• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PRESENTASI DAN ANALISIS DATA

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

5.2 Diskusi

BAB 5

KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

Pada bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan hasil penelitian, diskusi tentang penelitian serta hasil penelitian, diskusi tentang penelitian serta saran praktis dan saran untuk penelitian selanjutnya.

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan uji hipotesis dengan menggunakan program SPSS versi 16.0 for

windows dengan nilai taraf signifikansi sebesar 0,019 (dimana 0,019<0,05) maka

keputusannya adalah menerima hipotesis penelitian (H1) yang menyatakan bahwa

terdapat hubungan yang signifikan antara kematangan emosi dengan agresivitas pada remaja akhir (mahasiswa UPI YAI). Dengan hubungan yang negatif, artinya bahwa semakin rendah tingkat kematangan emosinya maka akan semakin tinggi tingkat agresivitasnya dan sebaliknya semakin tinggi tingkat kematangan emosinya maka akan semakin rendah tingkat agresivitasnya.

5.2 Diskusi

Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan antara kematangan emosi dengan agresivitas pada remaja akhir laki-laki.

Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Hurlock (1980) yang menyatakan bahwa kematangan emosi adalah suatu keadaan atau kondisi mencapai

60

tingkat kedewasaan dari perkembangan emosional; dan karena itu pribadi yang bersangkutan tidak lagi menampilkan pola emosional yang pantas bagi anak-anak, namun mereka mampu menekan atau mengontrolnya lebih baik, khususnya ditengah-tengah situasi sosial. Dengan demikian seseorang yang mempunyai kematangan emosi yang tinggi mampu menampilkan pola emosional yang pantas dengan masa perkembangannya, mampu mengelola emosinya dengan baik dan memenuhi karakteristik individu yang matang emosinya seperti, mandiri, mempunyai kemampuan untuk menerima realita, dapat beradaptasi dengan baik, kesiapan merespon emosi orang lain dengan tepat, kemampuan untuk seimbang dengan kehidupan sosialnya, kemampuan berempati dan pengendalian amarah yang baik.

Hasil ini juga diperkuat oleh Hurlock (1980) yang menyatakan bahwa remaja yang matang emosinya memberikan reaksi emosional yang stabil, dengan ciri-ciri seperti apabila pada akhir masa remaja nya tidak “meledakkan” emosinya dihadapan orang lain, melainkan menunggu waktu dan tempat yang tepat untuk meluapkan emosinya, ciri-ciri lainnya adalah bahwa individu menilai situasi secara kritis terlebih dahulu sebelum bereaksi. Hollingworth (1928 dalam Jersild, 1965), juga mengidentifikasi orang yang telah mencapai kematangan emosi dapat menunda responnya; dan tidak bersikap impulsif seperti anak kecil

Teori yang dijelaskan diatas diperkuat dengan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa dari 95 responden terdapat 35 responden (36,8%) yang memiliki kategori kematangan emosi rendah, 55 responden (57,9%) memiliki

61

kategori kematangan emosi sedang dan 5 responden (5,3%) yang memiliki kategori kematangan emosi yang tinggi. Dan untuk pengukuran tingkat agresivitas diperoleh hasil, 14 responden (14,7%) memiliki agresivitas rendah, 61 responden (64,2%) memiliki agresivitas sedang dan 20 responden (21,1%) memiliki agresivitas emosi tinggi. Perilaku agresif yang pernah dilakukan beberapa kali oleh mahasiswa UPI YAI dan dikaitkan dengan hasil penelitian secara tidak langsung menggambarkan bahwa kematangan emosi sangat mempengaruhi tingkat agresivitas mahasiswa UPI YAI.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian-penelitian terdahulu yang dilakukan

oleh Aryanto (2005) melakukan penelitian dengan judul “Hubungan antara

kematangan emosi dengan agresi pada anggota POLRI”, dan hasilnya adalah ada hubungan antara kematangan emosi dengan agresi pada anggota POLRI, dimana semakin tinggi kematangan emosi maka agresinya semakin rendah begitu pula sebaliknya semakin rendah kematangan emosi maka agresinya semakin tinggi. Serta

penelitian yang dilakukan oleh Sofia dan Nilam (2007), yang berjudul “hubungan

antara kematangan emosi dengan agresivitas pada wanita yang menikah di umur

tua” juga menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikat antara kematangan

emosi dengan agresivitas.

Remaja yang belum matang emosinya, akan mudah terprovokasi atau frustasi ketika berinteraksi dengan lingkungannya, ketika itulah maka dengan mudah remaja menimbulkan perilaku yang mengakibatkan kerugian bagi diri mereka dan juga orang

62

lain seperti perilaku agresif. Pentingnya kematangan emosi yang baik pada remaja dapat mengurangi perilaku agresi dengan teman sebayanya (Santrock, 2007)

Namun peneliti sadar, masih banyak kekurangan pada penelitian ini, seperti sampel yang kurang banyak dan tidak sampai seperempat dari populasi mahasiswa UPI YAI. Mungkin dengan lebih banyaknya sampel yang digunakan maka hasil dapat lebih digeneralisasikan, item pernyataan yang tata bahasanya kurang dimengerti dan kurang baik. Penelitian ini yang bersifat kuantatif, yang mana variabel data yang diperoleh lebih ditekankan pada jawaban subjek dilembaran skala, sedangkan observasi dan wawancara dilakukan hanya sekedar penunjang untuk memperjelas pembahasan. Sehingga hasil data yang ada hanya dapat digunakan untuk melihat ada atau tidaknya hubungan antar variabel tetapi tidak mengetahui dinamika dan mengapa terdapat hubungan antar variabel kematangan emosi dengan agresivitas.

Tetapi penulis tetap berharap pada peneliti selanjutnya yang tertarik untuk melakukan penelitian yang sama baik dari segi variabel bebas atau variabel terikatnya agar mengambil sampel yang berbeda dari yang pernah peneliti ambil, misalnya mengambil sampel pada masa dewasa awal atau dewasa madya, dan dapat lebih fokus serta lebih dapat memberikan banyak informasi seputar kematangan emosi dan perilaku mereka. Sehingga pada akhirnya bisa dilihat apakah ada hubungannya kematangan emosi dengan agresivitas pada tahap perkembangan yang berbeda. Peneliti juga berharap pada penelitian selanjutnya sebaiknya menambahkan variabel penelitian yang lain sepeti konformitas atau self esteem. Selain itu, bagi peneliti

63

selanjutnya, agar lebih fokus lagi terhadap fenomena tawuran ini, sebaiknya mengambil sampel dari kedua universitas yang terlibat tawuran agar hasilnya nanti dapat menjadi perbandingan.

Penelitian ini penting untuk dilakukan karena kematangan emosi (emotional maturity) dan agresivitas terdapat dalam diri setiap orang. Bagi mahasiswa, tingkat pendidikan yang tinggi, usia yang matang baik dalam perkembangan fisik, kognitif dan sosio-emosionalnya menjadikan mereka lebih matang, baik dalam menghadapi realita kehidupan, mengontrol agresivitasnya dan mengendalikan emosinya. Dengan begitu, mereka akan mampu menjadi penerus bangsa dan tauladan bagi mereka yang usianya lebih muda.

Dokumen terkait