• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

B. Dinamika Psikologis Mahasiswa

Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, berikut adalah dinamika psikologis mahasiswa berdasarkan persepektif psikologi perkembangan dan sosial.

1. Perspektif perkembangan

Dalam perspektif perkembangan terdapat dua kajian di dalamnya, yakni (1) emerging adulthood dan (2) mahasiswa. Kajian mengenai emerging adulthood akan ditilik dari Newman dan Newman (2012). Seperti yang diuraikan dalam Newman, emerging adulthood memiliki tugas perkembangan yang disebut autonomy from parents yakni, kemampuan untuk mengatur diri sendiri dalam mengambil keputusan tanpa bergantung kepada orang tua. Selain itu emerging adulthood juga memiliki tugas perkembangan sebagai gender identity yakni, adanya keyakinan, sikap, dan nilai-nilai tentang diri sendiri sebagai individu dalam kehidupan sosial baik itu hubungan romantis, keluarga, pekerjaan, komunitas, dan kelompok. Ada juga tugas perkembangan sebagai internalized morality di mana individu akan mulai memandang diri mereka sebagai makhluk bermoral yang tindakannya berimplikasi pada kesejahteraan orang lain. Serta, tugas perkembangan dalam career choice yakni, memilih pekerjaan tetap sebagai sumber dari uang pribadi individu.

Pada tahap ini juga emerging adulthood mengalami yang namanya intimacy vs isolation sebagai konflik mendasar yang dialami oleh emerging adulthood. Individu dengan intimacy mengalami keterbukaan untuk mengkomunikasikan perasaan terhadap orang yang dekat dengannya dan dihargai serta dipercaya oleh orang lain. Sebaliknya, beberapa emerging adulthood kurang dapat terlibat dalam hubungan saling percaya, terbuka atau responsif karena mereka mengalami penolakan, dikucilkan, yang

kemudian membuat individu mengalami isolation (Newman dan Newman, 2012).

Kajian mengenai mahasiswa ditilik dari salah seorang psikolog perkembangan Jeffrey Jansen Arnett yang mengatakan bahwa kebanyakan dari mahasiswa memiliki usia 18 hingga 23 tahun (Arnett, 1994). Usia ini menunjukkan jika mahasiswa merupakan bagian dari masa emerging adulthood, yang mana mahasiswa tidak lagi remaja tetapi juga belum menetap menjalankan peran sebagai orang dewasa (Arnett, 1994, 2000). Secara khusus Arnett (1994) mengungkapkan mahasiswa masih dalam proses mempersiapkan diri untuk memiliki peran tersebut.

Mahasiswa yang merupakan bagian dari emerging adulthood digambarkan sebagai individu yang sedang berproses untuk mengeksplorasi berbagai kemungkinan dalam pendidikan (Arnett, 2015). Pendidikan sendiri memiliki arti baru bagi mahasiswa, di mana mereka harus memikirkan bagaimana pendidikan setelah masa sekolah dapat mendorong mereka ke jalur karir (Arnett, 2015). Hal ini karena pendidikan tinggi telah menjadi syarat untuk mendapatkan pekerjaan terbaik. Sehingga, mereka perlu mencari perguruan tinggi yang sesuai, mencoba kejuruan yang sesuai, serta mencari kegiatan yang sesuai dengan kemampuan dan minat mereka. Dalam hal ini, demografis mereka seringkali tidak stabil. Mahasiswa mengalami perubahan tempat tinggal dari rumah orang tua ke tempat lain untuk mengikuti perguruan tinggi. Ada yang pindah dari kota asal ke kota lainnya

serta ada yang pindah ke negara lain, dan sebagian yang lain menetap di rumah (Arnett, 2015).

Proses eksplorasi berbagai kemungkinan dalam pendidikan tersebut memiliki tujuan untuk mengembangkan identitas mahasiswa yang lebih pasti, termasuk mengenai pemahaman siapa mereka, apa kemampuan dan keterbatasan mereka, apa keyakinan dan nilai mereka, serta bagaimana mereka terjun ke masyarakat sekitar (Arnett, 1994).

Selain itu, selama mengikuti kuliah, mahasiswa diketahui mengalami perkembangan kognitif. Hal ini karena, perguruan tinggi memberikan kesempatan untuk mengasah kemampuan mereka, mempertanyakan asumsi, dan mencoba cara baru memandang dunia (Papalia, 2014). William G. Perry Jr., adalah salah seorang psikolog pendidikan yang mempelajari perkembangan kognitif mahasiswa selama masa kuliah. Menurut Perry (1968, dalam Papalia, 2014), banyak mahasiswa masuk ke perguruan tinggi dengan ide-ide yang kaku tentang kebenaran, mereka memandang dunia dalam dualisme polaritas mendasar, seperti benar atau salah dan baik atau buruk, mereka tidak dapat mengerti atau menggambarkan apa pun selain kebenaran tersebut. Selama masa kuliah, mahasiswa mulai menjumpai ide-ide yang beragam dan sudut pandang yang luas. Mereka belajar untuk melihat semua pengetahuan dan nilai-nilai yang saling berhubungan. Hal ini kemudian cenderung mengubah pandangan dualistik mereka. Pada akhirnya, mereka memperoleh komitmen dalam relativitas.

Pada titik ini dalam perkembangan mereka, mahasiswa juga mengalami apa yang dinamakan perkembangan psikososial selama mereka kuliah. Hal ini berkontribusi pada pembentukan identitas mereka (Evans, Forney, Guido, Patton, dan Renn, 2010). Peneliti akan menilik hal ini dari teori yang diusulkan oleh Chickering (1993, dalam Evans et al., 2010). 2. Perspektif sosial

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, Chickering (1993, dalam Evans et al., 2010) mengusulkan 7 vektor perkembangan psikososial mahasiswa. Adapun tujuh vektor ini tidak berurutan dan tidak dimaksudkan sebagai tahap melainkan dapat berinteraksi satu sama lain serta saling membangun.

a. Developing competence

Chickering dan Reisser (1993, dalam Evans et al., 2010) mengumpamakan hal ini sebagai “tiga gigi garpu”. Gigi garpu yang pertama disebut kompetensi intelektual, kedua disebut keterampilan fisik dan manual, dan yang ketiga disebut kompetensi interpersonal. Kompetensi intelektual melibatkan perolehan akan pengetahuan dan keterampilan yang berkaitan dengan materi kuliah tertentu. Selain itu, juga terkait dengan peningkatan keterampilan dalam pemikiran kritis dan penalaran. Sedangkan, keterampilan fisik dan manual melibatkan aktivitas fisik dan rekreasi, adanya perhatian terhadap kesehatan dan keterlibatan dalam kreativitas. Sementara itu, kompetensi interpersonal melibatkan keterampilan dalam komunikasi, kepemimpinan, dan bekerja

secara efektif dengan orang lain. Sebagai contoh, individu yang menyatakan bahwa ia belum merasa nyaman dengan keterampilan belajar cenderung memiliki masalah dalam kompetensi intelektual, dan seorang perempuan yang kurang bisa berbicara dengan laki-laki mengalami masalah kompetensi interpersonal.

b. Managing emotions

Dalam vektor ini, mahasiswa mengembangkan kemampuan untuk mengenali dan menerima emosi, serta mengekspresikan dan mengendalikannya secara tepat. Selain itu, belajar untuk bertindak atas perasaan dengan cara yang bertanggung jawab. Perasaan yang dimaksud termasuk agresi, hasrat seksual, kecemasan, depresi, marah, rasa malu, dan rasa bersalah, serta emosi positif seperti kepedulian, optimisme, dan inspirasi. Sebagai contoh, seorang individu yang kesal terhadap orang tuanya yang menginginkan agar ia segera mencari informasi tentang pekerjaan dan mulai berkarir, cenderung mengalami kesulitan dalam mengekspresikan dan mengendalikan emosinya secara tepat.

c. Moving through autonomy toward interdependence

Hal ini memiliki arti bahwa mahasiswa mengalami peningkatan untuk bebas menjadi diri sendiri; bebas mengarahkan diri, memecahkan masalah, dan mobilitas. Sebagai contoh, individu yang mengalami kesulitan memperbaiki hubungan dengan orang tua diduga mengalami masalah dalam hal ini karena individu ingin dilihat sebagai orang dewasa yang mampu membuat keputusan sendiri.

d. Developing mature interpersonal relationship

Vektor ini termasuk pengembangan toleransi antar budaya dan pribadi, mengapresiasi perbedaan, serta menghargai persamaan. Sebagai contoh, pengembangan hubungan interpersonal yang matang adalah individu yang tertarik untuk belajar menghargai perbedaan.

e. Establishing identity

Vektor ini mengacu pada pengakuan akan perbedaan berdasarkan jenis kelamin, latar belakang budaya, serta orientasi seksual. Selain itu, memiliki rasa nyaman dengan kondisi tubuh, penampilan, serta gaya hidup. Individu yang menolak identitas yang diberikan orang lain kepadanya dan mencari gaya hidup serta peran yang berarti bagi dirinya sendiri merupakan contoh dari pengembangan vektor ini.

f. Developing purpose

Vektor ini mengacu pada pengembangan untuk membuat tujuan yang jelas dan komitmen yang berarti pada hal-hal penting atau kegiatan pribadi mahasiswa. Dengan ini, mahasiswa dapat mempertahankan keputusannya saat menghadapi pertentangan.

g. Developing integrity

Hal ini mencakup pengembangan bahwa mahasiswa akhirnya memiliki nilai-nilai atau tindakan-tindakan yang konsisten. Tidak lagi hanya mengikuti apa yang orang lain katakan. Namun, di sisi lain, tetap mengakui dan menghormati apa yang menjadi keyakinan orang lain.

Tujuh vektor tersebut berperan sebagai jalan untuk menuju individuasi. Dengan demikian, penjabaran di atas menunjukkan bahwa mahasiswa merupakan bagian dari populasi emerging adulthood yang mengikuti perguruan tinggi dan memiliki empat tugas perkembangan, adanya masalah perkembangan, serta mengalami perkembangan kognitif maupun psikososial di masa kuliah.

Setelah membahas dinamika psikologi dari perspektif perkembangan dan sosial. Selanjutnya akan dibahas mengenai ketergantungan HP. Ketergantungan HP ini sebenarnya merupakan dimensi dari problematic use of mobile phone. Oleh karena itu peneliti akan membahas mengenai problematic use of mobile phone terlebih dulu lalu secara khusus membahas ketergantungan HP.

Dokumen terkait