat. Mereka memiliki cinta dan keakraban yang besar dalam menjalin relasi dengan sesamanya meskipun tidak dalam jumlah yang besar. Relasi ini hanya terjadi dalam lingkup yang kecil karena mereka lebih suka memilih sahabat yang memiliki persamaan karakter, bakat dan minat dengan mereka.

Pengaktualisasi-pengaktualisasi diri sabar dan berbudi baik terhadap orang-orang lain khususnya terhadap anak-anak (Maslow dalam Koeswara,1989;Maslow,1984; Maslow dalam Schultz,1991).

Cinta yang dirasakan oleh pengaktualisasi-pengaktualisasi diri terhadap orang lain adalah suatu cinta khusus yaituBeing-love (B-love) berlawanan dengan Deficiency-love (D-love) yang didorong oleh kebutuhan-kebutuhan karena kekurangan dan cinta yang egois. Dalam D-love cinta dibutuhkan untuk mengisi lubang kesepian dalam diri yang jika tidak dipenuhi akan menimbulkan patologi. Ini ditunjukkan dengan dependensi yang kuat pada orang yang dicintai dan ketakutan kehilangan cinta. Apabila kehilangan cinta, mereka sangat mengharapkannya seperti orang yang lapar sangat mengharapkan, meminta dan membutuhkan makanan (Maslow, 1968; Maslow dalam Schutz,1991).

B-love adalah cinta yang membuat orang lain tumbuh dan berkembang, tidak menuntut dan tidak egois. Cinta ini tumbuh setiap waktu dan tidak lekang dimakan waktu. Orang yang memiliki B-love lebih mandiri, kurang cemburu, dan tidak tergantung pada pasangannya. Yang paling penting adalah mereka mendorong agar orang yang mereka cintai mengaktualisasikan dirinya, bangga dengan keberhasilan pasangannya. Cinta membuat mereka melakukan segala hal lebih baik dan optimal bahkan saling mendorong untuk mengaktualisasikan diri (Maslow, 1968).

11) Struktur Watak Demokratis

Dalam kesehariannya orang-orang yang mengaktualisasikan diri tidak sekadar bertoleransi dengan sesamanya. Namun, mereka membiarkan dan menerima semua orang tanpa memperhatikan kelas sosial, tingkat pendidikan, golongan politik atau agama, ras atau warna kulit (Maslow dalam Schutz,1991).

Mereka tidak meremehkan orang lain yang memiliki inteligensi dan kemampuan yang kurang dari diri mereka. Orang-orang yang mengaktualisasikan diri siap belajar mengenai segala sesuatu dari siapapun. Mereka menyadari betapa sedikit pengetahuan mereka dibandingkan dengan apa yang dapat mereka ketahui dan yang diketahui oleh orang-orang lain, karena itu mereka akan sangat kagum dan hormat dengan keahlian yang dimiliki oleh orang lain. (Maslow,1984; Maslow dalam Schultz,1991).

12) Perbedaan antara Sarana dan Tujuan, antara Baik dan Buruk

Orang-orang yang mengaktualisasikan diri tidak pernah ragu antara benar dan salah dalam kehidupan sehari-hari. Mereka jarang menampilkan kekalutan, kebingungan, ketidaktaatan terhadap peraturan umum, atau mengalami konflik-konflik yang begitu umum dalam urusan etika seperti yang dialami oleh banyak orang (Maslow,1984).

Orang-orang yang mengaktualisasikan diri menganggap banyak pengalaman dan kegiatan mereka sebagai tujuan yang bagi orang-

orang lain hanya merupakan cara. Hal ini terjadi karena mereka menikmati proses yang harus dilalui untuk mencapai tujuan seperti pada akhirnya mereka menikmati ketika tujuan itu tercapai (Maslow,1984; Maslow dalam Schultz,1991).

13) Perasaan Humor yang Tidak Menimbulkan Permusuhan

Orang-orang yang mengaktualisasikan diri menganggap humor lebih dekat pada falsafah dan bersifat filosofis, yaitu humor yang menertawakan manusia pada umumnya bukan kepada seorang individu secara khusus. Bagi mereka humor adalah suatu pendidikan dalam bentuk yang lebih menyenangkan. Humor ini bersifat instruktif dan bijaksana, yang dipakai langsung kepada hal yang dituju namun tetap menimbulkan anggukan atau tawa. Humor semacam ini hanya dihargai oleh orang-orang lain yang juga sehat. Mereka tidak menertawakan tiga macam humor yang yang biasanya ditertawakan oleh orang-orang yang kurang sehat, yaitu humor yang bersifat permusuhan dengan menyakiti perasaan orang lain, humor yang menertawakan kekurangan orang lain, dan humor yang berhubungan dengan situasi oedipus atau percakapan cabul. Individu-individu biasa umumnya tidak merasa bahwa pengaktualisasi-pengaktualisasi-diri sangat lucu dan mungkin menjauhi mereka, karena terkesan kaku dan serius (Maslow,1984; Maslow dalam Schultz,1991).

Orang-orang yang mengaktualisasikan diri memiliki ciri yang menonjol sebagai orang yang kreatif. Mereka adalah asli, inventif, dan inovatif. Mereka mampu mengemukakan ide-ide yang sangat luar biasa, namun juga mereka sangat memahami akan ada dari ide-ide mereka tersebut yang tidak dapat diwujudkan. Orang kreatif juga bersifat fleksibel, mampu menyesuaikan diri jika situasinya berubah, mampu menghentikan kebiasaan-kebiasaan, dan mampu menghadapi kebimbangan serta perubahan-perubahan kondisi tanpa mengalami ketegangan yang tidak perlu. Maslow menyamakan kreativitas ini dengan daya cipta dan daya khayal naif yang dimiliki anak-anak, suatu cara yang tidak berprasangka dan langsung melihat kepada sasarannya. Kreativitas mereka akan tampak dalam jenis pekerjaan apapun yang mereka tekuni (Maslow dalam Goble,1987; Maslow dalam Schultz,1991).

15) Resistensi Terhadap Inkulturasi

Orang-orang yang mengaktualisasikan diri mampu menentukan apa yang harus mereka lakukan tanpa terpengaruh situasi sosial, termasuk kebudayaan mereka sendiri. Apabila timbul masalah penting yang menyangkut moral, mereka akan terus terang menentang aturan- aturan dan norma-norma masyarakat (Maslow dalam Shultz,1994). Peraturan dan norma yang ada tidak membelenggu mereka untuk melakukan sesuatu yang mendukung pencapaian aktualisasi diri mereka.

b. Kebutuhan akan Penghargaan

Kebutuhan-kebutuhan akan penghargaan, yaitu penghargaan yang berasal dari orang-orang lain dan penghargaan terhadap diri sendiri. Penghargaan yang berasal dari luar dapat berdasarkan reputasi, kekaguman, status, popularitas, prestise atau keberhasilan dalam masyarakat, semua sifat dari bagaimana orang-orang lain berfikir dan bereaksi terhadap kita. Untuk menumbuhkan harga diri yang sejati, setiap orang harus mengenal dirinya dengan baik sehingga mampu menilai dengan obyektif kelebihan dan kekurangan dirinya (Maslow dalam Schultz,1991).

Pemenuhan kebutuhan akan harga diri menumbuhkan percaya diri, kekuatan, kapabilitas, perasaan layak, dan berguna bagi dunia. Akan tetapi rintangan dalam memenuhi kebutuhan ini menimbulkan perasaan rendah diri, kelemahan dan tidak berdaya (Maslow,1987).

c. Kebutuhan-kebutuhan akan Memiliki dan Cinta

Cinta adalah hubungan sehat dan penuh kasih mesra antara dua orang, dimana di dalamnya ada sikap saling percaya dan tidak ada rasa takut. Individu yang menjalaninya akan membuka dirinya sehingga segala bentuk pertahanan diri akan runtuh. Kebutuhan ini berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan manusia akan kasih sayang, dengan membangun suatu hubungan akrab, tulus, dan penuh perhatian dengan orang lain atau dengan orang-orang pada umumnya, dan dalam hubungan ini memberi dan

menerima cinta adalah sama penting (Maslow dalam Goble,1987; Maslow dalam Schultz,1991).

d. Kebutuhan akan Rasa Aman

Kebutuhan ini muncul setelah kebutuhan-kebutuhan fisiologis terpenuhi. Kebutuhan ini meliputi jaminan keselamatan dirinya, bebas dari ketakutan dan kecemasan, kebutuhan akan stabilitas, ketertiban, dan perlindungan. Secara otomatis sedikit banyak manusia akan membutuhkan keteraturan dan melakukan tindakan yang diyakini tidak akan membahayakan dirinya. Namun, rasa aman tidak boleh selalu menjadi tuntutan yang harus selalu dipenuhi karena manusia yang sehat juga menyukai tantangan dan punya keberanian untuk melakukan hal-hal baru (Maslow dalam Schultz,1991).

e. Kebutuhan Fisiologis

Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang paling kuat dari semua kebutuhan manusia karena berhubungan dengan upaya mempertahankan kelangsungan hidup. Termasuk di dalamnya kebutuhan terhadap makanan dan air. Jika seseorang kekurangan makanan, cinta, rasa aman dan harga diri dalam waktu yang bersamaan, maka besar sekali kemungkinan motivasi hidupnya untuk saat itu adalah untuk mencari makanan (Maslow, 1984).

Maslow menambahkan dua jenis kebutuhan pokok yang dimiliki oleh individu yang sehat, yaitu hasrat untuk mengetahui dan memahami, dan kebutuhan estetis. Dua kebutuhan ini termasuk dalam tahap B-needs bersama

aktualisasi diri. Sama seperti aktualisasi diri, dua kebutuhan ini berkembang memenuhi dorongan dari dalam diri individu. Berikut akan dijabarkan lebih lanjut dua kebutuhan yang dimiliki individu yang sehat (Maslow,1984):

a. Hasrat untuk Mengetahui dan Memahami

Kebutuhan ini terkait dengan gerak hati dan ketertarikan pada hal-

Dokumen terkait