• Tidak ada hasil yang ditemukan

8310303 Cdk 090 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia Persi Dan Hospital Expo Ke Viii i

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "8310303 Cdk 090 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia Persi Dan Hospital Expo Ke Viii i"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Kongres Ke VI

Perhimpunan Rumah Sakit

Seluruh Indonesia

(PERSI)

dan

Hospital Expo Ke VII

I

Jakarta Hilton Convention Centre

21 - 25 Nopember 1993

(3)

Cermin

Dunia Kedokteran

International Standard Serial Number: 0125 - 913X

REDAKSI KEHORMATAN KETUA PENGARAH

Prof. Dr OcnL.H. KETUA PENYUNTING Dr Budi RiyantoW PEMIMPIN USAHA

Majalah Cermin Dunia Kedokteran P.O. Box 3105 Jakarta 10002 Tclp. 4892808

Fax. 4893549, 4891502 NOMOR IJIN

151/SK/DITJEN PPG/STT/1976 Tanggal3 Juli 1976

PENERBIT

Grup PT Kalbc Farma PENCETAK

PT Midas Surya Grafindo

- Prof. DR. Kusumanto Setyonegoro Guru Besar Ilmu Kedoktcran Jiwa

Fakultas Kedoktcran Univcrsitas Indonesia, Jakarta

- Prof. Dr. R.P. Sidabutar Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam SubBagianGinjal dan Hipertensi

BagianIlmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

- Prof. Dr. Sudarto Pringgoutomo Guru Bcsar IImu Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

- Prof. DR. Sumarmo Poorwo Soe-darmo

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI,

Jakarta

- Prof.DR.B. Chandra Guru Bcsar Ilmu Pcnyakit Saraf

Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga,

Surabaya

- Prof. Dr. R. Budhi Darmojo Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Univcrsitas Diponegoro, Scmarang

- Drg.I.Sadrach

Lembaga Penelitian Universitas Trisakti, Jakarta

- DR. Arini Scuawati Bagian Farmakologi

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

DEWAN REDAKSI

- DR. B. Setiawan Ph.D - Drs. VictorS.Ringoringo,SE, MSc.

- DR. Rant i Atmodjo - Dr . P.J.Gunadi Budipranoto

PETUNJUK UNTUK PENULIS

Cermin Dunia Kedokteran menerima naskah yang mcmbahas bcrbagai aspek kesehatan, kedokteran dan farmasi, juga hasil penclitian di bidang-bidang tersebut.

Naskah yang dikirimkan kepada Redaksi adalah naskah yang khusus untuk diterbitkan oleh Cermin Dunia Kedoktcran; bila telah pernah dibahas atau dibacakan dalam suatu pertemuan ilmiah, hendaknya diberi keterangan menge-nai nama, tempat dan saat berlangsungnya pertemuan tersebut.

Naskah ditulis dalam bahasa lndonesia atau Inggris; bila menggunakan bahasa Indonesia, hendaknya mengikuti kaidah-kaidah bahasa lndonesia yang berlaku. lstilah medis sedapat mungkin menggunakan istilah bahasa lndonesia yang baku, atau diberi padanannya dalam bahasa Indonesia . Redaksi berhak mengubah susunan bahasa tanpa mengubah isinya. Setiap naskah harus di-sertai dengan abstrak dalam bahasa lndonesia. Untuk memudahkan para pem-baca yang tidak berbahasa lndonesia lebih baik bila disertai juga dengan abstrak dalam bahasa Inggris. Bila tidak ada, Redaksi berhak membuat sendiri abstrak berbahasa lnggris untuk karangan tersebut.

Naskah diketik dengan spasi ganda di atas kertas putih berukuran kuarto/ folio, satu muka, dengan menyisakan cukup ruangan di kanan-kirinya, Iebih disukai bila panjangnya kira-kira 6 - 10 halaman kuarto. Nama (para) pe-ngarang ditulis Iengkap, disertai keterangan Iembaga/fakultas/institut te mpat bekerjanya. Tabel/skema/grafik/i lustrasi yang melengkapi naskah dibuat sejelas-jelasnya dengan tinta hitam agar dapat langsung direpruduksi , diberi nomor

sesuai dengan urutan pemunculannya dalam naskah dan disertai keterangan yang jelas. Bila terpisah dalam lembar lain, hendaknya ditandai untuk meng-hindari kemungkinan tertukar. Kepustakaan diberi nomor urut sesuai dengan pemunculannya dalam naskah; disusun menurut ketentuan dalam Cummulated Index Mcdicus dan/atau Uniform Requirements for Manuscripts Submittcd to Biomedical Joumals (Ann Intem Mcd 1979; 90 : 95-9). Contoh :

Basmajian JV, Kirby RL. Medical Rehabilitation. lst cd. Baltimore, London: William and Wilkins, 1984. Hal 174-9.

Weinstein L., Swartz MN. Pathogenctic properties of invading microorganisms. Dalam: Sodeman WA Jr, Sodeman WA, cds. Pathologic physiology: Mccha-nisms of discascs. Philadclphia: WB Saundcrs, 1974 : 457-72.

Sri Oemijati . Masalah dalam pemberantasan filariasis di Indonesia. Cermin Dunia Kedokt. 1990; 64 : 7-10.

Bila pengarang enam orang atau kurang, sebutkan semua; bila tujuh atau lebih, se butkan hanya tiga yang pertama dan tambahkan dkk.

Naskah dikirimkan ke alamat : Redaksi Cermin Dunia Kedokteran PO Box 3105

Jakarta 10002

Pengarang yang naskahnya telah disetujui untuk diterbitkan, akan diberitahu secara tertulis.

Naskah yang tidak dapat diterbitkan hanya dikembalikan bila disertai dengan amplo p beralamat (pengarang) lengkap dengan perangko yang cukup.

(4)

Cermin

Dunia Kedokteran

I nternational Standard Serial Number: 0125 - 913X

Daftar

Isi :

5. Laporan Ketua Panitia

6. Paparan Kenangan Dr. H. Amino Gondohutomo Makalah Sidang Pleno dan Panel Diskusi

7. Kebijaksanaan Pengembangan Rumah Sakit dalam Pembangunan Jangka Panjang tahap II –Brotowasisto

16. Tinjauan Perkembangan Perumahsakitan dalam PJPT II – Samsi Ja-cobalis

22. Current Issues and Future Trends in Health Care –Errol Pickering 28. Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit –Brotowasisto

34. Aspek Ekonomi Pelayanan Kesehatan –Ascobat Gani 41. Program Cost Containment di Rumah Sakit–Amal C. Sjaaf 47. Ceramah Menteri Sosial Republik Indonesia

50. Hubungan Rumah Sakit dan Pasien dipandang dari Sudut Hukum dan Etika –Emma Suratman

53. Etika Rumah Sakit dalam Perspektif UU no. 23/1992 – Kartono Mo-hammad

56. Beberapa Masalah dalam Hubungan Rumah Sakit dan Pasien–J. Guwandi 61. Pengembangan Iptek PJPT II –Sudraji Sumapraja

64. Keputusan Presiden Republik Indonesia no. 18 tahun 1986

67. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia no. 356/KMK.04/ 1986

70. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia no. 796/KMK.04/ 1993

72. Surat Edaran Direktur Jendral Pajak no. SE-19/PJ.23/1989 75. Surat Edaran Direktur Jendral Pajak no. SE.03/PJ.431/1990 77. Strategic Planning and Marketing –James E. Waworoendeng

85. Manfaat Alat Kedokteran Canggih dalam Pengembangan Iptek di Indo-nesia –Karjadi Wirjoatmodjo

90. The Role of Marketing in Determining the Technology Investment Strategy of a Hospital –John Popper

92. Rumah Sakit dan Asuransi Kesehatan – Suatu perbandingan – Sonja Roesma

97. Penyusunan Amdal Rumah Sakit dan Penatalaksanaannya – Komisi Amdal Departemen Kesehatan Republik Indonesia

103. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no. 51 tahun 1993 tentang Analisis mengenai Dampak Lingkungan dan Penjelasannya

117. Pelayanan Lanjut Usia – persiapan rumah sakit dalam mengantisipasi kasus lanjut usia – H. Ahmad Sanoesi Tambunan

121. Suplemen – Usaha-usaha yang dapat dilakukan dalam mewujudkan pe-layanan kesehatan yang Islami bagi penderita lanjut usia di Rumah Sakit Islam Jakarta

90. Edisi Khusus

(I)

Kongres Ke Vl

PERSI

dan

Hospital Expo

Ke Vll

Januari 1994

(5)

Laporan Ketua Panitia Kongres Perhimpunan

Rumah Sakit Seluruh Indonesia ke VI

dan Hospital Expo ke VII

di Jakarta Hilton Convention Centre

21 - 25 Nopember 1993

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Pertama-tama mari kita panjatkan pujisyukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas perkenanNya kita bersama-sama bisa menghadiri Kongres Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia ke VI dan Hospital Expo ke VII di Jakarta Hilton Convention Centre.

Panitia mengucapkan selamat datang kepada para peserta Kongres dan Hospital Expo dari seluruh tanah air.

Saudara-saudara sekalian,

Seperti sama-sama kita ketahui Pembangunan Jangka Panjang Tahap I telah kita lam-paui dengan baik, telah banyak yang bisa dicapai selama ini. Jelas bahwa PJPT II tidak bertambah ringan, karena selain mempertahankan hasil yang telah dicapai pada PJPT I, diperlukan berbagai upaya pengembangan baru yang inovatif untuk mengejar ketinggalan kita dalam pembangunan kesehatan.

Sesuai dengan tema Meningkatkan peran RS dalam menyongsong PJPT II perkenankanlah kami melaporkan beberapa hal mengenai penyelenggaraan Kongres dan Hospital Expo sebagai berikut :

1) Sidang organisasi sebagai pertemuan tertinggi organisasi akan dihadiri oleh seluruh cabang PERSI yang ada dari seluruh tanah air (21 cabang).

Di dalam sidang akan dibahas masalah organisasi sehingga diharapkan organisasi PERSI akan menjadi semakin baik, mantap dan sempurna.

Sidang akan diakhiri dengan pemilihan ketua baru PERSI untuk periode 1993 - 1996. 2) Seperti sama-sama kita ketahui rumah sakit memiliki kekhususan dalam

manajemen-nya dan tidak jarang dihadapkan pada masalah-masalah yang kompleks, karena rumah sakit padat modal, padat ilmu dan teknologi serta padat karya.

Pada acara ilmiah kali ini kita pilihkan para pembicara yang terdiri dari pakar-pakar bertaraf internasional dan nasional. Kami berbahagia sekali bahwa pada kesempatan ini Errol Pickering Sekjen International Hospital Federation bisa hadir dan memberikan ceramah mengenai kecenderungan rumah sakit di dunia.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Menteri Ke-sehatan, Menteri Sosial, Menteri Ristek, Menteri Lingkungan dan Bapak Dirjen maupun para pakar di bidang perumah sakitan yang bersedia memberikan pada kita ceramah-ceramah untuk bekal kita memasuki PJPT II dan bagi kita semua.

Saudara-saudara sekalian,

3) Kongres PERSI selalu diikuti oleh Hospital Expo, pameran peralatan rumah sakit terbesar di Indonesia. Terdapat sekitar 70 perusahaan yang akan ikut memamerkan peralatan-peralatan kedokteran canggih maupun peralatan-peralatan lain yang biasa dipakai di rumah sakit. Peralatan-peralatan tersebut ada yang didatangkan khusus dari pabrik-pabrik di luar negeri maupun perusahaan dalam negeri.

Diharapkan para peserta bisa melihat, bertanya, berdiskusi dengan perusahaan-perusahaan tersebut bisa juga memesan dan membeli secara langsung sehingga peralatan dan teknologi yang dipakai oleh rumah sakit bisa sesuai, berhasil guna dan berdaya guna. 4) Sebagai akhir dari Kongres akan diadakan Penataran Pasca Kongres di RS Kanker Dharmais dengan topik-topik yang ditawatkan :

(6)

a) Manajemen keuangan. b) Manajemen pemasaran. c) Manajemen keperawatan.

Pembahasan dalam penataran ini berkisar pada pemecahan permasalahan yang terjadi di lapangan.

Akhirul kata, sekali lagi kami mengucapkan selamat datang dan terima kasih atas kehadiran dan partisipasi saudara-saudara sekalian.

Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Ketua Panitia

Dr. H.A.W. Budiarso, SKM, MBA.

Paparan Kenangan DR H Amino Gondohutomo

(Amino Gondohutomo Memorial Lecture)

Pengurus Pusat PERSI memutuskan dalam Kongres ke-6 ini diadakan paparan pemikiran untuk mengenang sosok almarhum DR H. Amino Gondohutomo. Beliau adalah salah seorang tokoh yang telah memprakarsai kelahiran PERSI. Beliau pulalah yang kemudian bersama-sama dengan tokoh-tokoh lain sangat giat dan dengan penuh dedikasi mengembangkan PERSI menjadi organisasi yang menyatukan semua rumah

sakit di Indonesia, baik milik pemerintah maupun swasta. Beliau pulalah yang telah membuka jalan sehingga PERSI menjadi anggota Asian Hospital Federation dan In-ternational Hospital Federation.

Kiranya pantaslah nama beliau dibadikan dalam bentuk PAPARAN KENANGAN seperti ini. Diharapkan kongres ke-6 ini nanti dapat menghasilkan keputusan yang menetapkan PAPARAN KENANGAN DR H. AMINO GONDOHUTOMO sebagai tradisi baru dalam kegiatan tahunan kongres-kongres PERSI selanjutnya.

Saya merasa mendapat kehormatan besar menjadi pemapar pertama. Bagi saya pribadi hal ini mempunyai arti khusus. Almarhum adalah atasan saya dalam dinas di waktu yang lalu. Saya mengenal pribadinya cukup dekat ketika bekerja sama dengan beliau sebagai Sekjen PERSI, ketika beliau menjabat sebagai ketua eksekutif.

Semoga arwah beliau mendapat tempat yang sebaik-baiknya di sisi Allah yang maha penyayang.

Samsi Jacobalis

(7)

Artikel

Kebi

j

aksanaan

Pengembangan Rumah Sakit

dalam Pembangunan Jangka Panjang

Tahap

II

Dr. Broto Wasisto, MPH

Direktur Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI, Jakarta

PENDAHULUAN

Pembangunan Kesehatan bertujuan agar setiap penduduk mampu hidup sehat sehingga dapat mewujudkan derajat ke-sehatan masyarakat yang optimal, yang merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum dari tujuan Pembangunan Nasional. Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang Pertama merupa-kan bagian integral dari Pembangunan Nasional. Pembangunan Jangka Panjang Pertama yang meliputi jangka waktu 25 tahun telah dilaksanakan sejak 1968 dengan pentahapan lima tahunan, yang dikenal dengan Pelita, dan yang kini telah memasuki tahun terakhir Pelita V.

Pelita I lebih menekankan pembangunan sarana kesehatan, Pelita 11 telah meningkat kepada pembangunan kesehatan, sedangkan sejak Pelita III strategi pembangunan kesehatan men-jadi lebih jelas dengan diterimanya pendekatanPrimary Health

Care(PKMD). Upaya pelayanan kesehatan yang semula hanya berupa upaya penyembuhan telah berkembang menjadi kesatu-an upaya kesehatkesatu-an untuk seluruh masyarakat, serta dengkesatu-an peran serta masyarakat yang meliputi upaya-upaya peningkatan, pencegahan, penyembuhan serta pemulihan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Penyelenggaraan upaya kese-hatan yang sangat luas dan rumit ini dirasakan perlu dikelola secara berhasil guna dan berdaya guna. Untuk itu, pada tahun 1982 telah diberlakukan Sistem Kesehatan Nasional (SKN), yang memberikan kejelasan arah dan tujuan pembangunan ke-sehatan.

SKN telah memuat rencana pembangunan kesehatan sampai akhir Repelita VI. Pada saat itu, diharapkan bahwa kita akan berada dalam tahap tinggal landas, yang sesuai dengan Kesehatan Bagi Semua pada Tahun 2000 yang dicanangkan WHO pada tahun 1978. Menjelang Pelita VI, kita juga akan

Makalah ini disajikan pada Kongres Vl PERSI & Hospital Expo, Jakarta , 21 - 25 November 1993.

memasuki masa Pembangunan Jangka Panjang Kedua, yang pelaksanaannya perlu dipersiapkan bersama secara matang. Mengingat sumber daya yang dapat dimanfaatkan dalam pem-bangunan kesehatan sangat terbatas, perlu digali dan dikem-bangkan berbagai pola pemikiran serta kebijaksanaan-kebijak-sanaan yang baru, yang akan mampu mencari terobosan-tero-bosan baru untuk mengatasi keterbatasan tersebut dan sekaligus mempercepat laju pertumbuhan pembangunan kesehatan, se-laras dengan meningkatnya kesejahteraan, derajat kesehatan, serta tuntutan masyarakat akan pelayanan kesehatan paripurna yang lebih bermutu dan terjangkau.

Walaupun derajat kesehatan penduduk telah membaik se-cara bermakna dalam 25 tahun terakhir, tetapi keadaannya ma-sih ketinggalan jika dibanding dengan negara-negara tetangga di ASEAN. Hal ini tampak dari masih tingginya tingkat kematian bayi yakni sebesar 58/1000 kelahirar hidup pada tahun 1990, tingkat kematian ibu hamil/bersalin pada tahun 1986 sebesar 4, 5/1000 kelahiran hidup.

Rendahnya anggaran sektor kesehatan serta prioritas untuk menurunkan angka kematian dan angka kesakitan di Indonesia mempunyai dampak terhadap anggaran sektor perumahsakitan yang sangat terbatas.

Rumah Sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan rujukan yang semula hanya melaksanakan upaya penyembuhan dan pemulihan, dengan perubahan orientasi, nilai dan pemikiran yang berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu penge-tahuan dan sosial budaya juga melaksanakan upaya peningkatan dan pencegahan secara terpadu. Upaya kesehatan di rumah sakit mempunyai sifat-sifat atau karakteristik tersendiri. Karakteristik ini diakibatkan oleh karena rumah sakit merupakan organisasi yang unik dan kompleks. Kompleksitas atau karakteristik

(8)

yanan rumah sakit perlu diketahui dan dipahami oleh setiap orang yang mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam pem-binaan dan penyelenggaraan rumah sakit.

KECENDERUNGAN DETERMINAN KESEHATAN Determinan kesehatan atau faktor-faktor yang dapat ber-pengaruh terhadap tingkat derajat kesehatan penduduk adalah faktor-faktor sosial, ekonomi, demografi, Iingkungan dan upaya kesehatan. Dari sekian banyak faktor yang dapat berpengaruh tadi, empat faktor pertama mempunyai peran yang lebih penting. Pada hakekatnya determinan kesehatan tersebut saling berkaitan dan saling mempengaruhi.

Keadaan sosial masyarakat Indonesia terutama tingkat pen-didikannya akan terus membaik. Bila pada tahun 1980 hanya 85% anak umur-sekolah (7 – 12 tahun) dapat memasuki sekolah dasar, maka pada tahun 1990 ia telah meningkat menjadi lebih dari 95%. Diduga bahwa pada tahun 2015 rata-rata tingkat pendidikan masyarakat Indonesia sudah mencapai SLTA, sedangkan buta huruf di kalangan wanita dewasa dapat dikatakan tidak ada lagi. Tingkat pendidikan yang meningkat ini menye-babkan masyarakat Indonesia menjadi lebih berpengetahuan dan lebih pandai memilih alternatif yang baik bagi dirinya serta lebih mudah menyerap informasi.

Walaupun tingkat pendidikan menjadi lebih baik, dikhawa-tirkan bahwa pada sebagian masyarakat akan timbul sikap hidup yang tak menguntungkan seperti misalnya kenakalan remaja, kecanduan obat, alkoholisme, merokok,permissivenessdan lain sebagainya. Keadaan ini dapat meluas dengan semakin tingginya tingkat urbanisasi yang tak seimbang dengan tingkat pertum-buhan ekonomi masyarakat tadi.

Keadaan ekonomi Indonesia dalam 20 tahun terakhir telah semakin membaik. Hal ini tidak lepas dari tersedianya sumber-daya alam yang melimpah, penduduk yang semakin mampu mengolah dan mengelola sumberdaya alam tadi dan perkem-bangan teknologi serta kebijaksanaan pembangunan. Meskipun mengalami krisis pada tahun 1982 dan 1987, GNP dan penda-patan per kapita terus meningkat. Begitu pula pemerataan pen-dapatan semakin membaik walaupun dirasakan agak lambat. Pendapatan perkapita penduduk Indonesia akan meningkat menjadi $ 1000 pada akhir Repelita VI dan $ 2500 pada akhir PJPT II.

Kecenderungan membaiknya keadaan ekonomi tadi akan tetap berlangsung dalam 25 tahun mendatang. Krisis ekonomi dunia masih dapat terjadi tetapi dampaknya terhadap Indonesia mungkin akan terbatas. Pada dekade 90-an ini, Indonesia akan masuk dalam kelompok negara-negara industri baru (NIC). Timbulnya konglomerasi akan tetap berlangsung karena ke-adaan pasar dan kebijaksanaan ekonomi yang memungkinkan-nya. Namun demikian gerakan koperasi yang timbul dari bawah akan dapat semakin memperkuat ketahanan ekonomi masyara-kat strata menengah ke bawah. Harus diakui kantong-kantong kemiskinan masih akan dijumpai terutama di kota-kota dan daerah terpencil.

Perbaikan ekonomi yang menggembirakan tadi akan me-mungkinkan bangsa dan negara Indonesia memobilisasi lebih

banyak dana untuk upaya kesehatan. Penduduk akan semakin mampu membeli pelayanan yang tersedia terutama melalui sis-ti m asuransi.

Jumlah penduduk dan struktur demografi sangat erat kaitan-nya dengan kesehatan karena ia akan mempengaruhi volume pelayanan dan pola pelayanan kesehatan. Dalam 30 tahun ter-akhir jumlah penduduk Indonesia meningkat sangat cepat yakni dari 97 juta pada tahun 1961, menjadi 118 juta pada tahun 1971,

147,33 juta pada tahun 1980 dan 179,32 juta pada tahun 1990. Yang cukup menggembirakan adalah bahwa angka pertumbuh-an menurun dengpertumbuh-an pesat yakni dari 2,31% pada dekade 70-pertumbuh-an turun menjadi 1,9% pada dekade 80-an. Angka kematian yang menurun lebih cepat dari angka kelahiran menyebabkan Indo-nesia mengalami ledakan penduduk antara tahun-tahun 60 – 80. Dalam 25 tahun mendatang jumlah penduduk Indonesia masih akan bertambah dengan tingkat pertumbuhan yang se-makin menurun. Pada tahun 2005 diduga jumlah penduduk Indonesia sekitar 223,18 juta dengan angka pertumbuhan yang akan mendekati 0%. Menurunnya angka kelahiran dan angka kematian serta mengecilnya jumlah anggota keluarga menye-babkan struktur umur penduduk Indonesia menjadi lebih tua; mereka yang berumur lebih dari 16 tahun jumlahnya akan lebih banyak daripada yang berumur kurang dari 15 tahun. Persentase kelompok lanjut usia (>65 tahun) semakin lama semakin tinggi, sedangkan rata-rata harapan hidup waktu lahir pada tahun 2015 akan lebih dari 70 tahun. Dengan demikian beban dan pola pe-layanan kesehatan akan sangat berubah.

Urbanisasi akan meningkat. Pada tahun 2000, sekitar 40% penduduk Indonesia tinggal di kota-kota dan pada tahun 2015 meningkat sampai lebih dari 50%. Akan timbul kantong-kantong kumuh di banyak kota. Migrasi penduduk dari Jawa masih akan terjadi terutama menuju pulau-pulau Kalimantan, Sulawesi dan Irian. Migrasi keluar pulau Jawa masih lebih besar daripada imigrasi, tetapi lebih dari 50% penduduk Indonesia masih tinggal di pulau Jawa yang kepadatannya mungkin akan men-capai 1000 per km2. Kota metropolitan dengan penduduk lebih dari l juta akan semakin banyak dan Jakarta akan menjadi mega metropolitan.

Lingkungan hidup khusus lingkungan fisik mempunyai arti penting bagi kelangsungan keadaan kesehatan dan kesejahtera-an mkesejahtera-anusia. Persediakesejahtera-an air minum bersih seinakin tinggi ca-kupannya dalam 25 tahun mendatang. Sebagian besar penduduk yang hidup di kota-kota akan menikmati air minum yang lebih layak, namun demikian di beberapa tempat air minum bersih masih menjadi masalah. Pulau Jawa dapat mengalami kesulitan air minum bila pengelolaan sumber-sumber yang ada tidak cermat. Pemanfaatan jamban keluarga akan lebih meningkat.

Industrialisasi yang akan berkembang cepat pada masa mendatang dapat menyebabkan timbulnya polusi udara, air, suara dan thermal. Polusi limbah rumah tangga terhadap air sungai akan tetap terjadi meskipun sudah diambil langkah-langkah program kali bersih. Pengelolaan sampah akan semakin baik tetapi pengotoran kimiawi yang berasal dari insektisida, pupuk dan bahan lain dapat lebih sering terjadi.

Krisis energi yang terjadi menyebabkan Indonesia harus

(9)

mencari sumber energi alternatif. Pada dekade pertama tahun 2000 Indonesia akan memiliki sebuah Pembangkit Tenaga Lis-trik Nuklir (PLTN). Walaupun PLTN sebenarnya sangat aman namun kewaspadaan akan bencana tetap akan harus dipersiap-kan. Ada kemungkinan PLTN akan bertambah lagi menjelang tahun 2015, begitu juga penggunaan zat-zat radioaktif akan meningkat, baik untuk kebutuhan industri maupun kesehatan.

Bertambah baiknya komunikasi dan transportasi akan mempunyai dampak positif maupun negatif terhadap keadaan kesehatan.

KECENDERUNGAN KEADAAN KESEHATAN

Keadaan kesehatan yang dimaksud di sini adalah status kesehatan penduduk dan pelayanan kesehatan. Tinggi rendah-nya status kesehatan penduduk merupakan hasil pengaruh multi-faktorial dari determinan kesehatan dan faktor-faktor tersebut dapat berubah atau berkembang.

Pelayanan kesehatan di Indonesia dalam 20 tahun terakhir berkembang sangat pesat sehingga pada tahun 1990 telah ter-dapat 15.000 Puskesmas Pembantu, sekitar 6000 Puskesmas dan 1500 RS swasta dan pemerintah. Sarana tersebut telah tersebar lebih merata sampai ke kabupaten, kecamatan dan desa-desa. Dan umumnya sarana-sarana ini telah dilengkapi dengan tenaga dokter, dokter spesialis, dokter gigi, apoteker, paramedis pe-rawatan, paramedis non perawatan dan tenaga non medik. Ke-semuanya tadi telah dijalin dalam sistem rujukan timbal balik dari bawah ke atas.

Dalam 25 tahun mendatang jumlah dan jenis pelayanan ke-sehatan akan sangat berkembang karena jumlah populasi yang meningkat, permintaan (demand) yang meninggi, transportasi dan komunikasi yang mudah, berubahnya pola penyakit dan lain sebagainya. Pelayanan kuratif akan semakin menonjol karena permintaan akan pelayanan preventif sudah menyatu (ter-integrasi) dalam kehidupan sehari-hari.

Majunya ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran serta derasnya arus informasi menyebabkan timbulnya sofistikasi pada banyak rumah sakit dan sarana pelayanan. Akan timbul fenomena seperti home-care, day-care, diagnostic center,dan lain-lain. Rumah sakit yang spesialistik akan lebih banyak jumlahnya. Perkembangan ini dapat mengubah fungsi Puskes-mas menjadi consultative center, sedangkan Posyandu secara alamiah akan berkurang. Puskesmas yang berada pada tempat dengan lingkungan sosial ekonomi yang sangat berkembang, dapat berubah menjadi rumah sakit.

Pelayanan kesehatan swasta akan Iebih banyak daripada pe-merintah menjelang tahun 2000 nanti, dan rumah sakit pemerin-tah akan cenderung menjadi swadana. Rumah sakit pemerinpemerin-tah akan tampil bersaing terhadap swasta dalam artian penampilan fisik, pelayanan(service)dan kualitas. Perlunya pelayanan yang bermutu dan persaingan yang ketat mengakibatkan rumah sakit harus dikelola oleh direktur-direktur yang profesional yang di-dukung oleh stafmiddle-managementyang tangguh.

Ongkos-ongkos umum yang meningkat dan introduksi teknologi baru menyebabkan ongkos pelayanan kesehatan akan semakin mahal. Keadaan ini dapat mempercepat tumbuhnya

asuransi kesehatan. Namun demikian perlu diperhatikan pula bahwa asuransi kesehatan yang tidak dikelola dengan baik akan mendorong ongkos-ongkos pelayanan untuk meningkat pula. Tingkatemployment-ratepada sektor formal yang meninggi dan pendapatan per kapita yang semakin meningkat serta kesadaran akan perlunya jaminan yang pasti di masa mendatang akan me-numbuhkan asuransi kesehatan yang dapat menjangkau lebih banyak penduduk. Pada saatnya, asuransi kesehatan harus di-tetapkan menjadi suatu kewajiban.

Masalah pelayanan kesehatan yang dapat lebih rumit pada 25 tahun mendatang adalah hal-hal yang berhubungan dengan pelanggaran etik,malpracticeserta tuntutan di pengadilan ter-hadap para dokter.

Berkembangnya pelayanan kesehatan akan diikuti oleh ber-kembangnya tenaga kesehatan yang jumlah dan jenisnya akan meningkat dalam 25 tahun mendatang. Dokter dan perawat yang spesialistik, sarjana elektromedik,hospital pharmacist, clinical epidemiologist,ahli industrial health, occupational health,dan spesialisasi lainnya akan lebih banyak dibutuhkan. Tenaga ke-sehatan wanita akan melebihi pria sedangkan penyebarannya akan cenderung mengelompok di kota-kota. Ketimpangan distribusi tenaga tetap akan terjadi sedangkan rasio tenaga ter-hadap populasi akan membaik.

Bila dilihat kualifikasi pendidikan, tenaga kesehatan lulus-an D3, S1 dlulus-an S2 jumlahnya aklulus-an lebih dominlulus-an pada masa mendatang baik pada sarana pemerintah maupun swasta. Tenaga fungsional pada rumah sakit pemerintah akan semakin banyak jumlah dan ragamnya, sedangkan golongan II dan III akan merupakan kelompok yang paling besar jumlahnya. Kantor administrasi kesehatan (Depkes, dan lain-lain) akan lebih banyak diisi oleh tenaga fungsional yang profesional sedangkan tenaga pendukung akan minimal jumlahnya. Desentralisasi kepada

Daerah Tingkat II akan lebih luas. Career planning tenaga kesehatan menjadi lebih terbuka antara swasta dan pemerintah serta antara sektor yang satu dengan yang lainnya. Keadaan tadi semuanya menyebabkan berubahnya sistem pendidikan dan latihan tenaga serta sistem rekrutmen.

Teknologi kedokteran akan tetap meningkat kemajuannya, tetapi kemajuan dalam teknologi diagnostik akan jauh melebihi kemajuan dalam teknologi terapeutik. Bioteknologi semakin berperan terutama dalam produksi vaksin, obat dan prosedur diagnostik. Penggunaan obat juga cenderung meningkat baik jumlah maupun jenisnya. Obat-obatan baru untuk penyakit-penyakit menahun akan semakin banyak jenisnya. Penggunaan analgetika, vitamin dan obat adjuvan (penguat) akan terus me-ningkat, sedangkan penggunaan antibiotika relatif akan menu-run atau menetap sesudah tahun 2000. Namun demikian anti-biotika baru tetap akan bermunculan dan yang lama ditinggalkan. Bioteknologi akan meningkat peranannya dalam produksi obat-obatan. Kapasitas produksi obat jadi dan bahan baku obat Indo-nesia akan meningkat terus, sesuai dengan kemajuan ekonomi secara umum dan kenaikan permintaan akan obat-obatan. Mutu produk akan bertambah baik dan kompetetif di dunia inter-nasional. Arus globalisasi ekonomi yang masuk Indonesia akan menyebabkan harga obat-obatan akan tetap meningkat.

(10)

Distribusi obat di Indonesia akan tetap bertambah baik sehingga cakupannya lebih merata. Konsumsi obat per kapita juga akan meningkat karena pola penyakit yang berubah dan masyarakat yang lebih mampu membelinya. Dikhawatirkan penjualan obat di pasar gelap akan bertambah begitu pula obat tentengan dan selundupan. Dengan demikian incidence dan intoksikasi dan efek samping obat dapat meningkat, karenanya dibutuhkan pusat informasi obat untuk mengatasi hal ini.

Obat-obat tradisional masih tetap akan dikonsumsi oleh sebagian masyarakat Indonesia tetapi jumlahnya tak akan meningkat dan relatif mungkin menurun. Kedokteran alternatif dapat timbul.

RUMAH SAKIT DI INDONESIA

Bidang perumahsakitan di Indonesia diwarnai dengan pe-layanan kesehatan yang sangat luas dan kompleks dengan ber-bagai jenis rumah sakit dan kepemilikannya.

Kegiatan upaya kesehatan yang menyangkut rumah sakit termasuk di dalam upaya rujukan kesehatan dan rujukan medis. Rujukan kesehatan terutama berkaitan dengan upaya promotif dan preventif yang mencakup bantuan teknologi, sarana dan operasional. Sedangkan rujukan medik adalah rujukan

pelayan-an terutama meliputi upaya kuratif dpelayan-an rehabilitatif.

a) Keadaan Perumahsakitan

Pelayanan kesehatan di rumah sakit terdiri dari berbagai jenis pelayanan yaitu dari pelayanan yang sederhana sampai yang canggih sesuai dengan kemampuan dan kelas rumah sakit. Di rumah sakit milik pemerintah ada pembagian klas yakni A, B, C, D yang mencerminkan fasilitas pelayanannya. Sedangkan di rumah sakit swasta ada pembagian pratama, madya dan utama. Tetapi pembagian klas tersebut hanya bisa mencerminkan

fasi-litas pelayanan secara kasar, karena walaupun sama-sama ru-mah sakit klas C fasilitas pelayanannya bisa berbeda. Data yang menggambarkan fasilitas pelayanan yang sesungguhnya di rumah sakit masih susah ditemui. Padahal dengan adanya data tersebut sangat membantu pengembangan konsep rujukan.

Perkembangan rumah sakit di Indonesia dari Pelita ke Pelita cukup menggembirakan dalam berbagai segi. Pada akhir Pelita I rumah sakit di Indonesia berjumlah 1.116 buah dengan 81.753 tempat tidur, sedangkan pada tahun I Pelita V telah mencapai 1.532 rumah sakit dengan 118.565 tempat tidur. Dengan demi-kian dalam kurun waktu tersebut jumlah rumah sakit meningkat ± 37% dan tempat tidur meningkat 45%. Dari 1.532 rumah sakit 756 di antaranya adalah rumah sakit umum dengan kepemilikan 16 rumah sakit umum vertikal, 316 rumah sakit umum daerah, 112 rumah sakit umum ABRI, 81 rumah sakit umum milik Departemen lain dan 231 rumah sakit umum swasta.

Jumlah rumah sakit umum meningkat 30%, dari 581 pada akhir Pelita I menjadi 756 pada awal Pelita V dengan tempat tidur meningkat 44%, dari 63.643 pada akhir Pelita I menjadi 91.338 pada awal Pelita V. Kenaikan jumlah rumah sakit umum ter-banyak adalah pada sektor swasta yaitu seter-banyak 104%, dari 113 pada akhir Pelita I menjadi 231 pada awal Pelita V, sedang pada akhir tahun 1990 menjadi 244. Hal ini menyebabkan pergeseran

yang cukup tajam pada perbandingan rumah sakit umum peme-rintah dan swasta. Prosentase rumah sakit umum swasta dari 19,4% pada awal Pelita I menjadi 31,9% pada tahun 1990.

Jumlah rumah sakit umum pemerintah pada tahun 1990 adalah 525 buah dengan 66.259 tempat tidur, sehingga rata-rata tempat tidur perrumah sakit umum pemerintah adalah 126 tem-pat tidur. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk maka rasio tempat tidur terhadap jumlah penduduk membaik yaitu 1: 1.579 pada akhir Pelita I menjadi 1 : 1.515 pada awal Pelita V. (Bandingkan pada tahun 1985: Malaysia 1 : 370, Singapura 1: 247, USA 1 : 170, Jepang 1: 86).

Apabila kita melihat rasio tempat tidur terhadap penduduk berdasarkan wilayah terlihat perbaikan yang cukup besar untuk wilayah Jawa-Bali yaitu 1 : 1.900 pada Pelita I menjadi 1 : 1.586 pada awal Pelita V. Hal ini berbeda dengan wilayah luar Jawa-Bali yang semula 1 : 200 pada akhir Pelita I menurun menjadi 1 : 414 pada awal Pelita V.

Dalam bidang ketenagaan khususnya tenaga dokter rumah sakit umum Departemen Kesehatan dan Pemda terjadi pening-katan dari 5.951 pada akhir Pelita III menjadi 8.491 pada akhir Pelita IV (kenaikan 43%). Dengan demikian rasio dokter ter-hadap tempat tidur membaik keadaannya dari 0.14 menjadi 0.18. Demikian pula dengan tenaga paramedis perawatan yang meningkat dari 23.892 pada akhir Pelita III menjadi 29.018 pada akhir Pelita IV. Rasio paramedik perawatan terhadap tempat tidur membaik dari 0.56 menjadi 0.63.

Bila kita melihat rasio tenaga yang bekerja pada rumah sakit kelas A, B, C dan D terutama tenaga medis terdapat ketim-pangan. Pada tahun 1988 rasio tenaga medis terhadap tempat tidur pada rumah sakit pemerintah adalah 0.13 dengan rasio tenaga medis terhadap tempat tidur pada rumah sakit kelas A adalah 0.70, kelas B 0.28, kelas C 0.09 dan kelas D 0.11. Se-dangkan rasio ini hanya 0.06 pada rumah sakit-rumah sakit swasta. Terlihat di sini kekurangan tenaga medis terutama pada rumah sakit-rumah sakit swasta dan juga rumah sakit pemerintah kelas C.

Distribusi tenaga medis pada rumah sakit pemerintah ku-rang merata, 70% dokter bertugas di rumah sakit di wilayah Jawa-Bali, dan sebaliknya 70% tenaga paramedis perawatan bertugas di luar Jawa-Bali.

b) Tingkat pemanfaatan dan mutu pelayanan

Tingkat pemanfaatan rumah sakit (BOR) secara nasional dari Pelita ke Pelita tidak menunjukkan kenaikan yang berarti. Hal ini disebabkan peningkatan jumlah tempat tidur rumah sakit sejajar dengan peningkatan jumlah penderita yang dirawat.

BOR rumah sakit umum yang pada Pelita I 54.1% justru turun menjadi 52.3% pada awal Pelita V, yang selanjutnya naik menjadi 54.2% pada tahun 1990. Hal ini menunjukkan bahwa pemanfaatan rumah sakit belum sebagaimana diharapkan, apalagi bila dikaitkan dengan efisiensi dan efektifitasnya. Berdasarkan kepemilikannya pada tahun 1990 BOR rumah sakit milik Depar-temen Kesehatan tertinggi, yaitu 65.8%, diikuti dengan Rumah Sakit Swasta 55.4%, rumah sakit Pemda 53.0%. Departemen lain 47.7% dan rumah sakit ABRI 42.1%. Sedangkan pada tahun

(11)

1988 Rumah sakit Dep.Kes dan Pemda BORnya mencapai 57.6% dengan wilayah DKI mempunyai BOR tertinggi yaitu 62.6%. Jawa-Bali 61.7% dan luar Jawa-Bali 48.6%; berdasarkan kelas rumah sakit pada tahun 1989, ternyata rumah sakit kelas A mempunyai BOR tertinggi, yaitu 72.5%, selanjutnya kelas B 60.6%, kelas C 57.7% dan kelas D masih rendah.

LOS rumah sakit DepKes dan Pemda rata-rata 6 hari; dengan LOS rumah sakit di DKI terpanjang yaitu 7 hari, sedangkan untuk daerah lain 6 hari. LOS rumah sakit swasta rata-rata 6 hari dengan LOS terendah 5 hari untuk wilayahJawa-Bali, sedangkan wilayah lain 6 hari. LOS rumah sakit kelas A tertinggi, yaitu 10 hari, selanjutnya rumah sakit kelas B 7 hari, dan rumah sakit kelas C serta D sama yaitu 5 hari.

Jika dikaitkan antara BOR dan LOS wilayah DKI yang tinggi hal ini dimungkinkan karena adanya rumah sakit top

referral,yang pada umumnya merawat pasien rujukan.

c) Pembiayaan

Pembiayaan kesehatan di Indonesia, khususnya rumah sakit, berasal dari berbagai sumber yaitu :

1) Pemerintah Pusat dan Daerah 2) Badan Swasta

3) Bantuan Luar Negeri 4) Asuransi

5) Masyarakat

Anggaran kesehatan yang bersumber dari pemerintah, dari tahun ke tahun relatif tetap dan kecil jika dihitung prosentasenya dari seluruh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Prosen-tase anggaran kesehatan terhadap anggaran pemerintah pada tahun 1982/1983 hanya 3.4% dan tahun 1986/1987 3.3%.

Demikian pula prosentase pembiayaan kesehatan bersum-ber dari pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (GDP) sangat kecil dan cenderung tidak berubah selama kurun waktu lima tahun (0.8% tahun 1982/83 dan 0.8% tahun 1986/87).

Anggaran kesehatan perkapita yang bersumber dari pe-merintah dari tahun 1982/83 sampai dengan 1986/87 naik dari Rp. 3.198,90 pada tahun 1982/83 naik menjadi Rp. 4.300,70 pada tahun 1986/87 atau sebesar 34.4%. Namun bila dihitung dengan harga tetap tahun 1983, ternyata anggaran pada tahun 1982/83 dan 1986/87 tersebut relatif tetap. Prosentase pem-biayaan kesehatan di rumah sakit dari anggaran kesehatan me-nurun sesuai dengan perubahan-perubahan dalam pola peman-faatan dana, yang pada tahun 1982/1983 mencapai 32.8% dan selanjutnya tahun 1983/1984 naik menjadi 36.3%, dengan per-ubahan pola pemanfaatan dana, menurun terus sehingga pada tahun 1986/87 tinggal 30.8%.

Dengan keterbatasan kemampuan pemerintah maka perlu adanya penambahan dana dari pihak swasta, yang sejalan dengan keinginan pemerintah agar pihak swasta lebih aktif berperan serta dalam pembangunan bidang kesehatan, khususnya dalam bidang perumahsakitan. Diharapkan peran serta swasta dalam perumahsakitan dapat meningkat, sehingga pada tahun 2000 jumlah rumah sakit/tempat tidur pemerintah dan swasta

ber-imbang.

Penggunaan dana oleh masyarakat/swasta daiam upaya

kesehatan pada umumnya adalah untuk upaya kuratif. Di-perkirakan sekitar 97% dari seluruh biaya yang dikeluarkan adalah untuk pengobatan dan hanya 3% untuk pendidikan dan lain-lain. Prosentase pembiayaan dari masyarakat/swasta untuk pelayanan rumah sakit pada tahun 1985/86 cukup tinggi, yaitu 37.9%, sedang pembelian obat-obatan tertinggi, yaitu 40.5%. Dapat diperkirakan di sini bahwa pembiayaan oleh masyarakat/ swasta sebagian besar adalah untuk pelayanan rumah sakit ka

-rena sebagian pembelian obat-obatan juga merupakan akibat dari pelayanan rumah sakit.

Selain dari pemerintah dan masyarakat, rumah sakit me-nerima biaya dari bantuan luar negeri. Bantuan luar negeri ini pada umumnya untuk pembiayaan investasi, akan tetapi akhir-akhir ini juga ada kecenderungan bantuan dalam biaya peme-liharaan dan operasional. Besarnya pembiayaan pelayanan RSU pemerintah yang berasal dari bantuan luar negeri dalam kurun

waktu 1982/83 – 1986/87 rata-rata 4.9%.

Berdasarkan uraian di atas maka nyatalah bahwa pelayanan rumah sakit merupakan salah satu komponen yang paling banyak menyerap biaya, yang meliputi biaya investasi, pemeliharaan dan operasional, termasuk gaji dan upah. Jumlah alokasi dana rumah sakit pada tahun 1985/86 adalah 34.1% dari seluruh biaya, 27.7% berasal dari pemerintah dan 72.3% dari masyara-kat/swasta.

Besarnya alokasi tersebut belum dapat menjamin terlak-sananya pelayanan yang baik karena dana yang tersedia baru 56.1 % dari biaya yang dibutuhkan. Dana pelayanan rumah sakit sebagian besar (79.3%) dimanfaatkan untuk pelayanan kuratif, sedangkan untuk pelayanan preventif hanya 6%. Dari alokasi biaya rumah sakit ternyata jumlah subsidi pemerintah cukup besar.

Untuk dapat mengurangi jumlah subsidi tersebut dapat di-lakukan dengan dua pendekatan :

a) menurunkan unit cost/biaya satuan Iayanan dengan me-ningkatkan pemanfaatan fasilitas yang saat ini masih rendah; b) meningkatkan tarif layanan rumah sakit yang disesuaikan dengan kemampuan ekonomi masyarakat.

Sanpai saat ini masih banyak rumah sakit, khususnya rumah sakit pemerintah yang menerapkan sistem akuntansi secaracash basis.Walaupun sistem ini mudah dalam pelaksanaannya namun biaya sesungguhnya tidak dapat diketahui secara tepat. Untuk mendapatkan informasi yang baik dan aktual dalam proses pengambilan keputusan, maka sistem akuntansi harus dilengkapi dengan sistem akuntansi akrual. Sistem ini sudah dilaksanakan

pada sebagian rumah sakit swasta, dan juga akan diterapkan pada rumah sakit lembaga swadana.

Bilamana biaya satuan diketahui, maka tarip rumah sakit yang sesuai dapat ditetapkan dengan tetap memperhatikan ke-mampuan dan kemauan masyarakat untuk membayar. Dengan makin berkembangnya asuransi kesehatan maka biaya satuahn sangat diperlukan untuk negosiasi penetapan premi. Selain itu, untuk meningkatkan efisiensi perlu diketahui pusat-pusat biaya agar dapat dilaksanakan intervensi yang diperlukan. Perhitung-an biaya satuPerhitung-an saat ini sudah merupakPerhitung-an suatu keharusPerhitung-an, banyak rumah sakit swasta yang telah menetapkan tarip

(12)

dasarkan biaya satuan. Oleh karena itu diperlukan pengem-bangan manajemen keuangan rumah sakit yang baik.

TANTANGAN MANAJEMEN RUMAH SAKIT DALAM PJPT II

Tantangan-tantangan penting dalam manajemen pelayanan rumah sakit pada masa mendatang antara lain :

1) Pembiayaan

Ongkos-ongkos pelayanan rumahsakit sudah pasti akan meningkat karena : ongkos-ongkos umum untukservices(misal listrik, air dan lain-lain) akan meningkat, teknologi modern untuk diagnostik dan terapetik lebih banyak digunakan; dokter cenderung menggunakan prosedur-prosedur yang semakin banyak untuk menangani penyakit-penyakit kronik, bayaran untuk dokter dan perawat harus dinaikkan.

Keadaan tersebut mengharuskan manajemen rumah sakit dapat mengembangkan pelayanan yang efektif tetapi dengan ongkos yang realistik yakni ongkos yang sesuai dengan nilai dari jasa dan barang yang diberikan kepada pasien ditambah dengan

profityang layak.

2) Tenaga

Pada saat ini hampir semua rumah sakit pemerintah dan swasta sangat kekurangan tenaga perawat. Selain jumlahnya kurang, mutunyapun sering dikeluhkan masyarakat. Jumlah lulusan perawat diduga mencukupi, tetapi formasi di rumahsakit pemerintah sangat terbatas karena ada kecenderungan mem-batasi pengangkatan pegawai negeri baru. Sebagian rumah sakit swasta tak mampu mengangkat perawat baru apabila dari lulus-an sekolah-sekolah perawat ylulus-ang dilulus-anggap bermutu. Keadalulus-an dokter spesialis lebih kompleks lagi terutama pada rumah sakit swasta. Hampir semua rumah sakit swasta, kira-kira 80% dari tenaga spesialisasi direkrut dari rumah sakit pemerintah sebagai tenaga paruh waktu (part time) dalam bentuk honorer atau

visiting-doctoratau on contract basis. Ini berarti, secara tidak langsung rumah sakit swasta menikmati subsidi dari pemerintah. Dengan kecenderungan rumahsakit pemerintah akan diubah menjadi RS unit swadana maka pada masa mendatang RS swasta harus lebih mandiri dalam merekrut tenaga dokter spesialis purna waktu.

3) Teknologi kedokteran

Sebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi secaraumum, maka teknologi kedokteran pun berkembang sangat cepat dalam duapuluh tahun terakhir ini. Teknologi (termasuk alat) kedokteran untuk diagnosis maupun terapi berkembang sangat cepat dan ditawarkan secara sangat intensif. Rumahsakit dihadapkan dengan suatu dilema apakah akan menggunakan teknologi baru yang ditawarkan dengan implikasi naiknya ong-kos pelayanan ataukah tetap menggunakan cara-cara konven-sional yang masih efektif dengan risiko akan kehilangan pangsa pasar. Manajemen rumahsakit dituntut untuk pandai memilih alternatifdalam memanfaatkan teknologi yang ditawarkan. Suatu koordinasi antar rumah sakit perlu dikembangkan untuk meman-faatkan secara bersama teknologi tertentu. Dengan cara ini,

investasi yang ditanam dapat dimanfaatkan secara bersama dengan optimal.

4) Pengembangan pelayanan

Pola penyakit dalam PJPT II secara berangsur-angsur akan berubah begitu pula permintaan(demand)akan pelayanan kese-hatan. Masyarakat akan menuntut pelayanan yang lebih bermutu dan efektif. Keadaan ini mengharuskan manajemen rumahsakit mulai memikirkan pola pelayanan yang perlu dikembangkan pada masa mendatang. Ada jenis-jenis pelayanan yang mungkin secara berangsur-angsur harus diciutkan tetapi sebaliknya ada juga pelayanan-pelayanan yang perlu dikembangkan bahkan mungkin perlu ada pelayanan baru yang harus mulai ditampil-kan. Pembagian tempat-tempat perawatan menurut penyakit atau disiplin ilmu kedokteran perlu ditinjau lagi dan mungkin perlu dilakukan penyesuaian-penyesuaian agar pemanfaatan rumah sakit menjadi lebih efisien. Dibutuhkan kemampuan dari manajemen rumah sakit untuk melihat masa depan guna mem-buat pembaharuan-pembaharuan dalam pelayanan kesehatan di

rumah sakit.

5) Permintaan masyarakat

Pada periode PJPT II rumah sakit akan dihadapkan kepada masyarakat yang lebih terdidik dan lebih mampu membeli pela-yanan yang ditawarkan atau yang dibutuhkan. Masyarakat mengingini pelayanan yang mudah dan nyaman serta akhirnya memberikan kepuasan dalam arti penyakit sembuh dalam waktu yang cepat denganserviceyang baik. Untuk ini rumah sakit harus memberikan informasi yang akurat dan tepat tentang service yang dapat diberikan kepada setiap pasien. Perlu dikembangkan suatu sistim pelayanan yang didasari pada QCT (quality, cost, time ofdelivery)yakni pelayanan dengan kualitas yang baik (Q) dan dengan ongkos yang dapat dipertanggung jawabkan (C) serta diberikan pada waktu yang cepat dan tepat (T).

Keadaan tersebut perlu juga mendorong manajemen rumahsakit untuk memikirkan tentang kemungkinan perlu di-perpanjangnya lama buka poliklinik rumah sakit (termasuk rumahsakit pemerintah) dan dikembangkannya sistem janji

(appointment) menurut hari dan jam pelayanan, paling tidak untuk service-service tertentu. Sistem appointmentakan men-didikhealthproviderdanhealth consumermenj adi lebih disiplin

dalam mematuhi waktu.

6) Hukum dan Etik

Dengan semakin majunya sebuah bangsa maka akan se-makin tertib pula tata hukum di negara tersebut. Namun harus diakui bahwa pada masyarakat yang sedang berubah, tidak jarang penerapan tata hukum yang baru dapat menimbulkan masalah.

Pada bulan September 1992 Indonesia telah memberlaku-kan undang-undang baru dalam bidang kesehatan yakni UU No. 23 tahun 1992. Tujuan UU tersebut adalah memberikan kepastian hukum terhadap pembangunan dan pelayanan kese-hatan, perlindungan terhadap penerima pelayanan kesehatan dan perlindungan terhadap pemberi pelayanan kesehatan. Dengan diberlakukannya UU tersebut tuntut-menuntut(lawsues) antara

(13)

pasien dengan rumah sakit atau dokter akan lebih sering terjadi pada waktu-waktu mendatang. Untuk menghindari hal ini manajemen rumah sakit harus menyiapkan informasi-informasi umum tentang pelayanan rumah sakit. Begitu pula standar-standar dan prosedur-prosedur teknis dan administrasi harus dibuat secara tertulis mengikuti referensi resmi yang dikem-bangkan oleh pemerintah dan atau ikatan profesi. Perubahan-perubahan yang tengah terjadi akan dapat pula menimbulkan benturan-benturan norma yang dapat mengakibatkan timbulnya pelanggaran-pelanggaran etik terutama pada rumah sakit-rumah sakit swasta. Suatu sistem untuk mencegah dan mengawasi pelanggaran etik ini perlu diperketat oleh manajemen rumah sakit. Persaingan yang semakin ketat antar rumah sakit-rumah sakit, terutama di kota-kota besar, mengharuskan manajemen rumah sakit untuk memperbaiki rumahsakitnya masing-masing disamping perlu ada koordinasi dan kerja sama antar rumah sakit.

7) Sistem Informasi Manajemen

Dalam pelaksanaan sehari-hari, manajemen tidak lain suatu rangkaian pengambilan keputusan dengan mengikuti aturan main yang sudah ditetapkan menuju suatu tujuan tertentu. Maju mundurnya atau baik buruknya satu manajemen sangat dipe-ngaruhi oleh mutu pengambilan keputusan dan hal terakhir ini sangat tergantung dari mutu informasi yang diperoleh dan ke-pandaian dari manajer untuk menggunakan informasi. Dengan demikian menjadi jelas bahwa bila rumah sakit mengingini manajemen yang baik sehingga dapat memberikan pelayanan yang bermutu, ia harus mengembangkan cara pengumpulan data dan informasi yang akhirnya bisa memberi input kepada manajemen untuk mengambil keputusan guna pembaikan pe-layanan. Sistem tersebut disebut sebagai : sistem informasi manajemen rumah sakit, semakin besar dan semakin kompleks sebuah rumah sakit semakin perlu ia suatu sistem informasi manajemen yang komprehensif.

Ada empat informasi yang dianggap prioritas untuk dikum-pulkan dan dianalisis yakni : keuangan dan pembiayaan, tenaga, logistik (terutama obat) dan pelayanan (besarnya inpatient-outpa-tient). Semuanya ini harus dikaitkan secara integratif sehingga mempunyai makna bagi pengambilan keputusan manajemen.

KEBIJAKSANAAN PENGEMBANGAN RUMAH SAKIT Rumah Sakit merupakan bagian integral dari keseluruhan sistem pelayanan kesehatan yang dikembangkan melalui ren-cana pembangunan kesehatan sehingga pengembangan Rumah Sakit pada saat ini tidak lepas dari Kebijaksanaan Pembangunan Kesehatan yaitu harus sesuai dengan Garis-garis Besar Haluan Negara, Sistem Kesehatan Nasional dan Repelita bidang Kese-hatan serta peraturan dan perundang-undangan lain. Sedangkan arah dan kebi jaksanaan dari pembangunan telah ditetapkan dal am kebijaksanaan pokok pembangunan kesehatan seperti di bawah ini.

KEBIJAKSANAAN POKOK PEMBANGUNAN KESE-HATAN

1) Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia serta kualitas kehidupan dan usia harapan hidup manusia, meningkatkan kesejahteraan keluarga dan masyarakat, serta untuk mempertinggi kesadaran masya-rakat akan pentingnya hidup sehat. Perhatian khusus diberikan pada golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah, daerah kumuh perkotaan, daerah pedesaan, daerah terpencil dan kelom-pok masyarakat yang hidupnya terasing, daerah transmigrasi, serta daerah pemukiman baru.

2) Pengelolaan kesehatan yang terpadu perlu lebih dikem-bangkan agar dapat lebih mendorong peran serta masyarakat, termasuk dunia usaha, dalam pembangunan kesehatan. Kualitas pelayanan kesehatan ditingkatkan dan jangkauan serta kemam-puannya diperluas agar masyarakat, terutama yang berpeng-hasilan rendah, dapat menikmati pelayanan yang berkualitas dengan terus memperhatikan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran secara serasi dan bertanggung jawab. 3) Pengadaan dan peningkatan sarana kesehatan perlu terus dikembangkan. Tenaga kesehatan dan tenaga penunjang kese-hatan lainnya ditingkatkan kualitas dan kemampuannya serta persebarannya terus diupayakan agar merata dan menjangkau masyarakat di daerah terpencil. Penyediaan obat dan alat kese-hatan yang makin merata dengan harga yang terjangkau oleh rakyat banyak ditingkatkan melalui pengembangan industri peralatan kesehatan dan industri farmasi yang makin maju dan mandiri, yang didukung oleh industri bahan baku obat yang andal melalui penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. 4) Upaya perbaikan kesehatan masyarakat terus ditingkatkan antara lain melalui pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, penyediaan lingkungan pemukiman, perbaikan gizi, penyediaan air bersih, penyuluhan kesehatan, serta pelayanan kesehatan ibu dan anak. Perlindungan terhadap bahaya pe-nyalahgunaan obat, zat adiktif, dan narkotika, terutama bagi generasi muda, serta pencemaran lingkungan perlu diberikan perhatian khusus; juga pengawasan ketat terhadap obat, ma-kanan dan minuman. Penelitian dan pengembangan kesehatan perlu terus dilanjutkan antara lain untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.

5) Pelayanan kesehatan baik oleh pemerintah maupun peran serta masyarakat harus mengindahkan prinsip kemanusiaan dan kepatutan dengan memberikan perhatian khusus kepada fakir miskin, anak-anak dan penduduk usia lanjut yang terlantar. Semua usaha untuk mewujudkan jaminan pemeliharaan kese-hatan masyarakat perlu dikembangkan dengan upaya mema-syarakatkan pembiayaan kesehatan oleh masyarakat berdasar-kan prinsip gotong royong.

6) Pengobatan tradisional yang secara medis dapat diper-tanggungjawabkan terus dibina dalam rangka perluasan dan pemerataan pengobatan tradisional sebagai warisan budaya bangsa terus ditingkatkan dan didorong usaha pengembangannya me-lalui penggalian, penelitian, pengujian, dan pengembangan serta penemuan obat-obatan, termasuk budidaya tanaman obat tra-disional yang secara medis dapat dipertanggungjawabkan.

Pengembangan rumah sakit sangat dipengaruhi oleh

(14)

faktor demografi, epidemiologi, sosial ekonomi, permintaan akan pelayanan, sistem pembiayaan dan kemajuan iptek. Ka-renanya, suatu kebijaksanaan dalam pengembangan rumah sakit harus memperhatikan kecenderungan faktor determinan di atas. Selain itu pengembangan rumah sakit juga tidak dapat lepas dari kebijaksanaan pokok pembangunan kesehatan.

Dengan melihat kecenderungan determinan kesehatan, kecenderungan keadaan kesehatan, keadaan rumah sakit dan hasil-hasil yang telah dicapai pada saat ini serta tantangan manajemen rumah sakit pada PJPT II maka perlu ditetapkan kebijaksanaan pengembangan rumah sakit dalam PJPT 11.

KEBUAKSANAAN PENGEMBANGAN RUMAH-SAKIT DALAM PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG TAHAP II :

1) Pembangunan Rumah Sakit baru

• Pembangunan rumah sakit baru dan penambahan tempat tidur dari rumah sakit yang ada akan dijalankan terus sesuai dengan permintaan yang ada (mekanisme pasar). Penambahan-penambahan rumah sakit baru terutama dijalankan dengan memperhatikan perkembangan sosial ekonomi masyarakat. • Pemerintah tetap bertanggung jawab terhadap pembangun-an rumah sakit di daerah-daerah ypembangun-ang kurpembangun-ang mampu guna menjamin pemerataan untuk menikmati hasil-hasil pembangun-an.

• Setiap pembangunan rumah akit baru harus didahului oleh studi kelayakan untuk menjamin tetap berjalannya rumah sakit tadi pada masa-masa mendatang dan dipenuhinya kaidah serta

standar rumah sakit.

• Jumlah rumah sakit di suatu tempat akan dikendalikan dengan memperhatikan rasio tempat tidur terhadap penduduk dan sistem pembiayaan serta pricing policy (misal asuransi), pembangunan rumah sakit dilaksanakan dengan menyertakan peran serta masyarakat dan swasta yang semakin besar.

2) Pelayanan Rumah Sakit

• Pelayanan rumah sakit harus mendukung pelayanan ke-sehatan dasar seperti Puskesmas, Puskesmas Pembantu dan Posyandu. Dukungan ini dijalin dalam suatu sistem rujukan medik dan rujukan kesehatan yang selaras dengan pembangunan sistem pembiayaan melalui asuransi kesehatan/JPKM.

• Rumah sakit dikelola secara efisien untuk menjamin me-ningkatnya mutu dan cakupan pelayanan yang akhirnya mem-punyai dampak nyata terhadap perbaikan derajat kesehatan masyarakat. Untuk itu perlu diterapkan dan dijalankan pengguna-an stpengguna-andar pelaypengguna-anpengguna-an, dalam rpengguna-angka peningkatpengguna-an mutu dpengguna-an akreditasi rumah sakit disamping penggunaan obat secara ra-sional dengan memanfaatkan obat generik.

• Menjalankan fungsi sosial yang tercermin dalam pelayanan bagi mereka yang tak mampu, kegiatan pelayanan di luar rumah sakit, penyuluhan kesehatan, turut serta dalam sistem asuransi kesehatan/JPKM, dan lain sebagainya.

3) Pembiayaan

• Pembiayaan rumah sakit mengutamakan sumber-sumber

yang berasal dari masyarakat yang dimobilisasi melalui sistem asuransi/JOKM. Rumah sakit pemerintah secara berangsur-angsur dikembangkan menjadi unit swadana sedangkan sumber dana yang berasal dari pemerintah dan yang dimobilisasi dari swasta dan masyarakat harus digunakan secara efisien dan di-alokasikan secara cermat menurut prioritas dan masalah yang dihadapi.

• Setiap orang yang menikmati pelayanan kesehatan di rumah sakit akan dikenai kewajiban membayar sesuai dengan nilai jasa yang diterimanya. Untuk ini perlu dikembangkan sistem tarif berjenjang yang mendasarkan kepada pengeluaran yang ber-imbang dengan pemasukan(cost recovery), satuan biaya(unit cost) dan kemampuan daya beli masyarakat. Agar terjamin adanya pemerataan pelayanan, tarif dikembangkan dengan asas subsidi bersilang (cross subsidy) sehingga mereka yang tak mampu tetap terlindungi dan dapat menikmati pelayanan kese-hatan yang dibutuhkan.

4) Peran Serta Masyarakat dan Swasta

• Untuk meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta perlu dikembangkan sistem yang insentif termasuk kemudahan dalam perizinan, rumah sakit boleh didirikan oleh badan hukum (termasuk PMDN dan PMA) disamping oleh yayasan. Pemerin-tah akan tetap memberikan bantuan dan perlindungan terhadap rumah sakit.

• Masyarakat dan swasta akan diberikan peran yang semakin besar dalam pelaksanaan pembangunan dan pengembangan rumah sakit. Pemerintah akan lebih banyak berperan dalam merumuskan kebijaksanaan (termasuk menetapkan standar-standar), pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan rumah sakit. Ikatan profesi akan membantu pemerintah dalam peru-musan kebijaksanaan dan pengawasan serta peningkatan mutu pelayanan dan mutu tenaga kesehatan.

5) Ketenagaan

• Penempatan dan penyebaran tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit akan terus ditingkatkan sehingga jumlah dan susunan tenaga kesehatan di rumah sakit mencapai standar yang sudah ditetapkan. Penempatan dokter spesialis akan ditingkat-kan dengan prioritas melengkapi rumah sakit kelas C di seluruh Indonesia sesuai dengan pemerataan penempatan tenaga. • Guna mengatasi kekurangan pelayanan spesialistik di tem-pat-tempat terpencil yang membutuhkan, dokter-dokter umum terpilih akan dilatih secara khusus dalam bidang spesialisasi tertentu (semi spesialis).

• Rumah sakit swasta diberikan kemudahan untuk memper-oleh dokter-dokter spesialis khususnya para dokter spesialis yang sudah menyelesaikan masa bakti ke-2. Secara berangsur-angsur rumah sakit swasta akan diberi bantuan agar mempunyai dokter dan dokter spesialis yangfull time. Rumah sakit swasta diperkenankan mengirimkan dokter umumnya untuk mengikuti pendidikan spesialisasi. Prioritas diberikan kepada rumah sakit di periferi.

6) Manajemen

• Rumah sakit secara berangsur-angsur harus dikelola dengan

(15)

memperhatikan prinsip-prinsip ekonomi pelayanan kesehatan, sebagai bentuk produksi jasa, dapat ditingkatkan mutunya. Da-lam kaitan ini, rumah sakit akan dilengkapi dengan perangkat organisasi yang lebih sesuai sebagai institusi sosial-ekonomi. • Dengan semakin meningkatnya hubungan kerja dan se-makin beragamnya jenis pelayanan, perlu dikembangkan sistem informasi manajemen rumah sakit yang menyangkut informasi sumber daya, pelayanan dan kegiatan rumah sakit. Untuk ini rumah sakit secara berangsur-angsur harus meningkatkan peng-olahan data secara elektronik(electronic data processing).

• Staf manajemen rumah sakit perlu memperoleh pendidikan dan latihan yang menunjang perubahan-perubahan sistem

manajemen rumah sakit menuju pembentukan career-planning

dalam manajemen atau administrasi rumah sakit.

7) Teknologi Kedokteran

• Pemanfaatan teknologi kedokteran akan digalakkan terus dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan menuju perbaikan derajat kesehatan yang merupakan bagian dari kesejahteraan umum masyarakat. Teknologi kedokteran yang digunakan harus disesuaikan dengan prioritas masalah kesehatan yang ada dan kemampuan pembiayaan pemerintah dan masyarakat.

• Pemanfaatan teknologi kesehatan harus dikaitkan dengan upaya mengefisiensikan kegiatan-kegiatan rumah sakit.

Kalender Kegiatan Ilmiah

March 19–20, 1994 – Instructional Course & Video-Urogynecology Update Singapore

Information : Secretariat, Society for Continence (Singapore), c/o Division of Urology, Department of Surgery, Toa Payoh Hospital, Toa Payoh Rise, Singapore

1129.

April 29 – May 2, 1994 lst IFSSH Western Pacific Regional Workshop Hong Kong

Information : Dr LK Hung, Secretary, lst IFSSH Western Pacific Regional Workshop, Department of Orthopaedics and Traumatology, Prince of Wales Hospital, Shatin, Hong Kong.

May 21–24, 1994 – 11th Regional Conference of Dermatology Singapore

Information : Secretariat,

1 lth Regional Conference of Dermatology, c/o Conference and Exhibition Management Services Pte Ltd, #09-43 World Trade Centre, Singapore 0409.

June 16-18, 1994 International Conference on Biomedical Periodicals Beijing

Information : c/o Dr Jiang Yongmao, International Conference on Biomedical Periodicals, Chinese Medical Association, 42 Dongsi Xidajie, Beijing 100710, China.

(16)

Tinjauan

Perkembangan Perumah- Sakitan

dalam PJPT 11

Samsi Jacobalis

Jakarta

Paul Samuelson :"... akhirnya harus kita sadari bahwa ekonomi bukanlah ilmu eksakta, dan tidak ada di antara kita yang dapat melihat lebih jauh daripada dua tahun ke muka" (Algemeen Dagblad, 17 April 1993).

George R. Terry :"The future begins with the present; it is not an immense and sudden jump to a distant destination" (Bukunya : Principles of Management).

MEREKA MASA DEPAN

Pendapat dua pakar di atas agaknya bertentangan satu de-ngan yang lain. Jika bersandar pada pendapat Samuelson tidak ada yang dapat memprakirakan bagaimana perkembangan ekonomi Indonesia (dan searah dengan itu bagaimana perkem-bangan perumah-sakitan kita) nanti dalam PJPT II (1994–2019). Sebaliknya jika mengandal pada Terry, PJPT II bukanlah lon-catan mendadak ke sasaran yang jauh di depan. PJPT II adalah sinambung dengan PJPT I. PJPT II adalah era tinggal landas, setelah landasnya sendiri (PJPT I) cukup kokoh untuk menjamin keselarriatan "penerbangan" selanjutnya. Artinya hari esok dalam pembangunan adalah kelanjutan hari ini. Masa depan dibangun sehari demi sehari sejak masa lalu. Masa depan dapat direka berdasarkan kenyataan hari ini dan hari-hari yang sudah dilewati. Kita mencoba sepakat dengan Terry dengan membuat proyeksi tentangtransisi kesehatandi masa depan bertolak dari data perkembangan selama PJPT I. Dari proyeksi itu dicoba di-buat tinjauan tentang kemungkinan perkembangan rumah sakit dalam PJPT II, sebagai rekaan respons terhadap tantangan memenuhi kebutuhan kesehatan di waktu itu nanti.

Namun demikian disadari sepenuhnya proyeksi itu dapat meleset sama sekali, karena seperti kata Samuelson (pemenang hadiah Nobel yang dianggap ahli ekonomi terbesar yang

seka-Makalah ini disajikan pada Kongres VI PERSI & Hospital Expo , Jakarta .

21 — 25 November1993.

16 Cermin Dunia Kedokteran . Edisi Khusus No. 90, 1994

rang masih hidup), tidak ada orang yang dapat melihat terlalu jauh ke depan. Apalagi kebutuhan kesehatan masa depan itu di-pengaruhi oleh begitu banyak variabel yang sebagian besar tidak eksak sifatnya.

AKHIR PJPT I, IDAMAN DALAM PJPT II

Selama 25 tahun terakhir Indonesia telah menikmati per-tumbuhan ekonomi yang cukup kuat. Pembangunan kesehatan sejalan dengan pertumbuhan ekonomi itu. Dalam naskah Garis-Garis Besar Haluan Negara 1993 diikhtisarkan tentang penca-paian sektor kesehatan sebagai berikut :"Dalam PJPT I an kesehatan telah meningkat dan telah mampu menjangkau hampir seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan di bidang kesehatan serta keluarga berencana telah berhasil meningkatkan usia harapan hidup dan menekan laju pertumbuhan penduduk yang didukung oleh perumahan dan pemukiman yang layak". Ikhtisar yang dinyatakan hanya dalam beberapa kalimat itu kedengarannya sederhana sekali. Padahal untuk mencapai itu sangat besar modal manusia (human capital) dan sumberdaya Iain yang sudah dikerahkan. Keberhasilan lain yang juga secara tidak langsung besar dampaknya pada status kesehatan bangsa adalah :

(17)

yaitu pangan dan sandang.

- Selama 25 tahun bangsa Indonesia sudah belajar dan ber-pengalaman membangun di segala bidang. Kurva belajar ini sangat besar artinya sebagai modal untuk meneruskan pem-bangunan. Pengalaman ini meningkatkan harkat dan harga diri sebagai bangsa.

Beberapa bulan lagi kita akan mengawali PJPT II. Hal khusus dalam PJPT II adalah dijadikannya manusia lndonesia sebagai fokus pembangunan, baik sebagai insan maupun se-bagai sumberdaya untuk pembangunan itu sendiri, termasuk pembangunan kesehatannya. Dengan pengembangan manusia

yang didukung oleh pertumbuhan ekonomi yang mantap, diidamkan bangsa Indonesia akan menjadi maju dan mandiri.

Dalam PJPT II pembangunan sektor kesehatan dimasukkan dalam kelompok pembangunan bidang kesejahteraan rakyat . pendidikan dan kebudayaan. Ini tepat sekali, karenamemang

masalah kesehatan bangsa pada dasarnya adalah masalah eko-nomi, sosial dan budaya, tidak semata-mata masalah mencegah dan mengobati penyakit. Memecahkan masalah kesehatan se-cara nasional adalah soal keluar dari lingkaran kemiskinan yang ditandai oleh kurang makan, penyakit rakyat, lingkungan hidup yang tidak sehat, kebodohan dan jumlah anak yang terlalu banyak. Keadaan ideal yang diidamkan (menurut GBHN 1993) adalah : meningkatnya derajat kesehatan masyarakat serta me-ningkatnya mutu dan kemudahan pelayanan kesehatan yang harus makin terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, serta meningkatnya gizi dan membudayanya sikap hidup bersih dan sehat, didukung dengan pembangunan perumahan dan pemukiman yang layak.

Semua itu tidak sesederhana seperti yang dirumuskan di atas. Masih sangat besar modal manusia dan sumberdaya lain yang dibutuhkan untuk mendukungnya. Dalam arti luas banyak variabel ekonomi, sosial dan budaya yang akan berpengaruh dalam mencapai idaman nasional itu. Dalam arti lebih sempit pencapaian idaman itu akan tergantung dari perkembangan sistim ;layanan kesehatan nasional, termasuk perkembangan pe-rumah-sakitan. Perkembangan itu tergantung pada beberapa faktor utama :

1. Perkembangan kebutuhan kesehatan bangsa(health need).

2. Kemampuan sumberdaya untuk mendukung pemenuhan kebutuhan itu(health recources).

3. Kebijakan kesehatan nasional (health policy).

"Health policy"adalah kebijakan pemerintah yang hcrtuiu-an menyediakhcrtuiu-an dhcrtuiu-an menyampaikhcrtuiu-an layhcrtuiu-anhcrtuiu-an kesehathcrtuiu-an yhcrtuiu-ang bermutu kepada setiap warga negara tanpa membedakan ke-dudukan sosial dan kemampuan ekonominya.

Kebijakan nasional untuk memenuhi kebutuhan kesehatan dalam PJPT II sukar diperkirakan sekarang. Garis-garis ke-bijakan itu ditentukan 5 tahun sekali dalam GBHN dan dirinci dalam Repelita, didasarkan pada perkembangan kebutuhan ke-sehatan dan perkembangan kemampuan sumberdaya untuk mendukungnya waktu itu nanti. Yang mungkin dapat dipastikan dari sekarang adalah bahwa pemerintah akan membuka

kesem-patanyang makin luas bagi swasta, termasuk seasta asing, untuk herperan dalam industri kesehatan kita.

PERUBAHAN DALAM LINGKUNGAN LAYANAN KE-SEHATAN

Perkembangan kebutuhan kesehatan di masa depan diten-tukan oleh transformasi dan transisi dalam lingkungan layanan kesehatanyang sudah berlangsung sejak dua dekade terakhir dan akan berlanjut.

Di antara perubahan berlanjut yang akan besar dampaknya pada kebutuhan kesehatan kita dalam PJPT II adalah :

• Transformasi ekonomi dan sosial • Transisi demografi

• Transisi epidemiologi

• Perkembangan ilmu dan teknologi • Perubahan dalam tatanan global.

Dinamika perubahan dalam unsur-unsur tersebut di atas sudah berlangsung sejak bagian terakhir Repelita I, sejak ekonomi kita mulai ditata kembali dan diangkat dari tepi jurang keambrukan. Transisi dan transformasi dalam unsur-unsur itu saling terkait dan mempengaruhi satu terhadap yang lain. Hal-hal yang pokok tentang beberapa transisi itu akan ditinjau, dengan tujuan men-coba memprakirakan keadaan padaakhir transisi demografi dan akhir transisi epidemiologi nanti, yaitu proyeksi tentang pen-duduk Indonesia dan pola penyakit serta status kesehatannya dalam PJPT II. Dari proyeksi keadaan itu akan diprakirakan kebutuhan kesehatankita sebagai bangsa waktu itu nanti. Dari prakiraan perkembangan kebutuhan itu akan dicoba diantisi-pasikan perkembangan perumah-sakitan kita.

TRANSFORMASI EKONOMI DAN SOSIAL

Sebagai kelanjutan kegiatan pembangunan sebelumnya, Indonesia diharapkan sudah menjadi negara industri dalam PJPT II. Di waktu itupun nanti titik berat pembangunan (masih) dile-takkan pada pembangunan bidang ekonomi, yang merupakan penggerak utamapembangunan bidang-bidang lainnya, termasuk sektor kesehatan.

Titik berat pada pembangunan ekonomi berarti transisi dari ekonomi yang didominasi oleh pekerjaan di sektor pertanian ke pekerjaan di sektor industri dan jasa akan berlanjut. Transisi ini akan lebih terpacu karena lahan bertani untuk petani perorangan akan semakin sempit, dan orang-orang muda akan semakin enggan meneruskan tradisi bertani. Mereka akan lebih tergiur oleh lapangan kerja di sektor industri dan jasa. Pendapatan dari bertani umumnya kebih kecil dibandingkan dengan upah mem-buruh di pabrik atau proyek pembangunan. Dampak sosialnya adalah berlanjutnya proses urbanisasi, yaitu persentase pen-duduk kota akan makin meningkat dibandingkan dengan persen-tase penduduk desa. Para ahli kependudukan memproyeksikan dalam tahun 2020 lebih daripada separuh penduduk Indonesia tinggal di perkotaan, belum terhitung mereka yang tinggal di pedesaan tetapi pergi-pulang ke perkotaan (Ananta dan Sirait).

Industrialisasi dan urbanisasi besar dampaknya pada ling-kungan, yang pada gilirannya berarti meningkatnya masalah kesehatan dan potensi bertambahnya jumlah dan jenis penyakit. Kepadatan penduduk kota tentu mengakibatkan masalah ling-kungan hidup. Pemukiman padat menimbulkan masalah. Sampah dan limbah akan makin sukar untuk ditanggulangi. Air

(18)

bersih sebagai kebutuhan primer akan semakin kritis. Pengen-dalian penyakit yang dapat ditularkan harus semakin ketat. Masalah-masalah psiko-sosial sebagai akibat kepadatan pemukiman akan besar pula pengaruhnya pada kesehatan jiwa banyak orang. Demikian juga kasus kelainan kejiwaan akan meningkat sebagai akibat ketegangan kehidupan kota yang semakin kompetitif.

Narkotika dan ketergantungan obat akan pula menjadi masalah global yang makin sukar dikendalikan. Diperkirakan akan meningkat juga masalah sosio-medik yang terkait dengan alkoholisme yang tahun-tahun terakhir makin tampak di per-mukaan, terutama di antara orang-orang muda.

Di sisi lain pertumbuhan ekonomi yang diproyeksikan akan tetap tinggi (6 – 6,5% s/d tahun 2000) akan makin meningkatkan derajat kesejahteraan masyarakat, sekalipun tidak merata. Go-longan yang sejahtera akan makin berubah gaya hidup dan pola budayanya. Sistem nilai mereka akan sangat berubah. Tingkat pendidikan masyarakat akan makin meningkat. Informasi akan semakin global. Transformasi dan mobilisasi semakin mudah. Telekomunikasi makin lancar, sehingga jarak geografis makin menjadi tidak penting. Menteri Ketua Bappenas Ginanjar Karta-sasmita yakin setelah dua Pelita pertama PJPT 11 tidak akan ada lagi rakyat yang hidup di bawah garis kemiskinan (Suara Pem-baruan, 20 September 1993).

Semua itu akan berakibat kebutuhan dan tuntutan secara umum akan makin meningkat, juga terhadap layanan kesehatan. Hargapemeliharaan kesehatan (atau harga mengobati penyakit) akan semakin mahal. Harga itu bukan ditentukan oleh biaya pemeliharaan kesehatan an sich, melainkan juga oleh biaya-biaya lain di luar kebutuhan kesehatan dalam arti sesungguhnya: Dapat dibandingkan dengan penentuan harga untuk menginap di hotel berbintang tiga dengan di hotel berbintang lima. Kegiatan yang dilakukan di 2 hotel itu adalah sama, yaitu menumpang tidur, tetapi harga tidur di 2 tempat itu jauh berbeda. Untuk masyarakat yang semakin sejahtera tingkat hidupnya, harga pemeliharaan kesehatan akan semakin meningkat karena di-tambah dengan tuntutan kemudahan dan kenyamanan. Semua itu diperkirakan akan mengakibatkan polarisasi yang semakin tajam dalam sistem layanan kesehatan; layanan untuk golongan

mampu akan semakin berbeda dengan layanan untuk masyarakat golongan bawah. Akan terjadi apa yang dinamakan two tiers health care system.Kesenjangan yang terlalu jauh antara 2 kelas layanan kesehatan itu perlu dicegah sejak jauh-jauh; dampak sosial dan politiknya akan dapat merunyamkan.

TRANSISI DEMOGRAFI

Situasi kependudukan di Indonesia (dan hampir di semua negara berkembang) sedang mengalami perubahan secara dra-matis, secara kuantitatif maupun kualitatif. Angka kematian bayi (IMR) dan angka kematian ibu (MMR) sangat menurun. Harapan hidup waktu lahir sudah jauh meningkat. Dari aspek kuantitatif sasaran yang ingin dicapai dalam PJPT 11 tentulah zero-growth atauminimal growth,entah dalam tahun berapa dan pada jumlah penduduk berapa juta. Sebelum itu tercapai jumlah penduduk Indonesia akan tetap bertambah tiap tahun dengan angka jutaan,

sekalipun angka pertambahan penduduk suatu waktu nanti sudah dapat ditekan sampai di bawah satu persen.

Dari aspek kualitatif hal yang dapat dipastikan akan terjadi adalah bahwa penduduk Indonesia akan semakin menua,karena akan semakin panjangnya usia harapan hidup pada waktu lahir dan meningkatnya mutu kehidupan.

Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indo-nesia memproyeksikan penduduk IndoIndo-nesia dalam tahun 2015 akan berstruktur sebagai berikut :

Jumlah 245 388 204

Usia s/d 19 th 79 028 429 = 32.21% Usia 60 s/d 75+ 24 446 290 = 9.97%

Angka-angka yang diproyeksikan di atas menunjukkan bahwa pada akhir PJPT II nanti diperkirakan :

• Penduduk Indonesia akan menjadi hampir 1/4 milyar • 1 di antara setiap 3 orang adalah balita sampai remaja (belum produktif)

• 1 di antara setiap 10 orang adalah berusia lanjut (tidak produktif lagi dan cenderung tidak sehat). Kelompok ini akan meruipakan beban sosial dan beban ekonomi yang tidak kecil artinya. Tuntutan kelompok ini akan sumberdaya untuk layanan kesehatan akan cukup besar.

(Angka-angka di atas berasal dari penghitungan Ananta dan Arifin:Projection of Indonesian Population 1990–2020).

TRANSISI EPIDEMIOLOGI

Dalam PJPT II pola penyakit diperkirakan sudah beralih kepada pola penyakit masyarakat sejahtera : penyakit kardio-vaskuler, kanker, korban kecelakaan lalu limtas,stroke,penyakit degeneratif dan usia lanjut, alkoholisme, ketergantungan obat, risiko karena pekerjaan. Para ahli memperkirakan sekitar tahun 2000 episenter ledakan epidemi penyakit AIDS akan berada di Asia, yang bukan hanya akan merupakan masalah kesehatan, namun juga masalah sosial dan ekonomi yang berat. Sukar di-ramalkan bagaimana dampak pemanasan global dan kerusakan ekologi lainnya terhadap kesehatan manusia nanti.

PERKEMBANGAN ILMU DAN TEKNOLOGI

Perkembangan ilmu kedokteran sangat cepat. Dikatakan orang sekitar 60% dari tingkat perkembangan saat ini telah terjadi dalam 2–3 dekade terakhir, termasuk tindakan-tindakan heroikseperti transplantasi jantung dan organ-organ vital lain. Semua itu dimungkinkan karena didukung oleh perkembangan teknologi yang juga sangat menakjubkan.

Teknologi kedokteran adalah himpunan pengetahuan, ke-terampilan dan prosedur melakukan tindakan medis. Sebenarnya alat hanyalah salah satu aspek saja dari pengertian teknologi secara luas itu. Namun saat ini teknologi diidentikkan orang dengan alat untuk diagnosis dan terapi, malahan akhir-akhir ini cenderung lebih disempitkan lagi dalam pengertian alat bertekno

-logi tinggi (hi-tech).

Sikap umum terhadap teknologi dalam bidang medis saat ini masih bermuka dua. Di satu pihak ingin dimiliki dan dikuasai untuk mengejar ketertinggalan, di pihak lain masih besar ke-curigaan terhadapnya. Terutama karena masih sangat tingginya

Gambar

Figure 4. CardiacPath'"' —Paticnt and Financial Outcomes Comparison
Tabel 1. Jumlah Rumah Sakit, Tempat Tidur dan Ratio TT/100.000 Penduduk Menurut Propinsi di Indonesia,1984 -1988.
Tabel 6. Pola Rawat Nginap, Kota dan Desa, 1990
Tabel 7. Kapasitas terpakai beberapa alat canggih, Jakarta, 1991
+3

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan meneliti perbedaan profil kognitif, orientasi masa depan serta prestasi belajar terhadap remaja pengguna dan bukan pengguna NAPZA.. Alat pengumpul

Namun dalam penjelasannya tidak diuraikan atau tidak dicantumkan bahwa ketentuan pasal 77 adalah ketentuan pembalikan beban pembuktian, dan juga tidak dijelaskan

Alat elektronika daya dapat mengkonversi tegangan searah (DC/direct current) menjadi tegangan bolak balik (AC/alternating current). Sebuah inverter

Dalam Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan rancangan studi kasus, jenis penelitian kualitatif yang digunakan adalah metode pengembangan sistem yang

Off farm sudah berkembang Pengembangan inovasi teknologi 2 Teknologi budidaya belum maju Kelembagaan pelayanan terkait pertanian sudah mulai dibentuk Pemasaran produk sdh

Jadi, yang dimaksud dengan judul di atas adalah : daya yang timbul dari bidang pekerjaan yang dilandasi keahlian tertentu, yang dilakukan oleh orang yang

Investments in the capital of banking, finan - cial and insurance entities that are outside the scope of regulatory consolidation, net of eligible short positions, where the bank

Visual BASIC ( Beginners All-Purpose Symbolic Instruction Code ) merupakan Bahasa pemrograman Integrated Development Environment (IDE), yaitu bahasa pemrograman visual