• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diseminasi Informasi Publik

Dalam dokumen MERSELA v.01 DES15 PAGES 250116 (Halaman 56-59)

Ruang publik nasional saat ini semakin semarak karena perkembangan zaman. Kecepatan arus informasi berjalan seiring dengan berputarnya roda kehidupan manusia. Ini merupakan fenomena globalisasi dimana pengaruh sosial, budaya, politik dan ekonomi tidak lagi terkendala oleh ruang dan waktu.

Pemerintah menangkap semangat globalisasi dan borderless itu sebagai sebuah hal yang positif. Undang-Undang (UU) Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) adalah salah satu wujud nyata kebijakan pemerintah yang mengakomodasi semangat tersebut.

Dalam mewujudkan kebijakan pemerintah tersebut, Asisten Deputi Komunikasi dan Informasi Publik (Asdep KIP) Sekretariat Wakil Presiden (Setwapres), menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Strategi Penguatan Pengelolaan Website dan Media Sosial dalam Mendukung Diseminasi Informasi Publik” di Auditorium Istana

Wapres, 11 November 2015. FGD bertujuan menambah pengetahuan dan wawasan tentang pengelolaan media website dalam diseminasi informasi untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik secara transparan, efektif, efisien, akuntabel dan bertanggung jawab. Di samping itu, untuk meningkatkan pengelolaan dan pelayanan penyediaan informasi di lingkungan Setwapres yang akurat dan tepat waktu.

FGD dihadiri oleh peserta yang tidak hanya datang dari Setwapres, tetapi juga Sekretariat Negara, serta Humas yang datang dari K/L dan BUMN, dengan jumlah keseluruhan sekitar 120 orang. Sebagai moderator adalah Direktur Pemberdayaan Informatika

Kementerian Komunikasi dan Informatika Septriana Tangkary. Sementara menjadi narasumber Pakar Teknologi Informasi UniversitasGunadarma DR. rer. nat I Made Wiryana, Skom, SSi, MappsSc, Praktisi Komunikasi dan Deputi Direktur Departemen Komunikasi Bank Indonesia Junanto Herdiawan,

serta Twitter Business Development Southeast Asia Dwi Adriansah.

FGD dibuka oleh Deputi yang membawahi Asdep KIP, yaitu Deputi Bidang Dukungan Kebijakan

Pemerintahan Dewi Fortuna Anwar. Dalam

sambutannya ia menyampaikan tuntutan akan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) mensyaratkan adanya akuntabilitas, transparansi dan partisipasi masyarakat dalam setiap proses terjadinya kebijakan publik.

Dewi menambahkan UU KIP menjamin hak setiap orang untuk memperoleh informasi dan mewajibkan badan publik untuk menyediakan dan melayani permintaan informasi secara cepat dan tepat waktu, biaya yang murah dan profesional, serta dengan cara yang sederhana. Salah satu media yang paling mutakhir untuk memenuhi tuntutan tersebut adalah website.

Pemanfaatan website di kalangan pemerintah menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Hal ini terlihat dari hampir seluruh kementerian/lembaga (K/L) dan sebagian besar pemerintah daerah di Indonesia telah memiliki website resmi untuk mendukung keterbukaan informasi publik dan diseminasi informasi. Pembuatan website tersebut bertujuan agar setiap kebijakan oleh K/L, serta penggunaan kekuasaan dalam penyelenggaraan kepemerintahan dan kelembagaan dapat dipertanggungjawabkan. Namun, kemudian muncul pertanyaan, apakah website tersebut telah dikembangkan sebagai media pendukung penyelenggaraan pemerintahan atau pembuatan website tersebut hanya karena mengikuti tren saja yaitu agar tidak dianggap lembaga yang gagap terhadap perkembangan teknologi? Mencermati fakta yang menunjukkan masih banyaknya website yang tidak dapat diakses, tidak menyediakan informasi yang up to date atau hanya informasi yang kadaluwarsa serta tidak membuka saluran komunikasi dua arah dengan audiensnya, maka tidak berlebihan apabila sebagian besar masyarakat masih meragukan keseriusan pemerintah dalam mengelola websitenya. “Kerapkali

ketika kita membuka sebagian website K/L itu yang ada hanya menampilkan informasi- informasi yang sifatnya statis seperti visi, misi, tupoksi dan sebagainya”, ujar Dewi Fortuna. Dewi menjelaskan Setwapres

telah memiliki website resmi yaitu www.wapresri. go.id yang diluncurkan tahun 2010 pada era Wapres Boediono. Tetapi sejak Agustus 2015 website tersebut telah resmi berganti dengan sistem dan tampilan baru yang berisi kegiatan Wapres Jusuf Kalla. Sementara untuk media sosial Setwapres memiliki akun Facebook dan Twitter serta Youtube dengan nama Setwapres. Namun, pada kenyataannya pengelolaan website dan media sosial di K/L termasuk Setwapres belum optimal sehingga komunikasi dua arah antara pemerintah dengan masyarakat belum tercapai dengan baik yang pada akhirnya menghambat diseminasi informasi publik. Salah satu kendalanya adalah tampilan dari konten website atau media sosial belum menarik, terutama untuk kalangan muda yang merupakan pengguna aktif kedua media online tersebut.

Disamping itu ketika masyarakat mencoba mengirimkan pertanyaan melalui surat elektronik atau email, seringkali tidak ada respon atau jawaban karena sebagian besar memang belum ada pengelola dari website atau media sosial tersebut.

Tantangan lain dari website pemerintah yaitu menyajikan konten yang itu-itu saja sehingga terkesan formal dan kaku sehingga pada akhirnya ditinggal oleh pengunjungnya. Padahal suatu website dikatakan berhasil, apabila ramai dikunjungi. Tidak adanya pengunjung untuk sebuah website, berarti

Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pemerintahan, Dewi Fortuna Anwar, menyampaikan sambutan dan secara resmi membuka acara FGD DOK. SETW APRES > NO VIA ANGGI

kegagalan besar, apalagi untuk website pemerintah. Lalu bagaimana pemerintah dapat mendiseminasikan informasi dan kebijakan publik kepada masyarakat jika media penyampaian informasi tersebut tidak dikunjungi? Untuk itu, humas pemerintah dituntut untuk selalu memperbaharui dan me-refresh baik konten website maupun tampilan grafisnya. Beberapa keuntungan yang diperoleh dengan up to date-nya website, yaitu membantu mesin pencari untuk menemukan website K/L dengan mudah, menunjukkan kepada pengunjung website K/L tersebut dikelola dengan baik, dapat menarik minat pengunjung untuk datang ke website K/L dan juga yang tidak kalah pentingnya adalah dwi bahasa. “Karena sekarang ini sebagian besar dari website hanyalah dari kita untuk kita, yaitu hanya dalam bahasa Indonesia saja dan hanya akan menarik bagi kalangan terbatas saja sehingga apabila ada masyarakat di luar Indonesia yang ingin tahu tentang segala sesuatu tentang Indonesia, maka tidak ada informasi yang bisa tersedia dengan baik,” demikian Dewi Fortuna memaparkan.

Meskipun demikian, beberapa K/L telah pula menyediakan laman website dengan versi bahasa asing (Inggris), misalnya Kementerian Luar Negeri dan Badan Koordinasi Penanaman Modal, dan juga Setwapres. Dalam kesempatan tersebut DR. rer. nat I Made Wiryana, Skom, SSi, MappsSc, mempresentasikan makalahnya yang berjudul “Situs Pemerintah Suatu Bentuk Pertanggungjawaban Publik”. Terkait website, I Made Wiryana memaparkan, situs pemerintah merupakan

bagian dari e-government yang diharapkan mendorong perubahan fundamental dari struktur adminstrasi untuk memberikan layanan dan pengurangan biaya operasi yang bermanfaat, antara lain, memungkinkan pertukaran data antar badan publik, sehingga warga negara dan badan publik dapat saling berkomunikasi. Sedangkan permasalahan yang muncul dalam pengelolaan website dan e-government, menurut Wiryana, meliputi: 1) sistem yang dikembangkan tidak sesuai dengan kebutuhan pengguna, sistem yang tidak mampu bertukar data, dukungan SDM yang minim, dan beragamnya Sistem Informasi Manajemen (SIM) yang digunakan, 2) Pelayanan informasi dan komunikasi dua arah belum maksimal karena tidak tersedianya ruang/ forum diskusi dan tanya jawab, 3) Komunikasi dan networking internal Pemerintah dalam pengelolaan website belum efektif dan efisien.

Narasumber lain, Junanto Herdiawan yang juga penulis buku dan blog, menyampaikan makalahnya yang berjudul “Lembaga Publik, Individu, dan Era Digital: Komunikasi 3.0”. Dalam makalahnya, Junanto membahas mengenai komunikasi digital pada lembaga publik meliputi website dan media sosial. Website, lanjut Junanto, merupakan media online dimana komunikasinya bersifat satu arah serta memiliki time lag (jeda) penyampaian informasi karena melalui berbagai proses pengeditan. Sedangkan media sosial bersifat interaktif, dapat melibatkan komunikasi 2 arah dengan masyarakat dan dapat memberi feedback secara real time.

Lembaga publik memerlukan website karena selain memberi sudut pandang/stance resmi lembaga terkait

Tampilan website Setwapres yang berisi kegiatan Wapres Jusuf Kalla

Dalam dokumen MERSELA v.01 DES15 PAGES 250116 (Halaman 56-59)

Dokumen terkait