• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.2 Kematangan Emosi

2.2.1 Pengertian Kematangan Emosi

Rice (2004, dalam Khairani, 2009), mendefinisikan kematangan emosi sebagai suatu keadaan untuk menjalani kehidupan secara damai dalam situasi yang tidak dapat diubah, tetapi dengan keberanian individu mampu mengubah hal-hal yang sebaiknya di ubah, serta adanya kebijaksanaan untuk menghargai perbedaan.

Menurut Hurlock (1980) emotional maturity (kedewasaan emosional) adalah suatu keadaan atau kondisi mencapai tingkat kedewasaan dari perkembangan emosional; dan karena itu pribadi yang bersangkutan tidak lagi menampilkan pola emosional yang pantas bagi anak-anak, namun mereka mampu menekan atau mengontrolnya lebih baik, khususnya ditengah-tengah situasi sosial.

Smitson (dalam Katkovsky , 1976) kematangan emosi adalah suatu proses yang mana kepribadian secara terus menerus berusaha keras untuk mencapai sense emosional yang sehat, baik secara intrapsikis maupun interpersonal. Sedangkan kematangan emosi menurut Jersield (1965) adalah di mana individu dapat menyesuaikan diri pada stereotip kematangan yang berlaku di budaya di mana individu tersebut tinggal. Walgito (2002) menjelaskan bahwa individu yang memiliki kematangan emosi adalah individu yang dapat mengendalikan emosinya maka individu akan berpikir secara matang, berpikir secara obyektif. Orang yang telah matang emosinya akan dapat mengontrol emosinya dengan baik, merespons

stimulus dengan cara berpikir baik, tidak mudah frustasi dan akan menghadapi masalah dengan penuh pengertian.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kematangan emosi adalah suatu keadaan di mana individu dapat mengendalikan emosinya tidak seperti masa sebelumnya, baik secara psikis maupun dalam hubungan interaksinya dengan lingkungannya sehingga individu mampu untuk mencapai tingkat emosional yang sehat.

2.2.2 Ciri-Ciri Orang yang Matang Emosinya

Hollingworth (1928 dalam Jersild, 1965), mengidentifikasi orang yang telah mencapai kematangan emosi adalah sebagai berikut:

1. Dapat menyikapi perubahan bertahap atau tingkat perubahan respon emosional.

2. Dapat menunda responnya; dan tidak bersikap impulsif seperti anak kecil 3. Tidak menunjukkan kekecewaan yang berlebihan, dapat mengendalikan

self pity. Ini dilihat pada caranya untuk memberikan/mengatasi rasa kasihan pada diri sendiri.

Untuk mencapai kematangan emosi, remaja harus belajar memperoleh gambaran tentang situasi-situasi yang dapat menimbulkan rekasi emosional. Adapun caranya adalah dengan membicarakan pelbagai masalah pribadinya dengan orang lain dengan keterbukaan perasaan.

Sedangkan menurut Hurlock (1980), remaja yang emosinya matang mampu memberikan reaksi emosional yang stabil, tidak berubah-ubah dari satu emosi atau

suasana hati ke suasana hati yang lain, seperti dalam periode sebelumnya. Ciri-ciri remaja yang matang emosinya seperti apabila pada akhir masa remaja tidak “meledakkan” emosinya dihadapan orang lain, melainkan menunggu saat yang tepat untuk mengungkapkan emosinya pada saat, waktu dan tempat yang tepat. Petunjuk yang lainya adalah bahwa individu menilai situasi secara kritis terlebih dahulu sebelum bereaksi secara emosional.

Walgito (2002) mengemukakan beberapa ciri-ciri orang yang matang emosinya, sebagai berikut :

1. Dapat menerima baik keadaan dirinya maupun keadaan orang lain seperti apa adanya, sesuai dengan keadaan obyektifnya. Hal ini disebabkan bahwa orang yang telah matang emosinya dapat berpikir secara baik dan berpikir secara obyektif.

2. Tidak bersifat impulsif. Individu yang memiliki kematangan emosi mampu merespon stimulus dengan cara berpikir baik dan dapat mengatur pikirannya.

3. Dapat mengontrol emosi dan ekspresi emosinya secara baik. Meskipun dalam keadaan marah, individu yang memiliki kematangan emosi tidak akan menampakkan kemarahannya itu keluar serta dapat mengatur kapan kemarahan itu perlu dimanifestasikan.

4. Bersifat sabar, penuh pengertian dan pada umumnya mempunyai toleransi yang baik.

5. Memiliki tanggung jawab yang baik, dapat berdiri sendiri, tidak mudah mengalami frustasi dan akan menghadapi masalah dengan penuh pengertian.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri orang yang matang emosinya adalah yang dapat menyikapi respon emosional dengan tepat, tidak bersifat impulsif, dapat mengendalikan self pity, mempunyai reaksi emosional yang stabil, dan dapat mengendalikan emosinya di segala situasi.

2.2.3 Karakteristik Kematangan Emosi

Menurut Smitson (dalam Katkovsky,1976), karakteristik kematangan emosi adalah sebagai berikut:

1. Kemandirian (toward independence)

Pengalaman dari bayi dan masa kanak-kanak menciptakan keinginan yang kuat untuk meraih kesenangan yang diinginkan. Melepaskan diri dari ketergantungan dengan orang tua, tidak seperti masa sebelumnya. Kemampuan untuk dapat menentukan dan memutuskan apa yang dikehendakinya serta bertanggung jawab akan keputusannya itu.

2. Kemampuan untuk menerima realita (ability to accept reality)

Dapat menerima realita kehidupan dengan segala keanehannya, kejujuran maupun ketidak jujurannya, segala keindahan dan keburukkannya. Bisa menyikapi masalah dengan berbagai jalan dan cara yang ia punya. Dapat menerima kenyataan bahwa dirinya tidak selalu sama dengan orang lain, bahwa ia memiliki kesempatan, kemampuan serta tingkat intelegensi yang berbeda dengan orang lain.

3. Penyesuaian diri (adaptability)

Ini adalah salah satu unsur yang amat penting dalam kematangan emosi. Salah satu hal yang membedakan antara orang yang emosinya sehat adalah pada tingkat fleksibilitasnya, di mana pada orang yang tidak sehat emosinya akan memberikan respon kaku dalam berinteraksi dan dalam situasi tertentu. Kemampuan untuk mudah menerima orang lain atau situasi tertentu dengan cara-cara yang berbeda. Dengan kata lain dapat bersikap fleksibel dalam menghadapi orang lain atau situasi tertentu.

4. Kesiapan untuk merespon dengan tepat (readiness to respond)

Hal ini meliputi kesadaran diri tentang keunikan yang dimiliki setiap orang, sehingga kita dapat merespon sesuai dengan keunikan-keunikan yang individu miliki. Dengan demikian dapat diharapkan individu mampu merespon dengan tepat pada keunikan masing-masing individu.

5. Kepasitas untuk seimbang (capacity to balance)

Orang yang matang emosinya selalu melihat segala situasi dari berbagai sudut. Kematangan emosi tergantung terhadap pengembangan ketahanan seseorang terhadap kegagalan disetiap interaksinya. Individu dengan tingkat kematangan emosi yang tinggi menyadari bahwa sebagai mahkluk sosial ia memiliki ketergantungan pada orang lain, namun ia tidak harus takut bahwa ketergantungannya itu akan menyebabkan ia diperalat oleh orang lain.

6. Kemampuan berempati (empathic understanding)

Kemampuan untuk menempatkan diri dalam posisi orang lain, sehingga dapat memahami perasaan dan pikirannya.

7. Pengendalian kemarahan (challenging anger)

Agar dapat mengendalikan kemarahannya, maka seseorang harus dapat mengenal batas sensitivitas dirinya. Dengan mengetahui apa saja yang dapat membuatnya marah, maka ia dapat mengendalikan perasaan amarahnya.

Dokumen terkait