• Tidak ada hasil yang ditemukan

4-60 dapat dipakai minimal untuk 5 – 10 tahun

Dalam dokumen DOCRPIJM 8e69455516 BAB IV4. bab 4 (Halaman 60-66)

- bekas lokasi landfill dapat digunakan untuk taman atau lapangan oleh raga, tetapi bukan untuk permukiman

- analisa dampak lingkungan perlu dilakukan untuk mengetahui sejauh mana dampak lokasi pembuangan akhir yang direncanakan terhadap lingkungan fisik, biologi, serta social budaya daerah sekitarnya.

Berdasarkan kriteria-kriteria teknis yang telah diuraikan di atas, sistem controlled landfill ini sangat sulit untuk dilakukan di Kota Pematangsiantar, khususnya mengingat:

 Lokasi-lokasi di pinggiran Kota Pematangsiantar yang berada di luar rencana perluasan kota masih merupakan lahan pertanian produktif.

 Wilayah Kabupaten Simalungun yang walapun secara teoritis dapat digunakan sebagai lokasi TPA melalui kerjasama antar daerah, namun mengingat bahwa sulit mencari lokasi di wilayah Kabupaten Simalungun, yang tidak hanya berada tidak terlalu jauh dari Kota Pematangsiantar namun juga tidak dekat dengan daerah permukiman dan bukan merupakan daerah pertanian produktif, maka alternative ini sangat sulit untuk diterapkan dalam penanganan sampah di Kota Pematangsiantar.

3). Sanitary Landfill

Sanitary landfill merupakan sistem yang paling baik bila dibandingkan dengan dua sistem sebelumnya. Selain itu, dari segi perlindungan kualitasnya menjamin. Namun demikian system sanitary landfill ini lebih sulit dan lebih kompleks, serta membutuhkan biaya yang lebih besar baik dalam investasi maupun dalam operasional TPA dibandingkan dengan dua sistem yang telah diuraikan sebelumnya, karena memerlukan perlakuan dan konstruksi khusus.

Revisi RPIJM Kota Pematangsiantar Tahun 2013-2017

Pertimbangan aspek sosio-ekonomi menyebabkan system ini sulit diterapkan bagi Kota-Kota kecil dan hanya cocok digunakan untuk Kota-Kota besar. Namun demikian, walaupun Kota Pematangsiantar saat ini masih tergolong kota sedang, system ini merupakan alternatif pilihan yang paling memungkinkan untuk diterapkan di Kota Pematangsiantar. Hal ini tidak saja didasarkan pada pertimbangan bahwa pada kedua sistem yang telah diuraikan sebelumnya sulit untuk dapat memenuhi kriteria yang dibutuhkan serta besarnya dampak lingkungan yang ditimbulkan, namun juga karena alternatif sistem lainnya yaitu Improved Sanitary Landfill membutuhkan biaya investasi dan operasional yang jauh lebih besar lagi.

II. Rekomendasi

Sebagai kota sedang dengan jumlah penduduk sebanyak 249.985 jiwa dan tingkat kepadatan penduduk sebesar 3.126 jiwa/km2, maka Kota Pematangsiantar masih sangat berpotensi untuk tetap menjadi Kota yang bersih dan asri dalam jangka waktu yang panjang. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, pengoptimalan koordinasi dan kerjasama lintas sektoral, kesadaran masyarakat, serta tentunya adanya suatu perencanaan yang akurat dapat menjadi titik tolak untuk mencapai tujuan tersebut.

Dalam kerangka berpikir tersebut maka arah pengembangan pengelolaan persampahan di Kota Pematangsiantar perlu disusun dengan memperhitungkan kondisi existing dan tingkat kebutuhan dana, serta kapasitas Keuangan Daerah. Untuk maksud tersebut, maka pengembangan pengelolaan persampahan akan dilakukan dalam suatu strategi sesuai dengan tahapan-tahapan berikut:

Revisi RPIJM Kota Pematangsiantar Tahun 2013-2017

4-62

1. Tahap I (2013-2015)

Tahapan ini merupakan tahapan jangka pendek yang pada hakekatnya bertujuan untuk megoptimalkan system yang ada saat ini serta memberikan dasar bagi upaya pencapaian target pengembangan jangka menengah. Dalam tahapan ini arahan pengembangan pengelolaan persampahan adalah sebagai berikut:

 Sistem TPS pada pola penanganan persampahan sudah mulai dikurangi dan diarahkan ke sistem transfer Depo (Station Transfer) yang disesuaikan dengan kondisi daerah pemakai (lihat kembali Tabel Tipe Pemindahan Sampah), penggunaan container, dan meningkatkan penggunaan sistem door to door pada daerah pelayanan tertentu.

 Cakupan daerah pelayanan mulai ditingkatkan, dengan memperhatikan kualitas pelayanan.

 Penanganan sampah di TPA masih menggunakan sistem open dumping namunpemanfaatan dalam bentuk composting semakin ditingkatkan, dan dilakukan dalam bentuk pilot project.

 Pemisahan untuk tujuan daur ulang sampah yang dilakukan pada lokasi/tempat sumber sudah mulai dilakukan pada beberapa lokasi/wilayah tertentu sebagai percontohan (pilot project).

 Penerapan sanksi hukum sesuai Perda bagi pelanggan mulai dilakukan setidaknya pada beberapa lokasi sebagai percontohan, seperti misalnya lokasi pusat kota/bisnis di sepanjang jalan Sutomo dan jalan Merdeka.

2. Tahap II (2013-2015):

Baik Tahap I maupun Tahap II pada dasarnya merupakan suatu kesatuan Perencanaan Jangka Menengah. Bila pada Tahap I lebih sebagai tahapan darurat/tindakan sementara untuk mengoptimalkan sistem dan sarana/prasarana yang ada serta sebagai tahapan awal menuju sistem pengelolaan dan penanganan yang ingin dicapai pada akhir masa perencanaan jangka menengah, sedangkan pada Tahap II sudah merupakan fase transisi dan persiapan menuju system pengelolaan dan penanganan persampahan modern yang ingin dicapai.

Revisi RPIJM Kota Pematangsiantar Tahun 2013-2017

Pada Tahap II ini arahan kegiatan pengembangan pengelolaan persampahan adalah sebagai berikut:

 Pola penanganan persampahan sudah menggunakan sistem transfer depo Tipe II atau Tipe I, container dan door to door.

 Untuk penempatan kontainer di jalan-jalan (street container) dibuat lokasi khusus sehingga tidak mengganggu arus lalu lintas.

 Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah sudah menggunakan lahan yang diusulkan, dengan menggunakan sistem sanitary landfill.

 Evaluasi mengenai composting yang telah dilakukan pada Tahap I serta kemungkinannya untuk dikembangkan dalam skala besar.

 Pemisahan untuk tujuan daur ulang sampah yang dilakukan pada lokasi sumber sampah dilakukan dalam bentuk skala besar atau wilayah yang lebih luas.  Evaluasi mengenai penerapan sanksi hukum bagi pelanggar Perda dan

kemungkinan untuk pengembangan wilayah penerapan.

 Perwadahan pada sumber sampah berupa TPS statis (beton) tidak lagi digunakan dan seluruhnya sudah menggunakan wadah yang bersifat fleksibel, dan memenuhi persyaratan kesehatan. Khusus menyangkut perwadahan komunal kelompok kecil (4-5 rumah) atau toko/pertokoan/perkantoran, bentuknya dan warnanya juga lebih diseragamkan untuk menciptakan keindahan Kota.

 Penyusunan Master Plan (20 tahun) pengelolaan persampahan.

Pola Penanganan Persampahan

Pola penanganan persampahan direncanakan dengan mengacu pada Rencana Tata Ruang Kota melalui pembagian berdasarkan kondisi kawasan serta memperhatikan peralatan yang sudah ada. Pola penanganan yang direncanakan tersebut secara garis besar adalah sebagai berikut:

Revisi RPIJM Kota Pematangsiantar Tahun 2013-2017

4-64

karena topografinya yang relatif datar. Agar pengoperasian pola ini dapat berjalan dengan efektif, maka jarak antara transfer depo dengan daerah operasi gerobak tidak lebih dari 1 Km dan transfer depo akan diupayakan ditempatkan dipusat pelayanan operasi gerobak/becak sampah. Untuk daerah-daerah komersil dan industri serta perumahan yang teratur dan memiliki jalan-jalan yang lebar, pola ini dapat dimodifikasi menjadi pola pengumpulan yang dilakukan secara door to door dengan menggunakan dump truck untuk kemudian langsung diangkut ke TPA.

Pola-2 : Masyarakat atau penghasil sampah mengumpulkan sampahnya di TPS atau container untuk kemudian diangkut ke pembuangan akhir dengan menggunakan dump truck atau arm roll truck. Pola ini akan digunakan pada daerah/permukiman/kawasan yang sangat padat penduduknya dan tidak teratur, serta prasarana jalan yang tersedia kurang dari 1,5 m (gang).

Pola-3 : Petugas di lokasi dimana sampah dihasilkan mengumpulkan sampah ke dalam TPS atau container yang selanjutnya diangkut ke lokasi pembuangan akhir dengan menggunakan dump truck atau arm roll truck. Pola ini digunakan dalam melayani/menangani sampah pasar, taman, jalan, dan kawasan perkantoran dimana tersedia petugas kebersihan untuk mengumpulkan sampah.

H. Usulan dan Prioritas Program

Berdasarkan kondisi eksisting, analisa permasalahan dan arahan umum pengelolaan persampahan di Kota Pematangsiantar yang telah disesuaikan pada bagian sebelumnya, dapatlah disusun uraian kebutuhan prasarana dan sarana pengelolaan persampahan seperti terlihat pada tabel di atas. Sesuai dengan uraian pada tabel tersebut, maka usulan bidang/sektor persampahan Kota Pematangsiantar dalam Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Bidangan PU/Cipta Karya Kkota Pematangsiantar Tahun 2013-2017 adalah Program Pengadaan Prasarana dan sarana Pengelolaan Persampahan, dengan uraian kegiatan sebagai berikut:

Revisi RPIJM Kota Pematangsiantar Tahun 2013-2017

1) Cakupan pelayanan seluruh sumber sampah di wilayah Kota dengan produksi timbulan sampah sebesar 805.760 meter kubik per hari

2) Tahapan pewadahan, pengumpulan dan pengangkutan dengan menerapkan pola 3 R

3) Pada kawasan permukiman sampah dikumpulkan secara komunal dibawa ke depo transfer untuk diangkut ke TPA

4) Tempat Penampungan Sementara dikembangkan di setiap unit lingkungan perumahan dan pusat-pusat kegiatan yang tersebar di seluruh kelurahan.

5) Pengembangan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA), meliputi:

a. Kerjasama pengelolaan TPA Regional bersama Kabupaten Simalungun yang berada di Kabupaten Simalungun seluas lebih kurang 30 hektar;

b. Pengembangan TPA di Kelurahan Gurilla Kecamatan Siantar Sitalasari seluas lebih kurang 3,3 hektar;

c. Peningkatan TPA di Lahan eks PTPN III di Kelurahan Tanjung Pinggir Kecamatan Siantar Martoba seluas lebih kurang 5 hektar.

6) Pengelolaan TPA menggunakan metode sanitary landfill

7) Pemanfaatan zona penyangga TPA sebagai ruang terbuka hijau

I. Aspek Pendanaan

Pembiayaan untuk Pengembangan Permukiamn di Kota Pematangsiantar direncanakan diperoleh dari APBN, APBD Provinsi untuk Tahun Anggaran 2013 – 2017

Revisi RPIJM Kota Pematangsiantar Tahun 2013-2017

Dalam dokumen DOCRPIJM 8e69455516 BAB IV4. bab 4 (Halaman 60-66)

Dokumen terkait