• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN

Mulai bulan April 1994 nanti kita memasuki tahun pertama rencana Pembangunan Jangka Panjang Tahap II (PJPT II). Tantangan pembangunan tahap ini berada dari tantangan yang dihadapi pada pembangunan jangka panjang tahap I. Perbedaan ini terasa pula dalam pembangunan di bidang kesehatan.

Berkat kemjuan yang dicapai dalam pembangunan jangka panjang pertama, tampak adanya penurunan angka kematian kasar, kematian bayi dan balita serta ada peningkatan umur harapan hidup. Angka gangguan gizi menurun pula dengan sangat bermakna. Kemajuan tersebut menimbulkan perubahan struktur penduduk dan pola penyakit. Jumlah mausia mengantisipasi besarnya masalah penyakit-penyakit yang kebanyakan diderita oleh oleh kelompok berusia lanjut ini, marilah kita kaji kecendrungan perkembangan jumlah kelompok usia lanjut di Indonesia M. Alwi Dahlan mengemukakan bahwa:

1) Seseorang disebut sebagai usia lanjut bila telah berumur 60 tahun atau lebih. Bila didasarkan usia pensiun maka usia lanjut adalah 65 tahun ke atas. 2) Sensus penduduk menunjukkan peningkatan jumlah

penduduk sebagai berikut:

a. Usia 65 tahun : tahun 1971 sebesar 2,98 juta (2,5%) meningkat menjadi 6,96 juta (3,88%) pada tahun 1990. Menurut perkiraan Bank Dunia keompok ini akan menjadi 4,33% pada tahun 1995; 4,775 pada tahun 2000 dan 5,57% pada tahun 2010 serta 7,08% dalam tahun 2020.

b. Untuk usia 55 tahun ke atas, terjadi kenaikan dari 8,9% atau 16,1 juta pada tahun 1990 menjadi 10,7% atau 18,67 juta pada tahun 2000.

c. Kelompok usia 60+ mengalami kenaikan dari 6,9% (7,38 % juta) menjadi 7,4% atau 15,4 juta orang.

3) Dalam profil kualitatif, dikemukakan bahwa kemajuan kesehatan yang menyebabkan penurunan angka

kesakitan, peningkatan kebugaran, bertambah panjangnya umur, perubahan gaya hidup, serta pengembangan compression morbidity mempunyai potensi meningkatkan produktivitas kelompok lanjut usia.

Dari apa yang dikemukakan di atas, bidang pembangunan kesehatan mempunyai peluang untuk menjadikan kelompok usia lanjut ini hidup produktif dan menjadi manusia berkualitas sebagai sumberdaya yang penting bagi pembangunan lebih lanjut, terutama didukung oleh makin tingginya jumlah mereka yang mempunyai pendidikan yang baik.

Penelitian yang talh dilakukan tehadap kesehatan sekelompok usia lanjut, menunjukkan bahwa beberapa penyakit seperti kanker, diabetes melitus, CVD, penyakit jantung koroner, oeteoporosis, banyak diderita oleh kelompok ini. Penyakit-penyakit ini umumnya tidak dapat hanya ditangani oleh pelayanan kesehatan dasra seperti yang dilakukan di Puskesmas/Balkesmas, tetapi memerlukan penanganan spesialistis dan perawatapn inap yang terdapat di rumah sakit. Oleh karena itu, peran rumah sakit untuk saat ini dan masa mendatang makin penting. Orientasi pelayanan rumahs aikt tidak hanya pada pelayanan kuratif saja, tetapi lebih luas daripada itu, mulai dari pelayanan promotif, kuratif sampai pada rehabilitatif yang dilakukan secara terprogram dan terpadu.

Untuk dapat melaksanakan pendekatan ini, rumah sakit harus melakukan koordinasi dengan bersbagai organisasi/instansi lainnya. Hal in didasarkan pada pemikiran bahwa beberapa penyakit yang diderita kelompok lanjut usia ini pada hakikatnya dapat dicegah atau sekurang-kurangnya dapat dicegah timbulnya gangguan yang lebih cbesar tehadap kesehatan kelompok lansia; contoh penyakit diabetes melitus yang dipengaruhi oleh gaya hidup, demikian pula hipertensi. Hal-hal ini dapat dicegah sejak usia muda.

Dengan mengkaji hal-hal yang telah dikemukakan terdahulu, sudah sepantasnya kalau rumah sakit mempersiapkan diri untuk menerima kelompok lanjut usia afar dapat dilayani sebagaimana mestinya.

KECENDRUNGAN KESEHATAN DI MASA YANG AKAN DATANG DAN PERAN RUMAH SAKIT

Kurun waktu pembangunan jangka panjang tahap kedua mempunyai ciri yang berbeda dari PJPT I. Struktur penduduk berubah; yang semula menunjukkan jumlah besar di kelompok usia bawah lima tahun, pada kurun waktu ini menjadi terbalik; jumlah kelompok usia lanjut makin besar. Kelompok sosial masyarakt juga berubah. Susunan keluarga yang berupa extended family menjdai nuclear family. Gaya hidup juga berubah dan makin meningkatnya kesejahteraan dan majunya teknologi, khususnya teknologi komunikasi. Dengan beralihnya kehidupan agraris ke kehidupan industrial, berubah pula tata kehidupan keluarga. banyak suami dan istri bekerja dan anak-anak yang ditinggalkan di rumah bersama pengasuh atau diditpkan ke tempat penitipan anak. Pola hidup ketiga generasi mulai ditinggalkna. Dan ini akan menimbulkan masalah bagi kehidupan kelompok usia lanjut ataupun kelompok anak dan remaja.

Hal-hal tersebut berpengaruh pada pola penyakit. Sebagaimana telah disebutkan pada babpendahuluan, pada kurun waktu PJPT III akan makin menonjol penyakit non infeksi dan penyakit degeneratif, penyakit-penyakit semula yang akan muncul penyakit-penyakit yang umumnya diderita oleh kelompok usia lanjut, gangguan jiwa akan akan semakin menonjol pula. Gaya hidup yang kurang aktifitas fisik, pola makan yang makin menggemari fast food yang menyebabkan kurangnya intake gizi seimbang membantu timbulnya penyakit-penyakit jantung koroner, tekanan darah tinggi dan lain-lainnya.

Berubahnya pola penyakit pada kurun waktu yang akan datang menyebabkan meningkatnya kebutuhan pelayanan rumah sakit. Rumah sakit akan makin mampu dalam mendeteksi penyakit dan penyebabnya maupun perjalanan penyakit., demikian pula dengan upaya penyembuhan dan rehabilitasi yang diperlukan. Hal ini dimungkinkan karena tersedianya sarana teknologi canggih. Oleh karena itu peningkatan mutu pelayanan rumah sakit dalam sistem rujukan medik makin penting makna keberadaannya dalam upaya peningkatan kesehatan masyarakat. Penyakit yang diderita kelompok usia lanjut pada hakikatnya beragam jenisnya. Oleh karena itu persiapan rumah sakit dalam penanganan kasus lanjut usia perlu diarahkan untuk dapat menampung kebutuhan itu.

Mengkaji keadaan yang akan datang sebagaimana telah disebutkan di atas, dalam mempersiapkan pelayanan kepada kelompok lanjut usia rumah sakit bukanlah merupakan salah satu nya institusi yang dibutuhkan. Upaya yang bersifat promotif, preventif dan kuratif serta rehabilitatif perlu dilakukan melalui berbagai saluran pelayanan.

Upaya promotif dilakukan sejak dini yakni sejak manusia berusia muda. upaya ini berupa penyuluhan dan praktek pencegahan terjadinya gangguan kesehatan a.l. gaya hidup sehat yang menyangkut pembagian waktu kerja/kegiatan fisik dan istirahat yang seimbang, olahraga kesehatan, kebiasaan makan atau pola makan yang baik (ditinjau dari segi waktu, kandungan gizi seimbang dalam menu sehari, dan kuantitas makanan). Sikap dan perilaku hidup menimbulkan ketenangan

lahir dan perilaku hidup yang menimbulkan ketenangan lahir dan batin, a.l. iman, takwa dan ikhlas, hobby yang baik, dan lain-lain.

Upaya preventif khusus a.l. pelaksanaan imunisasi dan upaya spesifik lainnya seperti olahraga khusus bagi manula untuk mencegah atau mengurangi intensitas osteoporosis.

Upaya kuratif dan rehabilitatif meliputi kegiatan diagnostik, terapeutik, dan rehabilitasi. Untuk diagnostik dan terapeutik dilaksanakan oleh rumah sakit sedangkan rehabilitasi dilaksanakan di rumah sakit dan di luar rumah sakit.

Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran, makin banyak masalah kesehatan/kedokteran yang dapat diatasi. Penggunaan alat-alat canggih di satu pihak dan lahirnya spesialisasi/subspesialissasi kedokteran membantu fungsi tersebut. Rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan yang mampu melaksanakan fungsi tersebut.

Dengan gambran tersebut di atas, sangat jelas peranan rumah sakit dalam mengentisipasi perubahan pola penyakit di masa mendatang.

PERSIAPAN RUMAH SAKIT DALAM MENGHADAPI TANTANGAN PELAYANAN KASUS LANJUT USIA

Tujuan persiapan rumah sakit dalam mneghadapi tantangan pelayanan bagi kasus lanjut usia adalah kesembuhan penderita lanjut usia dari penyakit yang dideritanya dan menjaga serta meningkatkan produktifitas kehidupannya. Bila penderita tidak dapat sembuh total, paling tidak hanya ia dapat melakukan tugas pemeliharaan dirinya sendiri sehingga tidak terlalu tergantung pada orang lain. Sedangkan untuk mereka yang meninggal, saat-saat akan meninggal menerima bimbingan rohani sehingga menghadapi maut secara tenang dan iman sesuai kepercayaan agama masing-masing.

Sasaran tersebut hanyalah dapat dicapai bila rumah sakit telah mempersiapkan diri untuk melakukan pelayanan paripurna yang didasari pada wawasan pendekatan manusia seutuhnya yaitu bahwa setiap manusia selain terdiri dari aspek jasmani, juga memiliki aspek mental/spiritual dans osial. Dalam wawasan in, diakui adanya sosok manusia itu sendiri, selain itu diakui pula hubungan manusia itu dengan khaliknya dan hubungan manusia denganlingkungannya.

Hasil penelitian terhadap kelompok lansia

Meningkatnya status kesehatan masyarakat selain ditunjukkan oleh menurunnya angka kematian dan kesakitan, membaiknya status gizi juga ditunjukkan oleh meningkatnya angka harapan hidup.

Tabel 1. Estimasi angka harapan hidup di Indonesia tahun 1967-1990. Tahun Laki-laki (tahun) Perempuan (tahun) Laki-laki dan perempuan (tahun) 1967 42,20 47,17 45,73 1976 50,64 53,69 52,21 1986 58,06 61,54 59,80 1990 59,59 63,28 61,49

Tabel 2. Perbandingan usia harapan hidup dengan negara lain Negara Usia harapan hidup

Jepang Singapura Malaysia Philipina Thailand Indonesia 78,3 tahun 73,5 tahun 69,5 tahun 63,5 tahun 65 tahun 61,5 tahun Keterangan : Sumber Profil Kesehatan Indonesia 1992.

Estimasi angka harapan hidup menunjukkan adanya pe- ningkatan dari 45,73 pada tahun 1967 menjadi berturut-turut 52,21/tahun 1976, 59,80/tahun 1986 dan 61,49/tahun 1990. Peningkatan angka harapan hidup terjadi pada kedua jenis kelamin, walaupun pada wanita ternyata lebih tinggi dari pada laki-laki. Banyaknya wanita yang berusia lanjut pada dekade tahun 1990 akan membawa dampak terhadap pola pelayanan kesehatan di masa-masa yang akan datang.

Penelitian terhadap kelompok lanjut usia menunjukkan bahwa pada usia lanjut terjadi secara umum penurunan vitalitas dan kemandiriannya. Kerentaan sosial meningkat baik fisik maupun mentalnya. Tampak pula gejala non spesifik seperti menurunnya indera rasa sakit, menurunnya reaksi termal,confu- sion (apathy leading characteristics), kehilangan nafsu makan, perubahan reaksi terhadap obat, serta inkontinesia urine; padahal gejala-gejala ini merupakan gejala penting dari adanya kelainan kesehatan tertentu. Oleh karena itu perlu diwaspadai gejala- gejala nonspesifik ini agar tidak terjadi kesalahan diagnosis.

PENYAKIT PADA KELOMPOK LANJUT USIA

Walaupun hasil SKRT terbaru 1990 belum ada tetapi me- nurut hasil SKRT 1980 dan SKRT 1986 menunjukkan angka kesakitan untuk masing-masing penyakit sebesar 11,5% dan 8,3%; angka kesakitan untuk semua umur menurut SKRT 1980 adalah 25,7% sedangkan pada SKRT 1986 angka kesakitan pada semua umur turun menjadi 15,1%.

Lima penyakit terbanyak yang diderita adalah(3) :

1. Penyakit pembuluh darah 15,6% 2. Gangguan muskuloskeletal 14,5% 3. TBC 13,8% 4. Bronkhitis 12,1% 5. Infeksi saluran nafas akut 10,2%

Penyakit yang biasanya diderita oleh kelompok lanjut usia adalah a.l. : penyakit degeneratif kronik, penyakit kardiosere- brovaskular, penyakit sendi, penyakit saluran urogenital, pe-

nyakit saraf, serta penyakit endokrin. Gambaran statistik penya- kit yang diderita kelompok lanjut usia di rumah sakit adalah sbb :

— 40% penyakit kardio serebrovaskular — 25% kanker

— 15% non spesifik — 5% trauma — 15% lain-lain.

Data di atas menunjukkan bahwa pendekatan paripurna yang meliputi kegiatan promotif, preventif, kuratif dan rehabi- litatif sangat perlu diterapkan secara terpadu dan berkesi- nambungan.

PERSIAPAN RS UNTUK MENGHADAPI TANTANGAN PELAYANAN KELOMPOK LANJUT USIA

Rincian penduduk Indonesia menurut golongan umur (dalam %) dan jenis kelamin tergambar dalam piramida pendudukan hasil sensus tahun 1971, 1980 dan tahun 1990, menunjukkan ciri-ciri yang menarik.Pertama,struktur umur penduduk Indo- nesia masih tergolong "muda" artinya proporsi penduduk yang berumur di bawah 15 tahun masih tinggi walaupun secara ber- angsur mulai menurun, yaitu 43,97% pada tahun 1971 menjadi 40,9% dan 36,49% pada tahun 1980 dan 1990. Kedua,proporsi penduduk usia lanjut (> 55 tahun) semakin bertambah yaitu 6,4% pada tahun 1971 menjadi 7,8% pada tahun 1980 dan 9,2% pada tahun 1990, sedangkan proporsi anak di bawah lima tahun terlihat menurun yaitu 16,1% pada tahun 1970 men- jadi 14,4% pada tahun 1989 dan 11,7% pada tahun 1990. Saat ini diperkirakan pada sekitar 16.650.000 penduduk usia > 55 tahun.Ketiga,perbandingan laki-laki dan perempuan meningkat dari 97,2% tahun 1971 menjadi 98,8% pada tahun 1980 dan 99,5% pada tahun 1990.

Jumlah kelompok lanjut usia yang akan makin meningkat, sasaran pelayanan bagi kelompok lanjut usia oleh rumah sakit, serta data penelitian yang menyajikan fakta tentang kelompok lanjut usia, menjadi pendorong bagi rumah sakit untuk memner- siapkan diri.

Persiapan ini perlu dilakukan dalam bidang-bidang beri- kut :

1) Sumber Daya Manusia

Pengembangan sumber daya manusia yang terpenting ada- lah :

a) Tersedianya dokter yang menguasai pengetahuan dan cara penatalaksanaan kasus manusia lanjut usia, karena akan mem- bantu pengenalan penyakit dan sebab-sebabnya serta penatala- ksanaannya secara tepat dan cepat.

Gerontologi sebagai disiplin ilmu kedokteran yang mengkaji masalah lansia telah berkembang. Maka alangkah baiknya bila rumah sakit dapat memiliki tenaga dokter yang telah mendalami cabang ilmu ini. Bila belum ada, maka para dokter khususnya yang mempunyai peluang menangani kasus-kasus lanjut usia perlu memahami data/karakteristik kelompok ini sehingga mempunyai kewaspadaan yang tinggi dalam menegakkan diag- nosis dan dalam melakukan pantauan terhadap efektivitas pengobatan.

b) Tersedianya tenaga paramedis yang memahami karakteris- tik kelompok lanjut usia sehingga mempunyai kewaspadaan yang tinggi akan gejala yang menyimpang akibat perubahan fisio-bio-fisiologik serta mental/spiritual dan sosial penderita lanjut usia. Pelayanan yang sabar namun profesional diperlukan oleh kelompok lanjut usia.

c) Tersedianya tenaga lain yang terkait yang juga memahami hal-hal yang bersangkutan tentang kelompok lanjut usia, agar pelayanan yang disediakan sesuai dengan yang diharapkan. Sebagai contoh : tenaga gizi. Orang tua di satu pihak memerlukan

intake gizi yang tinggi, namun di lain pihak terjadi penurunan nafsu makan, maka pemantauan apakah makanan yang dihi- dangkan dimakan habis oleh penderita menjadi sangat penting artinya.

Pelaksanaan tugas secara terpadu antara berbagai jenis te- naga tersebut di atas akan membantu kelancaran, efektivitas dan efisiensi pelayanan bagi kelompok lanjut usia.

Aspek mental, sosial dan spiritual pada lanjut usia perlu tersedianya tenaga yang dapat melayani aspek ini seperti tenaga pekerja sosial, pembina rohani dan ahli jiwa (psikolog/psikiater).

2) Penyediaan sarana diagnostik dan terapeutik

Sarana diagnostik yang dapat mendeteksi kelainan secara tepat dan cepat, agar dapat dilakukan tindakan yang diperlukan secara cepat dan tepat pula sangat diperlukan. Dalam kaitan ini penerapan alat canggih untuk diagnostik dan terapeutik kiranya diperlukan. Namun demikian hendaknya pemanfaatan alat-alat canggih ini berdasarkan indikasi medis yang kuat sehingga tidak

membebani ekonomi pasien/keluarganya.

3) Prasarana/sarana non medis

Telah dikemukan bahwa kelompok lanjut usia mengalami kemunduran dalam tingkat kemandiriannya, mungkin karena adanya handikap fisik. Oleh karena itu, perlu ada penyesuaian sarana fisik untuk membantu agar mereka tidak sangat tergan- tung pada orang lain. khususnya dalam membantu dirinya melakukan pekerjaan hidup sehari-hari (makan, minum, ke be- lakang, dan lain-lainnya).

Di negara-negara maju, pelayanan kelompok lanjut usia dilakukan dalam ruangan khusus, bahkan rumah sakit khusus dan perkampungan khusus. Tentunya hal ini sangat ideal. Adanya fasilitas tersebut di atas, diarahkan untuk memberi lingkungan kehidupan yang nyaman dan sesuai bagi kelompok lanjut usia. Keadaan ini masih sulit dikembangkan saat ini; oleh karena itu, perlu dipikirkan cara lain yakni mempersiapkan SDM untuk lebih siap menerima kelompok lanjut usia sebagaimana adanya.

4) Menjalin hubungan dengan instansi/organisasi lain

Tujuannya adalah untuk menciptakan suasana yang sesuai bagi kelompok lanjut usia, baik berupa rujukan keahlian maupun dalam menghimpun dana untuk membantu proses penyembuhan dan rehabilitasi penderita.

Upaya ini juga sangat bermanfaat bagi pemantauan keadaan penderita pasca perawatan.

KESIMPULAN

Telah dicoba menyusun pemikiran tentang Pelayanan Pen- derita Lanjut Usia : persiapan rumah sakit dalam mengantisipasi kasus lanjut usia. Hal ini berdasarkan fakta bahwa dengan meningkatnya status kesehatan dalam satu dasawarsa terakhir maka umur harapan hidup meningkat dengan tajam.

Pada tahun 1976, laki-laki 50, 64 tahun meningkat menjadi 59,59 pada tahun 1990. Wanita pada tahun 1976, 53, 69 tahun menjadi 63,28 tahun pada tahun 1990. Jumlah penduduk yang berusia > 55 tahun pada tahun 1980 hanya 9,2% pada tahun 1990 menjadi 11,7% berarti pada tahun 1990 ada sekitar 16.650.000 penduduk berusia > 55 tahun. Pola penyakit juga bergeser dari infeksi saluran nafas menjadi penyakit-penyakit pembuluh darah (kardio- serebrovaskular), dan gangguan muskuloskeletal se- hingga pengelola rumah sakit dan sarana kesehatan lain harus tanggal terhadap estimasi untuk golongan usia lanjut ini.

Tantangan pelayanan bagi kelompok lanjut usia telah dihadapai dan merupakan fakta. Maka marilah kita bersama- sama menyambutnya dengan rencana dan langkah nyata untuk kepentingan pembangunan bangsa dan negara kita,

Indonesia.

Marilah kita wujudkan motto WHO :Add life to yearsbukanAdd years to life. Berilah makna hidup selalu sekalipun pada usia

yang telah lanjut. Karena hidup yang bermakna akan men- datangkan keutungan pada diri sendiri dan masyarakat ling- kungan.

KEPUSTAKAAN

1. Naskah Iengkap Kursus Geriatri, FKUI - Dutch Foundation, Jakarta 9-11 November 1992.

2. Makalah-makalah yang disajikan pada Simposium Tantangan dan Peluang Usia Lanjut Tahun 2000. Peringatan Hari Lanjut Usia lntemasional, BKKKS DKI Jakarta, 13 Oktober 1992.

3. Profil Kesehatan Indonesia 1992, Departemen Kesehatan R.I., Pusat Data Kesehatan Jakarta, 1992.

4. Peningkatan Kualitas Hidup Lansia, Jaringan Epidemiologi Nasional. Pusat Penelitian Kesehatan LPUI, Lembaga Demografi FEUI, Jakarta 15 Oktober 1993.

5. Japan Aging Research Center, Tokyo 102, Japan.

6. New Horizons in Aging Science, Proc. Fourth Asia/Ocenia Regional Congress of Gerontology, Japan, 1992.

Suplemen :