• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN 3.1 Sumber Data

4.2 Bentuk-bentuk Diskriminasi

4.2.2 Diskriminasi karena Perbedaan Paham tentang Agama

Puisi kedua dari kumpulan puisi esai ATC karya Denny JA berjudul “Romi dan Yuli

dari Cikeusik”. Puisi ini bercerita tentang diskriminasi terhadap sepasang kekasih yang bernama Romi dan Yuli. Terjadinya diskriminasi diakibatkan oleh perbedaan paham agama antara keluarga Yuli dengan keluarga Romi.

Kekasih lama Yuli pergi meninggalkannya dan menikah dengan gadis lain setelah tahu bahwa Yuli menderita penyakit yang sulit disembuhkan. Yuli patah hati hingga akhirnya ia bertemu dengan Romi. Romi memberikan semangat yang baru bagi Yuli. Ditemaninya Yuli ke dokter, ke pengobatan herbal, dan ke mana pun bahkan mereka berdoa bersama mengharapkan keajaiban.

Romi dan Yuli senantiasa bersama. Mereka tertawa-tawa, berbisik-bisik, tukar-menukar kata tentang ini dan itu. Membicarakan hal yang di sana dan di sini. Mereka terkenal sebagai sepasang kekasih Romeo dan Juliet, pasangan pecinta puisi. Akhirnya, mereka merencanakan pernikahan. Tanggal, bulan, dan tahun pernikahan telah ditentukan. Kedua belah pihak keluarga telah sepakat dan telah mempersiapkan undangan pernikahan.

Malang, pernikahan mendadak dibatalkan. Kisah cinta sepasang kekasih ini harus dihentikan. Semenjak peristiwa huru-hara di Cikeusik, orang tua Yuli akhirnya mengetahui bahwa Romi adalah jemaah ahmadiyah – paham yang berbeda dengan ajaran islam keras yang dianut oleh orang tua Yuli. Begitu juga sebaliknya, orang tua Romi tidak mengizinkan anaknya menikah dengan Yuli. Sepasang kekasih yang sedang dilanda cinta itu tidak terima dengan konsep pemikiran kedua orang mereka. Mereka tidak pernah meminta untuk dilahirkan dari keluarga penganut islam keras atau Ahmadiyah. Mereka hanya ingin menjalani hidup bersama dan direstui oleh kedua orang tua mereka. Cinta mereka didiskriminasikan.

Puisi esai “Romi dan Yuli dari Cikeusik” berisi tentang diskriminasi yang dilakukan terhadap Jemaah Ahmadiyah. Diskriminasi ini dibalut dalam kisah cinta sepasang kekasih. Bentuk diskriminasi dapat terlihat pada sepuluh bait yang akan dideskripsikan oleh peneliti.

1. Babak kedua bait ketujuh (2,7):

“Tak terdengar isak tangis Yuli Yang dalam, yang berkepanjangan. Dibayangkannya Romi,

Dibayangkannya dirinya sendiri

Terombang-ambing dalam bayang-bayang kenyataan

Yang kelam: harus pupus cinta karena beda paham agama” (ATC, 55).

Baris keenam pada 2,7 menggambarkan tentang cinta Romi dan Yuli yang harus pupus karena beda paham agama diantara kedua pihak. Yuli menangis dan sangat sedih dengan kenyaatan yang terjadi pada kisah cinta mereka. Ia merasa kasihan pada Romi dan pada dirinya sendiri. Pada baris kelima terdapat kata “terombang-ambing” yang mengartikan bahwa Yuli tidak tahu apa yang harus ia perbuat, apakah ia harus menuruti keinginan orang tuanya atau cintanya. Secara tidak langsung, hal ini merupakan diskriminasi terhadap Romi dan Yuli dalam bentuk tindakan.

2. Babak kelima bait kedua (5,2):

“Penyebabnya peristiwa itu!

Tanggal 6 builan Februari tahun 2011

Kampung Romi di Cikeusik dilanda huru-hara.

Ketika Jemaah Ahmadiyah sedang mengadakan pertemuan Massa menyerang –

Dan nyawa empat orang2 Melayang!” (ATC, 61)

Pada baris kelima sampai ketujuh dikatakan bahwa massa menyerang dan nyawa empat orang melayang. Penyerangan yang sampai menimbulkan korban sebanyak empat orang menunjukkan bahwa diskriminasi yang dilakukan adalah diskriminasi dalam bentuk

tindakan penyerangan terhadap jemaat Ahmadiyah yang sedang mengadakan pertemuan. Lebih jelasnya lagi dapat dikatakan sebagai diskriminasi dalam bentuk tindakan kriminalitas.

3. Babak kelima bait keenam (5,6):

“Orang-orang berbekal kayu dan senjata tajam Meneriakkan Allahu Akbar!

Mereka garang Mereka menyerang

Dan beberapa nyawa melayang” (ATC, 61)

Peristiwa Cikeusik pada tanggal 6 Februari 2011 memang sangat memilukan hati. Orang berbekal kayu dan senjata tajam datang untuk membunuh manusia dengan alasan perbedaan paham yang dianut oleh mereka. Pada puisi ini dijelaskan bahwa Ahmadiyah dituduh sesat, tidak sesuai dengan ajaran islam seperti yang terdapat pada babak kelima bait kesembilan dan babak keenam bait kedelapan berikut:

“Romi pun bercerita,

Ahmadiyah itu bla…bla…bla… Ra…ra…ra…

Mereka dituding sesat karena bla…bla…bla… Padahal ra…ra…ra… “ (ATC, 62).

“Juni 2008

Terbit surat keputusan bersama Menteri agama,

Menteri dalam negeri, Dan jaksa agung Isinya:

Titah bagi Jemaah Ahmadiyah Untuk menghentikan semua kegiatan

Yang tidak sesuai dengan penafsiran Islam” (ATC, 68).

4. Babak keenam bait pertama (6,1):

“Sejak huru-hara Cikeusik itu Yuli mulai berubah

Ia senantiasa tampak gelisah Kalau ayah dan ibunya tahu

Siapa sebenarnya si Romi itu Cinta mereka harus tamat

Harus kiamat mat-mat-mat-mat” (ATC, 66).

Berdasarkan bait diatas, telah terjadi diskriminasi secara tidak langsung terhadap cinta Yuli. Baris keempat sampai ketujuh menunjukkan bahwa hubungan percintaan Romi dan Yuli akan putus jika ayah dan Ibu Yuli tahu bahwa Romi adalah salah satu dari jemaah Ahmadiyah. Yuli sangat gelisah dengan hal ini mengingat bahwa ajaran keras yang dianut Ayahnya merupakan ancaman bagi cintanya.

5. Babak keenam bait kedua (6,2):

“Hampir tiap malam

Orang-orang berkumpul di rumah Yuli Dan huru-hara Cikeusik yang kelam Jadi pusat gunjingan, jadi inti. Allahu Akbar! Allahu Akbar Tak jarang teriakan itu terdengar Di sela kata-kata yang marah, Di sela-sela sumpah serapah. Ayah Yuli aktivis Islam yang tegak Di garis keras” (ATC, 66).

6.2 menjelaskan bahwa polemik Ahmadiyah merupakan hal yang sering diperbincangkan. Hampir setiap malam penganut Islam ajaran keras berkumpul untuk membahas tentang penolakan terhadap pengajaran Ahmadiyah. Peristiwa huru-hara Cikeusik menjadi bahasan utama. Disela-sela perbincangan ada yang berkobar meneriakkan nama besar Allah dibarengi dengan kata-kata marah yang menyumpahi Ahmadiyah.

6. Babak keenam bait kelima (6,5):

“9 Juli 2005,

Perguruan al-Mubarok milik Ahmadiyah Di Parung, Bogor

Kampus al-mubarok merupakan kantor pengurus besar Jemaah Ahmadiyah Indonesia yang beralamat di jalan Raya Parung no. 27 Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor. Penyerangan yang dilakukan memperlihatkan adanya diskriminasi dalam bentuk tindakan yang dilakukan secara langsung oleh massa.

7. Babak keenam bait keenam (6,6):

“Sejak tahun 2006 hingga entah kapan

Di Mataram ratusan jemaah Ahmadiyah diserbu Mereka dipaksa mengungsi4” (ATC, 68).

Penjelasan tentang bentuk diskriminasi dapat terlihat pada baris kedua dan ketiga bait diatas. Ratusan Jemaah Ahmadiyah diserbu dan dipaksa mengungsi. Kata “dipaksa” mengartikan perbuatan yang tidak diinginkan. Pemaksaan menunjukkan tindakan kekerasan. Jadi, bentuk diskriminasi yang terdapat dalam 6,6 diatas merupakan bentuk diskriminasi tindakan.

8. Babak keenam bait ketujuh (6,7):

“27 april 2008

Masjid Al-Furqon milik Ahmadiyah Di Parakansalak, Sukabumi

Dibakar massa: para Ahmadi lari lintang-pukang

Tiga bangunan madrasah rata dengan tanah5”(ATC, 68).

Bentuk diskriminasi yang tergambar dalam 6,7 diatas adalah dalam bentuk tindakan. Kata “dibakar” pada baris keemat menunjukkan adanya tindakan. Tindakan ini mengakibatkan para Ahmadi lari lintang-pukang, bahkan masjid Al-Furqon milik Ahmadiyah hangus dan tiga bangunan madrasah rata dengan tanah. Hal ini menunjukkan adanya diskriminasi dalam bentuk tindakan.

Pada bentuk diskriminasi selanjutnya (bentuk diskriminasi kesembilan), pengarang kembali pada kisah cinta Romi dan Yuli yang terdiskriminasi akibat perbedaan paham agama Islam dan Ahmadiyah.

9. Babak keenam bait kesebelas (6,11):

“Satu-satunya hal yang pasti: Ayah dan Ibu mengubah pikiran Rencana pernikahan pasti dibatalakan Kecuali ada mukjizat” (ATC, 69).

Setelah peristiwa huru-hara Cikeusik, Yuli takut menghadapi kenyataan yang akan terjadi apabila orang tuanya mengetahui tentang status Romi. Ayah dan Ibu Yuli pasti akn berubah pikiran sehingga rencana pernikahan terpaksa dibatalkan. Mukjizat adalah satu-satunya harapan bagi Yuli. Bait diatas menggambarkan adanya bentuk diskriminasi secara tidak langsung. Pembatalan sepihak orang tua terhadap anak, tanpa menghiraukan keinginan anak merupakan suatu bentuk diskriminasi. Secara tidak langsung, orang tua Yuli telah melakukan diskriminasi dalam bentuk tindakan.

10.Babak ketujuh bait kedua (7,2):

“Orang tua Yuli bagai kena setrum Bagai tersambar halilintar:

Dan dalam kegeraman mereka berkata,

Demi nama baik keluarga

Pernikahan harus dibatalkan!” (ATC, 69)

Orang tua Yuli telah mengetahui bahwa Romi adalah jemaah Ahmadiyah. Yuli menceritakan semua tentang Romi apa adanya. Pada baris pertama dan kedua menunjukkan bahwa kedua orang tuanya sangat terkejut dengan berita itu. Mereka seperti kena setrum, tersambar halilintar mendengar cerita Yuli. Tanpa mempertimbangkan hal apapun, orang tua Yuli langsung berteriak bahwa pernikahan harus dibatalkan.

Dalam mengambil suatu keputusan – jika berkaitan antara dua pihak, seharusnya kedua belah pihak dilibatkan dalam pengambilan keputusan tersebut. Antara Yuli dan orang tuanya, pengambilan keputusan hanya berdasarkan keinginan orang tuanya saja. mereka tidak menanyakan keinginan Yuli. Dengan demikian, orang tua Yuli telah melakukan diskriminasi

terhadap Yuli (cinta Yuli dan Romi). Diskriminasi dilakukan dalam bentuk perkataan yang diucapkan secara langsung.

11.Babak ketujuh bait kedelapan (7,8):

“Percakapan pun selesai, tak ada jalan lagi Kecuali yang buntu.

Ayah dan Ibu sepakat bulat,

Agama Allah tak boleh kalah

Oleh cinta sesaat para remaja” (ATC, 72).

Cinta Romi dan Yuli merupakan hubungan yang belum diresmikan oleh Negara maupun agama. Cinta mereka dianggap belum kuat (cinta sesaat). Dalam puisi ini disebut dengan cinta remaja. Berdasakan pemikiran ini, orang tua Yuli tidak ingin ajaran Allah dikalahkan oleh cinta remaja. Agama yang sangat mereka imani, tidak bisa dilanggar begitu saja oleh cinta remaja puteri mereka. Secara tidak langsung, penjelasan ini menunjukkan bahwa adanya diskriminasi yang dilakukan oleh orang tua Yuli terhadap Yuli.

12.Babak kedelapan bait keempat (8,4):

“Penjelasan Romi terbang terbawa angin, Ayah memutuskan

Rencana pernikahan dibatalkan,

Stop! Hentikan semua hubungan!” (ATC, 73)

Baris keempat bait diatas menunjukkan bahwa diskriminasi dilakukan dalam bentuk perkataan. Perkataan dilontarkan oleh ayah Romi, “ Stop! Hentikan semua hubungan!”. Perkataan ini diucapkan secara langsung kepada Romi.

Sama halnya dengan orang tua Yuli, orang tua Romi juga membatalkan pernikahan yang telah disepakati. Orang tua Yuli dan Romi tidak menginginkan pernikahan mereka berlangsung. Kedua orang tua mereka mendiskriminasikan cinta mereka. Baris pertama menunjukkan bahwa Romi telah berusaha menjelaskan kepada ayahnya mengenai padangannya terhadap perbedaan paham agama, seperti yang tedapat pada bait berikut:

“Romi mencoba meluruskan,

Ayah, antara Ahmadiyah dan garis keras itu Sebenarnyara…ra…ra…

Ra…ri…ru…” (ATC, 73)

Menurut Romi, Ahmadiyah dan Islam itu sama. Keduanya mengajarkan tentang kebaikan. Hal ini bisa dilihat pada babak kelima bait kesebelas berikut:

“Mereka tidak mendudukkan Al-Tazkirah sebagai Kitab Suci

Dan menganggapnya sebagai karya Ghulam Ahmad Tiada lebih.

Mereka berkeyakinan sama dengan umumnya akidah Islam Menjalankan ibadah sesuai lima rukun Islam

Karena bla…bla…bla… Ra…ra…ra…” (ATC, 62)

13.Babak kedelapan bait ketujuh (8,7):

“Ayah membentak Romi keras sekali,

Romi, sekarang kamu dengarkan Ayah. Kedudukan agama itu diatas puisi!

Jangan kau bandingkan penyair dengan Nabi!” (ATC, 74)

Perkataan secara langsung merupakan bentuk diskriminasi yang terdapat pada bait diatas. Ayah Romi berkata dengan sangat keras pada baris kedua sampai baris keempat setelah mendengar perlawanan dari Romi.